Daftar Isi
Daftar Isi
SKENARIO 3 ......................................................................................................................................... 2
KATA SULIT ......................................................................................................................................... 3
PERTANYAAN ..................................................................................................................................... 4
JAWABAN ............................................................................................................................................. 5
HIPOTESIS............................................................................................................................................. 6
SASARAN BELAJAR ........................................................................................................................... 7
LI.1. Memahami dan menjelaskan Perdarahan pervaginam ................................................................... 8
LO.1.1.Definisi ................................................................................................................................... 8
LO.1.2.Etiologi ................................................................................................................................... 8
LO.1.3.Patologi ................................................................................................................................... 9
LO.1.4.Manifestasi klinik ................................................................................................................... 9
LO.1.5.Diagnosis .............................................................................................................................. 11
LO.1.6.Penatalaksanaan .................................................................................................................... 11
LI.2. Memahami dan menjelaskan CA serviks ..................................................................................... 12
LO.2.1.Definisi ................................................................................................................................. 12
LO.2.2.Epidemiologi ........................................................................................................................ 12
LO.2.3.Etiologi dan Faktor Risiko .................................................................................................... 12
LO.2.4.Klasifikasi ............................................................................................................................. 14
LO.2.5.Patofisiologi .......................................................................................................................... 17
LO.2.6.Manifestasi klinis .................................................................................................................. 21
LO.2.7.Diagnosis dan diagnosis banding.......................................................................................... 21
LO.2.8.Tatalaksana ........................................................................................................................... 31
LO.2.9.Komplikasi............................................................................................................................ 35
LO.2.10.Pencegahan ......................................................................................................................... 36
LO.2.11.Prognosis ............................................................................................................................ 37
LI.3. Memahami dan menjelaskan Etika pemeriksaan dalam ajaran islam .......................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 40
SKENARIO 3
PERDARAHAN PERVAGINAM
Seorang wanita umur 45 tahun berobat ke rumah sakit dengan keluhan keluar darah
dari vagina terutama setelah berhubungan seksual, disertai riwayat keputihan. Pasien
mempunyai 5 orang anak, terkecil umur 10 tahun.
Dari pemeriksaan fisik, tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis, TD 130/80
mHg, tempratur 36,5°C. Haid tidak teratur, riwayat nyeri haid disangkal. Dokter meminta
perawat untuk mempersiapkan dan mendampingi pemeriksaan. Pasien belum pernah
melakukan pemeriksaan papsmear. Pemeriksaan perut, inspeksi, palpasi dan perkusi
dalam batas normal. Begitupula vulva tidak ada kelainan. Inspekulo : dinding vagina
dalam batas normal, servik membesar berbenjol, dinding rapuh dan mudah berdarah.
Tampak leukorea warna putih kekuningan, tidak berbau. Vaginal toucher : servik
membesar, berbenjol, contact bleeding (+), uterus sebesar telur bebek, mobile, ovarium
tidak membesar. Untuk menegakan diagnosis, dokter melakukan pemeriksaan
penunjang.
KATA SULIT
1. Leukorea : keputihan
2. contact bleeding : perdarahan saat kontak langsung
PERTANYAAN
1. Mengapa haid tidak teratur ?
2. Apa yang menyebabkan contact bleeding (+)?
3. Mengapa serviks membesar?
4. Apa kemungkinan penyakit pasien ini?
5. Adakah hubungan multipara dengan penyakit pasien?
6. Apasaja faktor risiko pada penyakit ini?
7. Apa etika vaginal toucher pada islam?
8. Apa pemeriksaan penunjang pada kasus ini?
9. Mengapa leukorea tidak berbau?
10. Bagaimana cara membedakan antara darah haid dengan darah pervaginam?
JAWABAN
1. Karena endometrium sudah tidak normal
2. Ca → mitosis tinggi → sel muda belum matur → maturasi terganggu → sel muda
rapuh → gesekan saat kontak langsung → pembuluh darah terbuka
3. Karena terinfeksi HPV → inflamasi → serviks membesar
4. CA serviks, Endometriosis, Infeksi akibat HPV
5. Hamil ˃ 2x → faktor risiko tinggi karena ada perubahan hormon maka lebih mudah
terkena HPV dan CA.
6. Berganti pasangan, genetik, multipara, menikah usia muda, menarche, sistem imun
yang lemah, rokok, IUD, terinfeksi HPV
7. Inform consent, edukasi, di temani perawat atau keluarga
8. Pap smear, MRI, USG, tumor marker dan Lab
9. Karena leukorea masih fisiologis
10. Dilihat dari waktunya dan kontak langsung pada vagina
a. Bila haid ˃ 15 hari → darah penyakit
b. Bila haid ˂ 15 hari → haid
c. Perdarahan pervaginam bila ada kontak, missal : vaginal toucher, hubungan
seksual
HIPOTESIS
Ketidakseimbangan hormone, berganti pasangan, multipara, genetik dan infeksi
HPV merupakan factor risiko terjadinya penyakit CA serviks, endometriosis dan infeksi
HPV. Yang menyebabkan gejala berupa haid tidak teratur, serviks membesar, leukorea
dan contact bleeding (+). Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pap smear,
USG, MRI, tumor marker, vaginal toucher dan Lab. Apabila dokter melakukan
pemeriksaan vaginal toucher harus sesuai dengan etika islam seperti inform consent,
edukasi dan ditemani perawat atau keluarga pasien.
SASARAN BELAJAR
Ada dua macam perdarahan di luar haid yaitu metroragia dan menometroragia
1. Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus haid.
Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting dan dapat lebih
diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah kelainan organik
(polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma serviks), kelainan fungsional dan
penggunaan estrogen eksogen
2. Menoragia adalah Perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari dengan jumlah darah
kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan pengobatan kasus ini sama dengan
hipermenorea
LO.1.2.Etiologi
Sebab – sebab organic
Perdarahan dari uterus, tuba dan ovarium disebabkan olah kelainan pada:
serviks uteri; seperti polip servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada portio uteri,
karsinoma servisis uteri.
Korpus uteri; polip endometrium, abortus imminens, abortus insipiens, abortus incompletus,
mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korpus uteri, sarkoma uteri,
mioma uteri.
Sebab fungsional:
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik,
dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur
antara menarche dan menopause. Tetapi kelainan inui lebih sering dijumpai sewaktu masa
permulaan dan masa akhir fungí ovarium.
Dua pertiga wanita dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan
disfungsional berumur diatas 40tahun, dan 3 % dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek
dijumpai pula perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini
biasanya dapat sembuh sendiri, jarana diperlukan perawatn di rumah sakit.
LO.1.3.Patologi
Menurut schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus
dan ovario pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan
yang dinamakan metropatia hemorrágica terjadi karena persistensi folikel yang tidak
pecah sehingga tidak terjadi ovulasidan pembentukan corpus luteum.
Akibatnya terjadilah hiperplasia endometrium karena stimulasi estrogen yang
berlebihan dan terus menerus. Penelitian menunjukan pula bahwa perdarahan
disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium yaitu
endometrium atropik, hiperplastik, ploriferatif, dan sekretoris, dengan endometrium jenis
non sekresi merupakan bagian terbesar. Endometrium jenis nonsekresi dan jenis sekresi
penting artinya karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan anovulatori dari
perdarahan ovuloatoir.
Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena kedua jenis perdarahan
disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan
yang berbeda.
Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoir gangguan dianggap berasal dari
factor-faktor neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik, yang mekanismenya
Belem seberapa dimengerti, sedang perdarahan anovulatoir biasanya dianggap
bersumber pada gangguan endokrin.
LO.1.4.Manifestasi klinik
a. Perdarahan ovulatory
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10 % dari perdarahan disfungsional
dengan siklus pendek (polimenore) atau panjang (oligomenore). Untuk menegakan
diagnosis perdarahan ovulatori perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jira
karena perdarhan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka
Madang-kadang bentuk survei suhu badan basal dapat menolong.
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi
tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya:
1) korpus luteum persistens
Dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium
yang membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kelainan ektopik karena riwayat
penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukan banyak persamaan antara
keduanya. Korpus luteum persistens dapat menimbulkan pelepasan endometrium yagn
tidak teratur (irregular shedding).
Diagnosis ini di buat dengan melakukan kerokan yang tepat pada waktunya, yaitu
menurut Mc. Lennon pada hari ke 4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai
endometrium dalam tipe sekresi disamping nonsekresi.
2) insufisiensi korpus luteum
Hal ini dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenore.
Dasarnya ahíla kurangntya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH realizing
factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok
dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang
bersangkutan.
3) apopleksia uteri
Pada wanita dengan hipertensi dapat terjado pecahnya pembuluh darah dalam
uterus.
4) kelainan darah
Seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam mekasnisme
pembekuan darah.
b. Perdarahan anovulatoir
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan
menurunya Kadar estrogen dibawah tingkat tertentutimbul perdarahan yang Madang-
kadang bersifat siklik, Kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkutpautnya dengan jumlah folikel yang pada
statu waktu fungsional aktif. Folikel – folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum
mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel – folikel baru. Endometrium
dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus dan dari endometrium yang mula-mula
ploriferasidapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik.Jika gambaran ini
diperoleh pada kerokan maka dapat disimpulkan adanya perdarahan anovulatoir.
Perdarahan fungsional dapat terjadi pada setiap waktu akan tetapi paling sering
pada masa permulaan yaitu pubertas dan masa pramenopause.
Pada masa pubertas perdarahan tidak normal disebabkan oleh karena gangguan
atau keterlambatan proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan
realizing faktor tidak sempurna. Pada masa pramenopause proses terhentinya fungsi
ovarium tidak selalu berjalan lancar.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan
lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoir, pada seorang
dewasa dan terutama dalam masa pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak
diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan
penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun,
tumor-tumor ovarium dan sebagainya. Akan tetapi disamping itu terdapat banyak wanita
dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakit-penyakit tersebut. Selain itu
faktor psikologik juga berpengaruh antara lain stress kecelakaan, kematian, pemberian
obat penenang terlalu lama dan lain-lain dapat menyebabkan perdarahan anovulatoir.
LO.1.5.Diagnosis
1. Perlu ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang
pendek atau oleh oligomenore/amenorhe, sifat perdarahan ( banyak atau sedikit-sedikit,
sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainnya.
2. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke arah
kemungkinaan penyakit metabolik, endokrin, penyakit menahun. Kecurigaan terhadap
salah satu penyait tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan
dengan teliti ke arah penyakit yang bersangkutan.
3. Pada pemeriksaan gynecologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan
organik yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan
terganggu).
4. Pada pubertas tidak perlu dilakukan kerokan untuk menegakan diagnosis. Pada wanita
umur 20-40 tahun kemungkinan besar adalah kehamilan terganggu, polip, mioma
submukosum,
5. Dilakukan kerokan apabila sudah dipastikan tidak mengganggu kehamlan yang masih
bisa diharapkan. Pada wanita pramenopause dorongan untuk melakukan kerokan adalah
untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas.
LO.1.6.Penatalaksanaan
1. Istirahat baring dan transfusi darah
2. Bila pemeriksaan gynecologik menunjukan perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada abortus
inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon steroid.
Dapat diberikan :
Estrogen dalam dosis tinggi
Supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan berhenti. Dapat diberikan secar IM
dipropionasestradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg. Tetapi
apabila suntikan dihentikan perdarahan dapat terjadi lagi
progesteron
Pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium, dapat diberikan
kaproas hidroksi progesteron 125 mg, secara IM, atau dapat diberikan per os sehari nirethindrone
15 mg atau asetas medroksi progesteron (provera) 10 mg, yang dapat diulangi berguna dalam
masa pubertas.
Faktor Risiko
Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim. Semakin tua
usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim.
Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari
meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta
makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.
Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu
muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim
10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Pada
usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan
terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar termasuk
zat-zat kimia yang dibawa sperma. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh
lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi.
Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker.
Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan.
Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah
satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di
permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak
terkendali sehingga menjadi kanker.
Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-
obatan antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang
merangsang terjadinya kanker.
Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena
kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian
menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat
lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan
serviks di samping meropakan ko-karsinogen infeksi virus.
Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak,
apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang
ada, seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan
risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang
ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ
reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan
timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit
kanker leher rahim.
Riwayat kanker serviks pada keluarga. Bila seorang wanita mempunyai saudara
kandung atau ibu yang mempunyai kanker serviks, maka ia mempunyai
kemungkinan 2-3 kali lebih besar untuk juga mempunyai kanker serviks
dibandingkan dengan orang normal.
Penggunaan jangka panjang (lebih dari 5 tahun) kontrasepsi oral.
LO.2.4.Klasifikasi
Stadium
Tingkat Keganasan Klinik Menurut FIGO
Tingkat Kriteria
II
Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3 bagian atas
vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.
IIa Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat tumor.
Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke dinding
IIb panggul
Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa
rektum dan atau kandung kemih.
IV
Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa
rektum dan atau kandung kemih.
IVa
IVb
Berdasarkan gambaran histologinya,kelainan prekanker dapat peringkatkan sebagai
berikut:
CIN(SIL) I : displasia ringan
CIN II : displasi sedang
CIN III : displasia berat dan karsinoma in situ
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor
dapat menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam (hipogastrika). Penyebaran
melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis) tidak lazim. Karsinoma serviks
umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi immunologik
tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus
membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat
dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm dari membrana
basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa atau darah, maka
prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma serviks, akan
tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut
sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran
secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar)
menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung kemih, yang pada tingkat
akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih.
Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar limfa regional melalui
ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta,
dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena
subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan otak.
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan karena perdarahan-
perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi
ureter di tempat ureter masuk ke dalam kandung kencing.
Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum ke
dalam vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran secara
limfogen terjadi terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar
di pelvis minor, baru kemudian mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi
penyebaran hematogen (hepar, tulang).
Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang
bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal.
4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau dan dapat
bercampur dengan darah.
6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul.
Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis.
Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat
metastasis jauh.
c. Pemeriksaan Ginekologi
1. Menemukan sel abnormal atau sel yang dapat berkembang menjadi kanker
termasuk infeksi HPV).
2. Untuk mendeteksi adanya pra-kanker, ini sangat penting ditemukan sebelum
seseorang menderita kanker.
3. Mendeteksi kelainan – kelainan yang terjadi pada sel-sel leher rahim.
4. Mendeteksi adanya kelainan praganas atau keganasan servik uteri
Waktu pemeriksaan
Waktu yang digunakan dalam pemeriksaan pap smear dapat dilakukan pada 2
minggu setelah menstruasi dan sebelum menstruasi berikutnya.
5. Radiologi
a. Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada
saluran pelvik atau peroartik limfe.
b. Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap
lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.
Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih
dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium,
dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen
/ pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau
terkenanya nodus limpa regional (Gale & charette, 1999).
6. Petanda Tumor
Antigen terkait karsinoma skuamosa (SCCag/ squamous cell Ca associated
antigen). Merupakan glikoprotein dengan bobot molekul 42-48 kDa. Batas atas dalam
serum orang sehat adalah 1.5ug/L. Makna klinis terutama untuk mendeteksi kadar serum
pasien karsinoma sel skuamosa.
7. Thin Prep
Metode Thin prep lebih akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear hanya
mengambil sebagian dari sel-sel di serviks atau leher rahim, maka Thin prep akan
memeriksa seluruh bagian serviks atau leher rahim. Tentu hasilnya akan jauh lebih akurat
dan tepat.
8. IVA
IVA yaitu singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat. Metode
pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat.
Kemudian diamati apakah ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada
perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks. Anda dapat
melakukan di Puskesmas dengan harga relatif murah. Ini dapat dilakukan hanya untuk
deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang
lebih lanjut harus dilakukan.
Diagnosis banding
Membedakan
Kondisi tanda / gejala Membedakan tes
Infeksi HPV Tidak ada massa, Tes HPV DNA diindikasikan dengan Pap smear
tidak ada atipikal (ASCUS – atypical squamous cells of
perdarahan undetermined significance).
abnormal, Para koilosit merujuk pada karakteristik dari
biasanya tidak ada penampakan sel HPV yang terinfeksi dan
gejala. patognomonik pada keadaan HPV. Koilositosis
sering berulang, tapi displasia memerlukan
penelitian lebih lanjut dan tindakan lanjut.
Infeksi Klamidia dan Pap smear mungkin belum tentu akurat karena
panggul gonore yang perubahan inflamasi. Tes klamidia dan gonore,
berhubungan sediaan basah, kultur, tes kalium hidroksida
dengan demam, (KOH) dapat mengidentifikasi infeksi.
nyeri, dan
keputihan, ta
pi mungkin tanpa
gejala.
LO.2.8.Tatalaksana
Tiga jenis utama dari pengobatan untuk kanker serviks adalah operasi,
radioterapi, dan kemoterapi.
a. Stadium pra kanker hingga 1A biasanya diobati dengan histerektomi. Bila pasien
masih ingin memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy dapat menjadi pilihan.
b. Biopsi Cone. Selama operasi ini, dokter menggunakan scalpel untuk mengambil
selembar jaringan serviks berbentuk cone dimana abnormalitas ditemukan
c. Loop electrosurgical excision procedure (LEEP). Teknik ini menggunakan
lintasan kabel untuk memberikan arus listrik, yang memotong seperti pisau bedah ,
dan mengambil sel dari mulut serviks
d. Untuk stadium IB dan IIA kanker serviks: Bila ukuran tumor < 4cm: radikal
histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa kemoterapi. Bila ukuran tumor >4cm:
radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi, ataupun kemo berbasis
cisplatin dilanjutkan dengan histerektomi
- Kanker serviks stadium lanjut (IIB-IVA) dapat diobati dengan
radioterapi dan kemo berbasis cisplatin.
- Pada stadium sangat lanjut (IVB), dokter dapat mempertimbangkan
kemo dengan kombinasi obat, misalnya hycamtin dan cisplatin.
Pembedahan untuk Kanker Serviks
Cryosurgery
Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair dimasukkan ke dalam
vagina dan pada leher rahim. Ini membunuh sel-sel abnormal dengan cara membekukan
mereka. Cryosurgery digunakan untuk mengobati kanker serviks yang hanya ad adi
dalam leher rahim (stadium 0), tapi bukan kanker invasif yang telah menyebar ke luar
leher rahim.
Bedah Laser
Sebuah sinar laser digunakan untuk membakar sel-sel atau menghapus sebagian
kecil dari jaringan sel rahim untuk dipelajari. Pembedahan laser hanya digunakan sebagai
pengobatan untuk kanker serviks pra-invasif (stadium 0).
Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher rahim. Hal ini
dilakukan dengan menggunakan pisau bedah atau laser tau menggunakan kawat tipis
yang dipanaskan oleh listrik (prosedur ini disebut LEEP atau LEETZ). Pendekatan ini
dapat digunakan untuk menemukan atau mengobati kanker serviks tahap awal (0 atau I).
Hal ini jarang digunakan sebagai satu-satunya pengobatan kecuali untuk wanita dengan
kanker serviks stadium dini yang mungkin ingin memiliki anak. Setelah biopsi, jaringan
(berbentuk kerucut) diangkat untuk diperiksa di bawah mikroskop. Jika batas tepi dari
kerucut itu mengandung kanker atau pra-sel kanker, pengobatan lebih lanjut akan
diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh sel-sel kankernya telah diangkat.
Histerektomi
Trachelektomi
Ekstenterasi Panggul
Selain mengambil semua organ dan jaringan yang disebutkan di atas, pada jenis
operasi ini: kandung kemih, vagina, dubur, dan sebagian usus besar juga diangkat.
Operasi ini digunakan ketika kanker serviks kambuh kembali setelah pengobatan
sebelumnya.
Jika kandung kemih telah diangkat, sebuah cara baru untuk menyimpan dan
membuang air kecil diperlukan. Sepotong usus pendek dapat digunakan untuk membuat
kandung kemih baru. Urine dapat dikosongkan dengan menempatkan sebuah tabung
kecil (disebut kateter) ke dalam lubang kecil di perut tersebut (disebut: urostomi). Atau
urin bisa mengalir ke kantong plastik kecil yang ditempatkan di bagian depan perut.
Pada kanker serviks stadium awal, biasanya dokter akan memberikan radioterapi
(external maupun internal). Kadang radioterapi juga diberikan sesudah pembedahan.
Akhir-akhir ini, dokter seringkali melakukan kombinasi terapi (radioterapi dan
kemoterapi) untuk mengobati kanker serviks yang berada antara stadium IB hingga IVA.
Yaitu, antara lain bila ukuran tumornya lebih besar dari 4 cm atau bila kanker ditemukan
telah menyebar ke jaringan lainnya (di luar serviks), misalnya ke kandung kemih atau
usus besar.
a. Radioterapi eksternal : berarti sinar X diarahkan ke tubuh Anda (area panggul) melalui
sebuah mesin besar.
b. Radioterapi internal : berarti suatu bahan radioaktif ditanam ke dalam rahim/leher rahim
Anda selama beberapa waktu untuk membunuh sel-sel kankernya. Salah satu metode
radioterapi internal yang sering digunakan adalah brachytherapy.
Brachytherapy telah digunakan untuk mengobati kanker serviks sejak awal abad
ini. Pengobatan yang ini cukup sukses untuk mengatasi keganasan di organ kewanitaan.
Baik radium dan cesium telah digunakan sebagai sumber radioaktif untuk memberikan
radiasi internal
Efek Samping Radioterapi Ada beberapa efek samping dari radioterapi, yaitu:
- Kelelahan
- Sakit maag
- Sering ke belakang (diare)
- Mual
- Muntah
- Perubahan warna kulit (seperti terbakar)
- Kekeringan atau bekas luka pada vagina yang menyebabkan senggama
menyakitkan
Kemoterapi dapat menyebabkan efek samping. Efek samping ini akan tergantung
pada jenis obat yang diberikan, jumlah/dosis yang diberikan, dan berapa lama
pengobatan berlangsung. Efek samping bisa termasuki:
LO.2.9.Komplikasi
1. Pasca operatif
- Gangguan berkemih
- Fistula (lorong atau saluran) ureter atau kandung kemih
- Emboli paru
- Obstruksi saluran cerna
- Trauma syaraf
2. Pasca kemoteraphy
- Sakit maag dan muntah (dokter bisa memberikan obat mual/muntah)
- Kehilangan nafsu makan
- Kerontokan rambut jangka pendek
- Sariawan
- Meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi (kekurangan sel darah putih)
- Pendarahan atau memar bila terjadi luka (akibat kurang darah)
- Sesak napas (dari rendahnya jumlah sel darah merah)
- Kelelahan
- Menopause dini
- Hilangnya kemampuan menjadi hamil (infertilitas)
3. Pasca radiotheraphy
- Kelelahan
- Sakit maag
- Sering ke belakang (diare)
- Mual
- Muntah
- Perubahan warna kulit (seperti terbakar)
LO.2.10.Pencegahan
a. Tidak melakukan kegiatan seksual di usia dini ( < 20 tahun), karena secara fisik seluruh
organ intim dan yang terkait pada wanita baru matang pada usia 21 tahun.
b. Tidak berganti-ganti pasangan seksual lebih dari satu
c. Melakukan vaksinasi HPV
- Vaksin HPV dapat mencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18. Dan dapat diberikan
mulaidari usia 10-35 tahun, dalam bentuk suntikan sebanyak 3 kali (1-2-7 bulan).
d. Bagi wanita yang aktif secara seksual, atau sudah pernah berhubungan seksual,
dianjurkan untuk melakukan tes HPV, Pap Smear, atau tes IVA, untuk mendeteksi
keberadaanHuman Papilloma Virus (HPV), yang merupakan biang keladi dari
tercetusnya penyakit kanker serviks.
e. Menjaga pola makan seimbang dan bergizi, serta menjalani gaya hidup sehat
(berolahraga).
f. Sebisa mungkin untuk menghindari fakto resiko yang memudahkan terinfeksi HPV
LO.2.11.Prognosis
Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut
dihubungkan dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif, stadium
lanjut, bahkan stadium terminal (Suwiyoga, 2000; Nugroho, 2000). Selama ini, beberapa
cara dipakai menentukan faktor prognosis adalah berdasarkan klinis dan histopatologis
seperti keadaan umum, stadium, besar tumor primer, jenis sel, derajat diferensiasi
Broders. Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years
survival rate untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira
- kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%.
• Stadium 0 100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
• Stadium 1 Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi IA dan IB. Dari
semua wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar
95%. Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk
wanita dengan kanker pada limfonodi mereka.
• Stadium 2 Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. Dari semua
wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70-
90%. Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
• Stadium 3 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%.
• Stadium 4 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%. 6.
Stadium 5 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 5-10%.
Hukum asalnya, apabila ada dokter umum dan dokter spesialis dari kaum
Muslimah, maka menjadi kewajiban kaum Muslimah untuk menjatuhkan pilihan
kepadanya.Meski hanya sekedar keluhan yang paling ringan, flu batuk pilek sampai pada
keadaan genting, semisal persalinan ataupun jika harus melakukan pembedahan.
Berkaitan dengan masalah itu, Syaikh Bin Bâz rahimahullah mengatakan:
“Seharusnya para dokter wanita menangani kaum wanita secara khusus, dan
dokter lelaki melayani kaum lelaki secara khusus kecuali dalam keadaan yang sangat
terpaksa. Bagian pelayanan lelaki dan bagian pelayanan wanita masing-masing
disendirikan, agar masyarakat terjauhkan dari fitnah dan ikhtilat yang bisa
mencelakakan.Inilah kewajiban semua orang”.
Lajnah Dâ-imah juga menfatwakan, bila seorang wanita mudah menemukan
dokter wanita yang cakap menangani penyakitnya, ia tidak boleh membuka aurat atau
berobat ke seorang dokter lelaki. Kalau tidak memungkinkan maka ia boleh
melakukannya.
Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa, Islam memang membolehkan
untuk menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan.Selama mendatangkan
maslahat, seperti untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya. Seorang
muslimah yang keadaannya benar-benar dalam kondisi terhimpit dan tidak ada pilihan,
(maka) ia boleh pergi ke dokter lelaki, baik karena tidak ada ada seorang dokter muslimah
yang mengetahui penyakitnya maupun memang belum ada yang ahli.Allah Ta`ala
menyebutkan dalam firman-Nya surat al-An'âm/6 ayat 119:
"(padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya)"
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus
mengikuti rambu-rambu yang wajib untuk ditaati.Tidak berlaku secara
mutlak.Keberadaan mahram adalah keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga
tatkala seorang muslimah terpaksa harus bertemu dan berobat kepada dokter lelaki, ia
harus didampingi mahram atau suaminya saat pemeriksaan. Tidak berduaan dengan sang
dokter di kamar praktek atau ruang periksa.
DAFTAR PUSTAKA