FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2018 A. Ketahanan Pangan Dalam Undang-Undang No 7 Tahun 1996 tentang Pangan, ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap masyarakat yang tecermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, terjangkau, dan berbasis pada keragaman sumber daya lokal. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman, maupun keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien untuk menjamin seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan pola pemanfaatan pangan secara nasional agar memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan, dan kehalalannya. Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No 7 Tahun 1996, ada empat komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan, yaitu 1) Kecukupan ketersediaan pangan, 2) Stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, 3) Aksesibilitas dan keterjangkauan terhadap pangan, serta 4) Kualitas keamanan pangan. Ketahanan pangan sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Sustainable Development Goals disingkat dengan SDGs adalah 17 tujuan dengan 169 capaian yang terukur dan tenggat yang telah ditentukan oleh PBB sebagai agenda dunia pembangunan untuk kemaslahatan manusia, kususnya pada poin ke-2, ke-3, ke-12, dan ke-13. Poin ke-2, yaitu Tanpa kelaparan bertujuan untuk Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan perbaikan nutrisi, serta menggalakkan pertanian yang berkelanjutan. Poin ke-3, Kehidupan sehat dan sejahtera bertujuan untuk Menggalakkan hidup sehat dan mendukung kesejahteraan untuk semua usia. Poin ke-12 yaitu Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab untuk memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. Poin ke-13, yaitu Penanganan perubahan iklim bertujuan untuk mengambil langkah penting untuk melawan perubahan iklim serta dampaknya. Ketahanan pangan dibagi menjadi 3 poin yaitu ketersediaan pangan, aksesibilitas atau keterjangkauan, dan kecukupan pangan. Ketersediaan pangan berkaitan dengan aksesibilitas atau keterjangkauan dan kecukupan konsumsi yang aman dan bergizi, dalam hal ini keterjangkauan adanya pasokan bahan pangan dari musim ke musim yang mampu memenuhi kebutuhan konsumsi pangan seluruh penduduk. Ketahanan pangan kita tidak lepas dari sifat produksi komoditi pangan itu sendiri yang musiman dan berfluktuasi karena sangat mudah dipengaruhi oleh iklim/cuaca. Perilaku produksi yang sangat dipengaruhi iklim tersebut sangat mempengaruhi ketersediaan pangan nasional. Kalau perilaku produksi yang rentan terhadap perubahan iklim tersebut tidak dilengkapi dengan kebijakan pangan yang tangguh maka akan sangat merugikan, baik untuk produsen maupun konsumen, khususnya produsen berskala produksi kecil dan konsumen berpendapatan rendah. Karakteristik komoditi pangan yang mudah rusak, lahan produksi petani yang terbatas, sarana dan prasarana pendukung pertanian yang kurang memadai dan lemahnya penanganan panen dan pasca panen mendorong Pemerintah untuk melakukan intervensi dengan mewujudkan kebijakan ketahanan pangan. Permasalahan yang muncul lainnya di dalam distribusi. Stok pangan yang tersedia sebagian besar di daerah produksi harus didistribusikan antar daerah/antar pulau. Namun tidak jarang sarana dan prasaran distribusi masih terbatas dan kadang lebih mahal daripada distribusi dari luar negeri (kasus pengiriman sapi dari Nusa Tenggara ke Jakarta yang lebih mahal daripada dari Australia ke Jakarta; atau biaya pengiriman beras dari Surabaya ke Medan yang lebih mahal dari pada pengiriman dari Vietnam ke Jakarta). B. Kemandirian Pangan Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal. Menjadi prioritas dalam pembanguna pertanian di indonesia khususnya komonditas pangan pokok yang strategis, misalnya padi, jagung, kedelai, gula dan daging sapi. C. Kedaulatan Pangan Undang-Undang Pangan bukan hanya berbicara tentang ketahanan pangan, namun juga memperjelas dan memperkuat pencapaian ketahanan pangan dengan mewujudkan kedaulatan pangan (food soveregnity) dengan kemandirian pangan (food resilience) serta keamanan pangan (food safety). Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. D. Difersifikasi Pangan Diversifikasi pangan adalah program yang dimaksudkan agar masyarakat tidak terpaku pada satu jenis makanan pokok saja dan terdorong untuk juga mengonsumsi bahan pangan lainnya sebagai pengganti makanan pokok yang selama ini dikonsumsinya. Di Indonesia, diversifikasi pangan dimaksudkan agar masyarakat Indonesia tidak menganggap nasi sebagai satu-satunya makanan pokok yang tidak dapat digantikan oleh bahan pangan yang lain. Indonesia memiliki beragam hasil pertanian yang sebenarnya dapat dijadikan makanan pokok seperti sukun, ubi, talas, dan sebagainya yang dapat menjadi faktor pendukung utama diversifikasi pangan. Difersifikasi pangan juga merekomendasikan agar masyarakat menambah konsumsi sayur, buah, ikan, daging, dan ikan. Diversifikasi pangan merupakan salah satu cara menuju swasembada beras dengan mengurangi konsumsi beras sehingga total konsumsi tidak melebihi produksi. Definisi diversifikasi pangan tertuang dalam Peraturan Pemerintah perpres no 22 tahun 2009 tentang penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal yang bergizi seimbang, dan aman. Diversifikasi pangan dibagi menjadi dua poin, yaitu : 1. Mikro, yaitu Diversifikasi pangan dalam lingkup rumah tangga. Dengan memulai perubahan budaya pola konsumsi, bisa mengkombinasikan makan sumber karbohidrat lain selain beras seperti ubi, singkong dan jagung untuk mengurangi konsumsi beras. 2. Makro, yaitu Diversifikasi pangan dalam lingkup pengolahan pangan lokal, dapat mengolah atau menciptakan produk pangan baru yang lebih baik, untuk menambah difersifikasi pangan. E. Pangan berkualitas Untuk dapat dikatakan berkualitas, ada beberapa syarat yang harus dimiliki oleh bahan pangan, antara lain : 1. Aman 2. Bergizi 3. Palatable 4. Menyehatkan 5. Halal F. Penggunan teknologi dalam proses produksi Teknologi sangat diperlukan dalam proses produksi bahan pangan dari proses penanaman hingga sampai meja untuk dihidangkan. Proses produksi terbagi menjadi beberapa tahap dari bahan mentah menjadi bahan setengah jadi, kemudian dengan teknologi diolah menjadi produk jadi