Disusun Oleh:
Ahmad Sarip
[KHGD.17048]
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya.(bruner and sudarth, 2001)
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (silvia,
A. Price, 2005)
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu bentuk pembedahan dengan
pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur.
2. Etiologi
a. Kekerasan langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
3. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan . Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.
4. Manifestasi klinik
5. Pemeriksaan penunjang
Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis pemeriksaan yang dapat dilakukan
adalah:
a. Pemeriksaan rotgen (sinar X) untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur/trauma.
b. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI untuk memperlihatkan fraktur. Pemeriksaan
penunjang ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram, dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap
Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan jumlah
sel darah putih adalah respons stress normal setelah trauma.
e. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
f. Profil koagulasi
6. Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multipel, atau cedera hati
B. PATHWAY
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran
mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian Sekunder
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan dan kesehatan
1) Riwayat keluarga denga tumor
2) Terpapar radiasi berlebih.
3) Adanya riwayat masalah visual-hilang ketajaman penglihatan dan diplopia
4) Kecanduan Alkohol, perokok berat
5) Terjadi perasaan abnormal
6) Gangguan kepribadian / halusinasi
b. Pola nutrisi metabolik
1) Riwayat epilepsy
2) Nafsu makan hilang
3) Adanya mual, muntah selama fase akut
4) Kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan
5) Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan Faringeal)
c. Pola eliminasi
1) Perubahan pola berkemih dan buang air besar (Inkontinensia)
2) Bising usus negatif
d. Pola aktifitas dan latihan
1) Gangguan tonus otot terjadinya kelemahan otot, gangguan tingkat
kesadaran
2) Resiko trauma karena epilepsy
3) Hamiparase, ataksia
4) Gangguan penglihatan
5) Merasa mudah lelah, kehilangan sensasi (Hemiplegia)
e. Pola tidur dan istirahat
1) Susah untuk beristirahat dan atau mudah tertidur
f. Pola persepsi kognitif dan sensori
1) Pusing
2) Sakit kepala
3) Kelemahan
4) Tinitus
5) Afasia motorik
6) Hilangnya rangsangan sensorik kontralateral
7) Gangguan rasa pengecapan, penciuman dan penglihatan
8) Penurunan memori, pemecahan masalah
9) kehilangan kemampuan masuknya rangsang visual
10) Penurunan kesadaran sampai dengan koma.
11) Tidak mampu merekam gambar
12) Tidak mampu membedakan kanan/kiri
g. Pola persepsi dan konsep diri
1) Perasaan tidak berdaya dan putus asa
2) Emosi labil dan kesulitan untuk mengekspresikan
h. Pola peran dan hubungan dengan sesame
1) Masalah bicara
2) Ketidakmampuan dalam berkomunikasi ( kehilangan komunikasi verbal/
bicara pelo )
i. Reproduksi dan seksualitas
1) Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas
2) Pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
1) Adanya perasaan cemas,takut,tidak sabar ataupun marah
2) Mekanisme koping yang biasa digunakan
3) Perasaan tidak berdaya, putus asa
4) Respon emosional klien terhadap status saat ini
5) Orang yang membantu dalam pemecahan masalah
6) Mudah tersinggung
k. Sistem kepercayaan
1) Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu
3. Diagnosa keperawatan
Post operatif
6. Mempercepat proses
6. Memberikan diit tinggi protein , penyembuhan, mencegah
vitamin , dan mineral. penurunan BB, karena pada
immobilisasi biasanya terjadi
penurunan BB
Pemberian obat-obatan :
6. antibiotika dan TT (Toksoid 6. Untuk mencegah kelanjutan
Tetanus) terjadinya infeksi dan
pencegahan tetanus.
5. Implementasi keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi
6. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan outcome
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer Suzanne, C (2001). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi
8. Vol 3. Jakarta. EGC