Anda di halaman 1dari 3

BAB II

TINJAUAN PUSATAKA

2.1. Profil Gunung Agung


Gunung Agung merupakan gung api terbesar yang berada di Bali, Gunung Agung terletak
di arah 8°20’5”LS dan 115°30’5” BT Gunung Agung memliki tipe strato komposit berbentuk
kerucut dan kawah terbuka yang berukuran 625 m x 425 m (Pratomo, 2006). Menurut catatan
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Gunung Agung sendiri telah
mengalami bebrapa kali letusan diantaranya (PVMBG, 2006):
 Letusan pertama pada tahun 1808, Gunung Agung meletus disertai uap dan abu vulkanik.
Gunung ini melontarkan abu dan batuapung dalam jumlah luar biasa banyaknya. Jejak
sejarahnya adalah bukit - bukit batu yang mendominasi topografi Kabupaten Karangasem
saat ini.
 Letusan kedua pada tahun 1821, kejadian ini merupakan kelanjutan aktivitas Gunung Agung
sejak 1808. Namun, sejarah letusan 1821 tidak terdokumentasikan dengan baik. Letusan
yang berlangsung adalah letusan normal dan dinilai tak sedahsyat letusan di tahun 1808.
 Setelah 22 tahun beristirahat, Gunung Agung kembali meletus padatahun 1843. Letusan
yang dimulai dengan sejumlah gempa bumi, muntahan abu vulkanik, pasir, serta batuapung.
Kemudian, Gunung Agung pun kembali beristirahat selama ratusan tahun.
 Letusan keempat atau letusan terakhir pada tahun 1963, terjadi hampir setahun yakni tanggal
17 Februari 1963 sampai 26 Januari 1964. Sehingga, letusan ini mengakibatkan 1.148 orang
meninggal dunia dan 296 orang luka. Hal ini mayoritas dikarekanan awan panas letusan
yang melanda lebih dari 70 km2. Tipe erupsi Gunung Agung tahun 1963 adalah Erupsi
Eksplosif dan Efusif (Satgas 537 PUPR).
Pada 14 September 2017 status Gunung Agung kembali dinaikan ke level waspada (Tribun,
2017). Kondisi Gunung Agung senidiri mengalami kondisi yang fluaktif, pada 6 April 2018 Gunug
Agung kembali mengeluarkan letusan hinggga 500 m namun status Gunung Agung hingga saat
ini masih berada pada level siaga (Tribun, 2018).
2.2. Mitigasi Bencana
Mitigasi bencana merupakan suatu usaha yang sangat perlu dilakukan sebagai titik tolak
utama dari manajemen bencana. Sesuai dengan tujuan utamanya, yaitu mengurangi dan/atau
meniadakan korban dan kerugian yang mungkin timbul (BAKORNAS PBP, 2002). Disisi lain
menurut UU NO.24 Tahhun 2007 mitigasi bencana dapat diartikan serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Mitigasi bencana terbagi menjadi dua macam, yaitu mitigasi struktural dan nitigasi non
struktural. Mitigasi struktural merupakan suatu kegiatan untuk meminimalkan bencana yang
dilakukan melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik dan melalukan pendekatan teknologi.
Contoh dari mitigasi struktural adalah pembuatan kanal khusus untuk pencegah banjir, alat
pendeteksi akitivitas gunung yang masih aktif, bangunan yang tahan gempa, dan juga alat
pendeteksi dan peringatan jika terjadinya gelombang Tsunami. Mitigasi non struktural aalah
serangakaian upaya menguarangi damak bencana slin dari mitgasi struktural. Seperti upaya
pembuatan kbiajakan dan pembuatan peraturan. Contoh dari mitigasi non struktural adalah
pembuatan Undang-Undang Penanggulangan Bencana, pembuatan tata ruang kota yang baik,
capacity building masyarakat, ataupun menghidupkan berbagai aktivitas lain yang berguna untuk
menambah pengetahuan masyarakat.

2.3. Mitigasi Bencana Gunung Api


Gunung Karakatau dan Gunung Tambora merupakan gunung api yang mempunyai daya
letusan yang sangat dasyat yang pernah ada di Indonesia. Berdasarkan data Badan Geologi tahun
2015, terhitung dari tanggal 9 september 2007 hingga 5 Januari 2015 terjadi aktivitas di 20 gunung
api di Indonesia yang berstatus waspada dan siaga (Pinkan, 2015). Permaslahan terkait letusn
gunung api dapat dicegah atau diminimalisisr melalui mitigasi gunung api, antara lain sebagai
berikut (Isnainiati, 2014):
 Pemantauan, aktivitas gunung api selama 24 jam menggunakan alat pencatat gemppa
(seismograf).
 Tanggap darurat, yaitu mengevaluasi laporan dan data, membentuk tim tangap darurat,
mengirimkan tim ke lokasi, melakukan pemeriksaan secara terpadu.
 Pemetaan, Peta Kawasan Rawan bencana Gungung Api dapat menjelaskan jenis dan sidat
bahaya gunung api, daerah rawan bencana, arah penyelamatan diri, lokasi pengungsian, dan
pos penanggulangan bencana.
 Penyelidikan gunung api menggunakan metode geologi, geofiska, dan geokimia.
 Sosialisasi, petugas melakukan sosialisasi kepada pemerintah daerah serta masyrakat
terutama yang tinggal disekitar gunung api.

DAFTAR PUSTAKA
[PMVG] Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2006
Bakornas PBP, 2002, Arahan Kebijakan Mitigasi Bencana Perkotaan di Indonesia
Isnainiati, N., Mustam, M., & Subowo, A. (2014). Kajian Mitigasi Bencana Erupsi Gunung Merapi
di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Journal of Public Policy and Management
Review, 3(3), 25-34.
Pratomo, I. (2006). Klasifikasi gunung api aktif Indonesia, studi kasus dari beberapa letusan
gunung api dalam sejarah. Indonesian Journal on Geoscience, 1(4), 209-227.
Tribunnews. 2017. Gunung Agung Bali Kini ‘Waspada’. Online
.(http://www.tribunnews.com/regional/2017/09/15/gunung-agung-bali-kini-waspada-
sewaktu-waktu-bisa-meletus, diakses: 12 April 2018)
Tribunnews. 2018. Letusan Gunung Agung Dini Hari Tadi Mencpai Ketinggian 500 Meter.
Online. (http://www.tribunnews.com/regional/2018/04/06/letusan-gunung-agung-dini-hari-
tadi-mencapai-ketinggian-500-meter, diakses 12 April 2018)
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana
Pinkan Bening, A. (2015). STUDI KEBIJAKAN MITIGASI BENCANA GUNUNG API
BERBASIS KEARIFAN LINGKUNGAN DI SDN NGABLAK SRUMBUNG
MAGELANG (Doctoral dissertation, UNY).

Anda mungkin juga menyukai