PENDAHULUAN
Sebelum terlalu jauh menjabarkan tentang Kehidupan anak jalanan kami ingin
memberitahukan tentang latar belakang, tujuan pembuatan makalah, dan sistematika. Agar
pembaca tahu tujuan dibuatnya makalah ini. Kami hanya manusia biasa yang tak luput dari
kesalahan, untuk itu jika ada kesalahan kata dari pengetikan makalah ini mohon di maklumi.
LATAR BELAKANG
Berdasarkan data dari hasil sensus Tim Penganggulangan Kemiskinan Pusat tahun
2015 menyampaikan bahwa jumlah penduduk yang masuk kategori miskin sebesar 4,87%
dari total penduduk kota Malang yang berjumlah sekitar 814.000 jiwa. Jumlah penduduk
miskin tersebut menurun dari tahun yang sebelumnya yang memiliki sekitar 11,42% dari total
penduduk kota Malang. Hal tersebut dapat kita lihat bahwa Pemerintah kota Malang sudah
berhasil menurunkan angka kemiskinan yang dilakukan dengan beberapa program, seperti
dibentuknya Tim Penganggulangan Kemiskinan Kota Malang dan Gerakan Nasional Orang
Tua Asuh (GNOTA) yang selalu memberikan bantuan berupa beasiswa untuk siswa yang
tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Selain itu, Pemkot Malang juga
berpartisipasi dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat yang kurang
mampu dengan cara mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin, meningkatkan
kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin, mengembangkan dan menjamin
keberlanjutan UKM (Usaha Kecil dan Mikro).
Alasan Memilih Pengamen
Dijelaskan dalam penjelasan di atas masih ada angka kemiskinan di kota Malang. Ini
berarti bahwa masih ada masyarakat miskin yang belum mendapatkan pekerjaan yang layak
dengan pendapatan yang mencukupi seluruh kebutuhan keluarganya. Banyak dijumpai
pemuda – pemuda yang masih berkeliaran di bawah lampu lalu lintas maupun berkeliling
setiap rumah dan/atau toko untuk mengamen agar mendapatkan uang. Seperti kota Malang
pun juga sangat banyak sekali pengamen jalanan, mulai dari anak-anak sampai remaja.
Kebanyakan yang dijumpai pengamen waktu melakukan observasi adalah kalangan remaja,
orang dewasa, hingga kalangan orang tua, banyak anak – anak muda tersebut putus sekolah
dikarena faktor ekonmi dan lingkungan yang menyebabkan mereka putus sekolah dan
menjadi pengamen jalanan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Untuk memenuhi tugas akhir dan sesuai dengan tema yang telah ditentukan dari dosen,
tim kami mengambil topik ” pengamen jalanan di Kota Malang .” Dalam menjalankan
observasi dan wawancara untuk makalah ini, kami memilih untuk berfokus pada beberapa
pengamen jalanan yang ada dikota malang, karena tim kami memiliki keprihatinan khusus
terhadap kalangan masyarakat karena kendala ekonomi dan khusunya anak muda yang
kurang adanya perhatian orang tua serta pengaruh dari lingkungan.
Masa remaja merupakan masa – masa penentu terdapat masa depan suatu bangsa, tunas
yang berpotensi membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik atau bisa juga lebih buruk.
Maka dari itu, amat miris rasanya melihat para remaja – remaja ini yang hidup mengamen di
jalanan, bukannya bersekolah. Rasanya menyedihkan melihat para remaja ini seharunya bisa
menikmati masa – masa mudanya untuk bersekolah dan berprestasi untuk masa depan
individu dan bangsa ini. Oleh karena itu tim kami melakukan observasi dan wawancara
terhadap beberapa pengamen yang ada di kota Malang.
A. Tujuan Penelitian
Ingin mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi menjadi pengamen jalanan
Ingin memberi sousi kepada mereka tentang kehidupan yang sebernarnya harus
mereka lakukan.
B. Metode Penelitian
Dalam penelititan kali ini kami menggunakan metode observasi dengan tipe penelitian
kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu dengan menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Dengan menitikberatkan dengan wawancara secara langsung dari peneliti dengan orang yang
bersangkutan secara langsung. Dengan metode ini kita dapat mengetahui hasil yang lebih
akurat karena dengan observasi kita dapat mengalisis dari jawaban dari hal-hal yang
dilakukan dari proses wawancara. Dengan tipe penelitian seperti ini data yang didapat pun
lebih efektif dan jelas. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari respondennya sedikit. Teknik
pengumpulan data dengan wawancara mendasarkan dirinya pada laporan tentang diri sendiri
atau setidak-tidaknya pada pengetahuan. Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur
maupun tidak terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data
bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang
akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara pengumpul data telah
menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif
jawabannya pun telah disiapkan. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas
di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan
hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
Dalam bab ini kami akan membahas tentang kehidupan anak jalanan khususnya
pengamen jalanan secara rinci agar kami dapat mengetahui bagaimana sebenarnya kehidupan
di jalanan. Dalam bab ini kami juga melakukan observasi ke jalan dan mewawancarai
pengamen jalanan.
Teori Kemiskinan
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu
mencukupi kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Konsep tentang kemiskinan itu
sendiri menurut Suparlan (1995: xi) kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standard
tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau
golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan umum yang berlaku dalam
masyarakat bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara tidak langsung
berpengaruh pada tingkat kesehatan, kehidupan moral dan rasa harga diri mereka yang
tergolong orang miskin.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (1993: 3) juga menjelaskan kemiskinan
adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin,
melainkan karena tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Pendapat lain
dikemukakan oleh Ala dalam Setyawan (2001: 120) yang menyatakan kemiskinan adalah
adanya gap atau jurang antara nilai-nilai utama yang diakumulasikan dengan pemenuhan
kebutuhan akan nilai-nilai tersebut secara layak. Ada lima ketidak beruntungan yang
melingkari kehidupan orang atau keluarga miskin menurut Chambers dalam Ala (1996: 18)
yaitu:
1. Kemiskinan (poverty)
2. Fisik yang lemah (physical weakness)
3. Kerentanan (Vulnerability)
4. Keterisolasian (isolation)
5. Ketidak berdayaan (powerlessness)
Kelima hal diatas merupakan kondisi yang ada pada masyarakat miskin di negara
berkembang seperti Indonesia. Penyebab kemiskinan itu sendiri bersifat dinamis, maka ia
akan senantiasa berkembang mengikuti dinamika kehidupan sosial manusia. Kemiskinan
yang dihadapi oleh setiap generasi manusia pasti berbeda. Semakin tinggi taraf kehidupan
suatu masyarakat, maka semakin kompleks pula permasalahan kemiskinan yang mengelilingi
mereka. Karena itu, pemaknaan kemiskinan mengalami perubahan di setiap saat dan setiap
tempat.
Sebab-sebab kemiskinan itu sendiri menurut Sen dalam Ismawan (2003: 102) bahwa
penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Akibat
keterbatasan dan ketertiadaan akses maka manusia mempunyai keterbatasan pilihan untuk
mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan apa yang terpaksa saat ini dilakukan bukan
apa yang seharusnya dilakukan, akibatnya potensi manusia untuk mengembangkan hidupnya
manjadi terhambat. Itu semua bisa kita lihat bahwa semakin banyak jumlah para pengamen
jalanan yang diorganisir oleh pihak tertentu yang memaksa mereka untuk bekerja seperti itu
karena mereka juga tidak punya pilihan lain untuk mendapatkan uang. Penyebab lain menurut
Kuncoro (2000: 107) mencakup tiga aspek, yaitu :
1. Secara mikro kemiskinan minimal karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber
daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya
memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.
2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber
daya yang rendah berarti produktivitasnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya ini
karena rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena
keturunan.
3. Kemiskinan muncuk akibat perbedaan akses dalam modal.
Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious
circle poverty). Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal
menyebabkan rendahnya produktivitas sehingga mengakibatkan rendahnya pendapatan yang
diterima. Rendahnya pendapatan akan mempengaruhi rendahnya tabungan dan investasi yang
berakibat pada keterbelakangan.
Faktor – faktor pendorong menjadi pengamen
Faktor – faktor yang menyebebkan terjadinay anak jalanan/ pengamen dipengaruhi oleh dua
1. Faktor Internal
Cacat keturunan yang bersifat biologis yaitu kurang berfungsinya organ tubuh untuk
memproduksi atau organ genital yang menimpa seseorang. Cacat psikologis adalah
kurang berfungsinya mental dan tingkah laku seseorang untuk bersosialisasi di
masyarakat.
Tidak memiliki hobbi yang sehat Seseorang anak yang tidak memiliki hobbi yang sehat
atau kegemaran yang positif untuk mengisi waktu luangnya maka dengan mudah untuk
melakukan tindakan negatif.
5) Impian Kebebasan.
Berbeda dengan faktor dorongan dari orang tua, uang yang didapatkan anak biasanya
digunakan untuk keperluan sendiri. Meskipun anak memberikan sebagian uangnya
kepada orang tua mereka, ini lebih bersifat suka rela dan tidak memiliki dampak buruk
terhadap anak apabila tidak memberi sebagian uangnya ke orang tua atau keluarganya.
2. Faktor Eksternal
1) Dorongan Keluarga
Keluarga dalam hal ini biasanya adalah ibu atau kakak mereka, adalah pihak yang turut
andil mendorong anak pergi kejalanan. Biasanya dorongan dari keluarga dengan cara
mengajak anak pergi kejalanan untuk membantu pekerjaan orang tuanya (biasanya
membantu mengemis) dan menyuruh anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan
dijalanan yang menghasilkan uang.
2) Pengaruh Teman
Pengaruh teman menjadi salah satu faktor yang menyebabkan anak pergi kejalanan.
Pengaruh teman menunjukan dampak besar anak pergi kejalanan, terlebih bila
dorongan pergi kejalanan mendapatkan dukungan dari orang tua atau keluarga.
Tindak kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga terhadap anak menjadi salah
satu faktor yang mendorong anak lari dari rumah dan pergi kejalanan.
Seperti kita tahu bahwa salah satu rofesi yang paling favorit dijalankan oleh orang-
orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap adalah menjadi pengamen baik secara sendiri-
sendiri maupun berkelompok. Mengamen tidak harus bernyanyi tetapi juga bisa hanya
memainkan alat musik atau hanya bertugas menarik uang receh dari pendengar ngamenan.
Pengamen ada di mana-mana mulai di perempatan jalan raya, di dalam bis kota, di rumah
makan, di ruko, di perumahan, di kampung, di pasar, dan lain sebagainya. Penampilan
pengamen pun macam-macam juga mulai dari tampilan yang biasa saja sampai penampilan
banci / bencong, anak punk, preman, pakaian muslim, pakaian pengemis, pakaian seksi nan
minim, dsb. Pengamen terkadang sangat mengganggu ketenangan kita akan tetapi mau
bagaimana lagi. Jika mereka tidak mengamen mereka mau makan apa dan daripada mereka
melakukan kejahatan lebih baik mengamen secara baik-baik walawpun mengganggu.
Berikut ini adalah macam-macam / jenis-jenis pengamen :
1. Pengamen Baik
pun merasa terhibur dengan ngamenan pengamen yang baik sehingga mereka tidak
sungkan untuk memberi uang receh maupun uang besar untuk pengamen jenis ini.
Pengamen ini pun sopan dan tidak memaksa dalam meminta uang.
musiknya tidak enak di dengar oleh para pendengarnya namun pengamen ini umumnya
sopan dan tidak memaksa para pendengar untuk memberikan sejumlah uang. Tetapi
ada juga yang menyindir atau mengeluh langsung ke pendengarnya jika tidak
3. Pengamen Pengemis
Pengamen ini tidak memiliki musikalitas sama sekali dan permainan musik
maupun vokal pun ngawur seenak udel sendiri. Setelah mengamen mereka tetap
menarik uang receh dari para pendengarnya. Dibanding mengamen mereka lebih mirip
pengemis karena hanya bermodal dengakul dan nekat saja dalam mengamen serta
Pengamen yang satu ini adalah pengamen yang lebih suka melakukan teror
kepada para pendengarnya sehingga para pendengar merasa lebih memberikan uang
receh daripada mereka diapa-apakan oleh pengamen tukang palak tersebut. Mereka
tidak hanya menyanyi tetapi kadang hanya membacakan puisi-puisi yang menebar
teror dengan pembawaan yang meneror kepada para pendengar. Pengamen jenis ini
biasanya akan memaksa diberi uang dari tiap pendengar dengan modal teror.
depan umum.
5. Pengemen Penjahat
Pengamen yang penjahat adalah pengamen yang tidak hanya mengamen tetapi
menganiaya orang lain, melecehkan orang lain, dan lain sebagainya. Kalau menemukan
pengamen jenis ini jangan ragu untuk melaporkan mereka ke polisi agar modus mereka
Pengamen jenis ini ada yang bagus tetapi ada juga yang sangat tidak enak untuk
didengar. Yang tidak enak didengar inilah yang lebih condong mengemis dari pada
mengamen. Akan tetapi bagaimanapun juga mereka hanya anak-anak bocah cilik yang
menjadi korban situasi dari orang-orang jahat dan tidak kreatif di sekitarnya. Pengamen
anak ini ias dipaksa menjadi pengamen oleh orang tua, oleh preman, dsb namun juga
ada yang atas kemauan sendiri dengan berbagai motif. Sebaiknya JANGAN DIBERI
UANG agar tidak ada anak-anak yang menjadi pengamen. Mereka seharusnya tidak
berada di jalanan.
banyak juga yang berada di stopan lampu merah. Keberadaan pengamen memang
dinilai cukup meresahkan masyarakat, pasalnya mereka bisa meminta uang pada orang
(pelanggan) yang sama hingga tiga sampai empat kali meski personilnya (pengamen)
Aktifitas para pengamen itu bisanya dilakukan pada malam hari sehingga terkadang
Pada gelaran operasi yang bertujuan untuk memberikan rasa aman kepada
Hasil penelitian ini didapatkan dari beberapa sumber baik wawancara, observasi, dan
dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti di kota Malang. Kaitannya dengan pengamen
jalanan yang ada di kota Malang. Profil pengamen jalanan, jumlah pengamen yang ada di
kota malang kini semakin banyak tetapi pada saat penulis melakukan observasi lapangan
mengenai pengamen jalanan hanya kini hanya mendapatkan 3 informasi dari pengamen
karena kondisi cuaca pada saat musim hujan jadi penulis agak kesulitan mencari informasi
mengenai pengamen jalanan ini. penjelasan 3 orang informan dapat dilihat pada tabel berikut
Berdasarkan analisis pengamen jalanan di kota Malang yang dijelaskan diatas. munculnya
pengamen tersebut dilatar belakangi oleh beberapa faktor diantara yatu faktor kemiskinan,
faktor lingkungan yang menyebabkan ikut – ikutan teman dan pendidikan yang minimum
sehingga menyebabkan mereka kesulitan bersaing dalam dunia kerja. Namun salah satu dari
informan tersebut mengatakan bahawa dia mengamen hanya untuk menambah penghasilan
saja yang pekerjaan utamanya yaitu menjadi tukang las, di waktu liburnya dia mencari
hasil yang mereka peroleh juga tergolong lumayan, bisa dapat sampai ratusan ribu rupiah,
namun pada saat musim penghujan begini pendapatan mereka juga menurun. Dari segi
pendidikan, para pengamen tersebut ada yang lulusan SMP dan SMK mereka beralasan
memilih tidak melanjutkan bersekolah karena keterbatasan ekonomi, dan ada juga yang
memang memilih untuk tidak melanjutkan bersekolah yang mengharuskan mereka menjadi
tulang punggung keluarga dikala seharusnya masih bisa menikamati masa indah masa – masa
remaja dan bergelut dengan keras kehidupan diperkotaan. Dan salah satu dari mereka
memilih untuk menjadi pengamen karena kesulitan dalam mencari pekerjaan, jauh – jauh
merantau dari desa ke kota lain berniat untuk mencari pekerjaan yang layak dan ternyata
tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan dan terpaksa memilih menjadi pengamen
untuk menyambung kehidupan meraka. Dari sisi lain keberadaan pengamen ini sebenarnya
juga mengganggu kenyamanan yang ada dikota, misalnya pada warung makan, orang yang
sedang enak – enak makan harus terganggu dengan adanya para pengamen tersebut. dengan
melihat banyaknya keberadaan para pengamen di kota malang pemerintah seharusnya bisa
pendidikan dan ketenagakerjaan, dan menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi
mereka supaya mereka berhenti mengamen dan mendapakatkan pekerjaan yang layak bagi
Dalam makalah yang kami yang bejudul Anak Jalanan atau ANJAL yang di
khususkan ke pada pengamen jalanan kami memiliki dua saran yaitu untuk para
sebagian besar dari kalian para pengamen jalanan datang ke kota-kota besar tidak mau
yang membuat kalian menjadi pengamen jalanan. Untuk itu kami memberi saran
mendapatkan pekerjaan lebih baik jangan datng dulu ke kota-kota besar lebih baik
bekerja di daearah sendiri pasti orang tua anda lebih bangga dengan anda
di bandingkan harus datang ke kota dan kehidupan anda menjadi tidak jelas seperti ini.
Untuk masyarakat bila menemui para pengamen dan apa lagi pengamen itu
masih muda-muda dan gagah-gagah masih kuat untuk bekerja sebaiaknya tidak usah di
beri uang karena itu bisa membuat mereka makin malas mencari pekerjaan, dari pada
memberikan uang kepada para pengamen jalanan yang seperti itu dan biasanya para
pengamen itu ada yang mengkoordinir jadi hasil yang mereka dapat itu harus di bagi
lagi kepada orang yang mengkoordinir mereka, lebih baik di berikan saja kepada
Anarita, Popon, dkk, Baseline Survei untuk Program Dukungan dn Pemberdayaan Anak Jalanan
di Perkotaan (Bandung), Bandung: Akatiga-Pusat analisis sosial, 2001.
Arief, Armai, “ Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan Dalam Rangka Mewujudkan Kesejahteraan
Sosial dan Stabilitas Nasional”, Dalam Jurnal Fajar, LPM UIN Jakarta, Edisi 4, No.1,
November 2002.
Direktorat Pemberdayaan Peran Keluarga Dirjen Pemberdayaan Sosial, Standarisasi
Pemberdayaan Peran Keluarga, Jakarta: Depsos, 2002.
Goode, William J, Sosiologi Keluarga, Jakarta: Bumi Aksara, Cet IV, 1995.
Sunusi, Makmur, Anak Terlantar Dalam Perspektif Pekerjaan Sosial, Endang WD BM, Kebijakan
Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta Dalam Penanganan Anak Terlantar, Makalah
Dalam Seminar Nasional ‘Penanganan Anak Terlantar Berbasis Keluarga”, Jakarta: UMJ,
12 April 2003.