Anda di halaman 1dari 11

KEMAJUAN BELAJAR SISWA PADA GEOMETRI TRANSFORMASI

MENGGUNAKAN AKTIVITAS REFLEKSI GEOMETRI

Irkham Ulil Albab, Yusuf Hartono, dan Darmawijoyo


Universitas Sriwijaya
email: irkhamulilalbab@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemajuan belajar siswa pada materi
geometri transformasi yang didukung dengan serangkaian aktivitas belajar berdasarkan Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia. Penelitian didesain melalui tiga tahap, yaitu tahapan perancangan
desain awal, pengujian desain melalui pembelajaran awal dan pembelajaran eksperimental, dan tahap
analisis retrospektif. Dalam penelitian ini, Hypothetical Learning Trajectory, HLT (HLT) berperan
penting sebagai desain pembelajaran sekaligus instrumen penelitian. HLT diujikan terhadap 26 siswa
kelas VII. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara, pengamatan, dan catatan lapangan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa desain pembelajaran ini mampu menstimulasi siswa untuk mem-
berikan karakteristik refleksi dan transformasi geometri lainnya secara informal, mengklasifikasi-
kannya dalam transformasi isometri pada level kedua, dan menemukan garis bantuan refleksi pada
level yang lebih formal. Selain itu, garis bantuan refleksi digunakan oleh siswa untuk menggambar
bayangan refleksi dan pola pencerminan serta memahami bentuk rotasi dan translasi sebagai kom-
binasi refleksi adalah level tertinggi.

Keyword: transformasi geometri, kombinasi refleksi, rotasi, translasi, design research, HLT

STUDENTS’ LEARNING PROGRESS ON TRANSFORMATION GEOMETRY


USING THE GEOMETRY REFLECTION ACTIVITIES

Abstract: This study was aimed at describing the students’ learning progress on transformation
geometry supported by a set of learning activities based on Indonesian Realistic Mathematics
Education. The study was designed into three stages, that is, the preliminary design stage, the design
testing through initial instruction and experiment, and the restrospective analysis stage. In this study,
Hypothetical Learning Trajectory (HLT) played an important role as an instructional design and a
research instrument. HLT was tested to 26 seventh grade students. The data were collected through
interviews, observations, and field notes. The findings of the study showed that this instructional
design could stimulate students to provide reflection characteristics and other transformation geometry
informally, to classify them in the transformation isometry in the second level, and to find the ref-
lection supporting line in the more formal level. In addition, the reflection supporting line was used by
the students to draw the reflection image and the mirroring pattern and to understand the rotation and
translation shapes as a combination of reflection at the highest level.

Keyword: geometric transformation, rotation, translation, and HLT

PENDAHULUAN siswa; serta meningkatkan kemampuan spasial


Pengetahuan mengenai transformasi geo- siswa. Berkaitan dengan hal tersebut, konsep
metri sangat berguna bagi siswa untuk mem- geometri transformasi harus benar-benar di-
bangun kemampuan spasial, kemampuan pe- kuasai oleh siswa. Akan tetapi, memahami kon-
nalaran geometri, dan memperkuat pembuktian sep geometri transformasi masih sulit bagi sis-
matematika (Edward, 1997:187). Kemampuan- wa.
kemampuan itu (Patterson, 1973:90) dapat mem- Penelitian mengungkapkan bahwa siswa
buat siswa mengeksplorasi konsep matematika mengalami kesulitan dalam memahami konsep
abstrak tentang konsep kongruen, simetri, kese- dan variasi yang dimunculkan dan kesulitan
bangunan, dan garis paralel; memperkaya pe- dalam mengidentifikasi transformasi meliputi
ngalaman, pemikiran dan imaginasi geometri translasi, refleksi, rotasi dan kombinasi trans-

338
339

formasi tersebut (Clements & Burns, 2000:42; Pengajaran Geometri transformasi mengguna-
Olson, Zenigami & Okazaki, 2008:25; Rollick, kan PMRI telah membantu siswa dalam mema-
2009:397). Selain itu, siswa kurang memahami hami dan membangun konsepnya. Zulkardi
bagaimana suatu bangun direflesksikan ataupun (2002:93) mengungkapkan bahwa banyak siswa
dicerminkan. lebih bisa mengungkapkan pendapat dan yang
Penelitian yang dilakukan oleh Morris paling penting mereka mampu memecahkan
dan Paulsen (2011:129) mengungkapkan bahwa masalah geometri transformasi sendiri. Selain
beberapa siswa sudah bisa melakukan transfor- itu, Helsa dan Yusuf (2011:93) mengemukakan
masi untuk objek geometris yang sederhana, bahwa melalui aktivitas-aktivitas yang didesain
akan tetapi mereka mengalami kesulitan ketika dengan PMRI siswa terlatih untuk berargumen-
menemukan permasalahan rotasi dan refleksi tasi dan berpikir kritis selain pembelajarannya
untuk bangun yang lebih kompleks. Selain itu, menarik dan membuat siswa antusias. Pem-
siswa juga mengalami kesulitan dalam mem- belajaran geometri dengan pendidikan matema-
bangun bukti transformasi geometris secara tika realistik juga sudah terbukti berhasil me-
aljabar (Naidoo, 2010:40). Pembuktian secara ningkatkan prestasi belajar siswa (Sarjiman,
aljabar yang merupakan bukti yang bersifat 2006:89; Supardi, 2012:244; Syahputra, 2013:
umum sangat penting untuk meningkatkan 365)
kemampuan pembuktian matematis. Sebagai Transformasi Geometri memiliki banyak
contoh siswa belum dapat menggeneralisasikan peranan dalam perkembangan matematika
bahwa refleksi titik A(x,y) ke sumbu X akan siswa. Edwards (1997:187) mengungkapkan
menghasilkan bayangan A’(x,-y). Kesulitan lain bahwa belajar transformasi geometri menyedia-
yang dialami oleh siswa salah satunya berkaitan kan kesempatan luas bagi pelajar untuk me-
dengan arah transformasi (Schultz, 1983:99). ngembangkan kemampuan visualisasi spasial-
Sebagai hasil dari perkembangan kuriku- nya dan penalaran geometri untuk memperoleh
lum pendidikan di dunia, kurikulum di Indo- kemampuan pembuktian matematis. Selain itu,
nesia juga mengalami perubahan yang dramatis ada tiga alasan utama mengapa siswa harus
sejak 2013. Kurikulum saat ini, menitikberatkan belajar geometri transformasi seperti yang di-
pada pembelajaran dengan situasi spesifik un- sampaikan Hollebrands (2003:55), yaitu mem-
tuk kemudian menarik simpulan secara kese- berikan kesempatan siswa untuk berpikir ten-
luruhan melalui pendekatan ilmiah (Kemdik- tang konsep matematika yang penting (seperti
bud, 2013:185). Tidak seperti pembelajaran simetri, fungsi, dan sebagainya), menyediakan
tradisional dimana retensi informasi hanya konteks yang membuat siswa berpikir me-
sekitar 10 persen setelah 15 menit sementara itu nyadari bahwa geometri transformasi melibat-
ukuran perolehan pemahaman kontekstual se- kan berbagai disiplin ilmu, dan memungkinkan
besar 25 persen, tetapi pada pembelajaran ber- siswa terlibat pada aktivitas yang menggunakan
basis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari reasoning tingkat tinggi melalui berbagai va-
guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua riasi. Bahkan menurut NCTM (2000:41), “Pro-
hari dan perolehan pemahaman kontekstual gram pengajaran mulai TK hingga SMA harus
sebesar 50-70 persen (Kemdikbud, 2013:185). bisa membuat siswa mampu menggunakan
Situasi spesifik yang disajikan dalam transformasi dan simetri untuk menganalisis
pendekatan ilmiah tersebut dapat dilakukan situasi matematis”.
dengan Pendidikan Matematika Realistik Indo- Penelitian ini berfokus pada transfor-
nesia (PMRI). PMRI yang merupakan adaptasi masi geometri yang tidak tidak mengubah ukur-
dari Pendekatan Realistic Mathematics Edu- an atau disebut transformasi isometri. Suatu
cation, menyarankan bahwa daripada mengajar transformasi dapat disebut sebagai suatu iso-
dari level formal, lebih baik, siswa diajari dari metri jika transformasi tersebut mengirim sem-
level informal dimana mereka mengenalnya di barang dua titik P1 dan P2 ke titik f(P1) dan f(P2)
kehidupan sehari-hari (Gravemeijer, 2010:42). dengan jarak antartitik bayangan sama dengan

Cakrawala Pendidikan, Oktober 2014, Th. XXXIII, No. 3


340

jarak antar titik asalnya. Dengan kata lain Dalam pengajaran pencerminan di
adalah: sekolah dasar, konsep pencerminan diajarkan
melalui garis simetri. Morris dan Paulsen
| f (P1) f (P2)| = |P1P2|
(2011:129) mendesain pembelajaran transfor-
(Stillwell, 2005:144).
masi dengan menggunakan bantuan tracing
Selama ini, telah ketahui ada beberapa paper dengan tujuan agar siswa terbantu secara
tipe transformasi geometri yaitu translasi (per- visual. Bantuan visualisasi berperan penting
pindahan), refleksi (pencerminan), rotasi (per- dalam pembelajaran Transformasi Geometri. Di
putaran) serta dilatasi (perbesaran). Dengan fo- dalam desain tersebut, objek yang diamati
kus penelitian pada transformasi isometri maka sebagai objek transformasi adalah bentuk poli-
dilatasi tidak dibahas dalam penelitian. Penge- gon. Hal tersebut serupa dengan penemuan
lompokan ini dapat dilihat dalam Gambar 1. Thaqi (2011:9) yang juga menyimpulkan dalam
Sementara itu, Kahfi (1997:105) menye- penelitiannya bahwa para pendidik lebih bisa
butkan dalam penelitiannya bahwa dalam R{2}, mengajarkan geometri transformasi dengan
pencerminan merupakan generator isometri bantuan gambar. Dia berpendapat bahwa untuk
(refleksi, translasi, rotasi dan refleksi-translasi). mempelajari transformasi, siswa bisa menemu-
Jika g adalah suatu isometri dalam bidang, kan sifat-sifat bayangan transformasi melalui
komposisi dari f dan g atau f o g juga me- visual. Sementara itu, menurut Naidoo (2010:
rupakan isometri (Blanco, 2011:2). Oleh karena 40), strategi yang paling efektif dalam pem-
itu translasi maupun rotasi yang disusun dari belajaran transformasi geometri adalah gabung-
komposisi pencerminan juga isometri. Suatu an antara visual dan analitik. Strategi dengan
translasi memindahkan setiap titik pada bidang bantuan visual dan analitik sudah bisa dilaku-
dengan mempertahankan ukuran dan arah kan untuk siswa smp karena siswa sudah mam-
(Stillwell, 2005: 58). Translasi membawa titik pu berpikir abstrak.
(x, y) ke titik(x+a, y+b). Translasi merupakan Dengan memperhatikan permasalahan
isometri tanpa titik tetap (Blanco, 2011:2). bahwa pengajaran yang dilakukan selama ini
Sementara itu rotasi adalah isometri dengan masih bersifat formal, saatnya pembelajaran
sebuah titik tetap yang merupakan pusat rotasi. Matematika itu bergerak dari transfer pengeta-
Untuk rotasi pengetahuan awal siswa adalah huan menuju pengajaran yang bermakna (Sem-
mengenal sudut 90°, 180°, 270° and 360° biring, Hoogland, & Dolk, 2010:41). Oleh ka-
termasuk arah putar rotasi (Morris dan Paulsen, rena itu, perlu adanya inovasi agar pengajaran
2011:129). Matematika menjadi lebih bermakna melalui
PMRI. Teori pembelajaran PMRI diawali dari
hal-hal yang riil atau pernah dialami siswa,
menekankan pada keterampilan proses, berdis-
Transformasi
kusi, berkolaborasi, beragumentasi dengan
teman sekelas sehingga pada akhirnya siswa
menemukan sendiri penyelesaian suatu masalah
Isometri dilatasi menggunakan matematika. Kebermaknaan kon-
sep matematika merupakan konsep utama dari
PMRI. Proses belajar siswa hanya akan terjadi
jika pengetahuan (knowledge) yang dipelajari
translasi refleksi rotasi bermakna bagi siswa (Freudenthal, 1991:45).
Prinsip PMRI sejalan dengan prinsip
yang ada dalam Realictic Mathematics Edu-
Gambar 1. Pengelompokan Jenis Geometri
cation (RME). Terdapat dua pandangan yang
Transformasi Berdasarkan Isometri
penting dari Freudenthal yaitu (1) mathematics
must be connected to reality; and (2) mathe-

Kemajuan Belajar Siswa pada Geometri Transformasi Menggunakan Aktivitas Refleksi Geometri
341

matics as human activity” (Zulkardi, 2002:9). lam pembelajaran, interaksi antar siswa
Situasi kehidupan siswa tidak selalu harus hal maupun interaksi antara siswa dan guru
yang nyata bagi siswa, semua hal yang dapat sangatlah dibutuhkan guna berjalannya pem-
dibayangkan atau terjangkau oleh imajinasinya belajaran yang komunikatif. Bentuk inter-
juga merupakan sesuatu yang riil bagi siswa. aksi dapat berupa negosiasi secara eksplisit,
Pandangan kedua mempunyai makna bahwa intervensi, diskusi, memberikan penjelasan,
matematika merupakan suatu aktivitas manusia komunikasi, kooperatif dan evaluasi.
dimana siswa diberikan suatu kesempatan untuk  The intertwining of various learning strands
belajar di dalam aktivitas matematika. Dengan (terintegrasi dengan topik pembelajaran
demikian diharapkan siswa dapat menemukan lainnya). Pengintegrasian materi pembelajar-
konsep atau ide matematika yang kemudian an akan membantu siswa untuk mempelajari
disebut model-of pemikiran siswa. matematika dengan cara yang efektif. Dalam
Karakteristik PMRI. Bakker (2004:6) aktivitas pembelajaran, materi akan dikait-
mengemukakan bahwa terdapat lima karakte- kan dengan pengetahuan lainnya seperti
ristik dalam pembelajaran matematika realistik aturan kesejajaran, simetri dan hubungan
yang digunakan sebagai landasan dalam me- antara pencerminan dengan rotasi dan
rancang pembelajaran (instructional design) translasi. Dengan demikian unit-unit belajar
yang kemudian diadopsi menjadi prinsip utama tidak akan dapat dicapai secara terpisah
PMRI, yaitu sebagai berikut. tetapi keterkaitan dan keterintegrasian harus
 Phenomenological exploration or the use of dieksploitasi dalam pemecahan masalah.
contexts (menggunakan masalah konteks- Widjaja, Dolk itu, & Fauzan (2010:168)
tual): Masalah kontekstual digunakan se- menemukan bahwa konteks yang bermakna
bagai titik tolak munculnya suatu konsep memunculkan pemikiran matematis dan diskusi
matematika. Kegiatan matematika dimulai di antara siswa. Jika hal ini dikombinasikan de-
dari situasi yang pernah dialami atau dapat ngan pertanyaan guru terkait dengan ide-ide
dibayangkan siswa. matematika, itu akan memungkinkan siswa
 The use of the models or bridging by vertical untuk berpikir pada tingkat pendekatan mate-
instruments (menggunakan model): Dalam matika yang berbeda. Para siswa diberi kebe-
pembelajaran matematika melalui pendekat- basan dan kesempatan untuk menangani dan
an PMRI, rumus matematika tidak ditransfer mengalami masalah mandiri. Namun, bukan
secara langsung. Siswa diarahkan pada pe- berarti guru tidak menyediakan bantuan untuk
ngembangan model, skema, dan simbolisasi. mereka. Guru memiliki peran penting untuk
Penggunaan model bertujuan untuk men- membantu dan membimbing siswa, efek pemi-
jembatani dari tahap kongkret ke tahap for- kiran dan pemahaman. Dalam studi ini, guru
mal. Model matematik yang diperoleh di- membantu siswa dengan mengajukan pertanya-
kembangkan oleh siswa sendiri. an menyelidik. Dengan demikian, para siswa
 The use of the students own productions and mulai berpikir tentang ide-ide matematika yang
constructions or students contribution (meng- diusulkan.
hargai ragam jawaban dan kontribusi siswa): Gravemeijer (2010:40) mengemukakan
Kontribusi yang besar pada proses belajar bahwa untuk mengembangkan kemampuan
mengajar diharapkan dari konstruksi siswa matematika formal, ada empat tahapan (level)
sendiri yang mengarahkan mereka dari dalam pembelajaran yaitu level situasional,
metode informal mereka ke arah yang lebih model of, model for, dan formal seperti ditun-
formal. jukkan Gambar 2.
 The interactive character of the teaching
process or interactivity (interaktivitas): Da-

Cakrawala Pendidikan, Oktober 2014, Th. XXXIII, No. 3


342

formal formal

model-for general

model-of referensial

situations situasional

Gambar 2. Level Pengembangan Matematika Formal

Implementasi dari keempat level tersebut ing dan teaching experiment, HLT berperan
adalah sebagai berikut. sebagai acuan bagi guru dan peneliti untuk
 Situasional level, level dasar dari emergent fokus pada apa yang akan diajarkan, diwawan-
modeling yang muncul dimana domain- carakan, serta diobservasikan. Pada tahap re-
spesifik, pengetahuan yang berdasarkan trospective analysis, HLT berperan sebagai pe-
situasi dan strategi-strategi yang bersifat doman fokus analisis (Bakker, 2004:40).
situasional digunakan di dalam penyelesaian Sebanyak 40 siswa kelas VII SMP dili-
konteks yang disajikan. batkan dalam penelitian ini di mana 6 siswa
 Referential level, penggunaan model-model berpartisipasi dalam preliminary design dan 26
dan strategi-strategi pada level ini mengacu siswa berpartisipasi dalam classroom teaching
pada situasi yang menggambarkan perma- experiment. Penelitian ini dibantu oleh seorang
salahan. guru model dan dilakukan di akhir semester
 General level, berfokus pada strategi-strategi gasal hingga awal semester genap tahun ajaran
yang sudah bersifat matematika dari refe- 2013/2014 di SMPN 1 Palembang, Sumatera
rential level yang nantinya berkembang Selatan. Data yang dikumpulkan di penelitian
menjadi model formal. ini berupa wawancara terhadap guru dan siswa,
 Formal level, ini siswa bekerja dengan pro- observasi kelas yang meliputi catatan lapangan
sedur-prosedur konvensional dan notasi dan lembar aktivitas siswa. Data yang telah
tanpa memerlukan konteks. dikumpulkan kemudian dianalisis. Temuan dan
catatan terhadap penelitian dijadikan simpulan
METODE untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Design Research dipilih sebagai meto- Hipotesis Lintasan Belajar. Untuk me-
de penelitian. Peneliti mengikuti tiga fase pe- nelusuri kemajuan belajar siswa pada geometri
nelitian (Gravemeijer dan Cobb, 2006:19), yaitu transformasi melalui kombinasi refleksi, kami
tahapan perancangan desain awal (preliminary merancang dua pertemuan pembelajaran
design ), pengujian desain melalui preliminary dimana tiap pertemuan memiliki dua aktivitas.
teaching dan teaching experiment, dan tahap
retrospective analysis.  Pelajaran I: Peristiwa Transformasi da-
Pada awalnya suatu dugaan lintasan lam Kehidupan Sehari-hari
belajar (Hypothetical Learning Trajectory,  Aktivitas 1: Mengenali tipe-tipe transfor-
HLT) dibuat sebagai desain sekaligus instrumen masi dan mengelompokkannya dalam
penelitian. Pada tahap perancangan desain awal, isometri
HLT menjadi patokan pembuatan perangkat
pembelajaran. Selama tahap preliminary teach-

Kemajuan Belajar Siswa pada Geometri Transformasi Menggunakan Aktivitas Refleksi Geometri
343

Tujuan: Siswa memahami tipe-tipe trans-


formasi dengan memberikan ciri-ciri ma-
sing-masing jenis transformasi.
 Aktivitas 2: Memahami prinsip isometri
dalam refleksi
Tujuan: Siswa menemukan sifat isometri
dalam pencerminan. Gambar 3. Pengertian Refleksi secara
Informal
 Pelajaran 2: Peristiwa Pencerminan Ob-
jek Geometri Siswa mendeskripsikan refleksi memi-
 Aktivitas 3: Menggambar bayangan ref- liki ukuran bayangan yang sama dengan benda
leksi sumbu X, sumbu Y, garis x=y, garis tetapi memiliki arah yang saling berlawanan.
x=2, garis x=5. Pernyataan siswa cukup meyakinkan penulis
Tujuan: Siswa dapat menggambar ba- bahwa siswa telah mampu mengenali refleksi
yangan hasil pencerminan dengan benar dengan benar menurut pemahaman mereka
 Aktivitas 4: Mempolakan refleksi dan yakni ukuran bayangan yang tetap serta orien-
menggenerasinya sebagai rotasi atau tasi arah berlawanan. Dengan bekal ciri-ciri tiap
translasi transformasi ini, siswa berhasil mengelom-
Tujuan: Siswa dapat menemukan pola pokkan refleksi, translasi dan rotasi dalam satu
refleksi serta mengenali bayangan hasil kesamaan sifat bayangan yang tidak mengubah
kombinasi refleksi sebagai rotasi dan ukuran, yaitu isometri (Stillwell, 1997:144).
translasi. Strategi yang dimunculkan siswa antara lain,
Tampaknya dapat diduga bahwa dengan memutar-mutar kertas kerja, memperagakan
aktivitas-aktivitas tersebut siswa dapat terbantu putaran kincir angin, menggunakan penggaris,
dalam membangun konsep geometri transfor- dan sebagainya.
masinya melalui kombinasi refleksi. Level kedua dijabarkan dalam aktivitas
kedua. Di aktivitas ini pemikiran siswa di HLT
HASIL DAN PEMBAHASAN seperti di kegiatan pembelajaran. Siswa mampu
Dalam aktivitas pertama, yaitu penge- memahami konsep isometri dengan membukti-
nalan peristiwa transformasi, dimana aspek kan kesamaan ukuran bayangan (Stillwell,
yang dibahas dipersempit ke dalam dua pem- 1997:144), meliputi lebar ataupun tinggi ge-
bahasan, yaitu ukuran dan posisi orientasi dung. Melalui aktivitas ini siswa menemukan
bayangan, semua dugaan pemikiran siswa ter- garis (tegak lurus sumbu cermin) penghubung
jadi di aktivitas pembelajaran. Sebagaimana sa- titik pada bayangan yang bersesuaian dengan
ran dari Freudenthal (Zulkardi, 2002:9) peng- bayangan. Selama aktivitas dua, strategi yang
gunaan konteks fenomena transformasi di alam muncul adalah, siswa menandai dua titik pada
seperti bayangan benda, kincir angin, memin- bayangan dan titik yang bersesuaian dengan-
dahkan benda serta memperbesar-mengecilkan nya. Untuk menghitung ukuran panjangnya
ukuran benda menjadikan siswa lebih mudah siswa menggunakan grid dan diberi garis bi-
memberikan ciri transformasi sesuai kemam- langan. Selain itu siswa juga menggunakan
puan siswa. Level informal ini telah memberi- garis refleksi sebagai sumbu simetri. Sumbu
kan pemahaman awal siswa dalam memahami simetri digunakan dengan melipat kertas kerja.
transformasi geometri berdasarkan kajian ukur- Sebagai ilustrasi, Dialog 1 dan Gambar 4 dapat
an dan orientasi bangun. Strategi informal ini menjelaskannya
sangat baik dijadikan sumber untuk pemahaman
selanjutnya. Gambar 3 memperlihatkan definisi
refleksi secara secara informal oleh siswa.

Cakrawala Pendidikan, Oktober 2014, Th. XXXIII, No. 3


344

Dialog 1. Penemuan Garis Bantuan Refleksi dah dimengerti siswa. Oleh sebab itu, bayangan
Mufidah : “Bagaimana posisi garis tersebut ter-
hasil refleksi siswa memiliki ukuran dan orien-
hadap sumbu simetri? “ tasi yang tepat. Meskipun demikian, sejumlah
Adinda : “Itu, kalau dilipat harus bagaimana- kecil siswa masih mengalami kesulitan orientasi
kah? “ bayangan seperti ditunjukkan dalam Dialog 2
Mufidah : “Kalau misalnya lipat (garis) C1, tidak sebelum akhirnya siswa bisa.
mungkinlah seperti ini. Kita tidak bisa“.
Auvan : “Sumbu simetrinya garis ini kan (sam-
bil menunjuk batas sungai), tapi bagai-
mana posisi garis terhadapnya? di ba-
wah kali (garis simetri)! “
Peneliti : “Coba kalian perhatikan itu, yang tadi
itu (menunjuk ke papan tulis gambar
diagram cartesius). Yang ada posisi
sumbu X terhadap sumbu Y, itu apa
tadi? Bagaimana posisinya? “
Mufidah : “Tegak lurus“.
Dhanya : “oooh“.
Mufidah : “Berarti posisi sumbu simetri,. “.
Maulidina : “Tegak lurus“.
Adinda : “Posisi dari
Mufidah : “Posisi terhadap sumbu simetri tegak Gambar 4: Penanda-penanda dan Garis
lurus“ Tegak Lurus yang Dibuat untuk
Adinda, Auvan: “posisi garis terhadap sumbu simetri Membandingkan Ukuran Bayangan dan
tegak lurus“. Benda

Dialog 2. Kesalahan Merefleksikan Bayang-


Dari kutipan dialog tersebut, diketahui
an di y=x
Mufidah dan teman-temannya memulai diskusi
dengan menyatakan adanya sifat simetri. Dari Siswa : “A nya di sini, C nya di sini (menunjuk ke
sifat simetri diskusi berjalan menuju garis bayangan) “
Peneliti : “C di? “
simetri. Dengan menghubungkan dua titik yang
Siswa : “C di sini (menunjuk titik yang bukan se-
bersesuaian, mereka menemukan garis yang
harusnya) “
posisinya tegak lurus terhadap sumbu simetri.
Peneliti : “C ko bisa di situ? “
Garis tersebut, pada aktivitas selanjutnya men- Siswa : “Bukan-bukan“
jadi garis bantuan untuk menggambar ba- Peneliti : “B dulu, yang dekat dulu“
yangan. Bukti ini diperkuat dengan Gambar 4, Siswa : “Oh, yang deket dulu“
yaitu dengan adanya garis-garis vertikal yang Peneliti : “B dulu dimana? B yang ini kan? “
menghubungkan titik pada benda dengan titik Siswa : “Iya“
yang bersesuaian pada bayangan. Beberapa Peneliti : “B itu jadi dimana? “
bagian juga terlihat garis-garis vertikal yang Siswa : B di sini (menunjuk ke titik yang bukan
seharusnya)
posisinya tegak lurus sumbu cermin.
Peneliti : “Hmm? jauhnya? “
Di aktivitas ketiga, sebagai model me-
Siswa : “Kan A di sini. “
nuju tahapan formal, sedikit terjadi penyim-
pangan HLT terhadap aktivitas pembelajaran. Dari dialog tersebut siswa mengalami
Siswa bisa menggambar bayangan dengan kesalahan meletakkan titik bayangan yang ber-
benar untuk semua jenis refleksi yang disajikan. sesuaian dengan benda. Seperti terlihat pada ba-
Hal ini dikarenakan penulis mempertimbangkan ris ketiga, siswa salah menempatkan titik C
temuan Morris dan Paulsen (2011:129) untuk pada posisi yang benar. Kesulitan orientasi ini
menggunakan objek sederhana agar lebih mu- juga diungkapkan Schultz (1983:99) dan Ed-

Kemajuan Belajar Siswa pada Geometri Transformasi Menggunakan Aktivitas Refleksi Geometri
345

ward (1991:122). Selain itu, di aktivitas meng- Siswa membaca pola refleksi dengan me-
gambar bayangan ini, beragam strategi dimun- lihat keteraturan angka koordinat yang berubah.
culkan siswa yaitu menggunakan garis bantuan Siswa dua menunjukkan bahwa pola terlihat
(yang ditemukan di aktivitas 2), melipat kertas dari perubahan angka absis (x) berupa perubah-
kerja serta memanfaatkan grid. Salah satu an tanda positif ke negatif. Pernyataan ini dapat
strategi siswa ditunjukkan pada Gambar 5, yaitu dilihat di baris kelima dimana pernyataan ter-
garis bantuan garis putus-putus. sebut sangat meyakinkan peneliti bahwa siswa
benar-benar mampu mempolakan bayangan
refleksi. Perbedaan HLT yang penting untuk
dibahas adalah kesalahan siswa dalam mem-
polakan pencerminan pada sumbu x=a (Gambar
6). Pada refleksi sumbu-sumbu lainnya seperti
sumbu y, sumbu X, sumbu x=y, siswa tidak
mengalami kesulitan. Pemberian kolom-kolom
lembar aktivitas memudahkan mempolakan
titik koordinat secara umum dalam bentuk
aljabar di titik (a,b).

Gambar 5. Garis Bantuan untuk


Menggambar Bayangan

Pada aktivitas terakhir, sebagai level


formal, HLT tidak tercapai sepenuhnya tetapi
pemahaman yang dimaksud sudah diperoleh.
Kombinasi dari refleksi sebagai generator rotasi Gambar 6. Koordinat Titik Bayangan Benar,
dan translasi (Kahfi, 1997:105; Blanco, 2011:2) tetapi Pola yang Dibuat Salah
sudah bisa ditemukan oleh siswa. Gambar hasil
transformasi sudah dibuat dengan benar oleh Siswa memberikan alasan yang tepat ya-
siswa sehingga sifat translasi maupun rotasi itu dengan membaca angka yang sama dari
dapat mereka sadari. Sebelumnya siswa ber- bayangan, akan ditemukan pola. Akan tetapi,
hasil mempolakan refleksi terhadap sumbu X, kolom-kolom pada sesi gambar refleksi garis
Y dan x=y seperti ditunjukkan Dialog 3. x= a, siswa tidak bisa terbantu. Terlalu banyak
variabel yang belum terpenuhi untuk memutus-
Dialog 3. Menentukan Pola Bayangan kan pola pencerminan tersebut. Sebagai pen-
Refleksi capaian, siswa bisa menemukan koordinat ba-
Peneliti : “ Itu ko bisa (-a,b) bagaimana caranya? “. yangan dengan menggambarnya di diagram
Siswa 1 : “Lha itu kan mencari arah sebaliknya” kartesius.
Siswa 2 : “Itu kan terbalik” Namun, kekurangan tersebut tidak meng-
Siswa 3 : “terbalik-terbalik (nada menyalahkan) ganggu kelanjutan pengerjaan lembar aktivitas.
Peneliti : “mana yang terbalik?” Siswa berhasil menggenarasi rotasi dengan
Siswa 2 : “Ini dibalik (menunjuk nilai x dalam ko-
ukuran sudut putar dan pusat secara benar.
lom), yang -5 jadi 5, -2 jadi 2, -5 jadi 5
Strategi yang digunakan siswa adalah dengan
Peneliti: “oh begitu. Jadi ini harus jadi apa yang
(a,b) ?” melingkarkan jangka di titik yang diduga se-
Siswa : “ini (-a,b)” bagai pusat rotasi. Sedangkan busur digunakan
Peneliti : “Pintar pintar” untuk mengukur besar sudut putar (Dialog 6).

Cakrawala Pendidikan, Oktober 2014, Th. XXXIII, No. 3


346

Dialog 4. Menentukan Ukuran Rotasi garis x = a dan garis dengan kemiringan


dengan Melingkarkan Jangka dan Busur tertentu, serta memahami orientasi bayangan
Peneliti : “Rotasi, yakin?” secara benar.
Siswa 1 : “Yakin, rotasi”.  Menentukan pola refleksi untuk sumbu X,
Peneliti : “Kalau rotasi memutarnya dari mana? sumbu Y, garis x =y, garis x = a secara
Pusat rotasinya di mana?” benar. Sementara untuk sumbu x=a siswa
Siswa 1 : “Di tengah”. belum bisa membuat polanya.
Peneliti : “Di tengah.. Berapa derajat?”
 Menemukan fakta bahwa refleksi adalah
Siswa 1 : “180 derajat”
genarator rotasi dan translasi. Selain itu,
Peneliti : “Coba buktikan bagaimana itu? Bagaima-
siswa juga mengetahui pusat dan ukuran
na memakai jangka?”
Siswa 2 : “Sini, pegang ujungnya! “ sudut rotasi.
Siswa 1 : (melingkarkan jangka). Selain dari beberapa kemampuan terse-
Peneliti : “Nah, pas kan? Berapa derajat itu?” but, penelitian ini menemukan beberapa strategi
Siswa 1 : “180”. yang dimiliki siswa selama pembelajaran.
Peneliti : “Yang A juga”.  Siswa menghitung banyaknya grid (kotak-
kotak) untuk mengukur panjang atau lebar
Dalam dialog tersebut siswa memahami bayangan.
bayangan sebagai rotasi dengan memutarkan  Siswa menggunakan garis simetri untuk
jangka sebagai penjejak, sedangkan untuk menunjukkan kesamaan ukuran bayangan
mengetahui ukuran rotasi mereka menggunakan dengan benda.
busur derajat. Akan tetapi, siswa tidak mampu  Siswa menggunakan menandai dua titik
sampai pada sintesis ukuran sudut rotasi sebesar yang akan diukur dan menghubungkan titik
dua kali lipat sudut apit antara dua sumbu yang bersesuaian antara benda dan bayangan
refleksi. Sementara itu pada translasi, siswa  Siswa menggunakan garis bantuan untuk
mampu menunjukkan bahwa bayangan hasil menghubungkan titik pada benda dengan
transformasi merupakan translasi, tetapi siswa titik yang bersesuaian pada bayangan. Titik
hanya menyebutkan arah translasi. Siswa belum tersebut dibuat tegak lurus terhadap sumbu
sampai ke ukuran perpindahan akibat translasi. refleksi dan berupa garis putus-putus.
Peneliti kurang membahas ukuran translasi  Siswa menggunakan cara melipat kertas
kaitannya dengan jarak dua sumbu refleksi. aktivitas untuk menjiplak bayangan untuk
sumbu refleksi.
PENUTUP
 Mengenali jenis-jenis transformasi melalui UCAPAN TERIMA KASIH
pemberian ciri-cirinya masing-masing sesuai Penulis menyampaikan ungkapan terima
pemahaman siswa serta mengelompokkan- kasih kepada seluruh pihak yang memberikan
nya dalam transformasi isometri berdasarkan dukungan, terutama DIKTI, Prof. Dr. Zulkardi
kesamaan sifat mempertahankan jarak. selaku Ka. Progdi Magister Pendidikan Mate-
 Membuktikan bahwa sifat isometri berlaku matika, Dr Yusuf Hartono dan Dr. Darma-
untuk semua ukuran baik panjang maupun wijoyo, selaku dosen pembimbing, Dolly Van
lebar objek transformasi. Eerde dan dosen Utrecth sebagai pemberi ma-
 Menemukan garis bantuan yang berguna sukan, serta rekan-rekan BIMPoME angkatan
untuk menggambar bayangan refleksi. Garis 2012 UNSRI. Ucapan terima kasih juga di-
tersebut adalah garis yang menghubungkan sampaikan kepada seluruh mitra bestari dan
titik titik benda dan bayangan yang berse- editor, serta redaksi Jurnal Cakrawala Pendi-
suaian dimana garis tersebut tegak lurus dikan yang memberikan kesempatan untuk
terhadap sumbu refleksi. mempublikasikan artikel ini.
 Menggambar bayangan secara tepat dan
benar pada sumbu X, sumbu Y, garis x =y,

Kemajuan Belajar Siswa pada Geometri Transformasi Menggunakan Aktivitas Refleksi Geometri
347

DAFTAR PUSTAKA Helsa dan Yusuf H. 2011. "Designing Reflec-


tion and Symmetry Learning by Using
Bakker, A. 2004. In Design Research in Statis-
Math Traditional Dance in Primary
tics Education. On Symbolizing and Com-
School". IndoMS. J.M.E Vol.2 No. 1
puterTools. Amersfoort: Wilco Press.
January 2011, pp. 79-94.
Blanco, M. F. 2011. Symmetry Group in the
Hollebrands, K. F. 2003. "High School Stu-
Alhambra. Servicio Publicaciones Uni-
dents' Understanding of Geometric
versidad de Valladolid.
Transformations in the Context of a
Technological Environment". Journal of
Clements, D. H. & Burns, B. A. 2000. "Stu-
Mathematical Behavior, 22, hlm. 55-72.
dents' development of strategies for turn
and angle measure". Educational Studies
Kahfi, M.S. 1997. "Keragaman Rumusan
in Mathematics, 41(1), hlm. 31-45.
Pencerminan dalam R {3}". MIPA dan
Pembelajarannya, Vol 26, No 1. Malang:
Edwards, LD. 1991. "Children's learning in a
UM .
computer microworld for transformation
geometry". Journal for Reasearch in
Kemdikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru Im-
Mathematics Education Vol.22 No.2,
plementasi Kurikulum 2013: Matematika
hlm.122-137.
SMP MTs. Jakarta: Kemdikbud.
Edwards, LD.1997. "Explore Ring the Terrority
Kemdikbud. 2013. Kompetensi Inti Matematika
before Proof: Students' Generalization in
SMP MTs. Jakarta: Litbang kemdikbud.
a computer Microworld for Transforma-
tion Geometry". International Journal of
Morris, T. & Paulsen, R 2011. "Using Tracing
Computers for Mathematical Learning,
Paper to Teach Transformation Geo-
1:187-215.
metry". Amesa Vol. 2. Johannensberg:
Amesa.
Freudenthal, H. 1991. Revisiting Mathematics
Education: China Lectures, Kluwer Aca-
Naidoo, J. 2010. Strategies Used by Grade 12
demic Publishers, ISBN 7923-1299-6.
Mathematics Learners in Transformation
Geometry. Natal: University of Kwazulu.
Gravemeijer, K., and Cobb, P. 2006. Design
Research from the Learning Design
NCTM. 2000. "Principles and Standards for
Perspective. In Van den Akker, J.,
School Mathematics": Electronic Exam-
Gravemerijer, K., McKenney, S., &
ples.
Nieveen, N (Eds.), Educational Design
Research. London: Routledge.
Olson, M., Zenigami, F. & Okazaki, C. 2008.
"Students' Geometric Thinking about Ro-
Gravemeijer, K. 2010. Realistic matheatics
tations and Benchmark Angles". Mathe-
Education Theory as a Guideline for
matics Teaching in the Middle School,14,
Problem-Centered, Interactive Mathema-
hlm.24-26.
tics Education. In K. H. Robert Sem-
biring (Ed.), A Decade of PMRI in Indo-
Paterson, J. C. 1973. "Informal Geometry in
nesia (pp. 41-50). Bandung, Utrecht: Ten
Grades 7-14". In K.B. Henderson (Ed.),
Brink, Meppel.
Geometry in the Mathematics Curricu-
lum: Thirty-Sixth Yearbook. (pp. 52-91).
Washington, DC: NCTM.

Cakrawala Pendidikan, Oktober 2014, Th. XXXIII, No. 3


348

Rollick, M. B. 2009. "Toward a Definition of Supardi. 2012. “Pengaruh Pembelajaran Mate-


Reflection”. Mathematics Teaching in matika Realistik terhadap Hasil Belajar
the Middle School, 14(7), hlm.396-398. Matematika Ditinjau dari Motivasi
Belajar” Cakrawala Pendidikan, Juni
Sarjiman, P. 2006. “Peningkatan Pemahaman 2012, Th. XXXI, No. 2. hlm. 244-.
Rumus Geometri melalui Pendekatan
Realistik di Sekolah Dasar”. Cakrawala Syahputra, Edi. 2013. “Peningkatan Kemam-
Pendidikan, Februari 2006, Th. XXV, No. puan Spasial Siswa melalui Penerapan
1. hlm.89-. Pembelajaran Matematika Realistik”.
Cakrawala Pendidikan, November 2013,
Schultz, K, dkk. 1983. "Directional effect in th. XXXII, No. 3, hlm. 365-.
transformation tasks". Journal Reseacrh
in Mathematics Education, Vol 14 No. 2. Thaqi, X. dan Gimenez, J. 2012. "Prospective
National Council of Teachers of Mathe- Teacher's Understanding of Geometric
matics. hal. 95-101. Transformation". 12th International
Congress on Mathematical Education.
Sembiring, R. K., Hoogland, K., & Dolk, M. Seoul:TSG10.
2010. A decade of PMRI in Indonesia.
Bandung, Utrecht: Ten Brink, Meppel. Widjaja, W., Dolk, M., & Fauzan, A. 2010.
"The Role of Contexts and Teacher’
Simon, M. A., & Tzur, R. 2004. "Explicating Questioning to Enhance Students’
the Role of Mathematical Tasks in Thinking". Journal of Science and Ma-
Conceptual Learning: An Elaboration of thematics Education in Southeast Asia,
the Hypotetical Learning Trajectory". 33(2), hlm. 168-186.
Mathematical Thinking and Learning,
6(2), hlm.91-104. Zulkardi, Z. 2002. Developing a Learning En-
viroment on Reaistic Mathematics Edu-
Stillwell, J. 2005. The Four Pillars of Geo- cation for Indonesia Studet Teachers.
metry. Barkeley: Springer. Thesis. University of Twente. Nederland.

Streefland, L. 1991. Fractions in Realistic Ma-


thematics Education: A Paradigm of
Developmental Research. Dordrecht, the
Netherlands: Kluwer Academic Publish-
ers.

Kemajuan Belajar Siswa pada Geometri Transformasi Menggunakan Aktivitas Refleksi Geometri

Anda mungkin juga menyukai