Anda di halaman 1dari 12

Penerangan Alami Dan Bukaan Bangunan

BASARIA TALAROSHA

Fakultas Teknik
Program Studi Arsitektur
Universitas Sumatera Utara

Pengantar
Untuk menghemat energi, pemanfaatan cahaya alami pada bangunan sedapat
mungkin harus dilakukan pada siang hari. Namun demikian, harus diingat bawa
pemanfaatan cahaya alami dengan memasukkan cahaya matahari secara berlebihan
akan membawa dampak pada ketidak nyamanan visual (silau) dan ketidak
nyamanan termal (disamping memberikan sinar terang, cahaya alami juga
membawa panas melalui proses radiasi).

PENCAHAYAAN SEDAPAT MUNGKlN DIGUNAKAN


ALAMI SIANG HARI SIANG HARI
(DAY LIGHT)
MEMBAWA PANAS (MENJADI BEBAN AC)

Berapa besar terang cahaya yang diperlukan untuk mendapatkan kondisi visual yang
nyaman, sangat tergantung kepada kegiatan yang terjadi di dalam ruang/bangunan
tersebut. Dengan demikian terang cahaya yang dibutuhkan untuk ruang kelas
dimana terjadi proses ajar-mengajar berbeda dengan terang yang dibutuhkan untuk
sebuah ruang kantor atau ruang industri (garment).

SUMBER DAYLIGHT 1. MATAHARI

2. CAHAYA TERANG LANGIT (YANG PALING PENTING/UTAMA)

PERHITUNGAN TERANG CAHAYA


Terdapat tiga komponen cahaya siang hari yang jatuh pada bidang kerja, mis; pada
titik P:

Ep = Tingkat Pener. Di Titik p


Eo = Tingkat penerangan di Lapangan
Terbuka

1. KOMPONEN LANGIT (KL) -> cahaya yang langsung dari matahari ke bidang kerja
atau titik P.
2. KOMPONEN REFLEKSI LUAR (KRL) -> cahaya pantulan dari benda-benda sekitar,
dinding, halaman rang jatuh pada bidang kerja atau titik P.
3. KOMPONFN REFLEKSI DALAM (KRD) -> cahaya yang jatuh di lantai, dipantulkan
lagi oleh langit-langit ke bidang kerja atau titik P.

Ep = Tingkat Pener di Titik P


= KL+KRL+KRD

e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 1


Telah disebutkan sebelumnya bahwa besar terang cahaya yang diperlukan sangat
tergantung kepada kegiatan yang terjadi di dalam ruang/bangunan tersebut. Secara
umum bangunan dapat dibagi atas 4 (empat) kelompok berdasarkan kegiatan yang
terjadi di dalamnya, sedangkan klasifikasi derajat bangunan dibagi atas 3 kelompok
sebagai berikut:

Pengelompokan Bangunan berdasarkan Kegiatan: (4 Kelompok)

A. B C D
(300 Lux) (150 Lux) (80 Lux) (40 lux)
¾ Kerja halus ¾ Kerja halus ¾ Kerja sedang, ¾ Kerja kasar
sekali ¾ Cermat (tidak tanpa konsentrasi
¾ Cermat terus intensif) besar
menerus. Mis. : menulis, Mis. : pekerja kayu
Mis :gravir, jahit pembuatan alat,
membaca

Klasifikasi derajat bangunan dibagi atas 3 kelompok :

Kelas I Kelas II Kelas III


Bangunan ¾ Hotel Bangunan Biasa
Representatif ¾ Gedung
¾ Ged. MPR/DPR Pertemuan
¾ Kantor Gubernur ¾ Kantor
¾ Gedung Olah Raga

BEBERAPA BESAR TERANG CAHAYA MATAHARI


yang dibutuhkan / terdapat
PADA SUATU RUANGAN ?

SESUAI DENGAN KEGIATAN/FUNGSI RUANG

Untuk Indonesia: perhitungan terang yang dibutuhkan harus berdasarkan syarat-


syarat perhitungan yang dianjurkan Dep. PU Dirjen Ciptakarya DPMB:

Faktor Langit (fl) dari titik ukur harus sekurang-kurangnya memenuhi nilai-nilai

minimum (flmin) yang tertera dalam tabel I A, IB dan 1C (lihat hlm. 6), menurut
klasifikasi derajat bangunan dan kualitas penerangan yang dikehendaki dan
direncanakan.

e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 2


Perhitungan terang cahaya dapat dilakukan berdasarkan:
1. Faktor Cahaya Siang Hari / Day Light Factor (DF)
2. Faktor Terang Langit (ft)

1. Perhitungan terang cahaya berdasarkan: Faktor Cahaya Siang Hari (DF)


Tingkat penerangan di titik P adalah jumlah dari Komponen Langit (KL), Komponen
Refleksi Luar (KRL), dan Komponen Refleksi Dalam (KRD).

Ep = tetap (konstanta) pada saat apa saja.


Eo = perbandingan tkt. Penerangan di ttk. P dan tkt.
Penerangan di Lap. Terbuka pada titik
DF (Day Light Factor) atau Faktor Cahaya Siang Hari adalah:
™ Perbandingan tingkat penerangan di DALAM RUANG pada titik P dengan titik
di LUAR RUANG pada lapangan terbuka di titik O atau,
™ PROSENTASE JUMLAH TERANG SlANG HARI YANG JATUH PADA SUATU TITIK
PADA BIDANG DI DALAM RUANGAN TERHADAP KEKUATAN TERANG DI
LAPANGAN TERBUKA

Kekuatan Terang cahaya di lapangan terbuka selalu berubah-ubah dari 100.000 Lux
sampai pada 0 Lux, tergantung pada keadaan langit.
Dibuat kesepakatan: Kekuatan terang di lap. terbuka ditentukan : 3000 Lux
™ Jika terang cahaya lap. terbuka <3000 lux maka ruang harus menggunakan
sumber cahaya lampu.
™ Ada persyaratan minimal Faktor Cahaya Siang Hari (DF) di dalam ruang-
ruang tertentu : Misalnya tidak boleh < .... lux atau <....... % x dari 3000 lux.

contoh:
kantor kegiatan menulis, membaca
perpustakaan

penerangan mill: 150 lux atau


150/3000 x 100% = 5 %
dari tingkat penerangan di luar/lap. Terbuka

FAKTOR CAHAYA SIANG HARI (DF) RUANGAN == 5%

e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 3


2. Perhitungan terang cahaya berdasarkan: Faktor Langit
Dalam sistem ini, Komponen Langit (KL) merupakan faktor penentu Tingkat
Penerangan di titik P (Ep).

Perhitungan KRL dan KRD cukup


sulit, sehingga KRL dan KRD
dianggap saling meniadakan.

Ep = Tingkat Penerangan di Titik P


= KL
Eo = Tingkat Penerangan di lap, terbuka.
Ep hanya KL
Eo

FAKTOR LANGIT (fl) adalah:


Perbandingan kekuatan penerangan langsung dari langit (KL) di DALAM RUANG pada
titik P dengan kekuatan penerangan oleh TERANG LANGIT pada LAPANGAN TERBUKA
di titik O.
FAKTOR LANGIT:
= SEBAGAI PENUNJUK KUALITAS PENERANGAN MINIMAL DALAM RUANGAN
= ANGKA KARAKTERISTIK YANG DIGUNAKAN SEBAGAI UKURAN PENERANGAN
ALAMI SIANG HARI DI BERBAGAI TEMPAT DALAM RUANG
= PROSENTASE JUMLAH TERANG SIANG HARI YANG JATUH PADA SUATU TITIK
PADA BIDANG DI DALAM RUANGAN TERHADAP KEKUATAN TERANG OLEH LANGIT
PERENCANAAN DI LAPANGAN TERBUKA

Terang Langit = Sumber cahaya yang diambil sebagai dasar untuk penentuan
syarat-syarat mengenai penerangan alami siang hari.
Langit Perencanaan = Kekuatan Penerangan pada titik-titik di bidang datar suatu
lapangan terbuka sebesar 10.000 Lux

Persyaratan Perhitungan Faktor Langit:

TABEL 1 A

e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 4


BANGUNAN UTILITIS

Nilai flmin (dalam %) untuk TUU :


Klasifikasi Bangunan I II III
Kualitas Penerangan
A 0,50 d 0,45 d 0,35 d
B 0,40 d 0,35 d 0,30 d
C 0,30 d 0,25 d 0,20 d
D 0,20 d 0,15 d 0,10 d

Nilai flmin untuk TUS = 40 % flmin TUU (tidak boleh < 0,10 d)

TABEL 1 B
BANGUNAN SEKOLAH
Jenis Ruangan flmin TUU flmin TUS
Ruangan kelas biasa 0,35 d 0,20 d
Ruangan kelas khusus 0,45 d 0,20 d
Laboratorium 0,35 d 0,20 d
Bengkel Kayu/Besi 0,25 d 0,20 d
Ruang Olah Raga 0,25 d 0,20 d
Kantor 0,35 d 0,15 d
Dapur 0,20 d 0,20 d
Untuk Ruangan kelas biasa, Ruangan kelas khusus, Laboratorium, Syarat : flmin
(pada posisi 1/3 d fi papan tulis pada tinggi 1, 20 m ) = 50 % flmin TUU

TABEL 1 C
BANGUNAN TEMPAT TINGGAL

Jenis Ruangan flmin flmin TUS


R. tinggal 0,35 d 0,16 d
Kamar kerja 0,35 d 0,16 d
Kamar Tidur 0,18 d 0,05 d
Dapur 0,20 d 0,20 d
Untuk bangunan lain yang tidak terdapat dalam tabel , digunakan persyaratan tabel
1 A untuk bangunan kelas II

TITIK UKUR (U)


Adalah titik di dalam ruangan yang dijadikan sebagai indicator untuk penerangan
seluruh ruangan (berada pada bisang kerja 75 cm di atas lantai ).

e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 5


Lubang cahaya ≠ lubang cahaya
Efektif → sebab ada halangan
Cahaya :
• Bangunan lain
• Pohon
• Bagian bagunan overstek
• Letak bidang kerja terhadap
bidanglubang cahaya

e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 6


Perhitungan Faktor Langit Jika Lubang Cahaya/Jendela Berada Pada Satu
Dinding.
• Jika jarak antara 2 titik ukur < 3m atau panjang ruang (p) < 7 m :
fl yang harus diteliti
• satu TUU
• Dua TUS (TUS 1 dan TUS 2)
• Jika panjang ruang (p) > 7m :
fl yang harus diteliti lebih pada 3 titik ukur (menambah TUU)

GBR. DENAH

Jika d2> d1,


Maka jendela yang paling berpengaruh adalah jendela 1
Pengukuran pada dinding ke-2 hanya pada satu titik ukur tambahan yaitu : TUU2
→ flmin TUU2 = 50 % flmin TUU1
→ d yang digunakan adalah yang paling kecil yaitu d1

e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 7


PERHITUNGAN FAKTOR LANGIT JIKA LUBANG CAHAYA/JENDELA
BERADA PADA 2 DINDING YANG BERHADAPAN/SEJAJAR

™ Tiap Lubang Cahaya Efektif mempunyai titik ukur sendiri


™ Untuk bidang lubang cahaya yang paling penting (misalnya jendela I):
→ flmin sesuai dengan tabel (1A, 1B,1C)
→ untuk fl2min:
→ jika jarak jendela 1 dan 2 (d) 6m
Lubang cahaya ke dua: fl2min = 30% fllmin
→ jarak jendela: 4m <(d) < 9m
Lubang cahaya ke dua: fl2min = 30% fllmin dengan syarat:
Luas tub. Cahaya efektif jendela 2 min 40% luas lubang cahaya efektif
jendela 1 Letak jendela 2: tinggi antara 1m - 3m
→ fl untuk tiap titik ukur = fl 1 + fl 2

FAKTOR LANGIT SEBAGAI FUNGSI H/D DAN L/D

Perhitungan besarnya Faktor Langit untuk titik ukur pada bidang kerja di dalam
ruangan dapat dilakukan dengan menggunakan metoda analisis dimana fl dinyatakan
sebagai fungsi HID dan L/D:
H = tinggi lubang cahaya efektif
L = lebar lubang cahaya efektif
D = jarak titik ukur ke bidang lubang cahaya efektif

e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 8


™ Posisi ttk ukur U, jauhnya D dari lub. Chy. Efektif
™ Lubang cahaya efektif berbentuk persegi panjang OPQR
dengan tinggi H dan lebar L.
• Ukuran H dihitung dari 0 ke atas
• Ukuran L dihitung dari 0 ke kanan atau kiri (sama saja).

Saran/Petunjuk:
Rumah Tinggal:
Luas bukaan (kaca) pada gang:
™ pada ddg. Luar min 0,1 m2
™ pada ddg. dalam berbatasan dengan:
• k. tidur
• k. kerja
• r. keluarga
min 0,33 m2
™ luas kaca ruangan lainnya seperti gudang, km, dsb
diperhitungkan 0%, perlu bukaan pada ddg. luar seluas 0,1 m2

Bangunan Umum:

Gang/lorong bangunan umum barus dapat menerima cahaya siang hari melalui luas
kaca minimal:
KELAS I -> 0,40 M2
KELAS II -> 0,30 M2
KELAS III -> 0,20 M2
Untuk setiap 5 m panjang gang/lorong dengan ketentuan jika:
™ Luas kaca ddg luar/atap, diperhitungkan 100%
™ Luas kaca ddg. dlm. dengan kualitas penerangan A dan B
diperhitungkan 20 %
™ Luas kaca berbatasan dengan ruangan kualitas penerangan C,
diperhitungkan 10%
™ Luas kaca lainnya, diperhitungkan 0%

e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 9


Penerangan Alami memuaskan ditentukan oleh:
™ Ratio rnas kaca/luas lantai
™ Bentuk dan perletakan lubang cahaya/kaca
→ lubang cahaya efektif yang sama besarnya apabila letaknya lebih tinggi,
maka fl-nya akan lebih besar.
→ lubang cahaya efektif yang sama besarnya apabila letaknya lebih ke
samping dari titik ukur, maka fl-nya akan lebih kecil.
→ lubang cahaya efektif yang letaknya sentral dan tinggi thd. Titik ukur akan
lebih efektif dari pada yang letaknya ke samping dan rendah.
→ lubang cahaya efektif yang letaknya tinggi lebih efektif
dalam mendistri busikan cahaya ke bagian ruangan yang letaknya lebih
dalam dari pada ke samping.
→ lubang cahaya efektif yang bentuknya melebar, berguna untuk
mendistribusikan cahaya lebih merata dalam arah lebar ruangan.
→ lubang cahaya efektif yang ukuran tingginya lebih besar dari ukuran
lebarnya, memberikan distribusi cahaya ke dalam, yang lebih baik.
™ Kedudukan lubang cahaya (mungkin terdapat penghalang cahaya akibat
overstek, balkon dll.)

e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 10


Pengaruh Kedudukan Lobang Cahaya
Dari Ttk. Ukur U Ke Atas Thd. Besar Fl

Tinggi Lob. Cahaya Nilai ratio fl


0 - 20 cm 1
20 - 40 cm 2,7
40 – 60 cm 4,2
60 – 80 cm 5,2
80 – 100 cm 5,6
100 – 120 cm 6,1
120 – 140 cm 6,0
140 – 160 cm 5,6
160 – 180 cm 5,4
180 – 200 cm 4,8

Pengaruh Kedudukan Lobang Cahaya


Dari Ttk. Ukur U Ke Atas Thd. Besar Fl

Tinggi Lob. Cahaya Nilai ratio fl


0 - 20 cm 1
20 - 40 cm 1
40 – 60 cm 0,7
60 – 80 cm 0,7
80 – 100 cm 0,6
180 – 200 cm 0,23
280 – 300 cm 0,1

e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 11


Penutup

Dengan mengetahui tingkat penerangan yang dibutuhkan suatu ruang sesuai dengan
fungsinya maka kita dapat menentukan luas bukaan yang dibutuhkan oleh ruang
tersebut sehingga pada siang hari kita tidak perlu menggunakan penerangan buatan.
Dengan demikian kita telah menciptakan bangunan hemat energi.

DAFTAR PUSTAKA

Dep. P.D Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, 1981, Penerangan Alami Siang
Hari Dari Bangunan, Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah
Bangunan.

Dep. Pekerjaan Umum, 1993. Standar: tata cara perencanaan teknis konservasi
energi pada bangunan gedung. Bandung: Yayasan LPMB.

Evans, Benjamin H., 1981. Day Light In Architecture. New York: McGraw-Hill Book
Company.

Hopkinson, RG., and Kay J.D., 1960. The Lighting Of Buildings. New York: Praeger.

Mangunwijaya, Y.B., 1988, Pengantar Fisika Bangunan. Jakarta: Jambatan.

e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 12

Anda mungkin juga menyukai