Id Doc: 589c896781944d3210494198 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
bahwa dia tahu dan tahu bahwa dia tidak tahu”. Desmita (2012:132) menegaskan,
proses rasa ingin tahu karena kita menggunakan proses kognitif kita untuk
merenungkan proses kognitif kita sendiri. Metakognisi ini memiliki arti yang sangat
penting, karena pengetahuan kita tentang proses kognitif kita sendiri dapat memandu
kita dalam menata suasana dan menyeleksi strategi untuk meningkatkan kemampuan
dalam mengatur dan mengontrol aktifitas kognisinya dalam belajar dan berpikir. Oleh
karena itu, metakognisi memainkan peranan yang sangat penting dalam kesuksesan
mempelajari aktifitas dan belajar serta untuk membantu siswa menentukan bagaimana
mereka dapat belajar lebih baik dalam memanfaatkan sumberdaya kognitif mereka
Dicetak pada tanggal 2018-03-27
Id Doc: 589c896781944d3210494198 9
waktu yang mereka butuhkan untuk mempelajari sesuatu, memilih rencana yang
tidak memahami sesuatu dan bagaimana cara memperbaiki diri sendiri, kemampuan
untuk memprediksi apa yang cenderung akan terjadi atau mengatakan mana yang
pengalaman atau keterampilan metakognisi yang mana akan dijelaskan dibawah ini:
pikiran seseorang pada saat sekarang. Ini termasuk pengetahuan faktual, seperti
Dicetak pada tanggal 2018-03-27
Id Doc: 589c896781944d3210494198 10
pengetahuan tentang tugas, tujuan, atau diri sendiri, dan pengetahuan strategi, seperti
masalah. Aktivitas metakognitif terjadi saat peserta didik secara sadar menyesuaikan
dan mengelola strategi pemikiran mereka pada saat memecahkan masalah dan
manusia (diri sendiri dan juga orang lain) memiliki keterbatasan dalam jumlah
lebih sulit atau lebih mudah dalam memecahkan suatu masalah atau
kondisional.
Dicetak pada tanggal 2018-03-27
Id Doc: 589c896781944d3210494198 11
berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri yang terdiri dari pengetahuan
pembelajaran biologi.
sebagai refleksi untuk melihat kembali strategi yang telah digunakan dan apakah
2013:34) mengemukakan tiga elemen dasar dari metakognisi secara khusus dalam
sebagai berikut:
b. Apakah saya memerlukan pemikiran khusus yang lebih banyak atau yang
lain?
e. Apakah saya perlu kembali pada tugas itu untuk mengisi kekurangan
dalam penelitian ini adalah keterampilan berpikir seseorang untuk menyadari proses
perencanaan adalah kegiatan berpikir awal seseorang untuk mencapai tujuan utama
melihat kembali strategi yang telah digunakan apakah mengarah pada hasil yang
tahun, dan terus berkemang selama usia sekolah, masa remaja, bahkan sampai masa
di antara para peserta didik dalam usia yang sama (Desmita 2012:135). Anak-anak
yang masih kecil telah menyadari adanya pikiran, dapat menggambarkan objek-objek
Kemudian melalui interaksi dengan dunia sekolah, kesadarab metakognisi anak akan
terus mengalami perkembangan hingga remaja, bahkan sampai dewasa. Pada usia 7
atau 8 tahun kemampuan metakognisi anak meningkat secara mencolok. Pada masa
ini, penilaian anak terhadap isyarat kognitif meningkat tajam. Hal ini disebabkan anak
semakin menyadari kehendak sadar dari pikirannya sendiri dan orang lain
aktivitas berpikir yang dilakukan manusia. Metakognitif tidak sama dengan kognitif
dimana individu berdiri di luar kepalanya dan mencoba untuk memahami proses
(Desmita, 2012:133).
masalah atau melaksanakan suatu tugas. Berikut disajikan beberapa contoh bahwa
sains dan pembelajaran sains belum dijadikan sebagai saran masih bertumpu untuk
realitanya banyak menekankan pada penguasaan konsep, fakta, prinsip atau teori.
Seharusnya pembelajaran tidak hanya sekedar menyampaikan fakta dan teori. Akan
Metakognisi merujuk pada berpikir tingkat tinggi. Peserta didik yang sukses
cara mereka belajar dan berpikir, menentukan tujuan pembelajaran, memilih strategi
yang tepat, dan memantau kemajuan mereka menuju tujuan pembelajaran. Selain itu,
peserta didik yang sukses tahu apa yang harus dilakukan jika muncul masalah atau
jika mereka tidak membuat kemajuan yang berarti menuju ke tujuan pembelajaran.
Mereka bisa membuat metode alternatif untuk mencapai tujuan atau menilai kembali
ketepatan tujuan tersebut sebagaimana disebut di atas peserta didik mampu mengatur
metakognitif yang dimiliki oleh pebelajar berkaitan dengan keyakinan dirinya tentang
dibutuhkan pada pembelajaran untuk mengetahui strategi belajar terbaik untuk belajar
Metakognitif dikembangkan oleh Schraw & Dennison pada tahun 1994 untuk menilai
metakognisi. MAI terdiri dari 52 item yang dibagi 2 skala bagian yaitu pengetahuan
tentang strategi dan penggunaan strategi tersebut. Untuk lebih spesifik mencakup tiga
strategi yang tepat ketika diberikan sebuah tugas, menilai efektivitas strategi yang
digunakan, dan mengubah strategi yang digunakan ketika tidak efektif. MAI terbukti
valid dan dapat diandalkan untuk menilai metakognisi yang berkaitan dengan tugas
belajar akademik. MAI adalah yang paling banyak diterima, diuji, dan dikutip dari