Anda di halaman 1dari 30

KOPERASI DAN UMKM (EKU 203 B5)

SAP 2
CITA-CITA PEMBENTUKAN KOPERASI, PERTUMBUHAN SERTA
PERKEMBANGAN KOPERASI
Dosen Pengampu: Drs. I Made Dana, M.M.

Kelompok 10:
Ni Putu Nugraheni (1506305035 / Absen 08)
I Gusti Ayu Putu Erviana Dewi (1506305036 / Absen 09)
Ni Putu Adi Pertiwi (1506305088 / Absen 24)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2017
DAFTAR ISI

Daftar Isi ................................................................................................................. i


Isi ............................................................................................................................ 1
2.1 Timbulnya Cita Cita ke Arah Pembentukan Koperasi ................................1
2.2 Perjuagan Pembentukan Koperasi Pada Jaman Penjajahan .........................3
2.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Kopersi Pada Kurun Waktu
Mempertahankan Kemerdekaan (1945-1949) .............................................7
2.4 Pertumbuhan dan Perkembangan Kopersi Pada Kurun Waktu (1950-1965)
......................................................................................................................9
2.5 Perkembangan Koperasi Pada Masa Pemerintahan Orde Baru dan
Reformasi ...................................................................................................10
Daftar Pustaka .......................................................................................................28

i
SAP 2
CITA-CITA PEMBENTUKAN KOPERASI, PERTUMBUHAN SERTA
PERKEMBANGAN KOPERASI

2.1 Timbulnya Cita Cita ke Arah Pembentukan Koperasi


Sistem ekonomi liberal mulai dilaksanakan di Hindia Belanda (nama
Indonesia ketika masih dijajah Belanda) setelah pemerintah kolonial
Belanda menghentikan pelaksanaan ”Cultuur Stelseel” (sistem tanam
paksa). Sejak saat ini para penanam modal/usahawan Belanda berlomba
menginvestasikan dananya ke Hindia Belanda. Bidang-bidang yang
menarik bagi mereka untuk dikembangkan seperti perkebunan,
perdagangan dan transportasi dan lain-lain.
Dari sinilah praktik penindasan, pemerasan dan pemerkosaan hak
tanpa prikemanusiaan makin berlangsung ganas, sehingga kemudian
kehidupan sebagian besar rakyat di bawah batas kelayakan hidup.Beberapa
tahun kemudian investasi besar-besaran yang dilakukan investor Belanda
itu membawa keuntungan yang melimpah bagi mereka. Antara tahun 1867
hingga tahun 1877 mereka berhasil membawa pulang ke negeri Kincir
Angin itu sebanyak kurang lebih 15 juta Gulden.
Akan tetapi apa yang diperoleh bangsa Hindia Belanda, adalah tidak
lain kemelaratan yang meraja lela atas kehidupan rakyat dimana-mana.
Dalam keadaan hidup demikian, pihak kolonial terus-menerus
mengintimidasi penduduk pribumi sehingga kondisi sebagian besar rakyat
sangat memprihatinkan. Disamping itu para rentenir, pengijon dan lintah
darat turut pula memperkeruh suasana. Mereka berlomba mencari
keuntungan yang besar dari para petani yang sedang menghadapi kesulitan
hidup, sehingga tidak jarang terpaksa melepaskan tanah miliknya
sehubungan dengan ketidakmampuan mereka mengembalikan hutang-
hutangnya yang membengkak akibat sistem bunga berbunga yang
diterapkan pengijon.
E. Sieburgh (pejabat tertinggi/kepala daerah di Purwokerto) dan De
Wolf van Westerrede (pengganti Sieburgh) merupakan orang Belanda

1
yang banyak kaitannya dengan perintisan koperasi yang pertama-tama di
tanah air kita, yaitu di Purwokerto. Masalahnya di dahului oleh Raden
Aria Wirjaatmadja (patih purwokerto) sebagai seorang yang rasa sosialnya
tebal. Dengan mendapat bantuan moril atau dorongan-dorongan dari E.
Sieburgh pada tahun 1891 didirikan Bank penolong dan Penyimpanan di
Purwokerto, yang maksud utamanya membebaskan para pegawai dari
segala tekanan utang. Pada tahun 1898 E. Sieburgh digantikan oleh De
Wolf van Westerrede yang mengharapkan terbentuknya koperasi simpan
pinjam untuk para petani.
Langkah pertama yang dlakukan yaitu memperluas bidang kerja Bank
Penolong dan penyimpanan sehingga meliputi pula pertolongan bagi para
petani di daerahnya. Untuk menyerasikan nama dan tugasnya, bank
tersebut mendapatkan perubahan nama menjadi Purwokerto Hulp Spaar
En Landbouwcrediet atau bank penolong, penyimpanan dan kredit
pertanian, yang dapat dikatakan sebagai pelopor berdirinya bank rakyat di
kemudian hari.
Menurut De Wolf van Westerrede kebiasaaan-kebiasaan yang telah
mendarah daging pada para petani Indonesia (gotong royong, kerja sama)
merupakan dasar yang paling baik untuk berdirinya dengan subur koperasi
kredit yang menjadi cita-citanya. Cita-cita De Wolf sebagai lanjutan dari
perintisan pembentukan koperasi kredit oleh R. Aria Atmadja, untuk
mendirikan koperasi kredit model Raiffeisen memang belum dapat
terwujud, akan tetapi sedikit banyak usahanya telah tampak pada bank-
bank desa, lumbung-lumbung desa dan rumah-rumah gadai yang sempat
didirikannya di tanah air kita, yang kesemuanya memang mengembangkan
usaha pemberian kredit kepada para petani dan kaum ekonomi lemah
bangsa kita. Selain dari kegiatan lumbung, bank desa dan bank rakyat yang
menyalurkan pinjaman-pinjaman bentuk padi dan uang kepada petani dan
mereka yang ekonomi lemah, aktivitas penerangan tentang perlunya
pembentukan koperasi kepada para petani dilakukan oleh Departemen
Pertanian atau Departemen Pertanian-Kerajinan dan Perdagangan, mulai
tahun 1935 dilakukan oleh Departemen Perekonomian.

2
Belum terbentuknya koperasi pada waktu itu, sebab yang utama karena
pemerintahan kolonial Belanda tidak sungguh-sungguh memperhatikan,
politik pemerintahan kolonial masih memikirkan akibat persatuan rakyat
Indonesia yang terbentuk melalui koperasi.

2.2 Perjuangan Pembentukan Koperasi Pada Jaman Penjajahan


Penindasan yang terus-menerus terhadap rakyat Indonesia dan
berlangsung cukup lama menjadikan kondisi umum rakyat amat parah.
Namun demikian masih beruntung semangat bergotong royong masih
tetap tumbuh dan bahkan berkembang makin kuat. Di samping itu
kesadaran beragama juga makin tinggi, sehingga perlahan tapi pasti mulai
tumbuh keinginan untuk melepaskan diri dari keadaan yang selama ini
mengungkung mereka.
Kesadaran rakyat terus meningkat dan seiring dengan itu rakyat mulai
angkat senjata untuk mengusir penjajah. Api perang berkobar dimana-
mana di berbagai pulau di seluruh Nusantara terutama di pulau Jawa,
Sumatera, Sulawesi, Maluku dan lain-lain, yang dipimpin oleh pahlawan-
pahlawan setempat, seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Teuku
Umar, Pattimura dan lain-lain. Akan tetapi perang lokal melawan kolonial
ini kebanyakan mengalami kekalahan dan kegagalan. Keadaan ini makin
menyulitkan kehidupan rakyat. Pemerintah Hindia Belanda tak segan-
segan menyiksa mereka baik fisik maupun mental.
Sementara itu para pengijon dan lintah darat memanfaatkan
kesempatan dan keahlian mereka sehingga makin banyak yang terjepit
hutang yang tercekik lehernya. Pergerakan nasional untuk mengusir
penjajah tumbuh dimana-mana. Kaum pergerakan pun dalam
memperjuangkan, mereka memanfaatkan sektor perkoperasian ini.
Realisasi pembentukan koperasi di tanah air kita dipelopori oleh Budi
Utomo (sebuah pergerakan kebangsaan yang lahir tahun 1908 di bawah
pimpinan Sutomo dan Gunawan Mangunkusumo), inilah yang menjadi
pelopor dalam pembentukan koperasi industri kecil dan kerajinan.

3
Dalam kongres Budi Utomo di Yogyakarta telah diputuskan bahwa
Budi Utomo akan berdaya upaya untuk:
1. Memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui bidang
pendidikan.
2. Memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui
koperasi-koperasi yang segera dibentuk.
Sebagai wujud pelaksanaan keputusan kongres tersebut, maka koperasi
yang dibentuk adalah Koperasi Konsumsi dengan nama ”Toko Adil”.
Sejak saat inilah arus gerakan koperasi internasional mulai masuk
mempengaruhi gerakan koperasi Indonesia, yaitu terutama melalui
penggunaan sendi-sendi dasar dan prinsip-prinsip Rochdale itu.
Sendi-sendi dasar demokrasi serta dimensi kesamaan hak mulai
dikenal dan diterapkan. Dan pada tahun 1912, sendi dasar ini juga yang
dipakai oleh organisasi Serikat Islam.Pada tahun 1915 lahirlah undang-
undang koperasi yang pertama yang disebut ”Verordening op de
Cooperative Vereenigingen” (Konimklijk Besluit 7 April 1912 stbl.431),
yakni undang-undang tentang perkumpulan koperasi yang berlaku untuk
segala bangsa. Jadi bukan khusus dan semata-mata untuk Bumi Putera
saja.
Undang-undang Koperasi di atas sama dengan undang-undang
koperasi di Nederland pada tahun 1876 (kemudian diubah dalam tahun
1925). Dengan perubahan tahun 1925 ini, peraturan koperasi di Indonesia
juga diubah (Peraturan Koperasi tahun 1933 LN No.108).Adanya
peraturan yang baru ini membuat pergerakan perkoperasian nasional
mengalami kesulitan untuk berkembang. Hal itu disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain:
1. Anggaran dasar koperasi harus ditulis dalam bahasa Belanda.
2. Pengesahan harus dilakukan oleh notaris.
3. Harus diumumkan melalui Berita Negara yang berbahasa Belanda.
Tahun 1920 dibentuklah Cooperative Commissie (Komisi Koperasi)
yang diketuai oleh Prof. Dr. J.H. Boeke. Komisi ini bertugas untuk
mengadakan penyelidikan apakah koperasi ini berfaedah bagi Nederland

4
Indie (Indonesia) serta bagaimana cara untuk pengembangannya. Untuk itu
keanggotaannya disertakan 3 orang pribumi, antara lain, seorang Bupati
dan seorang dari Pengurus Budi Oetomo.
Dalam laporannya (1921) komisi tersebut menyimpulkan bahwa,
pemerintah seyogianya aktif membantu pengembangan koperasi dan oleh
karena itu kiranya disusun peraturan perundang-undangan koperasi yang
baru.Namun kenyataannya peraturan perundang-undangan tersebut tidak
banyak menolong, gerakan koperasi tetap kurang baik perkembangannya.
Hal in disebabkan antara lain oleh:
1. Peran Bank Rakyat yang khusus dibentuk, secara koperatif masih
merupakan tugas sampingan.
2. Adanya pemahaman baru yang muncul dari kaum pergerakan yang
justru menentang untuk berkoperasi (non-cooperation). Ini disebabkan
adanya peraturan baru yang menempatkan pemerintah kolonial sebagai
pengawas.
Selain itu sangat disayangkan karena pembentukan koperasi kurang
ditunjang dengan persiapan-persiapan yang matang antara lain:
1. Penelitian tentang bentuk koperasi yang paling cocok pada waktu itu
yang dapat diterapkan di Indonesia,
2. Persiapan mental dan pengetahuan tentang pengelolaan koperasi,
sehingga loyalitas para anggota terasa kurang,
3. Pengalaman berusaha sehingga menimbulkan kecurangan-kecurangan.
sehingga pada akhirnya koperasi konsumsi yang menyandang sebutan
“Toko Adil” itu mengalami kegagalan atau tidak lama hidupnya.

Tentang penyebab-penyebab kegagalan koperasi konsumsi/toko adil


ini diakui secara jujur oleh Budi Utomo yang tercantum dalam
“Sumbangsih” (buku peringatan sedasawarsa berdirinya Budi Utomo),
antara lain karena kurang diperhatikannya soal-soal kejujuran,
pengetahuan pengkoperasian dan pengalaman berusaha.
Kegagalan yang sama juga dialamami oleh Sarikat Dagang Islam
(SDI) yang dilahirkan pada tahun 1911 dengan pimpinan H. Samanhudi,
dan pada tahun 1912 berubah nama menjadi Serikat Islam (SI) yang

5
bertujuan untuk mengimbangi dan atau menentang politik pemerintah
kolonial yang telah memberi fasilitas-fasilitas yang longgar dan
menguntungkan para pedagang asing, sedangkan pedagang pribumi
mendapatkan tekanan sehingga sulit berkembang. Sehingga lahirlah toko-
toko koperasi yang mengalami kegagalan setelah beberapa bulan berjalan.
Partai Nasional Indonesia (PNI) di bawah pimpinan Ir. Soekarno pada
tahun 1929 dalam kongresnya di Jakarta mengobarkan semangat
berkoperasi di kalangan golongan mudanya, di antara mereka ini
kebanyakan telah memahami secara luas tentang perkoperasian yang
bergerak di luar negeri. Pengetahuan tersebut dipraktekkan setelah
disesuaikan dengan kondisi, kebiasaan-kebiasaan serta kepentingan-
kepentingan penduduk, sehingga dapat berkembang dan mencapai
optimalisasi pada tahun 1932 setelah lama terjadi kembali kemunduran.
Pada tahun 1932, Persatuan bangsa Indinesia (PBI) di Jawa Timur
telah berusaha mengembangkan koperasi pertanian (rukun tani). Dengan
dibentuknya koperasi ini diharapkan para petani dapat meningkatkan
produksi dan pendapatannya, serta terhindar dari sistem ijon dan para
rentenir. Pada tahun 1963 koperasi-koperasi yang telah ada bergabung dan
membentuk nama “Moeder Centraal”, yang kemudian diubah namanya
menjadi Gabungan Pusat Koperasi Indonesia (GAPKI).
Pada masa penjajahan Jepang ternyata lebih menyedihkan lagi, karena
jenis koperasi yang dianjurkan Jepang yaitu ”Kumiai” hanya merupakan
alat mereka untuk mengelabui rakyat agar secara gotong royong
mengumpulkan hasil-hasil produksinya dengan dalih untuk mengisi
lumbung-lumbung paceklik, yang sebenarnya hanya diperlukan untuk
membantu keperluan logistik tentara Jepang.
Pada hakekatnya pertumbuhan koperasi di tanah air menghadapi dua
macam rintangan yaitu rintangan yang datang dari luar (eksternal) dan dai
dalam (internal) koperasi itu sendiri yaitu:
1. Rintangan Dari Luar Tubuh Koperasi
Rintangan ini merupakan tekanan-tekanan politik pemerintah
kolonial dan saingan berat dari kaum kapitalis.

6
1) Mengenai tekanan-tekanan politik dari pemerintah kolonial,
dikarenakan pemerintah kolonial kalau tidak terikat oleh politik
etisnya, sudah tentu akan merintangi tumbuh dan berkembangnya
koperasi di tanah air kita.
2) Tentang saingan berat dari kaum kapitalis Belanda dikarenakan
mereka takut terdesak usaha-usahanya oleh gerakan koperasi.
Rintangan ini juga dilakukan oleh pedagang asing (cina) yang telah
mendapat kepercayaan dari pemerintah kolonial.
2. Rintangan Dari Dalam Tubuh Koperasi
Rintangan ini berupa hambatan-hambatan yang akan
menggagalkan atau sangat mengikat pertumbuhan dan perkembangan
koperasi, yaitu:
1) Kekuranagn tenaga yang cukup memiliki pengetahuan dan
keterampilan untuk mengelola koperasi sehingga jalannya dan
pengertian koperasi menjadi kabur.
2) Pada umumnya rakyat kekurangan informasi terutama tentang
manfaat-manfaat berkoperasi, sehingga loyalitas mereka terhadap
koperasinya menjadi luntur.

2.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Kopersi Pada Kurun Waktu


Mempertahankan Kemerdekaan (1945-1949)
Dalam suasana perang, sambil bertempur mempertahankan
kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia dapat membenahi diri
sehingga seluruh tugas-tugas pemerintah dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Tentang koperasi telah dengan jelas dicantumkan pada pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945 yang mulai berlaku secara resmi sejak
tanggal 18 Agustus 1945.
Semangat berkoperasi yang sesunggunya telah luntur pada masa
kini karena tugas-tugas pelaksanaan “kumiai” (koperasi yang didirikan
oleh pemerintah Jepang). Kemudian mulai timbul kembali pada saat
bergeloranya “Semangat Nilai-nilai Perjuangan 45”, di mana rakyat bahu-
membahu bersama pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah

7
ekonomi. Agar pengembangan koperasi dapat berjalan dengan lancar maka
pada bulan Desember 1946 oleh Pemerintah RI diadakan organisasi
koperasi dan perdagangan dalam negeri menjadi dua instansi yang terpisah
dan berdiri sendiri. Koperasi dengan tugas-tugas mengurus perdagangan.
Ketahanan rakyat Indonesia dalam menghadapi berbagai masalah
yang dihadapi dengan semangat kekeluargaan, gotong-royong untuk
mencapai masyarakat yang dapat meningkatkan taraf hidupnya telah
mendorong munculnya berbagai jenis koperasi dengan pesat. Buktinya
pada tahun 1947 tercatat kurang lebih 2.500 koperasi yang diawasi oleh
Pemerintah RI namun pengawasanya kurang seksama sehingga ada yang
mengatakan koperasi-koperasi yang ada lebih banyak bersifat kuantitas
bukan kualitas. Pergerakan koperasi RI telah berhasil mewujudkan dua
kegiatannya yang akan selalu tercatat dalam sejarah perkoperasian
Indonesia yaitu:
1. Koperasi Desa
Tugas dari koperasi desa meliputi meningkatkan produksi, pemasaran
hasil produksi secara terpadu, dan mengusahakan kredit untuk
memperlancar usaha tani.
2. Koperasi adalah Alat Pembangunan Ekonomi
Tanggal 11 Juli sampai 14 Juli 1947 gerakan koperasi Indonesia
menyelenggarakan kongresnya yang pertama di Tasikmalaya.
Pelaksanaan kongres dan keputusan-keputusan:
1) Terwujudnya kesepakatan untuk mendirikan SOKRI (Sentral
Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia)
2) Ditetapkannya azas Koperasi Indonesia “Berdasar atas azas
kekeluargaan dan gotong royong)
3) Ditetapkannya tanggal 12 Juli sebagai “Hari koperasi Indonesia”
4) Diperluasnya pengertian dan pendidikan tentang perkoperasian,
agar para anggotanya dapat lebih loyal terhadap koperasinya.
5) Peraturan Koperasi Tahun 1949, Nomor 179
Peraturan 1949 nomor 179 yang menyatakan “koperasi merupakan
perkumpulan orang-orang atau badan-badan hukum Indonesia yang

8
memberi kebebasan kepada setiap orang atas dasar persamaan untuk
menjadi anggota atau dan menyatakan berhenti dari padanya, maksud
utama mereka dalam wadah koperasi ini yaitu memajukan tingkat
kesejahteraan melalui usaha perdagangan, usaha kerajinan,
pembelian/pengadaan barang-barang keperluan anggota, tanggung-
menanggung kerugian yang dideritanya, pemberian atau pengaturan
pinjaman, pembentukan koperasi harus diperkuat dengan akta (surat yang
sah) dan harus didaftarkan serta diumumkan menurut cara-cara yang telah
ditentukan pemerintah”.

2.4 Pertumbuhan dan Perkembangan Kopersi Pada Kurun Waktu (1950-


1965)
Koperasi pada waktu itu merupakan organisasi pemerintah di
bawah Kementriaan Perdagangan dan Perindustrian, secara aktif
melaksanakan tugasnya sesuai dengan program kerja yang telah ditentukan
oleh kementriannya, yaitu merealisasikan pembentukan kader-kader dan
pendidikan perkoperasian bagi para pegawainya dalam mengolah dan
mengembangkan koperasi sebagai alat perekonomian untuk mencapai
cita-cita perjuangan bangsa Indonesia. Ditekankan bahwa koperasi adalah
alat ekonomi yang tidak “profit undertaking” melainkan “service
undertaking”, dan istilah andil diganti dnegan “simpanan pokok” dan
pemupukan modal diperoleh dari simpanan wajib dan simpanan sukarela.
Nama Dr. Mohammad Hatta mungkin sudah tidak asing lagi, sebagai
wakil presiden atau ahli ekonomi/koperasi tidak bisa dilupakan dari usaha
meningkatkan perkembangan koperasi tanah air demikian besar motivasi
dan peranan beliau terhadap usaha-usaha untuk meningkatkan
perkembangan perkoperasian negara kita.
Karya-karya tulisannya tentang perkoperasian telah cukup banyak
beredar dikalangan masyarakat yang merupakan sumbangan besar bagi
umum dan para pembutuh ilmu pengetahuan untuk meningkatkan teknik-
teknik manajemen perkoperasian menuju ke arah keberesan dan
kelancaran berkoperasi. Pada waktu itu koperasi tengah dalam keadaan

9
penyempurnaan hingga pada saat sistem liberalisme masuk dan berakar
dalam masyarakat kita sehingga gerak langkah koperasi pun terpengaruh.
Di mana liberalisme sangat mengabaikan musyawarah dan mufakat
dan pengkotak-kotakan dalam masyarakat yang sangat bertentangan
dengan gotong royong dan kekeluargaan yang menjadi kepribadian
bangsa.
Pengaruh terhadap koperasi Indonesia:
1. Sering terjadinya pergantian kabinet sehingga kebijaksanaan dan
program-program kementrian yang menangani urusan koperasi selalu
berubah-ubah.
2. Pergerakan politik menjadi lebih banyak sehingga masing-masing
berusaha menarik masyarakat ke dalam partainya, tak jarang usaha-
usahanya menimbulkan persaingan.

2.5 Perkembangan Koperasi Pada Masa Pemerintahan Orde Baru dan


Reformasi
1. Perkembangan Koperasi Pada Masa Pemerintahan Orde Baru
Pemberontakan G30S/PKI merupakan malapetaka besar bagi
rakyat dan bangsa Indonesia. Demikian pula hal tersebut didalami oleh
gerakan koperasi di Indonesia. Oleh karena itu dengan kebulatan tekad
rakyat dan bangsa Indonesia untuk kembali dan melaksanakan UUD-
1945 dan Pancasila secara murni dan konsekwen, maka gerakan koperasi
di Indonesia tidak terkecuali untuk melaksanakannya. Semangat Orde
Baru yang dimulai titik awalnya 11 Maret 1996 segera setelah itu pada
tanggal 18 Desember 1967 telah dilahirkan Undang-Undang Koperasi
yang baru yakni dikenal dengan UU No. 12/1967 tentang Pokok-pokok
Perkopersian. Konsideran UU No. 12/1967 tersebut adalah sebagai
berikut :
1) Bahwa Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian
mengandung pikiran-pikiran yang nyata-nyata hendak : a.
menempatkan fungsi dan peranan koperasi sebagai abdi langsung
daripada politik. Sehingga mengabaikan koperasi sebagai wadah

10
perjuangan ekonomi rakyat. b. menyelewengkan landasan
landasan, azas-azas dan sendi-sendi dasar koperasi dari
kemurniannya.
2) Bahwa berhubung dengan itu perlu dibentuk Undang-Undang baru
yang sesuai dengan semangat dan jiwa Orde Baru sebagaimana
dituangkan dalam Ketepatan-ketepatan MPRS Sidang ke IV dan
Sidang Istimewa untuk memungkinkan bagi koperasi mendapatkan
kedudukan hokum dan tempat yang semestinya sebagai wadah
organisasi perjuangan ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan
sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional. Bahwa koperasi
bersama-sama dengan sektor ekonomi Negara dan swasta bergerak
di segala sektor ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala
kegiatan dan kehidupan ekonomi bangsa dalam rangka
memampukan dirinya bagi usaha-usaha untuk mewujudkan
masyarakat Sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila yang adil
dan makmur yang diberkati oleh Tuhan Yang maha Esa.
3) Bahwa berhubungan dengan itu, maka Undang-Undang No. 14
tahun 1965 perlu dicabut dan perlu mencerminkan jiwa, serta cita-
cita yang terkandung dalam jelas menyatakan, bahwa
perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas azas kekeluargaan dan koperasi adalah satu
bangunan usaha yang sesuai dengan susunan perekonomian yang
dimaksud itu.
Berdasarkan pada ketentuan itu dan untuk mencapai cita-cita
tersebut Pemerintah mempunyai kewajiban membimbing dan membina
perkoperasian Indonesia dengan sikap “ ing ngarsa sung tulada, ing
madya mbangun karsa, tut wuri handayani “. Dalam rangka kembali
kepada kemurnian pelaksanaan Undang- Undang Dasar 1954, sesuai
pula dengan Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 tentang
Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan
Pembangunan, maka peninjauan serta perombakan Undang-Undang
No. 14 tahun 1965 tentang Perkoperasian merupakan suatu keharusan

11
karena baik isi maupun jiwanya Undang-Undang tersebut mengandung
hal-hal yang bertentangan dengan azas-azas pokok, landasan kerja
serta landasan idiil koperasi, sehingga akan menghambat kehidupan
dan perkembangan serta mengaburkan hakekat koperasi sebagai
organisasi ekonomi rakyat yang demokratis dan berwatak sosial.
Peranan Pemerintah yang terlalu jauh dalam mengatur masalah
perkoperasian Indonesia sebagaimana telah tercermin di masa yang
lampau pada hakekatnya tidak bersifat melindungi, bahkan sangat
membatasi gerak serta pelaksanaan strategi dasar perekonomian yang
tidak sesuai dengan jiwa dan makna Undang-Undang Dasar 1945 pasal
33. Hal yang demikian itu akan menghambat langkah serta
keswakertaan yang sesungguhnya merupakan unsur pokok dari azas-
azas percaya pada diri sendiri yang pada gilirannya akan dapat
merugikan masyarakat sendiri.
Oleh karenanya sesuai dengan Ketetapan MPRS No.
XIX/MPRS/1966 dianggap perlu untuk mencabut dan mengganti
Undang-Undang No. 14 tahun 1965 tentang Perkoprasian tersebut
dengan Undang-Undang baru yang benar-benar dapat menempatkan
koperasi pada fungsi yang semestinya yakni sebagai alat dari Undang-
Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (1) Di bidang idiil, koperasi
Indonesia merupakan satu-satunya wadah untuk menyusun
perekonomian rakyat berazaskan kekeluargaan dan kegotong-royongan
yang merupakan cirri khas dari tata kehidupan bangsa Indonesia
dengan tidak memandang golongan, aliran maupun kepercayaan yang
dianut seseorang. Koperasi sebagai alat pendemokrasian ekonomi
nasional dilaksanakan dalan rangka dalam rangka politik maupun
perjuangan bangsa Indonesia.
Di bidang organisasi koperasi Indonesia menjamin adanya hak-hak
individu serta memegang teguh azas-azas demokrasi. Rapat Anggota
merupakan kekuasaan tertinggi di dalam tata kehidupan koperasi,
Koperasi mendasarkan geraknya pada aktivitas ekonomi dengan tidak
meninggalkan azasnya yakni kekeluargaan dan gotong-royong.

12
Dengan berpedoman kepada Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966
Pemerintah memberikan bimbingan kepada koperasi dengan sikap
seperti tersebut di atas serta memberikan perlindungan agar koperasi
benar-benar mampu melaksanakan pasal 33 Undang-Undang Dasar
1945 beserta penjelasannya. Menurut pasal. 3 UU No. 12/1967,
koperasi Indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak
social, beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang
merupakan tata azas kekeluargaan. Penjelasan pasal tersebut
menyatakan bahwa “ koperasi Indonesia adalah kumpulan orang-orang
yang sebagai manusia secara bersamaan, bekerja untuk memajukan
kepentingan-kepentingan ekonomi mereka dan kepentingan
masyarakat.Dari pengertian umum di atas, maka ciri-ciri seperti di
bawah ini seharusnya selalu nampak:
1) Bahwa koperasi Indonesia adalah kumpulan orang-orang dan
bukan kumpulan modal. Pengaruh dan penggunaan modal dalam
koperasi Indonesia tidak boleh mengurangi makna dan tidak boleh
mengaburkan pengertian koperasi Indonesia harus benar-benar
mengabdikan kepada perikemanusiaan dan bukan kepada
kebendaan; berdasarkan perkumpulan orang-orang dan bukan
sebagai perkumpulan modal.
2) Bahwa koperasi Indonesia bekerjasama, bergotong-royong
berdasarkan persamaan derajat, hak dan kewajiban yang berarti
koperasi adalah dan seharusnya merupakan wadah demokrasi
ekonomi dan sosial. Karena dasar demokrasi ini, milik para
anggota sendiri dan pada dasarnya harus diatur serta diurus sesuai
dengan keinginan para anggota yang berarti bahwa hak tertinggi
dalam koperasi terletak pada Rapat Anggota.
3) Bahwa segala kegiatan koperasi Indonesia harus didasarkan atas
kesadaran para anggota. Dalam koperasi tidak boleh dilakukan
paksaan, ancaman, intimidasi dan campur tangan dari pihak-pihak
lain yang tidak ada sangkut-pautnya dengan soal-soal intern
koperasi;

13
4) Bahwa tujuan koperasi Indonesia harus benar-benar merupakan
kepentingan bersama dari para anggotanya dan disumbangkan para
anggota masing-masing. Ikut sertanya anggota sesuai dengan
kecilnya karya dan jasanya harus dicerminkan pula dalam hal
pembagian pendapatan dalam koperasi”.
Dengan berlakunya UU No. 12/1967 koperasi-koperasi yang telah
berdiri harus melaksanakan penyesuaian dengan cara
menyelenggarakan Anggaran dan mengesahkan Anggaran Dasar yang
sesuai dengan Undang-Undang tersebut. Dari 65.000 buah koperasi
yang telah berdiri ternyata yang memenuhi syarat sekitar 15.000 buah
koperasi saja. Sedangkan selebihnya koperasi-koperasi tersebut harus
dibubarkan dengan alasan tidak dapat menyesuaikan terhadap UU No.
12/1967 dikarenakan hal-hal sebagai berikut :
1) koperasi tersebut sudah tidak memiliki anggota ataupun pengurus
serta Badan Pemeriksa, sedangkan yang masih tersisa adalah papan
nama;
2) sebagian besar pengurus dan ataupun anggota koperasi yang
bersangkutan terlibat G30S/PKI ;
3) koperasi yang bersangkutan pada saat berdirinya tidak dilandasi
oleh kepentingan-kepentingan ekonomi, tetapi lebih cenderung
karena dorongan politik pada waktu itu ;
4) koperasi yang bersangkutan didirikan atas dasar fasilitas yang
tesedia, selanjutnya setelah tidak tersedia fasilitas maka praktis
koperasi telah terhenti.
Sejak awal Pelita I pelaksanaan pembangunan telah diarahkan
untuk menyentuh segala kehidupan bangsa sebagai suatu gerak
perubahan kearah kemajuan. Seperti halnya Negara-negara
berkembang yang menderita penjajahan di masa lalu, maka
pembangunan yang berlangsung dalam suatu hubungan
kemasyarakatan yang terbentuk dalam kemerdekaan, merupakan gerak
perubahan yang bersifat mendasar dan menyeluruh. Dalam kaitan ini,
proses pembangunan yang berlangsung dalam periode transisional dari

14
hubungan saling pengaruh mempengaruti yang berlaku dalam
lingkungan masyarakat colonial kea rah susunan dan hubungan
kemasyarakatan baru, sungguh merupakan pekerjaan besar yang tidak
mudah. Periode pelita I pembangunan perkoperasian menitikberatkan
pada investasi pengetahuan dan ketrampilan orang-orang koperasi,
baik sebagai orang gerakan koperasi maupun pejabat-pejabat
perkoperasian. Untuk memberikan peranan pada koperasi di masa
dating sebagai konsekuensi Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat
(1), maka koperasi-koperasi perlu dilandasi lebih dulu dengan jiwa
koperasi yang mendalam, perlengkapan-perlengkapan pengetahuan
dan ketrampilan di bidang mental, organisasi, usaha dan
ketatalaksanaan agar mampu terjun di tengah-tengah arena
pembangunan. Untuk melaksanakan tujuan ini maka Pemerintah
membangun Pusat-pusat Pendidikan Koperasi (PUSDIKOP) di tingkat
Pusat dan juga di tiap ibukota Propinsi. Pusat Pendidikan Koperasi
tersebut sekarang dirubah menjadi Pusat Latihan dan Penataran
Perkoperasian (PUSLATPENKOP) di tingkat Pusat dan Balai Latihan
Perkoperasian (BALATKOP) di tingkat Daerah.
Di samping investasi mental ini telah dimulai pula rintisan
investasi fisik dan financial untuk melatih koperasi bergerak di bidang
ekonomi. Untuk itu maka di samping pembinaan usaha dan tatalaksana
didirikan pula Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK) di tahun
1970 yang menjamin pinjamanpinjaman koperasi dari bank-bank
Pemerintah, secara selektif dan bertahap. Di samping itu LJKK juga
berperan untuk ikut dalam partisipasi modal pada proyek kredit
investasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam kebijakan
tertentu, Pemerintah atas dasar pertimbangannya apabila dinilai bunga
atas sesuatu kredit pada koperasi terlalu tinggi, LJKK memberikan
subsidi bunga. Sekarang Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK)
dirubah statusnya menjadi Perusahaan Umum Pengembangan
Keuangan Koperasi (PERUM PKK). Untuk mengatasi kelemahan
organisasi dan memajukan manajemen koperasi maka sejak tahun1972

15
dikembangkan penggabungan koperasi-koperasi kecil menjadi
koperasi-koperasi yang besar. Daerah-daerah di pedesaan dibagi dalam
wilayah-wilayah Unit Desa (WILUD) dan koperasikoperasi yang yang
ada dalam wilayah unit desa tersebut digabungkan menjadi organisasi
yang besar dan dinamakan Badan Usaha Unit Desa (BUUD).
Pada akhirnya koperasi-koperasi desa yang bergabung itu
dibubarkan, selanjutnya BUUD menjelmas menjadi KUD (Koperasi
Unit Desa). Karena secara ekonomi menjadi besar dan kuat, maka
BUUD/KUD itu mampu membiayai tenaga-tenaga yang cakap seperti
manajer, juru buku, juru mesin, juru toko dan lain-lain. Juga
BUUD/KUD itu dipercayai untuk meminjam uang dari Bank dan
membeli barang-barang produksi yang lebih modern, sesuai dengan
tuntutan kemajuanzaman (mesin gilingan padi, traktor, pompa air,
mesin penyemprot hama dan lain-lain). Ketentuan ketentuan yang
mengatur tentang Wilayah Unit Desa, BUUD/KUD dituangkan dalam
Instruksi Presiden No.4/1973 yang selanjutnya diperbaharui menjadi
Instruksi Presiden No.2/1978 dan kemudian disempurnakan menjadi
Instruksi Presiden No.4/1984.
Dalam kenyataannya meskipun arus sumber-sumber daya
pembangunan yang dicurahkan untuk mengatasi kemiskinan,
khususnya di daerah-daerah pedesaan, belum pernah sebesar seperti
dalam era pembangunan selama ini, namun kita sadarai sepenuhnya
bahwa gejala kemiskinan dalam bentuk yang lama maupun yang baru
masih dirasakan sebagai masalah mendasar dalam pembangunan
nasional. Keadaan yang telah berlangsung lama tersebut membuat
masyarakat yang tergolong miskin dan lemah ekonominya belum
pernah mampu untuk ikut memanfaatkan secara optimal berbagai
sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia.
Pada umumnya masyarakat yang termasuk golongan ini antara lain
: kelompok petani, buruh tani, nelayan yang hidup di desa-desa dan
kelompok pekerja kasar di kota-kota bahkan meliputi pula kelompok
penerima dengan hasil tetap seperti karyawan-karyawan perusahaan

16
serta pegawai pegawai kecil. Mereka miskin dan lemah karena mereka
tidak memiliki modal yang cukup dan ketrampilan serta pendidikan
yang layak. Namun demikian, di samping kelemahan yang ada, dapat
pula dicatat berbagai potensi yang mereka miliki. Potensi dan kekuatan
tersebut antara lain : (1). bahwa ada kemauan dan kemampuan bekerja
keras dan keuletan untuk dapat tumbuh dan berkembang; (2). bahwa
sebagian besar dari mereka adalah pekerja dalam bidang pertanian
yang mempengaruhi dan menentukan kekuatan perkekonomian
nasional; (3). bahwa sejumlah besar mereka (70 sampai dengan 80%
rakyat Indonesia tinggal di daerah pedesaan); dan (4). bahwa pada
dasarnya mereka memiliki potensi social ekonomi yang dapat
dikembangkan lebih lanjut melalui pendekatan pembangunan yang
bersifat khusus.
Sedangkan untuk keberhasilan koperasi didalam melaksanakan
perannya perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :
1) Kemampuan menciptakan posisi pasar dan pengawasan harga yang
layak oleh, dengan cara : a. bertindak bersama dalam menghadapi
pasar melalui pemusatan kekuatan bersaing dari anggota; b.
memperpendek jaringan pemasaran; c. Memiliki manajer yang
cukup trampil berpengetahuan luas dan memiliki idealisme; d.
Mempunyai dan meningkatkan kemampuan koperasi sebagai satu
unit usaha dalam mengatur jumlah dan kualitas barang-barang
yang dipasarkan melalui kegiatan pergudangan, penelitian kualitas
yang cermat dan sebagainya.
2) Kemampuan koperasi untuk menghimpun dan menanamkan
kembali modal, dengan cara pemupukan berbagai sumber
keuangan dari sejumlah besar anggota.
3) Penggunaan faktor-faktor produksi yang lebih ekonomis melalui
pembebanan biaya over head yang lebih, dan mengusahakan
peningkatan kapasitas yang pada akhirnya dapat menghasilkan
biaya per unit yang relatif kecil.

17
4) Terciptanya ketrampilan teknis di bidang produksi, pengolahan dan
pemasaran yang tidak mungkin dapat dicapai oleh para anggota
secara sendiri-sendiri.
5) Pembebasan resiko dari anggota-anggota kepada koperasi sebagai
satu unit usaha, yang selanjutnya hal tersebut kembali ditanggung
secara bersama di antara anggota-anggotanya.
6) Pengaruh dari koperasi terhadap anggota-anggotanya yang
berkaitan dengan perubahan sikap dan tingkah laku yang lebih
sesuai dengan perubahan tuntutan lingkungan di antaranya
perubahan teknologi, perubahan pasar dan dinamika masyarakat.
Pemerintah di dalam mendorong perkoperasian telah menerbitkan
sejumlah kebijaksanaan-kebijaksanaan baik yang menyangkut di
dalam pengembangan di bidang kelembagaan, di bidang usaha, di
bidang pembiayaan dan jaminan kredit koperasi serta kebijaksanaan di
dalam rangka penelitian dan pengembangan perkoperasian. Garis-
Garis Besar haluan Negara 1988 menetapkan bahwa koperasi
dimungkinkan bergerak di berbagai sector kegiatan ekonomi, misalnya
sektor-sektor : pertanian, industri, keuangan, perdagangan, angkutan
dan sebagainya.
Dalam pola umum Pelita ke lima menyebutkan bahwa : “Dunia
usaha nasional yang terdiri dari usaha Negara koperasi dan usaha
swasta perlu terus dikembangkan menjadi usaha yang sehat dan
tangguh dan diarahkan agar mampu meningkatkan kegairahan dan
kegiatan ekonomi serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,
memperluas lapangan kerja, meningkatkan taraf hidup, kecerdasan
dan kesejahteraan rakyat, serta memperkokoh persatuan dan kesatuan
bangsa dan memantapkan ketahanan nasional. Dalam hal ini perlu
diperluas kesempatan berusaha serta ditumbuh kembangkan swadaya
dan kemampuan berusaha khususnya bagi koperasi, usaha kecil serta
usaha informal dan tradisional, baik usaha masyarakat di pedesaan
maupun di perkotaan. Selanjutnya perlu disiptakan iklim usaha yang
sehat serta tata hubungan yang mendorong tumbuhnya kondisi saling

18
menunjang antara usaha Negara, usaha koperasi dan usaha swasta
keterkaitan yang saling menguntungkan dan adil sntara golongan
ekonomi kuat dan golongan ekonomi lemah “ (butir 2). Untuk
mewujudkan demokrasi ekonomi seperti yang dikehendaki dalam
undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1 berikut penjelasan, Pola
Umum Pelita V juga menyebutkan : “Dalam rangka mewujudkan
demokrasi ekonomi, koperasi harus makin dikembangkan dan
ditingkatkan kemampuannya serta dibina dan dikelola secara efisien.
Dalam rangka meningkatkan peranan koperasi dalam kehidupan
ekonomi nasional, koperasi perlu dimasyarakatkan agar dapat tumbuh
dan berkembang sebagai gerakan dari masyarakat sendiri. Koperasi di
bidang produksi, konsumsi, pemasaran dan jasa perlu terus didorong,
serta dikembangkan dan ditingkatkan kemampuannya agar makin
mandiri dan mampu menjadi pelaku utama dalam kehidupan ekonomi
masyarakat. Pembinaan yang tepat atas koperasi dapat tumbuh dan
berkembang secara sehat serta hasil-hasil usahanya makin dinikmati
oleh para anggotanya, Koperasi Unit Desa (KUD) perlu terus dibina
dan dikembangkan agar tumbuh sehat dan kuat sehingga koperasi akan
semakin berakar dan peranannya makin besar dalam kehidupan sosial
ekonomi masyarakat terutama di pedesaan “ (butir d. 33).
Dalam Pelita V kebijakan pembangunan tetap bertumpu pada
trilogy pembangunan dengan menekankan pemerataa pembangunan
dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia, yang disertai pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi serta stabilitas yang mantap. Ketiga unsure Trilogi
Pembangunan tersebut saling mengkait dan saling memperkuat serta
perlu dikembangkan secara selaras, serasi dan seimbang. Dalam
memperkokoh kerangka landasan untuk tinggal landas dibidang
ekonomi, peranan koperasi merupakan aspek yang strategis di samping
peran pelaku ekonomi lainnya. Kopperasi harus tumbuh kuat dan
mampu menangani seluruh aspek kegiatan dibidang pertanian, industry
yang kuat dan dibidang perdagangan barang-barang kebutuhan pokok

19
masyarakat. Sejalan dengan prioritas pembangunan nasional, dalam
Pelita V masih terpusatkan pada sector pertanian, maka prioritas
pembinaan koperasi mengikuti pola tersebut dengan memprioritaskan
pembinaan 2.000 sampai dengan 4.000 KUD Mandiri tanpa
mengabaikan pembinaan-pembinaan terhadap koperasi jenis lain.
Adapun tujuan pembinaan dan pengembangan KUD Mandiri
adalah untuk mewujudkan KUD yang memiliki kemampuan
manajemen koperasi yang rasional dan efektip dalam mengembangkan
kegiatan ekonomi para anggotanya berdasarkan atas kebutuhan dan
keputusan para anggota KUD. Dengan kemampuan itu KUD
diharapkan dapat melaksanakan fungsi utamanya yaitu melayani para
anggotanya, seperti melayani perkreditan, penyaluran barang dan
pemasaran hasil produksi. Dalam rangka pengembangan KUD mandiri
telah diterbitkan INSTRUKSI MENTERI KOPERASI No.
04/Ins/M/VI/1988 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan
KUD mandiri. Pembinaan dan Pengembangan KUD mandiri
diarahkan:
1) Menumbuhkan kemampuan perekonomian masyarakat khusunya
di pedesaan.
2) Meningkatkan peranannya yang lebih besar dalam perekonomian
nasional.
2. Perkembangan Koperasi Pada Masa Pemerintahan Reformasi
Setelah pemerintahan Orde Baru tumbang dan digantikan oleh
reformasi, perkembangan koperasi mengalami peningkatan. Dalam era
reformasi pemberdayaan ekonomi rakyat kembali diupayakan melalui
pemberian kesempatan yang lebih besar bagi usaha kecil dan koperasi.
Untuk tujuan tersebut seperti sudah ditetapkan melalui GBHN Tahun
1999.
Pesan yang tersirat di dalam GBHN Tahun 1999 tersebut bahwa
tugas dan misi koperasi dalam era reformasi sekarang ini, yakni
koperasi harus mampu berfungsi sebagai sarana pendukung
pengembangan usaha kecil, sarana pengembangan partisipasi

20
masyarakat dalam pembangunan, serta sebagai sarana untuk
pemecahan ketidakselarasan di dalam masyarakat sebagai akibat dari
ketidakmerataannya pembagian pendapatan yang mungkin terjadi.
Untuk mengetahui peran yang dapat diharapkan dari koperasi dalam
rangka penyembuhan perekonomian nasional kiranya perlu
diperhatikan bahwa disatu sisi koperasi telah diakui sebagai lembaga
solusi dalam rangka menangkal kesenjangan serta mewujudkan
pemerataan, tetapi di sisi lain kebijaksanaan makro ekonomi belum
sepenuhnya disesuaikan dengan perubahan-perubahan perekonomian
dunia yang mengarah pada pasar bebas.
Pembangunan koperasi mengalami kemajuan yang cukup
mengembirakan pada periode 2000 – 2003, jika diukur dengan jumlah
koperasi, jumlah anggota, aktiva dan volume usaha. Pertumbuhan
jumlah koperasi meningkat dari 103.077 unit pada tahun 2000 menjadi
123.162 unit pada tahun 2003, atau meningkat 19,49%. Jumlah
koperasi yang telah melaksanakan rapat anggota tahunan (RAT)
mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan jumlah koperasi.
Jumlah koperasi yang melaksanakan RAT pada tahun 2000 sebanyak
36.283 unit meningkat menjadi 44.647 unit.
Jumlah anggota koperasi pada tahun 2003 sebanyak 27,28 juta
orang, meningkat 4,42 juta atau 19,35% dari tahun 2000 sebanyak
22,85 juta orang. Periode pertambahan jumlah anggota koperasi relatif
besar terjadi pada periode 2002 – 2003 yang meningkat lebih dari
3,279 juta orang. Hal ini diduga akibat meningkatnya kemampuan
koperasi memberikan layanan, terutama kegiatan simpan pinjam
dengan efektifnya dana bergulir untuk koperasi. Koperasi mampu
menyerap tenaga kerja sebanyak 226.954 orang yang terdiri dari
25.493 orang manajer dan 201.461 orang karyawan pada tahun 2003
atau tumbuh 3,37% dari 219.559 orang pada tahun 2000.
Volume usaha koperasi pada tahun 2003 mengalami peningkatan
sebesar 37,02% menjadi Rp 31.682,95 miliar dari volume usaha
koperasi pada tahun 2000 sebesar Rp 23.122,15 miliar. Volume usaha

21
koperasi ini setara dengan 7% dari volume usaha menengah di
Indonesia. Modal sendiri koperasi mengalami peningkatan yang sangat
signifikan (38,12%) selama periode 2000 – 2003. Modal luar juga
mengalami peningkatan yang pesat sebesar 20,71% selama periode
yang sama. Peningkatan modal luar ini diduga sebagian berasal dari
dana bergulir yang difasilitasi oleh pemerintah (MAP, subsidi BBM
dan lain-lain). Stimulan dana bergulir ini terbukti mampu
meningkatkan partisipasi anggota untuk bertransaksi dengan koperasi
dan meningkatkan partisipasi anggota dalam permodalan koperasi.
Pertumbuhan sisa hasil usaha koperasi sebesar 168,59% pada
periode 2000 – 2003 menunjukkan angka yang mengembirakan, hal ini
mengakibatkan profitabilitas koperasi yang diukur dengan rasio
profitabilitas modal sendiri meningkat dari 10,18% menjadi 19,79%
pada tahun 2003. Hal ini menunjukkan fasilitasi dan dukungan
pemerintah dapat meningkatkan produktivitas dan profitabilitasnya
serta meningkatkan layanan koperasi kepada anggotanya.
Selama periode 2000 – 2003, secara umum koperasi mengalami
perkembangan usaha dan kelembagaan yang mengairahkan. Namun
demikian, koperasi masih memiliki berbagai kendala untuk
pengembangannya sebagai badan usaha, yaitu:
1) rendahnya partisipasi anggota yang ditunjukkan dengan rendahnya
nilai perputaran koperasi per anggota yang kurang dari
Rp.100.000,00 per bulan dan rendahnya simpanan anggota yang
kurang dari Rp.345.225,00;
2) efisiensi usaha yang relatif rendah yang ditunjukkan dengan tingkat
perputaran aktiva yang kurang dari 1,3 kali per tahun;
3) rendahnya tingkat profitabilitas koperasi;
4) citra masyarakat terhadap koperasi yang menganggap sebagai
badan usaha kecil dan terbatas, serta bergantung pada program
pemerintah;
5) kompetensi SDM koperasi yang relatif rendah;

22
6) kurang optimalnya koperasi mewujudkan skala usaha yang
ekonomis akibat belum optimalnya kerjasama antar koperasi dan
kerjasama koperasi dengan badan usaha lainnya.
Hal-hal di atas perlu memperoleh perhatian dalam pembangunan usaha
koperasi pada masa mendatang.
Pada tahun-tahun berikutnya jumlah koperasi di Indonesia terus
mengalami peningkatan. Data dari Kementrian Koperasi dan UMKM
menyebutkan bahwa di tahun 2007 ada 149.943 unit koperasi dan
koperasi aktifnya berjumlah 104.999 (70,02%). Pada tahun ini, jumlah
anggota yang tercatat masuk koperasi adalah 28.888.067 orang.
Namun di tahun 2008, jumlah anggota koperasi mengalami
penurunan menjadi 27.318.619 orang. Adapun jumlah koperasi
mengalami peningkatan sebanyak 3,45% dari tahun sebelumnya
menjadi 154.964 koperasi yang terdiri dari 108.930 koperasi aktif dan
46.304 koperasi pasif.
Tahun 2009-2013 jumlah koperasi di Indonesia mengalami
peningkatan yang cukup pesat. Data sampai Juni 2013 menyebutkan
jika jumlah koperasi saat ini mencapai 200.808 buah dan memiliki
anggota sebanyak 34.685.145 orang.
Tahun Jumlah Aktif Tidak Jumlah
koperasi aktif anggota
2009 170.411 120.473 49.938 29.240.271
2010 177.482 124.855 52.627 30.461.121
2011 188.181 133.666 54.515 30.849.913
2012 194.295 139.321 54.974 33.869.439
2013 (s.d 200.808 142.387 58.421 34.685.145
Juni)
Sumber: Kementrian Koperasi dan UMKM
Tabel diatas menunjukkan bahwa koperasi mengalami
perkembangan. Akan tetapi, peningkatan jumlah koperasi juga harus
diimbangi dengan peningkatan kualitas koperasi. Selain itu,
peningkatan jumlah koperasi yang tidak aktif harus disikapi secara

23
bijaksana oleh Pemerintah. Upaya-upaya untuk mendorong
perkembangan koperasi harus terus dilakukan pemerintah agar
koperasi dapat bersaing di era ini.
Pemerintah di negara-negara sedang berkembang pada umumnya
turut secara aktif dalam upaya membangun koperasi. Keikutsertaan
pemerintah negara-negara sedang berkembang ini, selain didorong
oleh adanya kesadaran untuk turut serta dalam membangunkan
koperasi, juga merupakan hal yang sangat diharapkan oleh gerakan
koperasi. Hal ini antara lain didorong oleh terbatasnya kemampuan
koperasi di negara sedang berkembang, untuk membangun dirinya
atas kekuatan sendiri (Baswir,2000)
Di era reformasi, kebijakan pengembangan koperasi menjadi
tanggung jawab Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
Mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
09/M/2005 tanggal 31 Januari 2005 bahwa kedudukan Kementerian
Koperasi dan UKM adalah unsur pelaksana pemerintah dengan tugas
membantu Presiden untuk mengkoordinasikan perumusan kebijakan
dan koordinasi pelaksanaan kebijakan pemberdayaan Koperasi dan
UMKM di Indonesia. Tugas Kementerian Koperasi dan UKM adalah
merumuskan kebijakan dan mengkoordinasikan perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan serta pengendalian pemberdayaan koperasi
dan UMKM di Indonesia.
Dalam rencana strategis tahun 2004-2009 Kementerian Koperasi
dan UMKM memiliki tujuan:
1) Mewujudkan kondisi yang mampu menstimulan,
mendinamisasi dan memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya
70.000 (tujuh puluh ribu) unit koperasi yang berkualitas
usahanya dan 6.000.000 (enam juta) unit usaha UMKM baru.
2) Menumbuhkan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan
usaha koperasi dan UMKM pada berbagai tingkatan
pemerintahan,

24
3) Meningkatkan produktivitas, daya saing dan kemandirian
koperasi dan UMKM di pasar dalam dan luar negeri,
4) Mengembangkan sinergi dan peran serta masyarakat dan dunia
usaha dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM,
5) Memberikan pelayanan publik yang berkualitas, cepat, tepat,
transparan dan akuntabel.
Pengembangan koperasi sejati merupakan salah satu wahana
untuk mewujudkan adanya demokrasi ekonomi di Indonesia.
Strategi ini bertujuan mewujudkan 70.000 unit koperasi yang
berkualitas sampai dengan tahun 2009. Untuk itu, perlu upaya
menyempurnakan Undang-undang Perkoperasian, meningkatkan
administrasi dan pengawasan badan hukum koperasi, pemberian
bimbingan dan kemudahan kepada koperasi, serta perlindungan
kepada koperasi, dan perlindungan publik terhadap kegiatan usaha
koperasi. Strategi pengembangan kelembagaan koperasi terdiri
dari:
1) Kebijakan Peningkatan Administrasi dan Pengawasan
Pemberian Badan Hukum (BH) Koperasi
Kebijakan ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan
ketertataan dan ketertiban administrasi pemberian badan
hukum koperasi, serta pengawasan pemberian badan hukum
koperasi oleh daerah melalui tugas perbantuan, dan
pengawasan kegiatan koperasi untuk meningkatkan
akuntabilitasnya.
2) Kebijakan Peningkatan Penerapan Jatidiri Koperasi
Penerapan jatidiri koperasi merupakan roh dari proses
pengembangan koperasi sejati, yang dilakukan melalui:
pengembangan organisasi dan manajemen koperasi,
peningkatan kualitas keanggotaan koperasi, penyempurnaan
AD/ART koperasi dan pemberdayaan gerakan koperasi agar
mampu memperjuangkan kepentingan anggotanya.
3) Kebijakan Pengembangan Usaha Koperasi

25
Pengembangan usaha koperasi dilakukan melalui upaya
pemantapan identitas koperasi sebagai badan usaha yang
berazaskan kekeluargaan, pengembangan kerjasama usaha,
pengembangan usaha koperasi yang berbasis sumberdaya lokal
dan peningkatan daya saing koperasi, serta klasifikasi koperasi.
4) Kebijakan Perlindungan Kepada Koperasi
Tugas pemerintah dalam pengembangan koperasi adalah
menumbuhkan iklim dan kondisi yang mendorong
pertumbuhan dan pemasyarakatan koperasi, memberikan
perlindungan kepada koperasi melalui pemberian kemudahan
dan bimbingan dalam berusaha, serta melindungi publik dari
aktivitas koperasi yang merugikan masyarakat. Perlindungan
kepada koperasi dan publik ini memerlukan peran serta
masyarakat, sehingga diperlukan upaya meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap kewirakoperasian.

Selain itu, Kementerian Koperasi dan UMKM juga menyusun


program pengembangan kelembagaan koperasi. Program ini
bertujuan mewujudkan 70.000 unit koperasi yang berkualitas yang
mampu melayani lebih dari 20 juta anggota koperasi secara
berkelanjutan, sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai dasar
koperasi.
Program Kemenkop dan UMKM juga mencakup bidang
legislasi. Program ini bertujuan menyempurnakan Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil agar mampu
mendukung dinamika pemberdayaan KUMKM di Indonesia pada
masa mendatang. Program penyempurnaan Undang-undang
Koperasi dan Usaha Kecil, antara lain mencakup:
1) Melakukan inventarisasi masalah untuk menyempurnakan
RUU Koperasi dan RUU UMKM.

26
2) Melaksanakan pembahasan dengan intansi terkait dan DPR-RI
untuk mewujudkan RUU Koperasi dan RUU UMKM menjadi
Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM.
3) Melaksanakan sosialisasi Undang-undang Koperasi dan
UMKM yang telah disahkan oleh DPR dan Pemerintah kepada
stakeholders di seluruh Indonesia.
4) Memfasilitasi gerakan koperasi dan UMKM menyesesuaikan
dengan Undang-undang Koperasi dan Undang-undang UMKM
yang baru.
5) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Undang-undang
Koperasi dan Undang-undang UMKM yang telah disahkan
Hasil dari program legislasi tersebut adalah diberlakukannya
UU No. 17 tahun 2012 sebagai pengganti dari UU No.25 tahun
1992. Selain itu, Sesuai dengan Peraturan Menteri Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah ( Permen KUKM ) NOMOR :
02/Per/M.KUKM/IV/2012 tentang Penggunaan Lambang
Koperasi Indonesia , maka mulai tanggal 17 April 2012 telah
terjadi penggantian lambang koperasi.
Pada Pasal 2 tertulis bahwa :
"Bagi Gerakan Koperasi diseluruh Indonesia agar segera
menyesuaikan penggunaan lambang koperasi Indonesia,
sebagaimana pada Lampiran Peraturan Menteri ini."
Pada Pasal 3 tertulis :
"Bagi koperasi yang masih memiliki kop surat dan tatalaksana
administrasi lainnya dengan menggunakan lambang koperasi
Indonesia yang lama, diberi kesempatan selambat-lambatnya pada
tanggal 12 Juli 2012 telah menyesuaikan dengan lambang
koperasi Indonesia yang baru."
Dan pada pasal 6 tertulis bahwa :
"Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ini maka Lambang
Koperasi yang lama dinyatakan tidak berlaku."

27
Daftar Pustaka

Baswir,Refrisond. 2000. Koperasi Indonesia. Yogyakarta: BPFE.


Djazh, Dahlan. 1977. Pengetahuan Perkoperasian. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Hendrojogi. 2004. Koperasi, Asas-Asas, Teori dan Praktik. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Sudarsono. 1992. Koperasi Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Koprasi.2013. Rekapitulasi Data Keragaan Koperasi. Diakses
tanggal 11 Februari 2018 pada
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=ca
tegory&id=120:data-koperasi-2013&Itemid=93 ;
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=fil
e&id=319:rekapitulasi-data-keragaan-koperasi-per-desember-
2012&Itemid=93
Dewi Rahmiati.2011. Perkembangan Koperasi di Indonesia. Diakses tanggal 11
Februari 2018 pada
http://dewirahmiati.blogspot.com/2011/11/perkembangan-koperasi-di-
indonesia.html
Gabriel Sebastian.2012. Reportase Perkembangan Koperasi. Diakses tanggal 11
Februari 2018 pada
http://gabrielsebastian100.blogspot.com/2012/10/reportase-perkembangan-
koperasi-di.html
Universitas Gunadarma.2009. Perkembangan Koperasi Pada Masa Orde Baru.
Diakses tanggal 11 Februari 2018 pada
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/perkembangan-koperasi-pada-
masa-orde-baru/

28

Anda mungkin juga menyukai