Anda di halaman 1dari 40

Daftar isi

SKENARIO 3 ......................................................................................................................................... 2
KATA SULIT ......................................................................................................................................... 3
PERTANYAAN ..................................................................................................................................... 4
JAWABAN ............................................................................................................................................. 5
HIPOTESIS............................................................................................................................................. 6
SASARAN BELAJAR ........................................................................................................................... 7
LI.1. Memahami dan menjelaskan Perdarahan pervaginam ................................................................... 8
LO.1.1.Definisi ................................................................................................................................... 8
LO.1.2.Etiologi ................................................................................................................................... 8
LO.1.3.Patologi ................................................................................................................................... 9
LO.1.4.Manifestasi klinik ................................................................................................................... 9
LO.1.5.Diagnosis .............................................................................................................................. 11
LO.1.6.Penatalaksanaan .................................................................................................................... 11
LI.2. Memahami dan menjelaskan CA serviks ..................................................................................... 12
LO.2.1.Definisi ................................................................................................................................. 12
LO.2.2.Epidemiologi ........................................................................................................................ 12
LO.2.3.Etiologi dan Faktor Risiko .................................................................................................... 12
LO.2.4.Klasifikasi ............................................................................................................................. 14
LO.2.5.Patofisiologi .......................................................................................................................... 17
LO.2.6.Manifestasi klinis .................................................................................................................. 21
LO.2.7.Diagnosis dan diagnosis banding.......................................................................................... 21
LO.2.8.Tatalaksana ........................................................................................................................... 31
LO.2.9.Komplikasi............................................................................................................................ 35
LO.2.10.Pencegahan ......................................................................................................................... 36
LO.2.11.Prognosis ............................................................................................................................ 37
LI.3. Memahami dan menjelaskan Etika pemeriksaan dalam ajaran islam .......................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 40
SKENARIO 3
PERDARAHAN PERVAGINAM

Seorang wanita umur 45 tahun berobat ke rumah sakit dengan keluhan keluar darah
dari vagina terutama setelah berhubungan seksual, disertai riwayat keputihan. Pasien
mempunyai 5 orang anak, terkecil umur 10 tahun.
Dari pemeriksaan fisik, tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, TD 130/80
mHg, tempratur 36,5°C. Haid tidak teratur, riwayat nyeri haid disangkal. Dokter meminta
perawat untuk mempersiapkan dan mendampingi pemeriksaan. Pasien belum pernah
melakukan pemeriksaan papsmear. Pemeriksaan perut, inspeksi, palpasi dan perkusi
dalam batas normal. Begitupula vulva tidak ada kelainan. Inspekulo : dinding vagina
dalam batas normal, servik membesar berbenjol, dinding rapuh dan mudah berdarah.
Tampak leukorea warna putih kekuningan, tidak berbau. Vaginal toucher : servik
membesar, berbenjol, contact bleeding (+), uterus sebesar telur bebek, mobile, ovarium
tidak membesar. Untuk menegakan diagnosis, dokter melakukan pemeriksaan
penunjang.
KATA SULIT
1. Leukorea : keputihan
2. contact bleeding : perdarahan saat kontak langsung
PERTANYAAN
1. Mengapa haid tidak teratur ?
2. Apa yang menyebabkan contact bleeding (+)?
3. Mengapa serviks membesar?
4. Apa kemungkinan penyakit pasien ini?
5. Adakah hubungan multipara dengan penyakit pasien?
6. Apasaja faktor risiko pada penyakit ini?
7. Apa etika vaginal toucher pada islam?
8. Apa pemeriksaan penunjang pada kasus ini?
9. Mengapa leukorea tidak berbau?
10. Bagaimana cara membedakan antara darah haid dengan darah pervaginam?
JAWABAN
1. Karena endometrium sudah tidak normal
2. Ca → mitosis tinggi → sel muda belum matur → maturasi terganggu → sel muda
rapuh → gesekan saat kontak langsung → pembuluh darah terbuka
3. Karena terinfeksi HPV → inflamasi → serviks membesar
4. CA serviks, Endometriosis, Infeksi akibat HPV
5. Hamil ˃ 2x → faktor risiko tinggi karena ada perubahan hormon maka lebih mudah
terkena HPV dan CA.
6. Berganti pasangan, genetik, multipara, menikah usia muda, menarche, sistem imun
yang lemah, rokok, IUD, terinfeksi HPV
7. Inform consent, edukasi, di temani perawat atau keluarga
8. Pap smear, MRI, USG, tumor marker dan Lab
9. Karena leukorea masih fisiologis
10. Dilihat dari waktunya dan kontak langsung pada vagina
a. Bila haid ˃ 15 hari → darah penyakit
b. Bila haid ˂ 15 hari → haid
c. Perdarahan pervaginam bila ada kontak, missal : vaginal toucher, hubungan
seksual
HIPOTESIS
Ketidakseimbangan hormone, berganti pasangan, multipara, genetik dan infeksi
HPV merupakan factor risiko terjadinya penyakit CA serviks, endometriosis dan infeksi
HPV. Yang menyebabkan gejala berupa haid tidak teratur, serviks membesar, leukorea
dan contact bleeding (+). Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pap smear,
USG, MRI, tumor marker, vaginal toucher dan Lab. Apabila dokter melakukan
pemeriksaan vaginal toucher harus sesuai dengan etika islam seperti inform consent,
edukasi dan ditemani perawat atau keluarga pasien.
SASARAN BELAJAR

LI.1. Memahami dan menjelaskan Perdarahan pervaginam


LO.1.1.Definisi
LO.1.2.Etiologi
LO.1.3.Patologi
LO.1.4.Manifestasi klinik
LO.1.5.Diagnosis
LO.1.6.Penatalaksanaan
LI.2. Memahami dan menjelaskan CA serviks
LO.2.1.Definisi
LO.2.2.Epidemiologi
LO.2.3.Etiologi
LO.2.4.Klasifikasi
LO.2.5.Patofisiologi
LO.2.6.Manifestasi klinis
LO.2.7.Diagnosis dan diagnosis banding
LO.2.8.Tatalaksana
LO.2.9.Komplikasi
LO.2.10.Pencegahan
LO.2.11.Prognosis
LI.3. Memahami dan menjelaskan Etika pemeriksaan dalam ajaran islam
LI.1. Memahami dan menjelaskan Perdarahan pervaginam
LO.1.1.Definisi
Adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid.

Ada dua macam perdarahan di luar haid yaitu metroragia dan menometroragia

1. Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus haid.
Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting dan dapat lebih
diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah kelainan organik
(polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma serviks), kelainan fungsional dan
penggunaan estrogen eksogen

2. Menoragia adalah Perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari dengan jumlah darah
kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan pengobatan kasus ini sama dengan
hipermenorea

LO.1.2.Etiologi
Sebab – sebab organic

Perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium disebabkan olah kelainan pada:

 serviks uteri; seperti polip servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada portio uteri,
karsinoma servisis uteri.

 Korpus uteri; polip endometrium, abortus imminens, abortus insipiens, abortus incompletus,
mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korpus uteri, sarkoma uteri,
mioma uteri.

 Tuba fallopii; kehamilan ekstopik terganggu, radang tuba, tumor tuba.

 Ovarium; radang overium, tumor ovarium.

Sebab fungsional:

Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik,
dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur
antara menarche dan menopause. Tetapi kelainan inui lebih sering dijumpai sewaktu masa
permulaan dan masa akhir fungí ovarium.

Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan
disfungsional berumur diatas 40tahun, dan 3 % dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek
dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini
biasanya dapat sembuh sendiri, jarana diperlukan perawatn di rumah sakit.
LO.1.3.Patologi
Menurut schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus
dan ovario pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan
yang dinamakan metropatia hemorrágica terjadi karena persistensi folikel yang tidak
pecah sehingga tidak terjadi ovulasidan pembentukan corpus luteum.
Akibatnya terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang
berlebihan dan terus menerus. Penelitian menunjukan pula bahwa perdarahan
disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium yaitu
endometrium atropik, hiperplastik, ploriferatif, dan sekretoris, dengan endometrium jenis
non sekresi merupakan bagian terbesar. Endometrium jenis nonsekresi dan jenis sekresi
penting artinya karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan anovulatori dari
perdarahan ovuloatoir.
Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdarahan
disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan
yang berbeda.
Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoir gangguan dianggap berasal dari
factor-faktor neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik, yang mekanismenya
Belem seberapa dimengerti, sedang perdarahan anovulatoir biasanya dianggap
bersumber pada gangguan endokrin.
LO.1.4.Manifestasi klinik
a. Perdarahan ovulatory
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10 % dari perdarahan disfungsional
dengan siklus pendek (polimenore) atau panjang (oligomenore). Untuk menegakan
diagnosis perdarahan ovulatori perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jira
karena perdarhan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka
Madang-kadang bentuk survei suhu badan basal dapat menolong.
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi
tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya:
1) korpus luteum persistens
Dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium
yang membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kelainan ektopik karena riwayat
penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukan banyak persamaan antara
keduanya. Korpus luteum persistens dapat menimbulkan pelepasan endometrium yagn
tidak teratur (irregular shedding).
Diagnosis ini di buat dengan melakukan kerokan yang tepat pada waktunya, yaitu
menurut Mc. Lennon pada hari ke 4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai
endometrium dalam tipe sekresi disamping nonsekresi.
2) insufisiensi korpus luteum
Hal ini dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenore.
Dasarnya ahíla kurangntya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH realizing
factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok
dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang
bersangkutan.
3) apopleksia uteri
Pada wanita dengan hipertensi dapat terjado pecahnya pembuluh darah dalam
uterus.
4) kelainan darah
Seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam mekasnisme
pembekuan darah.
b. Perdarahan anovulatoir
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan
menurunya Kadar estrogen dibawah tingkat tertentutimbul perdarahan yang Madang-
kadang bersifat siklik, Kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkutpautnya dengan jumlah folikel yang pada
statu waktu fungsional aktif. Folikel – folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum
mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel – folikel baru. Endometrium
dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus dan dari endometrium yang mula-mula
ploriferasidapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik.Jika gambaran ini
diperoleh pada kerokan maka dapat disimpulkan adanya perdarahan anovulatoir.
Perdarahan fungsional dapat terjadi pada setiap waktu akan tetapi paling sering
pada masa permulaan yaitu pubertas dan masa pramenopause.
Pada masa pubertas perdarahan tidak normal disebabkan oleh karena gangguan
atau keterlambatan proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan
realizing faktor tidak sempurna. Pada masa pramenopause proses terhentinya fungsi
ovarium tidak selalu berjalan lancar.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan
lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoir, pada seorang
dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak
diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan
penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun,
tumor-tumor ovarium dan sebagainya. Akan tetapi disamping itu terdapat banyak wanita
dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut. Selain itu
faktor psikologik juga berpengaruh antara lain stress kecelakaan, kematian, pemberian
obat penenang terlalu lama dan lain-lain dapat menyebabkan perdarahan anovulatoir.
LO.1.5.Diagnosis
1. Perlu ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang
pendek atau oleh oligomenore/amenorhe, sifat perdarahan ( banyak atau sedikit-sedikit,
sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainnya.
2. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke arah
kemungkinaan penyakit metabolik, endokrin, penyakit menahun. Kecurigaan terhadap
salah satu penyait tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan
dengan teliti ke arah penyakit yang bersangkutan.
3. Pada pemeriksaan gynecologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan
organik yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan
terganggu).
4. Pada pubertas tidak perlu dilakukan kerokan untuk menegakan diagnosis. Pada wanita
umur 20-40 tahun kemungkinan besar adalah kehamilan terganggu, polip, mioma
submukosum,
5. Dilakukan kerokan apabila sudah dipastikan tidak mengganggu kehamlan yang masih
bisa diharapkan. Pada wanita pramenopause dorongan untuk melakukan kerokan adalah
untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas.

LO.1.6.Penatalaksanaan
1. Istirahat baring dan transfusi darah

2. Bila pemeriksaan gynecologik menunjukan perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada abortus
inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon steroid.
Dapat diberikan :
Estrogen dalam dosis tinggi

Supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan berhenti. Dapat diberikan secar IM
dipropionasestradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg. Tetapi
apabila suntikan dihentikan perdarahan dapat terjadi lagi

progesteron
Pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium, dapat diberikan
kaproas hidroksi progesteron 125 mg, secara IM, atau dapat diberikan per os sehari nirethindrone
15 mg atau asetas medroksi progesteron (provera) 10 mg, yang dapat diulangi berguna dalam
masa pubertas.

LI.2. Memahami dan menjelaskan CA serviks


LO.2.1.Definisi
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di
daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa
kanalis servikalis. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher
rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah
rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina
LO.2.2.Epidemiologi
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker
pembunuh wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat
kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80
persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita
di seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian
terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu terjadi karena pasien datang dalam stadium
lanjut.
Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim saat ini
menempati urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita Indonesia. saat ini
ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya. Kanker
serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka
waktu relatif cepat. Selain itu, lebih dari 70 persen kasus yang datang ke rumah sakit
ditemukan dalam keadaan stadium lanjut.
LO.2.3.Etiologi dan Faktor Risiko
Penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang
melalui tahapan atau multistep, dimulai dari karsinogenesis awal sampai terjadinya
perubahan morfologi hingga menjadi kanker invasif. Studi-studi epidemiologi
menunjukkan lebih dari 90% kanker serviks dihubungkan dengan jenis human papiloma
virus (HPV). Beberapa bukti menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan pada
wanita yang lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk. HPV merupakan
faktor inisiator kanker serviks. Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan
penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Onkoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga
TSG (Tumor Supressor Gene) p53 akan kehilangan fungsinya. Sedangkan onkoprotein
E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan
faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol.

Faktor Risiko
 Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim. Semakin tua
usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim.
Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari
meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta
makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.
 Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu
muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim
10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Pada
usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan
terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar termasuk
zat-zat kimia yang dibawa sperma. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh
lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi.
Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker.
 Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan.
Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah
satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di
permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak
terkendali sehingga menjadi kanker.
 Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-
obatan antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang
merangsang terjadinya kanker.
 Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena
kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian
menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat
lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan
serviks di samping meropakan ko-karsinogen infeksi virus.
 Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak,
apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang
ada, seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan
risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang
ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ
reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan
timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit
kanker leher rahim.
 Riwayat kanker serviks pada keluarga. Bila seorang wanita mempunyai saudara
kandung atau ibu yang mempunyai kanker serviks, maka ia mempunyai
kemungkinan 2-3 kali lebih besar untuk juga mempunyai kanker serviks
dibandingkan dengan orang normal.
 Penggunaan jangka panjang (lebih dari 5 tahun) kontrasepsi oral.

LO.2.4.Klasifikasi
Stadium
Tingkat Keganasan Klinik Menurut FIGO
Tingkat Kriteria

0 KIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana basalis


masih utuh.

I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri


Ia Karsinoma mikro invasif: bila membrana basalis sudah rusak dan tumor
sudah memasuki stroma tdk> 3mm dan sel tumor tidak terdapat dalam
pembuluh limfe/pembuluh darah. Kedalaman invasi 3mm sebaiknya diganti
dengan tdk> 1mm.
Ib occ Ib occult = Ib yang tersembunyi, secara klinis tumor belum tampak sebagai
Ca, tetapi pada pemeriksaan histologik, ternyata sel tumor telah
mengadakan invasi stroma melebihi Ia.
Ib Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan
invasi ke dalam stroma serviks uteri.

II
Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3 bagian atas
vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.
IIa Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat tumor.
Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke dinding
IIb panggul

Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke parametrium


III sampai dinding panggul.
Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke parametrium
IIIa tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.
Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah
IIIb bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic)/ proses
pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.

Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa
rektum dan atau kandung kemih.
IV
Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa
rektum dan atau kandung kemih.

IVa

Telah terjadi penyebaran jauh.

IVb
Berdasarkan gambaran histologinya,kelainan prekanker dapat peringkatkan sebagai
berikut:
 CIN(SIL) I : displasia ringan
 CIN II : displasi sedang
 CIN III : displasia berat dan karsinoma in situ

Berdasarkan gambaran sitologinya,kelainan prekanker dapat peringkatkan sebagai


berikut:
 LSIL(Low grade SIL)
 HSIL (High grade SIL)

Jenis histopatologis pada kanker serviks


Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu ± 90%
merupakan karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma 5% dan jenis lain sebanyak
5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai jalinan kelompok sel-sel yang berasal dari
skuamosa dengan pertandukan atau tidak, dan kadang-kadang tumor itu sendiri
berdiferensiasi buruk atau dari sel-sel yang disebut small cell, berbentuk kumparan atau
kecil serta bulat seta mempunyai batas tumor stroma tidak jelas. Sel ini berasal dari sel
basal atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma terlihat sebagai sel-sel yang berasal dari
epitel torak endoserviks, atau dari kelenjar endoserviks yang mengeluarkan mucus.
LO.2.5.Patofisiologi

Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosi akibat saling


desak-mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio
yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi
patologik melalui tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma
invasif. Sekali menjadi mikroinvasif atau invasif, prose keganasan akan berjalan terus.
Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita.
Umumnya fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10 tahun).
Perubahan epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan
terjadinya regresi spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan
Unitarian Concept dari Richard. Histopatologik sebagian besar 95-97% berupa
epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya adenokarsinoma, clear cell
carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling jarang adalah sarcoma.
Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intraepitel,
berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks setelah 10 tahun atau
lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui beberapa
stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu dan akhirnya
invasif. Berdasarkan karsinogenesis umum, proses perubahan menjadi kanker
diakibatkan oleh adanya mutasi gen pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut
adalah onkogen, tumor supresor gene, dan repair genes. Onkogen dan tumor supresor
gen mempunyai efek yang berlawanan dalam karsinogenesis, dimana onkogen
memperantarai timbulnya transformasi maligna, sedangkan tumor supresor gen akan
menghambat perkembangan tumor yang diatur oleh gen yang terlibat dalam
pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive berkembang melalui perubahan intraepitel,
tidak semua perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi preinvasif akan mengalami
regresi secara spontan sebanyak 3 -35%.
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang
tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar
antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi
invasif adalah 3 – 20 tahun (TIM FKUI, 1992). Proses perkembangan kanker serviks
berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi
progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat
misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan
keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut
menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan
adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka,
pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas
ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum
dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel
basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen
pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta
kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan (Suryohudoyo, 1998;
Debbie, 1998). Berbagai jenis protein diekspresikan oleh HPV yang pada dasarnya
merupakan pendukung siklus hidup alami virus tersebut. Protein tersebut adalah E1, E2,
E4, E5, E6, dan E7 yang merupakan segmen open reading frame (ORF). Di tingkat
seluler, infeksi HPV pada fase laten bersifat epigenetic. Pada infeksi fase laten, terjadi
terjadi ekspresi E1 dan E2 yang menstimulus ekspresi terutama terutama L1 selain L2
yang berfungsi pada replikasi dan perakitan virus baru. Virus baru tersebut menginfeksi
kembali sel epitel serviks. Di samping itu, pada infeksi fase laten ini muncul reaksi imun
tipe lambat dengan terbentuknya antibodi E1 dan E2 yang mengakibatkan penurunan
ekspresi E1 dan E2. Penurunan ekspresi E1 dan E2 dan jumlah HPV lebih dari ± 50.000
virion per sel dapat mendorong terjadinya integrasi antara DNA virus dengan DNA sel
penjamu untuk kemudian infeksi HPV memasuki fase aktif (Djoerban, 2000). Ekspresi
E1 dan E2 rendah hilang pada pos integrasi ini menstimulus ekspresi onkoprotein E6 dan
E7. Selain itu, dalam karsinogenesis kanker serviks terinfeksi HPV, protein 53 (p53)
sebagai supresor tumor diduga paling banyak berperan. Fungsi p53 wild type sebagai
negative control cell cycle dan guardian of genom mengalami degradasi karena
membentuk kompleks p53-E6 atau mutasi p53. Kompleks p53-E6 dan p53 mutan adalah
stabil, sedangkan p53 wild type adalah labil dan hanya bertahan 20-30 menit.
Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis berjalan tanpa
kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai sebagai indikator prognosis
molekuler untuk menilai baik perkembangan lesi pre-kanker maupun keberhasilan terapi
kanker serviks (Kaufman et al, 2000). Dengan demikian dapatlah diasumsikan bahwa
pada kanker serviks terinfeksi HPV terjadi peningkatan kompleks p53-E6. Dengan
pernyataan lain, terjadi penurunan p53 pada kanker serviks terinfeksi HPV. Dan,
seharusnya p53 dapat dipakai indikator molekuler untuk menentukan prognosis kanker
serviks. Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah
bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan
kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening
iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah
paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar,
empedu, pankreas dan otak.

Penyebaran Kanker Serviks


Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah :
 Ke arah fornices dan dinding vagina
 Ke arah korpus uterus
 Ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum
rektovaginal dan kandung kemih.

Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor
dapat menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran
melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks
umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi immunologik
tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus
membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat
dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari membrana
basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau darah, maka
prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan
tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut
sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran
secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar)
menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat
akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih.
Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui
ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta,
dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena
subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan otak.
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan karena perdarahan-
perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi
ureter di tempat ureter masuk ke dalam kandung kencing.
Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum ke
dalam vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran secara
limfogen terjadi terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar
di pelvis minor, baru kemudian mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi
penyebaran hematogen (hepar, tulang).

Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah:


 Fornices dan dinding vagina
 Korpus uteri
 Parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum
rektovagina dan kandung kemih.

Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe


regional melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika, parasakral,
paraaorta, dan seterusnya ke trunkus limfatik di kanan dan vena subklvia di kiri mencapai
paru, hati, ginjal, tulang serta otak.
LO.2.6.Manifestasi klinis

Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang
bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan

2. Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal.

3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.

4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah.

5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.

6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul.
Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis.
Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.

7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat
metastasis jauh.

LO.2.7.Diagnosis dan diagnosis banding


a. Anamnesis

Pada anamnesis perlu diidentifikasi data mengenai riwayat perkawinan dan


pesalinan, perilaku seks yang sering berganti ganti pasangan (promiskusitas), waktu
coitus pertama kali, penyakit yang pernah dialami misalnya herpes genitalis, infeksi
HPV, servisis kronis, gaya hidup seperti meroko, hygienis, jenis makanan san social
ekonomi rendah, juga keluhan perdarahan spontan ataupun pasca senggama. Gejala
Klinis kurang menunjang sebagai penunjuk diagnostic karena lesi prakanker umumnya
asimptomatik kecuali pada keganasan yang sudah lanjut.
b.Pemeriksaan Fisik

Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut.Yang


menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks,
dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadaplesi prakanker serviks.
Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertaidengan kemampuan dalam
penatalaksanaan yang tepat akan dapat menurunkanangka kematian akibat kanker
serviks.

1. Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbaubusuk


akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahantimbul
akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin seringterjadi diluar
senggama.
3. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
4. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.
5. Pemeriksaan tanda vital seperti tensi, nadi, respirasi, suhu badan.
6. Status pasien :
 Ada atau tidaknya anemia.
 Tanda-tanda metastase di paru seperti: sesak napas, batuk darah.
 Status lokalis abdomen: umumnya tak khas, jarang menimbulkan kelainan berupa
benjolan, kecuali bila sudah ada penyebaran ke rektum menimbulkan obstipasi
ileusobstruktif.
 Palpasi hepar, supraklavikula, dan diantara kedua paha untuk melihat ada tidaknya
benjolan untuk meyakinkan ada tidaknya metastase.

c. Pemeriksaan Ginekologi

Pada pemeriksaan makroskopis/inspekulo mungkin tidak ditemukan kelainan


porsio pada lesi tingkat prakan-ker dan kadang hanya menunjukkan gambaran khas
seperti leukoplakia, erosi, ektropion atau servisitis. Tetapi tidak demikian halnya pada
tingkat lanjut dimana porsio terlihat benjol-benjol menyerupai bunga kol (pertumbuhan
eksofitik) atau mungkin juga ditemukan fistula rektovaginal ataupun vesikovagina. Pada
keadaan ini porsio mudah sekali berdarah karena kerapuhan sel sehingga pada
pemeriksaan ginekologi dianjurkan mulai dengan pemeriksaan inspekulo yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan vagina bimanual untuk eksplorasi vagina.
D. Pemeriksaan penunjang

Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan.


Apabila ada keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan.
Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti palpasi,
inspeksi, kolposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi,
intravenous urography, dan pemeriksaan X-ray untuk paru-paru dan tulang. Kecurigaan
infiltrasi pada kandung kemih dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan dengan
biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis.
Interpretasi dari limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT
scan dan MRI sampai saat ini belum dapat digunakan secara baik untuk staging
karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat subyektif.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan sebagai berikut (Suharto,
2007):

1) Pemeriksaan pap smear


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien
yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang diambil
dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau
ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan
pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi
sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal,
akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun sampai lebih dari 50%.
Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara
teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil
pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3
tahun sekali.
Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut (Prayetni,1999):
a. Normal
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).
e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih
dalam atau ke organ tubuh lainnya)
Tujuan Pap Smear:

1. Menemukan sel abnormal atau sel yang dapat berkembang menjadi kanker
termasuk infeksi HPV).
2. Untuk mendeteksi adanya pra-kanker, ini sangat penting ditemukan sebelum
seseorang menderita kanker.
3. Mendeteksi kelainan – kelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim.
4. Mendeteksi adanya kelainan praganas atau keganasan servik uteri

Cara pengambilan sampel Pap Smear

Pemeriksaan ini dilakukan di atas kursi pemeriksaan khusus ginekologis. Sampel


sel-sel diambil dari luar serviks dan dari liang serviks dengan melakukan usapan dengan
spatula yang terbuat dari bahan kayu atau plastik. Setelah usapan dilakukan, sebuah
cytobrush (sikat kecil berbulu halus, untuk mengambil sel-sel serviks) dimasukkan untuk
melakukan usapan dalam kanal serviks. Setelah itu, sel-sel diletakkan dalam object glass
(kaca objek) dan disemprot dengan zat untuk memfiksasi, atau diletakkan dalam botol
yang mengandung zat pengawet, kemudian dikirim ke laboratorium untuk diperiksa.

Waktu pemeriksaan

Waktu yang digunakan dalam pemeriksaan pap smear dapat dilakukan pada 2
minggu setelah menstruasi dan sebelum menstruasi berikutnya.

2) Pemeriksaan DNA HPV


Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Pap’s smear
untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Tes ini dapat dilakukan pada sediaan apusan
atau cairan vagina dan sel sisa bahan pada sediaan sitologi Pap smear ataupun dengan
biopsis. Deteksi dengan tes DNA HPV adalah salah satu jenis tes pelengkap tes sitologi
seperti pap smear. Deteksi DNA HPV bisa dengan menggunakan PCR dan Hybrid
Capture II. PCR pertama kali dikembangkan oleh Kary Mullis pada tahun 1985
(Nuswantara, 2002). Pada tahun 1990 Ting dan Manos telah mengembangkan suatu
metode deteksi human papilloma virus dengan PCR. Metode tersebut dikembangkan
dengan mengidentifikasi suatu daerah homologi di dalam genom tipe-tipe HPV yang
kemudian digunakan sebagai dasar untuk mendesain primer untuk amplifikasi.
Sedangkan teknik pemeriksaan dengan hibridisasi dikenal dengan istilah teknik
Hybrid Capture II System (HC-II). HC-II pada intinya adalah melakukan teknik
hibridisasi yang dapat mendeteksi semua tipe HPV high risk pada seseorang yang diduga
memiliki virus HPV dalam tubuhnya (Lörincz, 1998). Penggunaan teknik komputerisasi
dilakukan untuk pemeriksaan di tingkat DNA dan RNA, apakah terdapat kemungkinan
pasien tersebut sudah terinfeksi HPV. Jika teknik Pap smear memeriksa adanya
perubahan pada sel (sitologi), teknik HC-II memeriksa pada kondisi yang lebih awal
yaitu terdapatnya kemungkinan seseorang terinfeksi HPV di dalam tubuhnya sebelum
virus tersebut membuat perubahan pada serviks yang akhirnya dapat mengakibakan
terjadinya kanker serviks.
Pengembangan teknik deteksi DNA HPV akhir-akhir ini berupa HC-II
merupakan teknik sederhana dan cara alternatif yang menarik; seperti produk HC-II.
Teknik HC-II adalah sebuah antibody capture/solution hybridization/signal amplication
assay yang memakai deteksi kualitatif chemiluminescence terhadap DNA HPV
(Suwiyoga, 2006) namun secara umum HC-II ialah suatu teknik berbasis DNA-RNA
yang dapat mendeteksi secara akurat dan cepat (Nainggolan, 2006).
3. Biopsi
Biopsi serviks dilakukan dengan cara mengambil sejumlah contoh jaringan
serviks untuk kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Dibutuhkan hanya beberapa detik
untuk melakukan biopsi contoh jaringan dan hanya menimbulkan ketidaknyamanan
dalam waktu yang tidak lama. Jika diperlukan maka akan dilakukan biospi disekitar area
serviks, tergantung pada temuan saat melakukan colposcopy. Bersamaan dengan biopsi
serviks, kuretase endoserviks juga bisa dilakukan. Selama kuretase, dokter akan
menggunakan sikat kecil untuk menghilangkan jaringan pada saluran endoserviks, area
antara uterus dan serviks. Kuretase akan menimbulkan sedikit nyeri, tapi nyeri akan
hilang setelah kuretase dilakukan. Hasil biopsi dan kuretase biasanya baru bisa dilihat
paling tidak 2 minggu.
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau
luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu
abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik
yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik
cone biopsy yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan
yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil
biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja
(Prayetni, 1997).

Biopsi Kerucut dan LEEP

Adakalanya biopsi yang lebih besar dibutuhkan untuk mendiagnosis kanker


serviks. Pada kasus ini, maka dapat dipilih biopsi kerucut. Selama biopsi kerucut, sebuah
kerucut yang tajam akan digunakan untuk mengambil jaringan dan pada prosedur ini
dibutuhkan anestesi umum. Biopsi kerucut juga digunakan untuk membuang jaringan
pra-kanker dari serviks. Loop Electro Surgical Excision Procedure (LEEP) atau Prosedur
Pembedahan Eksisi dengan Loop Elektro adalah prosedur yang dilakukan dengan
anestesi local untuk mengangkat jaringan dari serviks. LEEP menggunakan listrik untuk
membuang contoh jaringan. Metode ini umumnya digunakan untuk mengobati kanker
stadium tinggi dari pada hanya untuk mendiagnosis kanker serviks.

1. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan


lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia.
Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear, karena kolposkopi
memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang
abnormal (Prayetni, 1997). Colposcopy adalah suatu pengujian yang memungkinkan
dokter untuk melihat serviks (leher rahim) lebih dekat dengan menggunakan sebuah alat
bernama colposcope. Colposcope akan dimasukkan ke dalam vagina dan kemudian
gambar yang ditangkap oleh alat tersebut akan ditampilkan pada layar computer atau
televisi. Dengan cara seperti ini, kondisi yang terjadi dalam leher rahim akan sangat jelas
terlihat. Sebelumnya diberi cairan ke dalam vagina, apabila pada sel-sel yang abnormal
akan terwarnai suatu warna putih atau lainnya, lalu sample yg abnormal (sudah
terwarnai) itu diambil dengan biopsi, dan dibawa ke laboratorium.
4. Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan
yodium. Pada serviks normal akan membentuk bayangan yang
terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen.
Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung kanker
akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada
glikogen ( Prayetni, 1997).

5. Radiologi
a. Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada
saluran pelvik atau peroartik limfe.
b. Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap
lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.
Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih
dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium,
dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen
/ pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau
terkenanya nodus limpa regional (Gale & charette, 1999).
6. Petanda Tumor
Antigen terkait karsinoma skuamosa (SCCag/ squamous cell Ca associated
antigen). Merupakan glikoprotein dengan bobot molekul 42-48 kDa. Batas atas dalam
serum orang sehat adalah 1.5ug/L. Makna klinis terutama untuk mendeteksi kadar serum
pasien karsinoma sel skuamosa.

7. Thin Prep
Metode Thin prep lebih akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear hanya
mengambil sebagian dari sel-sel di serviks atau leher rahim, maka Thin prep akan
memeriksa seluruh bagian serviks atau leher rahim. Tentu hasilnya akan jauh lebih akurat
dan tepat.

Kelebihan Thin Prep


ThinPrep Test, sel-sel yang telah diambil tidak diletakkan dan diratakan di
preparat kaca, tetapi dimasukkan ke dalam tabung yang berisi cairan yang berfungsi
menstabilkan dan menjaga kondisi sel-sel tersebut agar pada saat diperiksa akan tetap
sama dengan kondisi saat diambil. Prosedur ini memastikan agar sebanyak mungkin sel
dapat disimpan untuk dibawa laboratorium pemeriksaan dan dalam kondisi sangat baik.

8. IVA

IVA yaitu singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat. Metode
pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat.
Kemudian diamati apakah ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada
perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks. Anda dapat
melakukan di Puskesmas dengan harga relatif murah. Ini dapat dilakukan hanya untuk
deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang
lebih lanjut harus dilakukan.
Diagnosis banding

Membedakan
Kondisi tanda / gejala Membedakan tes

Infeksi HPV  Tidak ada massa,  Tes HPV DNA diindikasikan dengan Pap smear
tidak ada atipikal (ASCUS – atypical squamous cells of
perdarahan undetermined significance).
abnormal,  Para koilosit merujuk pada karakteristik dari
biasanya tidak ada penampakan sel HPV yang terinfeksi dan
gejala. patognomonik pada keadaan HPV. Koilositosis
sering berulang, tapi displasia memerlukan
penelitian lebih lanjut dan tindakan lanjut.

Infeksi  Klamidia dan  Pap smear mungkin belum tentu akurat karena
panggul gonore yang perubahan inflamasi. Tes klamidia dan gonore,
berhubungan sediaan basah, kultur, tes kalium hidroksida
dengan demam, (KOH) dapat mengidentifikasi infeksi.
nyeri, dan
keputihan, ta
pi mungkin tanpa
gejala.

Kista  Dispareunia dan  Dibedakan pada pemeriksaan klinis.


nabothian massa kistik pada
pemeriksaan.

Hiperplasia  Mungkin  Sel glandular atipikal pada Pap smear; biopsi


kelenjar ditemukan pada diagnostik akan membedakannya dari kanker
Pap smear pada serviks.
pasien yang tanpa
gejala.
 Beberapa pasien
mungkin
mengalami gejala
perdarahan uterus
berat,
berkepanjangan,
sering, dan pendek
atau tidak teratur.

Mesonefrik  Dispareunia dan  Biopsi diagnostik akan membedakannya dari


remnants massa kistik pada kanker serviks.
pemeriksaan.

Endometrios  Nyeri panggul,  Biopsi diagnostik akan membedakannya dari


is dismenorea, kanker serviks.
infertilitas,
dispareunia,
perdarahan
abnormal,
kelelahan.

Polip serviks  Perdarahan  Biopsi diagnostik akan membedakannya dari


abnormal, massa kanker serviks.
pada pemeriksaan.

Servikal  Menorrhagia,  Biopsi diagnostik akan membedakannya dari


fibroid massa yang nyeri kanker serviks.
sekali, keluar
cairan yang
abnormal, prolaps
dari fibroid.

LO.2.8.Tatalaksana
Tiga jenis utama dari pengobatan untuk kanker serviks adalah operasi,
radioterapi, dan kemoterapi.

a. Stadium pra kanker hingga 1A biasanya diobati dengan histerektomi. Bila pasien
masih ingin memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy dapat menjadi pilihan.
b. Biopsi Cone. Selama operasi ini, dokter menggunakan scalpel untuk mengambil
selembar jaringan serviks berbentuk cone dimana abnormalitas ditemukan
c. Loop electrosurgical excision procedure (LEEP). Teknik ini menggunakan
lintasan kabel untuk memberikan arus listrik, yang memotong seperti pisau bedah ,
dan mengambil sel dari mulut serviks
d. Untuk stadium IB dan IIA kanker serviks: Bila ukuran tumor < 4cm: radikal
histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa kemoterapi. Bila ukuran tumor >4cm:
radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi, ataupun kemo berbasis
cisplatin dilanjutkan dengan histerektomi
- Kanker serviks stadium lanjut (IIB-IVA) dapat diobati dengan
radioterapi dan kemo berbasis cisplatin.
- Pada stadium sangat lanjut (IVB), dokter dapat mempertimbangkan
kemo dengan kombinasi obat, misalnya hycamtin dan cisplatin.
Pembedahan untuk Kanker Serviks

Ada beberapa jenis operasi untuk kanker serviks. Beberapa melibatkan


pengangkatan rahim (histerektomi), yang lainnya tidak. Daftar ini mencakup jenis
operasi yang paling umum untuk kanker serviks.

Cryosurgery

Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair dimasukkan ke dalam
vagina dan pada leher rahim. Ini membunuh sel-sel abnormal dengan cara membekukan
mereka. Cryosurgery digunakan untuk mengobati kanker serviks yang hanya ad adi
dalam leher rahim (stadium 0), tapi bukan kanker invasif yang telah menyebar ke luar
leher rahim.

Bedah Laser

Sebuah sinar laser digunakan untuk membakar sel-sel atau menghapus sebagian
kecil dari jaringan sel rahim untuk dipelajari. Pembedahan laser hanya digunakan sebagai
pengobatan untuk kanker serviks pra-invasif (stadium 0).

Konisasi

Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher rahim. Hal ini
dilakukan dengan menggunakan pisau bedah atau laser tau menggunakan kawat tipis
yang dipanaskan oleh listrik (prosedur ini disebut LEEP atau LEETZ). Pendekatan ini
dapat digunakan untuk menemukan atau mengobati kanker serviks tahap awal (0 atau I).
Hal ini jarang digunakan sebagai satu-satunya pengobatan kecuali untuk wanita dengan
kanker serviks stadium dini yang mungkin ingin memiliki anak. Setelah biopsi, jaringan
(berbentuk kerucut) diangkat untuk diperiksa di bawah mikroskop. Jika batas tepi dari
kerucut itu mengandung kanker atau pra-sel kanker, pengobatan lebih lanjut akan
diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh sel-sel kankernya telah diangkat.

Histerektomi

a. Histerektomi sederhana : Rahim diangkat, tetapi tidak mencakup jaringan yang


berada di dekatnya. Baik vagina maupun kelenjar getah bening panggul tidak
diangkat. Rahim dapat diangkat dengan cara operasi di bagian depan perut
(perut) atau melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak bisa
menjadi hamil. Histerektomi digunakan untuk mengobati beberapa kanker
serviks stadium awal (I). Hal ini juga digunakan untuk stadium pra-kanker
serviks (o), jika sel-sel kanker ditemukan pada batas tepi konisasi.
b. Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul : pada operasi
ini, dokter bedah akan mengangkat seluruh rahim, jaringan di dekatnya, bagian
atas vagina yang berbatasan dengan leher rahim, dan beberapa kelenjar getah
bening yang berada di daerah panggul. Operasi ini paling sering dilakukan
melalui pemotongan melalui bagian depan perut dan kurang sering melalui
vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak bisa menjadi hamil. Sebuah
histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul adalah
pengobatan yang umum digunakan untuk kanker serviks stadium I, dan lebih
jarang juga digunakan pada beberapa kasus stadium II, terutama pada wanita
muda.

Trachelektomi

Sebuah prosedur yang disebut trachelectomy radikal memungkinkan wanita


muda tertentu dengan kanker stadium awal untuk dapat diobati dan masih dapat
mempunyai anak. Metode ini melibatkan pengangkatan serviks dan bagian atas vagina
dan meletakkannya pada jahitan berbentuk seperti kantong yang bertindak sebagai
pembukaan leher rahim di dalam rahim. Kelenjar getah bening di dekatnya juga diangkat.
Operasi ini dilakukan baik melalui vagina ataupun perut.

Ekstenterasi Panggul

Selain mengambil semua organ dan jaringan yang disebutkan di atas, pada jenis
operasi ini: kandung kemih, vagina, dubur, dan sebagian usus besar juga diangkat.
Operasi ini digunakan ketika kanker serviks kambuh kembali setelah pengobatan
sebelumnya.

Jika kandung kemih telah diangkat, sebuah cara baru untuk menyimpan dan
membuang air kecil diperlukan. Sepotong usus pendek dapat digunakan untuk membuat
kandung kemih baru. Urine dapat dikosongkan dengan menempatkan sebuah tabung
kecil (disebut kateter) ke dalam lubang kecil di perut tersebut (disebut: urostomi). Atau
urin bisa mengalir ke kantong plastik kecil yang ditempatkan di bagian depan perut.

Radioterapi untuk Kanker Serviks

Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi (seperti sinar-X)


untuk membunuh sel-sel kanker ataupun menyusutkan tumornya. Sebelum radioterapi
dilakukan, biasanya Anda akan menjalani pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah
Anda menderita Anemia. Penderita kanker serviks yang mengalami perdarahan pada
umumnya menderita Anemia. Untuk itu, transfusi darah mungkin diperlukan sebelum
radioterapi dijalankan.

Pada kanker serviks stadium awal, biasanya dokter akan memberikan radioterapi
(external maupun internal). Kadang radioterapi juga diberikan sesudah pembedahan.
Akhir-akhir ini, dokter seringkali melakukan kombinasi terapi (radioterapi dan
kemoterapi) untuk mengobati kanker serviks yang berada antara stadium IB hingga IVA.
Yaitu, antara lain bila ukuran tumornya lebih besar dari 4 cm atau bila kanker ditemukan
telah menyebar ke jaringan lainnya (di luar serviks), misalnya ke kandung kemih atau
usus besar.

a. Radioterapi eksternal : berarti sinar X diarahkan ke tubuh Anda (area panggul) melalui
sebuah mesin besar.
b. Radioterapi internal : berarti suatu bahan radioaktif ditanam ke dalam rahim/leher rahim
Anda selama beberapa waktu untuk membunuh sel-sel kankernya. Salah satu metode
radioterapi internal yang sering digunakan adalah brachytherapy.

Brachytherapy untuk Kanker Serviks

Brachytherapy telah digunakan untuk mengobati kanker serviks sejak awal abad
ini. Pengobatan yang ini cukup sukses untuk mengatasi keganasan di organ kewanitaan.
Baik radium dan cesium telah digunakan sebagai sumber radioaktif untuk memberikan
radiasi internal
Efek Samping Radioterapi Ada beberapa efek samping dari radioterapi, yaitu:

- Kelelahan
- Sakit maag
- Sering ke belakang (diare)
- Mual
- Muntah
- Perubahan warna kulit (seperti terbakar)
- Kekeringan atau bekas luka pada vagina yang menyebabkan senggama
menyakitkan

Kemoterapi untuk Kanker Serviks

Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.


Biasanya obat-obatan diberikan melalui infuse ke pembuluh darah atau melalui mulut.
Setelah obat masuk ke aliran darah, mereka menyebar ke seluruh tubuh. Kadang-kadang
beberapa obat diberikan dalam satu waktu.

Kemoterapi dapat menyebabkan efek samping. Efek samping ini akan tergantung
pada jenis obat yang diberikan, jumlah/dosis yang diberikan, dan berapa lama
pengobatan berlangsung. Efek samping bisa termasuki:

- Sakit maag dan muntah (dokter bisa memberikan obat mual/muntah)


- Kehilangan nafsu makan
- Kerontokan rambut jangka pendek
- Sariawan
- Meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi (kekurangan sel darah putih)
- Menopause dini

LO.2.9.Komplikasi
1. Pasca operatif
- Gangguan berkemih
- Fistula (lorong atau saluran) ureter atau kandung kemih
- Emboli paru
- Obstruksi saluran cerna
- Trauma syaraf
2. Pasca kemoteraphy
- Sakit maag dan muntah (dokter bisa memberikan obat mual/muntah)
- Kehilangan nafsu makan
- Kerontokan rambut jangka pendek
- Sariawan
- Meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi (kekurangan sel darah putih)
- Pendarahan atau memar bila terjadi luka (akibat kurang darah)
- Sesak napas (dari rendahnya jumlah sel darah merah)
- Kelelahan
- Menopause dini
- Hilangnya kemampuan menjadi hamil (infertilitas)
3. Pasca radiotheraphy
- Kelelahan
- Sakit maag
- Sering ke belakang (diare)
- Mual
- Muntah
- Perubahan warna kulit (seperti terbakar)

LO.2.10.Pencegahan
a. Tidak melakukan kegiatan seksual di usia dini ( < 20 tahun), karena secara fisik seluruh
organ intim dan yang terkait pada wanita baru matang pada usia 21 tahun.
b. Tidak berganti-ganti pasangan seksual lebih dari satu
c. Melakukan vaksinasi HPV
- Vaksin HPV dapat mencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18. Dan dapat diberikan
mulaidari usia 10-35 tahun, dalam bentuk suntikan sebanyak 3 kali (1-2-7 bulan).
d. Bagi wanita yang aktif secara seksual, atau sudah pernah berhubungan seksual,
dianjurkan untuk melakukan tes HPV, Pap Smear, atau tes IVA, untuk mendeteksi
keberadaanHuman Papilloma Virus (HPV), yang merupakan biang keladi dari
tercetusnya penyakit kanker serviks.
e. Menjaga pola makan seimbang dan bergizi, serta menjalani gaya hidup sehat
(berolahraga).
f. Sebisa mungkin untuk menghindari fakto resiko yang memudahkan terinfeksi HPV
LO.2.11.Prognosis
Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut
dihubungkan dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif, stadium
lanjut, bahkan stadium terminal (Suwiyoga, 2000; Nugroho, 2000). Selama ini, beberapa
cara dipakai menentukan faktor prognosis adalah berdasarkan klinis dan histopatologis
seperti keadaan umum, stadium, besar tumor primer, jenis sel, derajat diferensiasi
Broders. Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years
survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira
- kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%.
• Stadium 0 100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
• Stadium 1 Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi IA dan IB. Dari
semua wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar
95%. Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk
wanita dengan kanker pada limfonodi mereka.
• Stadium 2 Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. Dari semua
wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70-
90%. Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
• Stadium 3 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%.
• Stadium 4 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%. 6.
Stadium 5 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 5-10%.

LI.3. Memahami dan menjelaskan Etika pemeriksaan dalam ajaran islam


PANDANGAN ISLAM TERHADAP IKHTILAT

Pembahasan tentang ikhtilat sangat penting untuk menjawab persoalan di


atas.Yakni untuk menjaga kehormatan dan menghindarkan dari perbuatan yang
mengarah dosa dan kekejian.
Yang dimaksud ikhtilat, yaitu berduanya seorang lelaki dengan seorang
perempuan di tempat sepi.Dalam hal ini menyangkut pergaulan antara sesama manusia,
yang rambu-rambunya sangat mendapat perhatian dalam Islam.Yaitu berkait dengan
ajaran Islam yang sangat menjunjung tinggi keselamatan bagi manusia dari segala
gangguan. Terlebih lagi dalam masalah mu'amalah (pergaulan) dengan lain jenis. Dalam
Islam, hubungan antara pria dan wanita telah diatur dengan batasan-batasan, untuk
membentengi gejolak fitnah yang membahayakan dan mengacaukan kehidupan.
Karenanya, Islam telah melarang pergaulan yang dipenuhi dengan ikhtilat (campur baur
antara pria dan wanita).
Dalam hadits di bawah ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah
memperingatkan kaum lelaki untuk lebih berhati-hati dalam masalah wanita.
"Berhati-hatilah kalian dari menjumpai para wanita,” maka seorang sahabat dari
Anshar bertanya,"Bagaimana pendapat engkau tentang saudara ipar, wahai Rasulullah?”
Rasulullah menjawab,"Saudara ipar adalah maut (petaka).” [HR Bukhari dan Muslim].

PERINTAH MENJAGA AURAT DAN MENAHAN PANDANGAN

Di antara keindahan syariat Islam, yaitu ditetapkannya larangan mengumbar aurat


dan perintah untuk menjaga pandangan mata kepada obyek yang tidak diperbolehkan,
lantaran perbuatan itu hanya akan mencelakakan diri dan agamanya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman (yang artinya):
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan
memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka
kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka,
atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera
saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-
wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita . . ." [an-Nûr/24: 30-31].
Larangan melihat aurat, tidak hanya untuk yang berlawan jenis, akan tetapi Islam
pun menetapkan larangan melihat aurat sesama jenis, baik antara lelaki dengan lelaki
lainnya, maupun antara sesama wanita.
Disebutkan dalam sebuah hadits:
"Dari ‘Abdir-Rahman bin Abi Sa`id al-Khudri, dari ayahnya, bahwasanya Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah seorang lelaki melihat kepada aurat
lelaki (yang lain), dan janganlah seorang wanita melihat kepada aurat wanita (yang lain)".
[HR Muslim]

IDEALNYA MUSLIMAH BEROBAT KE DOKTER WANITA

Hukum asalnya, apabila ada dokter umum dan dokter spesialis dari kaum
Muslimah, maka menjadi kewajiban kaum Muslimah untuk menjatuhkan pilihan
kepadanya.Meski hanya sekedar keluhan yang paling ringan, flu batuk pilek sampai pada
keadaan genting, semisal persalinan ataupun jika harus melakukan pembedahan.
Berkaitan dengan masalah itu, Syaikh Bin Bâz rahimahullah mengatakan:
“Seharusnya para dokter wanita menangani kaum wanita secara khusus, dan
dokter lelaki melayani kaum lelaki secara khusus kecuali dalam keadaan yang sangat
terpaksa. Bagian pelayanan lelaki dan bagian pelayanan wanita masing-masing
disendirikan, agar masyarakat terjauhkan dari fitnah dan ikhtilat yang bisa
mencelakakan.Inilah kewajiban semua orang”.
Lajnah Dâ-imah juga menfatwakan, bila seorang wanita mudah menemukan
dokter wanita yang cakap menangani penyakitnya, ia tidak boleh membuka aurat atau
berobat ke seorang dokter lelaki. Kalau tidak memungkinkan maka ia boleh
melakukannya.
Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa, Islam memang membolehkan
untuk menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan.Selama mendatangkan
maslahat, seperti untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya. Seorang
muslimah yang keadaannya benar-benar dalam kondisi terhimpit dan tidak ada pilihan,
(maka) ia boleh pergi ke dokter lelaki, baik karena tidak ada ada seorang dokter muslimah
yang mengetahui penyakitnya maupun memang belum ada yang ahli.Allah Ta`ala
menyebutkan dalam firman-Nya surat al-An'âm/6 ayat 119:
"(padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya)"
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus
mengikuti rambu-rambu yang wajib untuk ditaati.Tidak berlaku secara
mutlak.Keberadaan mahram adalah keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga
tatkala seorang muslimah terpaksa harus bertemu dan berobat kepada dokter lelaki, ia
harus didampingi mahram atau suaminya saat pemeriksaan. Tidak berduaan dengan sang
dokter di kamar praktek atau ruang periksa.
DAFTAR PUSTAKA

1. rawiroharjo, S. Hanifa, W. Abdul, B, S. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawiro. Jakarta
2. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2003.Robbins Basic Pathology, 7th ED. Saunders Wolfgang
A Schulz. 2005. Molecular Biology of Human Cancer. Springer.
3. http://almanhaj.or.id/content/2883/slash/0
4. Andriyono. Kanker serviks. Sinopsis Kanker Ginekologi. Jakarta, 2003:14-28
5. Campion M. Preinvasive disease. In: Berek Js, Hacker NF. Practical gynecologic oncology.
3rd Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2000; 271-315
6. Mardjikoen P. Tumor ganas alat genital. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi
T. Editor. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 1999;380-9
7. Kusuma F, Moegni EM. Penatalaksanaan Tes Pap Abnormal. Cermin Dunia Kedokteran 2001;
133:19-22
8. Sjamsuddin S. Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Cermin Dunia Kedokteran
2001;133:9-14
9. Harahap RE. Neoplasia intraepithelial serviks (NIS). Jakarta: UI Press, 1984:1-77
10. Wright TC, Kurman RJ, Ferenzy A. Precancerous lesions of the cervix. In: Kurman RJ. Ed.
Blaustein’s pathology of the female genital tract. 4th ed. New York: Springer-Verlag, 1994;229-
277
11. Jong WD, Syamsuhidayat R. 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. EGC. Jakarta
12. Zuhroni. 2010. Pandangan Islam terhadap Masalah Kedokteran dan Kesehatan. Universitas
YARSI. Jakarta
13. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kandungan. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai