Laporan Kasus
Laporan Kasus
PENDAHULUAN
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 41 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 60 kg
Agama : Islam
Alamat : Desa Pinatu, dusun I
B. ANAMNESIS
Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama : Perut kembung
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk RSU anutapura dengan keluhan perut kembung yang
dialami kurang lebih 6 hari yang lalu. Keluhan tersebut disertai dengan
mual, muntah, tidak BAB dan tidak kentut. Awalnya pasien mengalami
kecelakaan lalu lintas yaitu tabrakan motor yang menyebabkan perut
pasien membentur stir motor, dialami kurang lebih 8 hari yang lalu.
Sebelumnya pasien di rawat di RS. Parigi, dalam menjalani masa
perawatan, pasien mengalami perut kembung selama 4 hari, kemudian
pasien dipulangkan setelah pasien mengalami kentut yang terasa pedis.
Saat sampai di rumah pasien mengeluhkan keluhan yang sama yaitu perut
kembung, tidak kentut dan tidak BAB lalu pasien berobat ke RS
anutapura.
3. Riwayat penyakit dahulu:
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit hati disangkal
- Riwayat penyakit asma disangkal
- Riwayat alergi obat disangkal
- Riwayat diabetes melitus disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Lemah, gelisah
Kesadaran : Compos mentis, GCS: E4V5M6
Vital Sign
- TD : 110/80 mmHg
- Nadi : 118 x/menit
- RR : 30 x/menit
- Suhu : 39 ºC
2. Pemeriksaan Kepala
- Mata : mata cekung, Conjungtiva anemis -/-,
sklera ikterik -/-,
refleks cahaya +/+, pupil isokor diameter ± 3 mm
- Telinga : discharge (-)
- Hidung : Discharge (-), epistaksis (-)
- Mulut : sianosis (-) bibir kering (+), pembesaran
tonsil (-) skor Mallampati 1
3. Pemeriksaan leher : simetris, tidak ada deviasi trakea, pembesaran
kelenjar getah bening (-)
Tiroid : Tidak ada kelainan
4. Pemeriksaan Dada
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Pengembangan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor kiri sama dengan kanan
Auskultasi :Bunyi napas vesikuler Rhonki (-/-),
Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (S)
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 dan S2 murni regular, bising (-)
5. Abdomen :
Inspeksi : distensi abdomen
Auskultasi : bising usus (-)
Perkusi : Bunyi : hypertimpani
Asites : (-)
Palpasi : defans muscular (+), nyeri tekan seluruh abdomen (+)
Pekak Hepar : menghilang
Hati : sulit dievaluasi
Lien : sulit dievaluasi
Ginjal : sulit dievaluasi
6. Ekstremitas : akral hangat, edema tidak ada, turgor menurun, CRT > 3
detik
7. Genitalia : terpasang kateter
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Waktu
5-11(Duke) m.det
perdarahan/CT
Waktu
1-3 (ivy) m.det
perdarahan/BT
KIMIA DARAH
E. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Rontgen BNO : Kesan free air subdiafragma kanan-kiri
F. DIAGNOSIS
Peritonitis generalisata ec perforasi usus traumatik
G. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
- IVFD RL : Dextrose 5% 3:1 28 tpm
- Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Ketorolak 1 ampl/8 jam
- Ranitidine 1 ampl/12 jam
Tindakan
- Pasang NGT
- Pasang kateter
- Puasakan
- Balance cairan
- Rencana Tindakan: Laparotomi cito
H. TINDAKAN ANESTESI
Jenis anestesi : Regional Anestesi
Teknik anestesi : Sub-arachnoid blok
Induksi : Bupivacaine Hyperbaric 0,5%
Anestesi mulai : 09:15 WITA
Anestesi selesai : 10.30 WITA
Operasi mulai : 09.20 WITA
Operasi selesai : 10.30 WITA
Anestesiologis : dr. Taufik Imran Sp.An
Ahli Bedah : dr. Raymond Sp. B / dr. Salahuddin
A. Pre-operatif
1. Pasien puasa > 8 jam pre-operatif.
2. Infus RL 24 tpm.
3. Status Fisik ASA II
B. Intra operatif
Pemantauan tanda-tanda vital selama operasi sebagai berikut:
C. Post operatif
Pemantauan di Recovery Room :
1. Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motorik.
2. Beri O2 2L/menit nasal canul.
3. Berikan antibiotik profilaksis, antiemetic, H2 reseptor bloker dan
analgetik
4. Bila Skor Bromage ≤ 2 boleh pindah ruangan.
PEMBAHASAN
1. Posisi duduk atau posisi lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di
atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit
perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit
pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.
2. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.
Beri bantal kepala, selain memberikan kenyamanan pada pasien juga
supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar
prosessus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
3. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis krista iliaka,
misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya beresiko
trauma terhadap medulla spinalis.
4. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
5. Beri anestesi lokal (jika perlu) pada tempat suntikan, misalnya dengan
lidokain 1-2% 2-3 ml.
6. Cara tusukan media atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau
29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa
10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kearah
sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang
jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock), irisan
jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur
miring bevel mengarah ke atas atau kebawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri pasca spinal.
Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar
likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan
(0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi
jarum tetap baik.
7. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemorroid dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum
dewasa kurang lebih 6 cm.
Terapi cairan
1. Pre operatif
Pada pasien ini terjadi gangguan volume yang diakibatkan translokasi
cairan dan elektrolit dalam peritoneum oleh karena terjadinya kebocoran
isi rongga abdomen ke dalam rongga abdomen. Pada pasien ini dapat
dikategorikan dehidrasinya berdasarkan dari gejala klinis dan pemeriksaan
kadar elektrolit. Dari pemeriksaan klinis tampak pasien lemah, dengan
GCS E4V5E6, tekanan darah 110/80 mmHg, pernafasan 30 kali per menit,
nadi cepat dan lemah dengan frekuensi 118 kali per menit, mata cekung,
mukosa bibir kering, capillary refill time lebih dari 3 detik, produksi urin
menurun dan diketahui pada peritonis setiap penebalan peritoneum 2-3
mm saja dapat mengandung cairan dan elektrolit sebanyak 3-5 liter,
sehingga dapat dikategorikan sebagai dehidrasi berat.
Derajat dehidrasi berat (12%) x BB (60 kg) x 1000 cc = 7200 cc
Cairan maintenance
10 kg pertama : 10 kg x 4cc = 40 cc
10 kg kedua : 10 kg x 2 cc = 20 cc
Sisa BB : 40 kg x 1 cc = 40 cc
Total : 100 cc/jam (2.400 ml/24 jam)
Pemberian cairan dehidrasi diberikan dalam 2 waktu:
8 jam pertama : Rehidrasi (3600) + maintenance (100)
= 3700 cc
16 jam berikutnya : 3700 cc
Pada kasus ini sebelum operasi telah dimasukkan cairan sebanyak
1200 cc selama kurang lebih 8 jam. Sehingga masih tersisa 6200 cc
untuk pemberian 16 jam berikutnya, yang akan ditambahkan pada
cairan pasca operasi.
2. Perioperatif
Untuk terapi cairan perioperatif dapat digunakan formula M O P, dengan
keterangan sebagai berikut:
M : Maintenance, dapat dihitung menggunakan rumus holyday Zegar
untuk anak-anak yaitu rumus 421
O : prediksi cairan yang hilang selama operasi dapat dihitung dari jenis
operasi x BB
- Operasi kecil : 4-6 ml x BB
- Operasi sedang : 6-8 ml x BB
- Operasi besar : 8-10 ml x BB
P : Lamanya puasa dihitung dari jumlah jam puasa x maintenance
Perhitungan cairan menggunakan rumus:
Jam I : M + O + 1/2 P
Jam II-III : M + O + 1/4 P
Jam IV :M+O
Berikut merupakan perhitungan pada saat operasi:
a. Maintenance : 100cc
b. Pengganti puasa: lama jam puasa (72 jam) x maintenance (100cc) =
7200 cc
c. Stress operasi : pada kasus ini termasuk jenis operasi besar karena
merupakan operasi laparatomi eksplorasi sehingga stress operasi = 8 x
60 kg = 480 cc
Jadi kebutuhan cairan pada jam 1:
M + SO + 50% PP
100 + 480 + 50% (7200) = 4180 cc
Operasi berlangsung selama 1 jam 10 menit, cairan masuk pada saat
operasi sebanyak 1750 cc sehingga sisa cairan yang akan diberikan post operasi
adalah 2430 cc.
Perdarahan
Jumlah perdarahan saat dilakukan operasi adalah 1500 cc
Rumus = BB x 70%
60 x 70% = 42
Perkiraan perdarahan x 100%
EBV
1500 x 100% = 35,7%
42
Pada pasien ini diberikan whole blood karena perdarahan > 30% TBV
merupakan indikasi pemberian whole blood pemberian whole blood sesuai
dengan perkiraan perdarahan yang hilang.
3. Post operatif
Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi.
Kebutuhan air untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar
kurang lebih 50 ml/kgBB/24jam. Sehingga kebutuhan air untuk pasien ini adalah:
50 cc/kgBB/24 jam = 3000cc/24jam
Kemudian melanjutkan penggantian deficit cairan pembedahan dan selama
pembedahan yang belum selesai yaitu sebanyak 6200cc untuk 16 jam berikutnya.
Selain itu masih tersisa cairan perioperatif, yaitu 2430 cc. Jumlah pengganti
perdarahan dengan whole blood sebanyak 1500cc. Sehingga kebutuhan cairan
untuk kurang lebih 24 jam kedepan adalah kebutuhan cairan pasca operasi + sisa
cairan rehidrasi + sisa cairan perioperatif + jumlah pengganti perdarahan, jadi di
dapatkan 10.130cc yang merupakan suatu jumlah yang banyak. Karena pasien
masih dipuasakan setelah operasi maka cairan sisa akan dimasukkan secara
parenteral.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief S A, Suryadi K A, Dachlan M R. Anestetik Inhalasi Petunjuk Praktis
Anestesiologi. 2nded. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI;
2002.
2. Samsuhidajat R, Wim de Jong. Buku ajar ilmu bedah. Ed 3th. EGC; Jakarta:
2010.
3. Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, Muchtar A, Arif A, Bahry B et all.
Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
4. Mangku G. AnestesiInhalasi dan Buku Standar Pelayanan dan Tatalaksana
Anestesia-Analgesia dan Terapi Intensif. Denpasar: Bagian Anestesiologi dan
Reanimasi FK UNUD; 2002.
5. Boulton, BT. Blogg, CE. Anestesiologi. 10thed. Jakarta: EGC; 1994.