Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN TETAP

PRATIKUM DASAR-DASAR AKUAKULTUR

Kelompok 10 (Sepuluh)
Nia Lestari 0505181722022
M. Haris Kerta Negara 0505181722017
Topan Anugraha 05051381722037
Verma Agustina 0505181722003

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN DAN


TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2018
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Akuakultur Kegiatan pemeliharaan biota air pada kondisi yang terkontrol,
baik secara intensif maupun semi-intensif. Namun demikian, ada pakar yang
menyatakan bahwa akuakultur merupakan kegiatan pemeliharaan flora dan fauna
air, tetapi tidak termasuk dalam kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan dan
pembenihan jenis-jenis biota untuk akuarium, biota untuk eksperimen atau
percobaan di laboratorium, dan biota yang dipelihara khusus untuk memenuhi
kebutuhan perseorangan. ( Landau, 1992 ).
Selain itu, beberapa pakar ada juga yang mendefinisikan akuakultur sebagai
kegiatan untuk memproduksi biota air (termasuk di dalamnya: pemeliharaan,
penanganan, pengolahan, dan pemasaran) untuk tujuan komersial. ( Barnabe,
1990).
Akuakultur yang di Indonesia dikenal dengan istilah budidaya air dibedakan
menjadi dua, yaitu budidaya air tawar dan budidaya air laut (termasuk air
payau).Budidaya air laut lebih dikenal dengan istilah 'marikultuf.Usaha marikultur
semakin popular pada dekade terakhir ini, khususnya setelah berhasil
dikembangkan teknik budidaya pada kurungan jaring apung. ( Andriani, 2005)

1.2 Tujuan
Tujuannya adalah dengan adanya penelitian ini diharapkan untuk
meningkatkan keberanian dan juga mentalitas penulis sebagai bekal dalam
menghadapi masa depan yang penuh persaingan dan akan hanya sanggup
terpecahkan dengan ilmu pengetahuan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Patin
Ikan Patin dulunya adalah nama lokal untuk ikan asli Indonesia yang
memiliki nama ilmiah Pangasius pangasius. Namun, saat ini nama Patin secara
umum dipakai untuk memberi nama sebagian besar ikan keluarga Pangasidae.
Untuk Pangasius sutchi diberi nama patin siam dan untuk Pangasius djambal di
beri nama Patin djambal. Bleeker (1846) mengklasifiksikan ikan Patin djambal
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Osteichthyes
Ordo : Siluriformes
Famili : Pangasiidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius djambal

Menurut Hadinata (2009) Tubuh ikan Patin secara morfologi dapat


dibedakan yaitu bagian kepala dan badan. Bagian kepala terdiri dari : Rasio
panjang standar/panjang kepala 4,12 cm, Kepala relatif panjang, melebar kearah
punggung, Mata berukuran sedang pada sisi kepala, Lubang hidung relatif
membesar, Mulut subterminal relatif kecil dan melebar ke samping, Gigi tajam
dan sungut mencapai belakang mata, dan Jarak antara ujung moncong dengan
tepi mata lebih panjang. Sedangkan bagian badan terdiri dari : Rasio panjang
standar/tinggi badan 3.0 cm, Tubuh relatif memanjang, Warna punggung
kebiru-biruan, pucat pada bagian perut dan sirip transparan, Perut lebih lebar
dibandingkan panjang kepala, dan Jarak sirip perut ke ujung moncong relatif
panjang.
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Gambar 1. Morfologi ikan Patin (Pangasius djambal)
Keterangan : 1. Mulut; 2. Mata; 3. Sirip dada; 4. Patil; 5. Sirip punggung; 6. Sirip
perut; 7. Sirip anal; 8. Gurat sisi; 9. Sirip ekor.
Ikan Patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak
dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120
cm, suatu ukuran yang cukup besar untuk ukuran ikan air tawar domestik. Kepala
Patin relatif kecil dengan mulut terletak diujung kepala agak disebelah bawah. Hal
ini merupakan ciri khas golongan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua
pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba (Amri, 2007). Sirip
punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang
bergerigi dan besar di sebelah belakangnya. Sementara itu, jari-jari lunak sirip
punggung terdapat enam atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak
yang berukuran kecil sekali. Adapun sirip ekornya membentuk cagak dan
bentuknya simetris. Sirip duburnya panjang, terdiri dari 30-33 jari-jari lunak,
sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada memiliki 12-13
jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang
dikenal sebagai patil (Amri, 2007).

Sifat-sifat Biologis
Ikan Patin termasuk ikan yang beraktifitas pada malam hari atau
nocturnal. Selain itu, Patin suka bersembunyi di dalam liang-liang di tepi sungai
habitat hidupnya. Ikan ini termasuk ikan demersal atau ikan dasar. Secara fisik
memang dari bentuk mulut yang lebar persis seperti ikan domersal lain seperti
ikan lele dan ikan gabus. Habitatnya di sungai-sungai besar dan muara-muara
sungai yang tersebar di Indonesia, India, dan Myanmar. Tidak hanya itu ikan
Patin juga sulit memijah di kolam atau wadah pemeliharaan dan termasuk pula
ikan yang kawin musiman sehingga pemijahannya dilakukan secara buatan serta
hanya memijah sekali setahun pada musim hujan (November-Maret)
(Amri, 2007).

2.2. Habitat dan Penyebaran


Habitat ikan Patin adalah di tepi sungai – sungai besar dan di
muara – muara sungai serta danau. Dilihat dari bentuk mulut ikan Patin
yang letaknya sedikit agak ke bawah, maka ikan Patin termasuk ikan
yang hidup di dasar perairan. Ikan Patin sangat terkenal dan digemari
oleh masyarakat karena daging ikan Patin sangat gurih dan lezat untuk
dikonsumsi (Susanto Heru dan Khairul Amri, 1996).
Ikan Patin dikenal sebagai hewan yang bersifat nokturnal, yakni
melakukan aktivitas atau yang aktif pada malam hari. Ikan ini suka
bersembunyi di liang – liang tepi sungai. Benih Patin di alam biasanya
bergerombol dan sesekali muncul di permukaan air untuk menghirup
oksigen langsung dari udara pada menjelang fajar. Untuk budidaya ikan
Patin, media atau lingkungan yang dibutuhkan tidaklah rumit, karena
Patin termasuk golongan ikan yang mampu bertahan pada lingkungan
perairan yang jelek. Walaupun Patin dikenal ikan yang mampu hidup
pada lingkungan perairan yang jelek, namun ikan ini lebih menyukai
perairan dengan kondisi perairan baik (Kordi, 2005). Kelangsungan
hidup ikan sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Karena air sebagai
media tumbuh sehingga harus memenuhi syarat dan harus diperhatikan
kualitas airnya, seperti: suhu, kandungan oksigen terlarut (DO) dan
keasaman (pH). Air yang digunakan dapat membuat ikan melangsungkan
hidupnya (Effendi, 2003). Menurut Kordi (2005), Air yang digunakan
untuk pemeliharaan ikan Patin harus memenuhi kebutuhan optimal ikan.
Air yang digunakan kualitasnya harus baik. Ada beberapa faktor yang
dijadikan parameter dalam menilai kualitas suatu perairan, sebagai
berikut:
1. Oksigen (O2) terlarut antara 3 – 7 ppm, optimal 5 – 6 ppm.
2. Suhu 25 – 33 0 C.
3. pH air 6,5 – 9,0 ; optimal 7 – 8,5.
4. Karbondioksida (CO2) tidak lebih dari 10 ppm
5. Amonia (NH3) dan asam belerang (H2S) tidak lebih dari 0,1 ppm.
6. Kesadahan 3 – 8 dGH (degress of German total Hardness)

2.3. Kebiasaan Makan


Berdasarkan komposisi makanan yang dikomsumsinya maka jenis ikan ini
bisa diaktegorikan bersifat planktivora/detritivora yang daerah pencarian
makanannya sampai ke dasar perairan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Roberts & Vidthayanon (1991) di sungai-sungai Vietnam menunjukkan bahwa
ikan ini bersifat omnivora yang banyak memanfaatkan detritus dan potongan
tumbuh-tumbuhan. Secara umum makanan kesukaan ikan Patin tergantung dari
kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan yang ada di alam, meskipun begitu
pendapat ini masih haris dibuktikan melalui penelitian di perairan yang lain,
misalnya di perairan yang kelimpahan makrozoobenthosnya tinggi.

2.4 FCR dan Efisiensi Pakan


2.4.1 Food Convertion Ratio
Menurut Kanisious (2001), pemberian pakan dalam jumlah 1
kg, akan menghasilkan daging 1 kg juga. Menurut Effendi (2004),
Feed Convertion Ratio adalah suatu ukuran yang menyatakan
ratio jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1kg
ikan kultur. Nilai FCR = 2 artinya untuk memproduksi1kg daging
ikan dalam system akuakultur maka dibutuhkan 2 kg pakan.
Semakin besar nilai FCR, maka semakin banyak pakan yang
dibutuhkan untuk memproduksi1kg ikan daging kultur. FCR
sering kali diberikan indicator kinerja teknik dalam mengefaluasi
suatu usaha akuakultur.

FCR =

Keterangan :N
F = Jumlah pakan yang dikonsumsi ikan (g)
Bt = Bobot ikan pada akhir pemeliharaan (g)
D = Bobot ikan mati selama pemeliharaan (g)
Bo = Bobot ikan pada awal pemeliharaan (g)

Diketahui jumlah ikan pada awal pemeliharaan adalah 50 ekor, jumlah


ikan pada akhir pemeliharan adalah 20 ekor, jumlah pakan selama pemeliharaan
adalah 250 gram,bobot ikan pada awal pemeliharaan adalah 0,007
gram/ekor,bobot ikan pada akhir pemeliharaan adalah 2,27 gram/ekor,bobot ikan
mati adalah 0,30 gram/ekor

FCR =

FCR =

FCR =

FCR = 4,6253469

2.4.2 Efisiensi Pakan


Nilai efisiensi pakan ditentukan antara lain oleh: kualitas dan kuantitas
pakan, kondisi ikan, faktor lingkungan dan manajemen pemberian pakan, maka
upaya untuk meningkatkan nilai efisiensi pakan harus diawali dengan memahami
tentang: konsep kebutuhan nutrisi, konsep proses pemanfaatan pakan pada tubuh
ikan, konsep pengaruh faktor lingkungan terhadap proses fisiologis ikan dalam
rangka pemanfaatan pakan dan konsep-konsep dasar lainnya yang merupakan
pijakan dalam meramu manajemen pemberian pakan termasuk aspek praktis
tentang prinsip proses pembuatan pakan untuk diaplikasikan pada kegiatan
budidaya ikan. (Effendi, 1997)

EP =

Keterangan :
F = Jumlah pakan yang dikonsumsi ikan (g)
Bt = Bobot ikan pada akhir pemeliharaan (g)
D = Bobot ikan mati selama pemeliharaan (g)
Bo = Bobot ikan pada awal pemeliharaan (g)

Diketahui jumlah ikan pada awal pemeliharaan adalah 50 ekor, jumlah ikan pada
akhir pemeliharan adalah 20 ekor, jumlah pakan selama pemeliharaan adalah 250
gram,bobot ikan pada awal pemeliharaan adalah 0,007 gram/ekor,bobot ikan pada
akhir pemeliharaan adalah 2,27 gram/ekor,bobot ikan mati adalah 0,30 gram/ekor
EP =

EP =

EP =

EP = 0,2162

BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1. Tempat dan Waktu
Praktikum ini dillaksanakan pada Februari 2018 – April 2018 pukul 15.00
WIB di Laboratorium Lapangan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sriwijaya.

3.2. Alat, Bahan dan Cara Kerja


3.2.1. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Dasar-Dasar
Akuakultur ini menggunakan alat tulis; waring; akuarium; DO meter; penggaris;
pH meter; thermometer; timbangan; tali; ember. Serta bahan-bahan yang
digunakan pada praktikum yaitu ikan di akuarium 50 ekor; ikan di keramba 600
ekor; pelet 2 kg.

1.2.2. Cara Kerja


Adapun cara kerja dari praktikum dasar-dasar akuakultur meliputi dua acara
yaitu diakuarium dan ditambak jaring apung.

1.2.2.1. Cara Kerja diAkuarium


Persiapan dimulai dengan mempersiapkan wadah pemeliharaan berupa
waring dengan ukuran 1 x 1 x 1 m 3yang dipasang kolam dengan kedalaman air
didalam jaring adalah sekitar 70-80 cm. wadah pemeliharaan akuarium 45x40x30
cm3 diisi dengan ketinggian air 25 cm. Benih ikan yang akan ditebar terlebih
dahulu perlu dilakukan proses aklimatisasi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
tingkat stress ikan yang dipelihara. Prosedur aklimatisasi benih ikan yaitu
memasukkan benih ikan yang masih berada di dalam kantong plastik ke dalam air
tempat pemeliharaan. Kantong plastik dibuka, lalu dimasukkan air tempat
pemeliharaan sedikit demi sedikit hingga benih terlihat sudah dapat beraktifitas
normal. Benih ikan tersebut dibiarkan keluar sendirinya. Sebelum dilakukan
pemeliharaan, ikan terlebih dahulu dipuasakan selama 24 jam. kemudian
dilakukan penimbangan dan pengukuran berat dan panjang tubuh ikan sebagai
data awal. Ikan ditebar sebanyak 50 sampai 100 ekor/wadah (tergantung ukuran
ikan yang dipelihara). Pakan diberikan 3 kali sehari (pukul 08.00, 12.00 dan 16.00
WIB) sebanyak 5 % dari total bobot ikan. Pakan yang diberikan selama
pemeliharaan, dihitung untuk mengetahui nilai konversi pakan dan pemeliharaan
berlangsung.

1.2.2.2. Cara Kerja diKeramba Jaring Apung


Adapun cara kerja yang kita siapkan pertama alat dan bahan yang mana
terbagi menjadi dua kelompok wanita dan laki-laki. Tugas dari kelompok
wanita menyiapkan jaring waring untuk dijadikan keramba jaring apung,
kemudian meihat terlebih dahulu tempat strategis untuk pembuatan tambak di
atas rawa. Melakukan pengukuran kedalaman kolam agar kayu yang dipasang
sebagai penyangga tambak nanti. Lalu, cari kayu-kayu sebagai penyangga dan
penguat tambak. Jika kayu sudah terkumpul banyak, maka siap untuk
dibuatkan tambaknya. Setelah pondasi tambak sudah dibangun maka
selanjutnya membuat jalan agar memudakahkan untuk pemberian pakan ikan
barulah dapat dilakukan pemasangan waring. Kemudian lakukan penebaran
benih ikan ke dalamnya. Jangan lupa memberi pakan pada ikan tersebut secara
rutin 3 kali sehari .

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil
LAPORAN MINGGUAN
PRAKTIKUM DASAR-DASAR AKUAKULTUR
KELOMPOK 10 BDA
No. Nama Hari, Tanggal, Kegiatan Gambar
Waktu
1. Nia Lestari dan Senin, 9 April Penyipona
Verma Agustina 2018,Sore n akuarium
Hari

2. Verma Agustina Selasa, 10 Pengasihan


April2018, Pakan
Pagi Hari dan
sore hari

3. M. Haris Kerta Rabu, 11 April Pengasihan


Negara 2018, Pagi Pakan
Hari dan Sore
Hari

4. Topan Anugraha Kamis, 12 Pengasihan


April 2018, pakan
Pagi Hari dan
Sore Hari
5. Nia Lestari Jumat, 13April Pengasihan
2018, Pagi Pakan
Hari dan Sore
Hari
DAFTAR PUSTAKA

Amri, K., 2007. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.


Andriani, S., 2005. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Perairan.
Universitas Brawijaya : Malang.
Barnabe, G. 1990. Aquaculture- Vol I. Ellis Horwood, New York. 528.Boyd,
C.E. 1990. Water Quality In Pond forAquaculture.Alabama Agricultural
Exp. Satation Auburn.
Bleeker., 1846. Pangasius djambal.
Effendi, M., I., 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara.
Bogor. 155 hlm.
Effendi. H., 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Effendi., 2004. Kualitas Air untuk Budidaya Ikan. Solo: Perdana Amira.
Hadinata, F., 2009. Pembenihan Ikan Patin Djambal. Balai Budidaya Air Tawar
Jambi. Ds. Sungai Gelam Kecamatan Kumpeh Ulu., Kabupaten Muaro
Jambi.
Kordi, K.M.G.H., 2005. Budidaya Ikan Patin BiologiPembenihan dan
Pembesaran. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.
Landau, M., 1992. Introduction to aquacul-ture. John Wiley & Sons, Inc.
New York
Roberts., T. R & C. Vidthanayanon., 1991. Systematic revision of
the Asian catfish family Pangasiidae, three new species. Proc. Acad. Nat.
Sci. Philad., 143: 97-144.
Santoso, H., dan Amri K., 1996. Budidaya Ikan Patin. Jakarta: PT. Penebar
Swadaya.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai