Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemajuan belajar siswa pada materi
geometri transformasi yang didukung dengan serangkaian aktivitas belajar berdasarkan Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia. Penelitian didesain melalui tiga tahap, yaitu tahapan perancangan
desain awal, pengujian desain melalui pembelajaran awal dan pembelajaran eksperimental, dan tahap
analisis retrospektif. Dalam penelitian ini, Hypothetical Learning Trajectory, HLT (HLT) berperan
penting sebagai desain pembelajaran sekaligus instrumen penelitian. HLT diujikan terhadap 26 siswa
kelas VII. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara, pengamatan, dan catatan lapangan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa desain pembelajaran ini mampu menstimulasi siswa untuk mem-
berikan karakteristik refleksi dan transformasi geometri lainnya secara informal, mengklasifikasi-
kannya dalam transformasi isometri pada level kedua, dan menemukan garis bantuan refleksi pada
level yang lebih formal. Selain itu, garis bantuan refleksi digunakan oleh siswa untuk menggambar
bayangan refleksi dan pola pencerminan serta memahami bentuk rotasi dan translasi sebagai kom-
binasi refleksi adalah level tertinggi.
Keyword: transformasi geometri, kombinasi refleksi, rotasi, translasi, design research, HLT
Abstract: This study was aimed at describing the students’ learning progress on transformation
geometry supported by a set of learning activities based on Indonesian Realistic Mathematics
Education. The study was designed into three stages, that is, the preliminary design stage, the design
testing through initial instruction and experiment, and the restrospective analysis stage. In this study,
Hypothetical Learning Trajectory (HLT) played an important role as an instructional design and a
research instrument. HLT was tested to 26 seventh grade students. The data were collected through
interviews, observations, and field notes. The findings of the study showed that this instructional
design could stimulate students to provide reflection characteristics and other transformation geometry
informally, to classify them in the transformation isometry in the second level, and to find the ref-
lection supporting line in the more formal level. In addition, the reflection supporting line was used by
the students to draw the reflection image and the mirroring pattern and to understand the rotation and
translation shapes as a combination of reflection at the highest level.
338
339
formasi tersebut (Clements & Burns, 2000:42; Pengajaran Geometri transformasi mengguna-
Olson, Zenigami & Okazaki, 2008:25; Rollick, kan PMRI telah membantu siswa dalam mema-
2009:397). Selain itu, siswa kurang memahami hami dan membangun konsepnya. Zulkardi
bagaimana suatu bangun direflesksikan ataupun (2002:93) mengungkapkan bahwa banyak siswa
dicerminkan. lebih bisa mengungkapkan pendapat dan yang
Penelitian yang dilakukan oleh Morris paling penting mereka mampu memecahkan
dan Paulsen (2011:129) mengungkapkan bahwa masalah geometri transformasi sendiri. Selain
beberapa siswa sudah bisa melakukan transfor- itu, Helsa dan Yusuf (2011:93) mengemukakan
masi untuk objek geometris yang sederhana, bahwa melalui aktivitas-aktivitas yang didesain
akan tetapi mereka mengalami kesulitan ketika dengan PMRI siswa terlatih untuk berargumen-
menemukan permasalahan rotasi dan refleksi tasi dan berpikir kritis selain pembelajarannya
untuk bangun yang lebih kompleks. Selain itu, menarik dan membuat siswa antusias. Pem-
siswa juga mengalami kesulitan dalam mem- belajaran geometri dengan pendidikan matema-
bangun bukti transformasi geometris secara tika realistik juga sudah terbukti berhasil me-
aljabar (Naidoo, 2010:40). Pembuktian secara ningkatkan prestasi belajar siswa (Sarjiman,
aljabar yang merupakan bukti yang bersifat 2006:89; Supardi, 2012:244; Syahputra, 2013:
umum sangat penting untuk meningkatkan 365)
kemampuan pembuktian matematis. Sebagai Transformasi Geometri memiliki banyak
contoh siswa belum dapat menggeneralisasikan peranan dalam perkembangan matematika
bahwa refleksi titik A(x,y) ke sumbu X akan siswa. Edwards (1997:187) mengungkapkan
menghasilkan bayangan A’(x,-y). Kesulitan lain bahwa belajar transformasi geometri menyedia-
yang dialami oleh siswa salah satunya berkaitan kan kesempatan luas bagi pelajar untuk me-
dengan arah transformasi (Schultz, 1983:99). ngembangkan kemampuan visualisasi spasial-
Sebagai hasil dari perkembangan kuriku- nya dan penalaran geometri untuk memperoleh
lum pendidikan di dunia, kurikulum di Indo- kemampuan pembuktian matematis. Selain itu,
nesia juga mengalami perubahan yang dramatis ada tiga alasan utama mengapa siswa harus
sejak 2013. Kurikulum saat ini, menitikberatkan belajar geometri transformasi seperti yang di-
pada pembelajaran dengan situasi spesifik un- sampaikan Hollebrands (2003:55), yaitu mem-
tuk kemudian menarik simpulan secara kese- berikan kesempatan siswa untuk berpikir ten-
luruhan melalui pendekatan ilmiah (Kemdik- tang konsep matematika yang penting (seperti
bud, 2013:185). Tidak seperti pembelajaran simetri, fungsi, dan sebagainya), menyediakan
tradisional dimana retensi informasi hanya konteks yang membuat siswa berpikir me-
sekitar 10 persen setelah 15 menit sementara itu nyadari bahwa geometri transformasi melibat-
ukuran perolehan pemahaman kontekstual se- kan berbagai disiplin ilmu, dan memungkinkan
besar 25 persen, tetapi pada pembelajaran ber- siswa terlibat pada aktivitas yang menggunakan
basis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari reasoning tingkat tinggi melalui berbagai va-
guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua riasi. Bahkan menurut NCTM (2000:41), “Pro-
hari dan perolehan pemahaman kontekstual gram pengajaran mulai TK hingga SMA harus
sebesar 50-70 persen (Kemdikbud, 2013:185). bisa membuat siswa mampu menggunakan
Situasi spesifik yang disajikan dalam transformasi dan simetri untuk menganalisis
pendekatan ilmiah tersebut dapat dilakukan situasi matematis”.
dengan Pendidikan Matematika Realistik Indo- Penelitian ini berfokus pada transfor-
nesia (PMRI). PMRI yang merupakan adaptasi masi geometri yang tidak tidak mengubah ukur-
dari Pendekatan Realistic Mathematics Edu- an atau disebut transformasi isometri. Suatu
cation, menyarankan bahwa daripada mengajar transformasi dapat disebut sebagai suatu iso-
dari level formal, lebih baik, siswa diajari dari metri jika transformasi tersebut mengirim sem-
level informal dimana mereka mengenalnya di barang dua titik P1 dan P2 ke titik f(P1) dan f(P2)
kehidupan sehari-hari (Gravemeijer, 2010:42). dengan jarak antartitik bayangan sama dengan
jarak antar titik asalnya. Dengan kata lain Dalam pengajaran pencerminan di
adalah: sekolah dasar, konsep pencerminan diajarkan
melalui garis simetri. Morris dan Paulsen
| f (P1) f (P2)| = |P1P2|
(2011:129) mendesain pembelajaran transfor-
(Stillwell, 2005:144).
masi dengan menggunakan bantuan tracing
Selama ini, telah ketahui ada beberapa paper dengan tujuan agar siswa terbantu secara
tipe transformasi geometri yaitu translasi (per- visual. Bantuan visualisasi berperan penting
pindahan), refleksi (pencerminan), rotasi (per- dalam pembelajaran Transformasi Geometri. Di
putaran) serta dilatasi (perbesaran). Dengan fo- dalam desain tersebut, objek yang diamati
kus penelitian pada transformasi isometri maka sebagai objek transformasi adalah bentuk poli-
dilatasi tidak dibahas dalam penelitian. Penge- gon. Hal tersebut serupa dengan penemuan
lompokan ini dapat dilihat dalam Gambar 1. Thaqi (2011:9) yang juga menyimpulkan dalam
Sementara itu, Kahfi (1997:105) menye- penelitiannya bahwa para pendidik lebih bisa
butkan dalam penelitiannya bahwa dalam R{2}, mengajarkan geometri transformasi dengan
pencerminan merupakan generator isometri bantuan gambar. Dia berpendapat bahwa untuk
(refleksi, translasi, rotasi dan refleksi-translasi). mempelajari transformasi, siswa bisa menemu-
Jika g adalah suatu isometri dalam bidang, kan sifat-sifat bayangan transformasi melalui
komposisi dari f dan g atau f o g juga me- visual. Sementara itu, menurut Naidoo (2010:
rupakan isometri (Blanco, 2011:2). Oleh karena 40), strategi yang paling efektif dalam pem-
itu translasi maupun rotasi yang disusun dari belajaran transformasi geometri adalah gabung-
komposisi pencerminan juga isometri. Suatu an antara visual dan analitik. Strategi dengan
translasi memindahkan setiap titik pada bidang bantuan visual dan analitik sudah bisa dilaku-
dengan mempertahankan ukuran dan arah kan untuk siswa smp karena siswa sudah mam-
(Stillwell, 2005: 58). Translasi membawa titik pu berpikir abstrak.
(x, y) ke titik(x+a, y+b). Translasi merupakan Dengan memperhatikan permasalahan
isometri tanpa titik tetap (Blanco, 2011:2). bahwa pengajaran yang dilakukan selama ini
Sementara itu rotasi adalah isometri dengan masih bersifat formal, saatnya pembelajaran
sebuah titik tetap yang merupakan pusat rotasi. Matematika itu bergerak dari transfer pengeta-
Untuk rotasi pengetahuan awal siswa adalah huan menuju pengajaran yang bermakna (Sem-
mengenal sudut 90°, 180°, 270° and 360° biring, Hoogland, & Dolk, 2010:41). Oleh ka-
termasuk arah putar rotasi (Morris dan Paulsen, rena itu, perlu adanya inovasi agar pengajaran
2011:129). Matematika menjadi lebih bermakna melalui
PMRI. Teori pembelajaran PMRI diawali dari
hal-hal yang riil atau pernah dialami siswa,
menekankan pada keterampilan proses, berdis-
Transformasi
kusi, berkolaborasi, beragumentasi dengan
teman sekelas sehingga pada akhirnya siswa
menemukan sendiri penyelesaian suatu masalah
Isometri dilatasi menggunakan matematika. Kebermaknaan kon-
sep matematika merupakan konsep utama dari
PMRI. Proses belajar siswa hanya akan terjadi
jika pengetahuan (knowledge) yang dipelajari
translasi refleksi rotasi bermakna bagi siswa (Freudenthal, 1991:45).
Prinsip PMRI sejalan dengan prinsip
yang ada dalam Realictic Mathematics Edu-
Gambar 1. Pengelompokan Jenis Geometri
cation (RME). Terdapat dua pandangan yang
Transformasi Berdasarkan Isometri
penting dari Freudenthal yaitu (1) mathematics
must be connected to reality; and (2) mathe-
Kemajuan Belajar Siswa pada Geometri Transformasi Menggunakan Aktivitas Refleksi Geometri
341
matics as human activity” (Zulkardi, 2002:9). lam pembelajaran, interaksi antar siswa
Situasi kehidupan siswa tidak selalu harus hal maupun interaksi antara siswa dan guru
yang nyata bagi siswa, semua hal yang dapat sangatlah dibutuhkan guna berjalannya pem-
dibayangkan atau terjangkau oleh imajinasinya belajaran yang komunikatif. Bentuk inter-
juga merupakan sesuatu yang riil bagi siswa. aksi dapat berupa negosiasi secara eksplisit,
Pandangan kedua mempunyai makna bahwa intervensi, diskusi, memberikan penjelasan,
matematika merupakan suatu aktivitas manusia komunikasi, kooperatif dan evaluasi.
dimana siswa diberikan suatu kesempatan untuk The intertwining of various learning strands
belajar di dalam aktivitas matematika. Dengan (terintegrasi dengan topik pembelajaran
demikian diharapkan siswa dapat menemukan lainnya). Pengintegrasian materi pembelajar-
konsep atau ide matematika yang kemudian an akan membantu siswa untuk mempelajari
disebut model-of pemikiran siswa. matematika dengan cara yang efektif. Dalam
Karakteristik PMRI. Bakker (2004:6) aktivitas pembelajaran, materi akan dikait-
mengemukakan bahwa terdapat lima karakte- kan dengan pengetahuan lainnya seperti
ristik dalam pembelajaran matematika realistik aturan kesejajaran, simetri dan hubungan
yang digunakan sebagai landasan dalam me- antara pencerminan dengan rotasi dan
rancang pembelajaran (instructional design) translasi. Dengan demikian unit-unit belajar
yang kemudian diadopsi menjadi prinsip utama tidak akan dapat dicapai secara terpisah
PMRI, yaitu sebagai berikut. tetapi keterkaitan dan keterintegrasian harus
Phenomenological exploration or the use of dieksploitasi dalam pemecahan masalah.
contexts (menggunakan masalah konteks- Widjaja, Dolk itu, & Fauzan (2010:168)
tual): Masalah kontekstual digunakan se- menemukan bahwa konteks yang bermakna
bagai titik tolak munculnya suatu konsep memunculkan pemikiran matematis dan diskusi
matematika. Kegiatan matematika dimulai di antara siswa. Jika hal ini dikombinasikan de-
dari situasi yang pernah dialami atau dapat ngan pertanyaan guru terkait dengan ide-ide
dibayangkan siswa. matematika, itu akan memungkinkan siswa
The use of the models or bridging by vertical untuk berpikir pada tingkat pendekatan mate-
instruments (menggunakan model): Dalam matika yang berbeda. Para siswa diberi kebe-
pembelajaran matematika melalui pendekat- basan dan kesempatan untuk menangani dan
an PMRI, rumus matematika tidak ditransfer mengalami masalah mandiri. Namun, bukan
secara langsung. Siswa diarahkan pada pe- berarti guru tidak menyediakan bantuan untuk
ngembangan model, skema, dan simbolisasi. mereka. Guru memiliki peran penting untuk
Penggunaan model bertujuan untuk men- membantu dan membimbing siswa, efek pemi-
jembatani dari tahap kongkret ke tahap for- kiran dan pemahaman. Dalam studi ini, guru
mal. Model matematik yang diperoleh di- membantu siswa dengan mengajukan pertanya-
kembangkan oleh siswa sendiri. an menyelidik. Dengan demikian, para siswa
The use of the students own productions and mulai berpikir tentang ide-ide matematika yang
constructions or students contribution (meng- diusulkan.
hargai ragam jawaban dan kontribusi siswa): Gravemeijer (2010:40) mengemukakan
Kontribusi yang besar pada proses belajar bahwa untuk mengembangkan kemampuan
mengajar diharapkan dari konstruksi siswa matematika formal, ada empat tahapan (level)
sendiri yang mengarahkan mereka dari dalam pembelajaran yaitu level situasional,
metode informal mereka ke arah yang lebih model of, model for, dan formal seperti ditun-
formal. jukkan Gambar 2.
The interactive character of the teaching
process or interactivity (interaktivitas): Da-
formal formal
model-for general
model-of referensial
situations situasional
Implementasi dari keempat level tersebut ing dan teaching experiment, HLT berperan
adalah sebagai berikut. sebagai acuan bagi guru dan peneliti untuk
Situasional level, level dasar dari emergent fokus pada apa yang akan diajarkan, diwawan-
modeling yang muncul dimana domain- carakan, serta diobservasikan. Pada tahap re-
spesifik, pengetahuan yang berdasarkan trospective analysis, HLT berperan sebagai pe-
situasi dan strategi-strategi yang bersifat doman fokus analisis (Bakker, 2004:40).
situasional digunakan di dalam penyelesaian Sebanyak 40 siswa kelas VII SMP dili-
konteks yang disajikan. batkan dalam penelitian ini di mana 6 siswa
Referential level, penggunaan model-model berpartisipasi dalam preliminary design dan 26
dan strategi-strategi pada level ini mengacu siswa berpartisipasi dalam classroom teaching
pada situasi yang menggambarkan perma- experiment. Penelitian ini dibantu oleh seorang
salahan. guru model dan dilakukan di akhir semester
General level, berfokus pada strategi-strategi gasal hingga awal semester genap tahun ajaran
yang sudah bersifat matematika dari refe- 2013/2014 di SMPN 1 Palembang, Sumatera
rential level yang nantinya berkembang Selatan. Data yang dikumpulkan di penelitian
menjadi model formal. ini berupa wawancara terhadap guru dan siswa,
Formal level, ini siswa bekerja dengan pro- observasi kelas yang meliputi catatan lapangan
sedur-prosedur konvensional dan notasi dan lembar aktivitas siswa. Data yang telah
tanpa memerlukan konteks. dikumpulkan kemudian dianalisis. Temuan dan
catatan terhadap penelitian dijadikan simpulan
METODE untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Design Research dipilih sebagai meto- Hipotesis Lintasan Belajar. Untuk me-
de penelitian. Peneliti mengikuti tiga fase pe- nelusuri kemajuan belajar siswa pada geometri
nelitian (Gravemeijer dan Cobb, 2006:19), yaitu transformasi melalui kombinasi refleksi, kami
tahapan perancangan desain awal (preliminary merancang dua pertemuan pembelajaran
design ), pengujian desain melalui preliminary dimana tiap pertemuan memiliki dua aktivitas.
teaching dan teaching experiment, dan tahap
retrospective analysis. Pelajaran I: Peristiwa Transformasi da-
Pada awalnya suatu dugaan lintasan lam Kehidupan Sehari-hari
belajar (Hypothetical Learning Trajectory, Aktivitas 1: Mengenali tipe-tipe transfor-
HLT) dibuat sebagai desain sekaligus instrumen masi dan mengelompokkannya dalam
penelitian. Pada tahap perancangan desain awal, isometri
HLT menjadi patokan pembuatan perangkat
pembelajaran. Selama tahap preliminary teach-
Kemajuan Belajar Siswa pada Geometri Transformasi Menggunakan Aktivitas Refleksi Geometri
343
Dialog 1. Penemuan Garis Bantuan Refleksi dah dimengerti siswa. Oleh sebab itu, bayangan
Mufidah : “Bagaimana posisi garis tersebut ter-
hasil refleksi siswa memiliki ukuran dan orien-
hadap sumbu simetri? “ tasi yang tepat. Meskipun demikian, sejumlah
Adinda : “Itu, kalau dilipat harus bagaimana- kecil siswa masih mengalami kesulitan orientasi
kah? “ bayangan seperti ditunjukkan dalam Dialog 2
Mufidah : “Kalau misalnya lipat (garis) C1, tidak sebelum akhirnya siswa bisa.
mungkinlah seperti ini. Kita tidak bisa“.
Auvan : “Sumbu simetrinya garis ini kan (sam-
bil menunjuk batas sungai), tapi bagai-
mana posisi garis terhadapnya? di ba-
wah kali (garis simetri)! “
Peneliti : “Coba kalian perhatikan itu, yang tadi
itu (menunjuk ke papan tulis gambar
diagram cartesius). Yang ada posisi
sumbu X terhadap sumbu Y, itu apa
tadi? Bagaimana posisinya? “
Mufidah : “Tegak lurus“.
Dhanya : “oooh“.
Mufidah : “Berarti posisi sumbu simetri,. “.
Maulidina : “Tegak lurus“.
Adinda : “Posisi dari
Mufidah : “Posisi terhadap sumbu simetri tegak Gambar 4: Penanda-penanda dan Garis
lurus“ Tegak Lurus yang Dibuat untuk
Adinda, Auvan: “posisi garis terhadap sumbu simetri Membandingkan Ukuran Bayangan dan
tegak lurus“. Benda
Kemajuan Belajar Siswa pada Geometri Transformasi Menggunakan Aktivitas Refleksi Geometri
345
ward (1991:122). Selain itu, di aktivitas meng- Siswa membaca pola refleksi dengan me-
gambar bayangan ini, beragam strategi dimun- lihat keteraturan angka koordinat yang berubah.
culkan siswa yaitu menggunakan garis bantuan Siswa dua menunjukkan bahwa pola terlihat
(yang ditemukan di aktivitas 2), melipat kertas dari perubahan angka absis (x) berupa perubah-
kerja serta memanfaatkan grid. Salah satu an tanda positif ke negatif. Pernyataan ini dapat
strategi siswa ditunjukkan pada Gambar 5, yaitu dilihat di baris kelima dimana pernyataan ter-
garis bantuan garis putus-putus. sebut sangat meyakinkan peneliti bahwa siswa
benar-benar mampu mempolakan bayangan
refleksi. Perbedaan HLT yang penting untuk
dibahas adalah kesalahan siswa dalam mem-
polakan pencerminan pada sumbu x=a (Gambar
6). Pada refleksi sumbu-sumbu lainnya seperti
sumbu y, sumbu X, sumbu x=y, siswa tidak
mengalami kesulitan. Pemberian kolom-kolom
lembar aktivitas memudahkan mempolakan
titik koordinat secara umum dalam bentuk
aljabar di titik (a,b).
Kemajuan Belajar Siswa pada Geometri Transformasi Menggunakan Aktivitas Refleksi Geometri
347
Kemajuan Belajar Siswa pada Geometri Transformasi Menggunakan Aktivitas Refleksi Geometri