Anda di halaman 1dari 28

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Demam rematik adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi kuman
Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun
berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut,
karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum. Individu dengan demam
rematik sering mengalami sakit parah dengan nyeri hebat dan membutuhkan
perawatan di rumah sakit. Disamping gejala yang hebat pada episode akut, demam
rematik dapat menyebabkan kerusakan di jantung atau lebih spesifik pada katup
mitral dan atau aorta, dan mungkin menyisakan gejala sisa sekalipun episode akut
teratasi.1

Penyakit jantung rematik (PJR) merupakan suatu komplikasi yang serius


dari suatu demam rematik. PJR adalah kelainan jantung yang ditemukan pada
demam rematik akut atau kelainan jantung yang merupakan gejala sisa (sekuele)
dari suatu demam rematik.PJR adalah bentuk paling umum dari penyakit jantung
pada anak secara global dan pada banyak negara merupakan penyebab tersering
mortalitas akibat penyakit jantung anak-anak dan dewasa berusia kurang dari 40
tahun.2

3.2 Epidemiologi

Demam Rematik (DR) dan Penyakit Jantung Rematik (PJR) masih menjadi
penyebab penyakit kardiovaskular yang signifikan di dunia. Dalam laporan World
Health Organization (WHO) Expert Consultation Geneva pada tahun 2001, pada
tahun 1994 diperkirakan 12 juta penduduk dunia menderita DR dan PJR, dan paling
tidak 3 juta diantaranya menderita penyakit jantung kongestif. Pada tahun 2000,
dilaporkan angka kematian akibat PJR bervariasi di setiap negara, mulai dari 1,8
per 100.000 penduduk di Amerika hingga 7,6 per 100.000 penduduk di Asia
Tenggara. Prevalensi DR di Indonesia belum diketahui secara pasti. Dalam

1
beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi PJR
berkisar antara 0,3 - 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian, dapat
diperkirakan bahwa prevalensi DR di Indonesia lebih tinggi dari angka tersebut,
mengingat PJR merupakan akibat dari DR.

Kejadian PJR di negara maju sangat kontras dibandingkan dengan kejadian


di negara berkembang. Hal ini dihubungkan dengan beberapa faktor, termasuk
faktor sosioekonomi dan lingkungan yang secara tidak langsung berperan dalam
kejadian DR dan PJR. Faktor-faktor yang terkait adalah keterbatasan pelayanan
kesehatan yang berkualitas, kurangnya tenaga ahli yang menangani, status
ekonomi, kepadatan penduduk, status nutrisi, keadaan rumah, keadaan lingkungan
dan rendahnya kesadaran terhadap penyakit, yang dapat berdampak pada
munculnya penyakit DR/PJR di masyarakat di negara berkembang.3

Prevalensi DR di Indonesia belum diketahui secara pasti. Dalam beberapa


penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia setiap tahunnya rata-rata ditemukan
55 kasus dengan DRA dan PJR dengan prevalensi PJR berkisar antara 0,3 – 0,8 per
1000 anak sekolah. Data dari bagian ilmu kesehatan anak RS Hasan Sadikin
menunjukkan bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun belum terdapat penurunan
berarti kasus demam rematik dan penyakit jantung rematik. Berdasarkan laporan
menurut pola etiologi penyakit jantung di RSUP Dr.M.Djamil Padang tahun 1973-
1977 didapatkan 31,4% pasien PJR pada usia 10-40 tahun, dengan mortalitas
12.4%. 4

3.3 Etiologi

Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi


autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Streptoccus
beta hemolyticus group A strain tertentu yang bersifat reumatogenik dan adanya
faktor predisposisi genetik. Kemungkinan menderita DRA setelah mendapat infeksi
Streptococcus beta hemolyticus grup A di tenggorokan 0,3-3%.1,2,5

2
Telah lama diketahui DR mempunyai hubungan dengan infeksi kuman
Streptokokus β hemolitik grup A pada saluran nafas atas dan infeksi kuman ini pada
kulit mempunyai hubungan untuk terjadinya glomerulonefritis akut. Kuman
Streptokokus β hemolitik dapat dibagi atas sejumlah grup serologinya yang
didasarkan atas antigen polisakarida yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut.
Tercatat saat ini lebih dari 130 serotipe M yang bertanggung jawab pada infeksi
pada manusia, tetapi hanya grup A yang mempunyai hubungan dengan
etiopatogenesis DR dan PJR. 1,2,3,4

Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam reumatik


dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri serta pada keadaan
lingkungan.1,2,3

Faktor-faktor pada individu:

a. Faktor genetik
Banyak demam reumatik/penyakit jantung reumatik yang terjadi pada
suatu keluarga maupun pada anak-anak kembar. Meskipun pengetahuan
tentang faktor genetik pada demam reumatik ini tidak lengkap, namun
pada umumnya disetujui bahwa ada faktor keturunan pada demam
reumatik ini, sedangkan cara penurunannya belum dapat dipastikan.
b. Jenis Kelamin
Dahulu sering dinyatakan bahwa demam reumatik lebih sering didapatkan
pada anak wanita dibanding laki-laki. Tetapi data yang lebih besar
menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi
tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu jenis kelamin.
Misalnya gejala korea jauh lebih sering ditemukan pada wanita daripada
laki-laki. Kelainan katup sebagai gejala sisa penyakit jantung reumatik
juga menunjukkan perbedaan jenis kelamin. Pada orang dewasa, gejala
sisa berupa stenosis mitral lebih sering didapatkan pada wanita, sedangkan
insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki.
c. Golongan etnik dan ras

3
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun
ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam
dibandingkan dengan orangkulit putih. Tetapi data ini harus dinilai dengan
hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada
kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang
sebenarnya. Yang telah dicatat dengan jelas ialah terjadinya stenosis
mitral. Di negara-negara barat umumnya stenosis mitral umumnya terjadi
bertahun-tahun setelah serangan penyakit jantung reumatik akut. Tetapi
data di India menunjukkan bahwa stenosis mitral organik yang berat
seringkali sudah terjadi dalam waktu yang relatif singkat, hanya 6 bulan-3
tahun setelah serangan pertama.
d. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya
demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering
mengenai anak berumur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8
tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak berumur 3 tahun atau setelah 20
tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi
Streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan
bahwa 40% penderita infeksi Streptococcus adalah mereka yang berumur
2-6 tahun. Mereka ini justru jarang menderita demam reumatik. Mungkin
diperlukan infeksi berulang-ulang sebelum dapat timbul komplikasi
demam reumatik.
e. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi anak serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat
ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam
reumatik. Hanya sudah diketahui bahwa penderita anemia sel sabit (sickle
cell anemia) jarang menderita demam reumatik/penyakit jantung rematik.

Faktor-faktor lingkungan:1,2,3
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk

4
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai
predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Termasuk dalam
keadaan sosial ekonomi yang buruk ialah sanitasi lingkungan yang
buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan
sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit
sangat kurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan
kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor
yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
2. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit ini
terbanyak ditemukan di daerah beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir
ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang
tinggi, lebih tinggi daripada yang diduga semula. Di daerah yang
letaknya tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada
di dataran rendah.
3. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi
saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik
juga meningkat.

3.4 Patogenesis

5
Gambar : Patogenesis Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik

Patogenesis dari DRA tidak sepenuhnya diketahui. Walaupun sering


streptokokus tidak ditemukan pada jaringan jantung penderita DRA, tetapi ada
hubungan yang cukup kuat bahwa DRA adalah akibat respon imun yang berlebihan
dari infeksi faring oleh streptokokus grup A. Bukti yang mendukung misalnya
wabah DRA selalu mengikuti epidemic streptokokal faringitis dan demam scarlet,
serta bila mendapat terapi yang adekuat pada infeksi streptokokal faring ternyata
menyebabkan penurunan insidensi DRA. Selain itu profilaksis dengan antibiotik
bisa mencegah rekuransi DRA, dan kebanyakan penderita DRA juga memiliki
peningkatan titer dari satu atau lebih ketiga antibodi streptokokal (Streptolisin O,
hyaluronidase, dan streptokinase).

Beberapa penelitian berpendapat bahawa DR yang mengakibatkan PJR


terjadi akibat sensitisasi dari antigen Streptococcus beta hemolitycus grup A di
faring. Streptococcus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, berdiameter 0,5-
1 mikron dan mempunyai karakteristik dapat membentuk pasangan atau rantai

6
selama pertumbuhannya. Streptococcus beta hemolitycus grup A ini terdiri dari dua
jenis, yaitu hemolitik dan non hemolitik. Yang menginfeksi manusia pada
umumnya jenis hemolitik. Lebih kurang 95% pasien menunjukkan peninggian titer
antistreptolisin O (ASTO), antideoksiribonukleat B (anti DNA-ase B) yang
merupakan dua jenis tes yang biasa dilakukan untuk infeksi kuman Streptococcus
beta hemolitycus grup A.

DR merupakan manifestasi yang timbul akibat kepekaan tubuh yang


berlebihan (hipersentivitas) terhadap beberapa produk yang dihasilkan oleh
Streptococcus beta hemolitycus grup A. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang
adanya reaksi silang antibody terhadap Streptococcus beta hemolitycus grup A
dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen Streptococcus
beta hemolitycus grup A. Hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.
Dalam keadaan normal, sistem imun dapat membedakan antigen tubuh
sendiri dari antigen asing, karena tubuh mempunyai toleransi terhadap self antigen,
tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa adakalanya timbul reaksi autoimun.
Reaksi autoimun adalah reaksi sistem imun terhadap antigen sel jaringan sendiri.
Antigen tersebut disebut autoantigen, sedang antibody yang dibentuk disebut
autoantibodi.
Reaksi autoantigen dan autoantibodi yang menimbulkan kerusakan jaringan
dan gejala-gejala klinis disebut penyakit autoimun, sedangkan bila tidak disertai
gejala klinis disebut fenomena autoimun. Oleh karena itu pada umumnya para ahli
sependapat bahwa DR termasuk dalam penyakit autoimun.

Gangguan yang disebabkan demam rematik pada katup jantung dapat


berupa penyempitan katup (stenosis) atau kebocoran katup (insufisiensi). Kedua
kelainan ini akan menyebabkan gangguan aliran darah pada jantung. Pada keadaan
stenosis, darah yang dipompa akan sulit melalui katup jantung yang menyempit.
Sementara pada keadaan insufisiensi terjadi semacam kebocoran. Meskipun kuman
penyakit ini bisa menyerang semua katup jantung, yang paling sering terjadi adalah
kerusakan pada katup mitral.

7
Ketika bilik jantung kiri jantung berkontraksi, katup yang terdapat antara
serambi jantung kiri dan bilik jantung kiri ini tidak dapat menutup rapat. Akibatnya,
darah yang dipompa oleh bilik jantung kiri sebagian menuju pembuluh aorta, dan
sebagian lagi kembali ke bilik jantung kiri melalui katup yang tak menutup rapat
tadi. Karena penyumbatan atau kebocoran pada katup jantung, maka bilik jantung
kiri harus bekerja lebih keras untuk memompa darah yang cukup ke seluruh tubuh
(sirkulasi). Akibatnya terjadi pembesaran bilik jantung kiri hingga menyebabkan
gagal jantung.

3.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi Mayor:

a. Karditis
Frekuensi karditis 30-60% pada serangan pertama, dan sering pada anak-
anak. Karditis adalah satu satunya komplikasi DRA yang bisa menimbulkan efek
jangka panjang. Kelainannya berupa pankarditis, yaitu mengenai perikardium,
miokardium dan endokardium. Pada DRA sering terjadi pankarditis yang ditandai
dengan perikarditis, myokarditis dan endokarditis.1,3,4

Kriteria Karditis:

- Bunyi jantung melemah


- Adanya bising sistolik, mid diastolik di apeks atau bising diastolik di basal
jantung.
- Perubahan bising, misalnya dari grade I menjadi grade II.
- Takikardia atau irama derap.
- Kardiomegali.
- Perikarditis.
- Gagal jantung kongestif tanpa sebab lain.

Tabel 1. Pembagian Karditis menurut Decourt

8
Karditis Ringan Karditis Sedang Karditis Berat
Takikardia, murmur Tanda – tanda karditis Ditandai dengan gejala
ringan pada area mitral, ringan, bising jantung sebelumnya ditambah
jantung normal, EKG yang lebih jelas pada gagal jantung
normal. area mitral dan aorta, kongestif.
aritmia, kardiomegali,
hipertropi atrium kiri,
dan ventrikel kiri.

Gambar 4 : Insufisiensi Katup Menyebabkan Aliran Darah Jantung mengalir


kembali ke Ventrikel Kiri dan dapat berakibat pada pembesaran ventrikel kiri

b. Poliartritis Migrans
Risiko artritis adalah 75% pada serangan pertama demam rematik, dan
resiko ini semakin meningkat dengan peningkatan usia. Artritis merupakan
manifestasi utama pada 92% usia dewasa. Artritis pada DRA biasanya simetris dan
mengenai sendi utama seperti lutut, siku, pergelangan tangan, dan pergelangan

9
kaki. Beberapa sendi sekaligus bisa terkena biasanya radang pada sendi lain akan
mulai sebelum radang sendi sebelumnya mereda sehingga timbul gambaran seolah-
olah nyeri sendi berpindah pindah (migratory).3

Radang biasanya akan mereda dalam hitungan hari sampai minggu dan
umumnya sembuh sempurna. Pada keadaan yang sangat jarang bisa terjadi
periartikular fibrosis setelah rematik artritis yang disebut sebagai sendi Jaccoud.
Pada kenyataannya sulit untuk mendiagnosa artritis sebagai bagian dari kriteria
Jones. Penelitian yang dilakukan di RS Hasan sadikin Bandung menunjukkan
poliartritis terutama yang disertai febris dan disertai pemeriksaan ASTO yang
positif, sering didiagnosa sebagai DRA, tetapi 12 pasien dari 113 pasien yang pada
awalnya di diagnose DRA, ternyata pada pemantauan lebih lanjut menunjukkan
menunjukkan artritis karena sebab yang lain yaitu artritis karena virus dan juvenile
rheumatoid arthritis.1,3,4

c. Chorea Syndenham
Korea syndenham atau korea minor adalah gerakan cepat, bilateral, tanpa
tujuan dan sulit dikendalikan. Seringkali disertai kelemahan otot dan gangguan
emosional. Terjadi pada 25% kasus DRA dan sangat jarang pada dewasa. Terutama
pada anak perempuan. Sydenham chorea pada DRA terutama karena molekular
mimikri dengan autoantibodi yang bereaksi terhadap ganglion otak. Insidensi
sydenham chorea muncul dalam 1-6 bulan setelah infeksi streptokokus, progresif
secara perlahan dan memberat dalam 1-2 bulan. Kelainan neurologis berupa
gerakan involunter yang tidak terkoordinasi (choreiform), pada muka, leher, tangan
dan kaki. Disertai dengan gangguan kontraksi tetanik dimana penderita tidak bisa
menggenggam tangan pemeriksa secara kuat terus menerus (milk sign).1,3,4
Kelainan lain yang bisa muncul gangguan berbicara, dan gangguan motorik
halus. Bila tidak ada riwayat keluarga berupa huntington chorea maka dengan
munculnya chorea diagnosis DRA hampir bisa dipastikan. Dan pengamatan melalui
pola tulisan tangan bisa digunakan untuk melihat perbaikan atau perburukan dari
gejala ini. Kelainan ini tidak permanen dan bisa sembuh spontan setelah 3-6 bulan

10
walau gejala bisa timbul lagi dalam 1 tahun pertama dan pada 20% penderita bisa
hilang timbul sampai 2-3 tahun.1,3,4

d. Eritema Marginatum
Muncul dalam 10% serangan pertama DRA biasanya pada anak anak, jarang
pada dewasa. Lesi berwarna merah, berbentuk bulat, bagian tengahnya pucat,
berbatas tegas, tanpa indurasi, tidak nyeri dan tidak gatal dan biasanya pada tungkai
proksimal, lesi berupa cincin yang meluas secara sentrifugal sementara bagian
tengah cincin akan kembali normal.1,3,4

e. Nodul Subkutan
Nodul subkutan muncul beberapa minggu setelah onset demam rematik, dan
biasanya tidak disadari penderita karena tidak nyeri. Biasanya berkaitan dengan
karditis berat, lokasinya di permukaan tulang dan tendon, serta menghilang setelah
1-2 minggu. Subkutaneous nodul dan erytema marginatum adalah salah satu kriteria
major pada kriteria Jones, tetapi pada kenyataannya sulit menetapkan kriteria
ini.1,3,4

Kriteria Minor

a. Riwayat demam rematik sebelumnya


Dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat dengan
baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama.
Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang
pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit
dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis. 1,3,4

b. Artralgia
Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai
peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan
nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam
hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan
sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor. 1,3,4

11
c. Demam
Pada demam rematik biasanya ringan, meskipun ada kalanya mencapai
39°C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai
suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda
infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit
lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna. 1,3,4

d. Peningkatan kadar reaktan fase akut


Berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta
leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi. Ketiga
tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali
jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu
diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal
jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia,akan
tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah
dankadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun
apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi
streptokokus akut dapat dipertanyakan. 1,3,4

e. Interval P-R yang memanjang


Biasanya menunjukkan adanya keterlambatan abnormal sistem konduksi
pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam rematik,
perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu,
interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan
adanya karditis rematik. 1,3,4

3.6 Diagnosa

Demam reumatik ditandai oleh berbagai manifestasi klinis dan


laboratorium. Sampai saat ini tidak ada satu jenis pemeriksaan laboratorium yang
spesifik untuk demam reumatik. Oleh karena itu diagnosis demam
reumatik/penyakit jantung reumatik didasarkan pada gabungan gejala dan tanda
klinis serta kelainan laboratorium.1

12
Kriteria Jones mewakili standar klinis untuk menegakkan diagnosis dan
telah mengalami beberapa revisi selama bertahun-tahun karena menurunnya
kejadian DRA di Barat. satu set kriteria diagnostik mungkin tidak lagi sesuai untuk
semua kelompok populasi yang dapat menyebabkan overdiagnosis pada populasi
yang angka kejadiannya rendah dan underdiagnosis pada populasi yang berisiko
tinggi. Baru-baru ini, Am erican Heart Association/American College of
Cardiology (AHA/ACC) (2015) telah menemukan revisi kriteria Jones yang telah
memasukkan modifikasi besar untuk area dengan prevalensi tinggi untuk
meningkatkan hasil diagnostik.4

Tabel 2. Kriteria yang Digunakan untuk Mendefinisikan DRA4

Kriteria WHO 2004 Pedoman Australia AHA/ACC 2015 untuk


untuk populasi populasi berisiko
berisiko tinggi tinggi
Manifestasi  Karditis  Karditis (termasuk  Karditis (klinis
Mayor  Poliartritis karditis subklinis) dan/atau subklinis)
 Korea  Poliartritis  Poliartritis
 Eritema Atau  Atau
marginatum  Monoartritis aseptik  Monoartritis
 Nodul subkutan Atau Atau
 Poliartralgia  Poliartralgia
 Korea  Korea
 Eritema marginatum  Eritema
 Nodul subkutan marginatum
 Nodul subkutan
Manifestasi  Demam  Demam  Demam
Minor  Poliartralgia  LED≥30 mm/h atau  LED≥30 mm/h atau
 Meningkatnya CRP≥30mg/L CRP≥30mg/L
reaktan fase akut  Interval PR  Interval PR
(LED atau memanjang memanjang

13
meningkatnya  Monoartralgia  Monoartralgia
hitung leukosit)
 Interval PR
memanjang
Kriteria  Meningkatnya ASO  Meningkatnya ASO  Meningkatnya ASO
Esensial atau antibodi atau antibodi atau antibodi
(mendahului Streptococcus Streptococcus Streptococcus
infeksi lainnya lainnya lainnya
Group A  Infeksi tenggorokan  Infeksi tenggorokan  Infeksi tenggorokan
Streptococci) positif positif positif
 Rapid antigen test  Rapid antigen test  Rapid antigen test
DRA Dua mayor  Pasti (definite) Dua mayor
Pertama Atau Dua mayor Atau
Satu mayor dan dua Atau Satu mayor dan dua
minor Satu mayor dan dua minor
Plus minor Plus
Bukti infeksi Group A Plus Bukti infeksi Group A
Streptococci Bukti infeksi Group A Streptococci
sebelumnya Streptococci sebelumnya
sebelumnya
 Mungkin (probable)
Tidak memenuhi satu
mayor atau satu minor
atau tidak adanya bukti
infeksi Group A
Streptococci namun
DRA dianggap paling
mungkin terjadi
Rekuren  Tanpa PJR Dua mayor Dua mayor
Dua mayor Atau Atau

14
Atau Satu mayor dan satu Satu mayor dan dua
Satu mayor dan dua minor minor
minor Atau Atau
Plus Tiga minor Tiga minor
Bukti infeksi Group A Plus Plus
Streptococci Bukti infeksi Group A Bukti infeksi Group A
sebelumnya Streptococci Streptococci
 Dengan PJR sebelumnya sebelumnya
Dua minor
Plus
Bukti infeksi Group A
Streptococci
sebelumnya

Kriteria Jones dimaksudkan untuk pedoman diagnosis demam


reumatik/penyakit jantung reumatik akut. Perlu ditekankan bahwa kriteria ini tidak
dibuat untuk mengganti clinical judgement dokter, melainkan hanya sebagai
petunjuk diagnosis. Pada kasus yang meragukan harus dilakukan observasi dan
penelitian yang cermat, sebab disamping menimbulkan kegelisahan pada penderita
atau orang tuanya, diagnosis demam reumatik mempunyai implikasi diberikannya
kemoprofilaksis yang lama.1

Kriteria DR menurut WHO tahun 2002-2003 dapat dilihat pada Tabel 3


berikut ini:2

Kategori diagnostik Kriteria


Demam rematik serangan pertama Dua mayor atau satu mayor dan dua
minor ditambah dengan bukti infeksi
SGA sebelumnya

15
Demam rematik serangan rekuren Dua mayor atau satu mayor dan dua
tanpa PJR minor ditambah dengan bukti infeksi
SGA sebelumnya
Demam rematik serangan rekuren Dua minor ditambah dengan bukti
dengan PJR infeksi SGA sebelumnya
Korea rematik Tidak diperlukan kriteria mayor
lainnya atau bukti infeksi SGA
PJR (stenosis mitral murni atau Tidak diperlukan kriteria lainnya
kombinasi dengan insufisiensi mitral untuk mendiagnosis sebagai PJR
dan/atau gangguan katup aorta)

3.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Kultur tenggorok

Penemuan SGA pada kultur tenggorok biasanya negatif pada saat gejala
demam rematik atau PJR terlihat. organisme harus di isolasi sebelum terapi
antibiotik inisiasi.9,10

2. Tes deteksi cepat antigen


Tes ini memungkinkan deteksi cepat antigen SGA dan memungkinkan
diagnosis faringitis streptokokal dan inisiasi terapi antibiotik ketika pasien masih
berada di ruang periksa. Karena spesifitasnya lebih dari 95% tetapi sensitivitasnya
hanya 60-90%, kultur tenggorok harus dilakukan menambahkan hasil tes ini.9,10

3. Antibodi Antistreptococcal
Gejala klinis demam rematik dimulai saat antibodi berada pada tingkat
puncaknya, oleh karena itu, tes antibodi antistreptococcal berguna untuk
mengkonfirmasi infeksi SGA sebelumnya. Peningkatan antibodi sangat berguna
terutama untuk pasien dengan gejala klinis yang ada hanya chorea. Titer antibbodi
harus di cek interval 2 minggu untuk mendeteksi kenaikan. Tes antibodi terhadap
ekstraselular antistreptococcal yang paling sering adalah antistreptolisin O (ASTO),

16
antideoxyribonuklease (DNAse) B, antihyaluronidase, antistreptokinase,
antistreptococcal esterase dan anti-DNA.9,10
Tes antibodi untuk komponen selular antigen SGA meliputi
antistreptococcal polisaccharida, antiteichoic acid antibodi, dananti M-protein
antibody Secara umum, rasio antibodi terhadap antigen ekstraselular streptococcal
meningkat selama bulan pertama setelah terinfeksi dan setelah itu menurun dalam
3-6 bulan sebelum kembali kekadar normal setelah 6-12 tahun. ASO memiliki titer
puncak 2-3 minggu setelah onset demam rematik dengan sensitivitas tes ini 80-
85%. Anti DNAse B sedikit lebih sensitif (90%) untuk mendeteksi demam rematik
atau glomerulonefritis akut.Antihyaluronidase biasanya abnormal pada pasien
demam rematik dengan titer ASO normal dan meningkat lebih awal dan bertahan
lebih lama dari peningkatan titer ASO selama demam rematik.9,10

4. Reaktan Fase Akut


C-reactive protein (CRP) dan laju endap darah meningkat pada demam
rematik dikarenakan inflamasi yang merupakan natur dari penyakit. Memiliki
sensitivitas yang tinggi tetapi spesifsitas yang rendah.9,10

5. Rontgen Thoraks
Pada insufisiensi mitral, foto thoraks dapat dilihat pembesaran atrium kiri
dan ventrikel kiri, kongesti pembuluh darah perihilar yang adalah tanda dari
hipertensi vena pulmonalis dapat juga terlihat. Kalsifikasi mitral jarang terjadi pada
anak kecil Pada mitral stenosis, lesi sedang atau berat, pada foto thoraks didapatkan
pembesaran atrium kiri dan pembesaran arteri pulmonalis dan ruang jantung kanan,
perfusi pada bagian apikal paru-paru yang lebih banyak Pada insufisiensi aorta,
didapatkan pembesaran ventrikel kiri dan aorta.9,10

6. Elektrokardiografi (EKG)
Pada mitral insufisiensi berat terlihat gel P bifasik, disertai tanda hipertrofi
ventrikel kiri dan berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kanan. Pada mitral
stenosis seiring dengan berat penyakit, terdapat gel P notched dan hipertrofi

17
ventrikel kanan menjadi terlihat. Pada EKG insufisiensi aorta mungkin normal,
tetapi pada kasus lanjutan terdapat hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang P
prominen Atrioventrikular (AV) blok derajat satu, yaitu dengan adanya
perpanjangan PR interval harus diperhatikan pada beberapa pasien dengan PJR.
Abnormalitas ini mungkin berhubungan dengan inflamasi miokardial lokal yang
meliputi nodus AV atau vaskulitis yang meliputi arteri di nodus AV. Hal ini
bukanlah penemuan spesifik dan tidak digunakan dalam kriteria diagnostik PJR
Bila demam rematik akut berhubungan dengan perikarditis, dapat terjadi ST elevasi
yang biasa terlihat pada lead II, III, aVF, and V4-V6. Pasien dengan PJR mungkin
mengalami atrialflutter, mutltifokal atrial takikardia atau atrial fibrilasi dari
penyakit katup mitral kronik dan dilatasi atrium.9,10

7 . Doppler-echocardiogram
Pada PJR akut, Doppler-echocardiography mengidentifikasi dan
menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Studi di Kamboja dan
Mozambique memperlihatkan peningkatan 10 kali prevalensi PJR ketika
ekokardiografi digunakan untuk screening klinis dibandingkan dengan penemuan
klinis saja. Pada karditis ringan, Doppler membuktikan adanya mitral regurgitasi
yang ada selama fase akut penyakit yang menghilang dalam minggu sampai bulan.
Tetapi pasien dengan karditis sedang hingga berat memiliki mitral dan atau aorta
regurgitasi persisten. Penemuan penting pada ekokardiografi dari mitral regurgitasi
dari valvulitis akut reumatik adalah dilatasi anula, elongasi dari korda tendinae
menuju daun katup anterior dan mitral regurgitasi jet mengarah posterior lateral
Selama demam rematik akut, ventrikel kiri menjadi sering dilatasi dengan ejeksi
fraksi yang normal atau memendek. Oleh karena itu, beberapa kardiologis
mempercayai insufisiensi katup dari endokarditis adalah penyebab dominan dari
gagal jantung pada demam rematik akut daripada disfungsi miokardium, yang
disebabkan miokarditis. Pada PJR kronik, ekokardiografi digunakan untuk melihat
perkembangan progresivitas dari stenosis katup dan membantu penentuan waktu
intervensi bedah. Daun katup yang terkena menjadi tebal secara difus, dengan fusi
komisura dan korda tendinae. Terjadinya peningkatan densitas echo dari katup

18
mitral menandakan kalsifikasi. Gambar dibawah ini memperlihatkan jet insufisiensi
sistolik mitral tipikal dilihat pada PJR.9,10

8. Kateterisasi Jantung

Hal ini tidak diindikasikan pada PJR akut. Pada PJR kronik dilakukan untuk
mengevaluasi penyakit katup mitral dan aorta dan untuk tindakan ballon stetosis
katup mitral. Hal yang harus diperhatikan setelah prosedur ini adalah perdarahan,
rasa nyeri, mual, dan muntah, serta obsrtuksi arteri atau vena dari trombosis dan
spasme. Komplikasi dapat meliputi mitral insufisiensi setelah dilatasi ballon,
takiaritmia, bradiaritmia, dan oklusi vascular.9,10

3.8 Pengobatan1,3,4,6,7,8,11

Pengobatan terhadap DR ditujukan pada 3 hal yaitu pencegahan primer pada


serangan DR, pencegahan sekunder DR, dan menghilangkan gejala yang
menyertainya, seperti tirah baring, penggunaan anti inflamasi, penatalaksanaan
gagal jantung dan korea. Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman
streptokokus pada saat serangan DR dan diberikan fase awal serangan. Pencegahan
sekunder DR bertujuan untuk mencegah serangan ulangan DR, karena serangan
ulangan dapat memperberat kerusakan katup katup jantung dan dapat menyebabkan
kecacatan dan kerusakan katup jantung.

a. Tirah baring
Lama dan tingkat tirah baring tergantung sifat dan keparahan serangan.

Tabel 4. Panduan aktivitas pada DRA

Aktivitas Artritis Karditis Karditis Karditis berat


minimal sedang
Tirah baring 1-2 minggu 2-4 minggu 4-6 minggu 2-4
bulan/selama
masih terdapat

19
gagal jantung
kongestif
Aktivitas 1-2 minggu 2-3 minggu 4-6 minggu 2-3 bulan
dalam
rumah
Aktivitas di 2 minggu 2-4 minggu 1-3 bulan 2-3 bulan
luar rumah
Aktivitas Setelah 6-10 Setelah 6-10 Setelah 3-6 bervariasi
penuh minggu minggu bulan

b. Antibiotika
Tujuan dari pencegahan primer adalah eradikasi streptokokus grup A,
penderita dengan faringitis bakterial dan hasil test positif untuk streptokokus grup
A harus diterapi sedini mungkin pada fase supuratif. Obat yang diberikan adalah
penicillin oral diberikan selama 10 hari, atau benzathine penicilin untuk intravena

1. Benzathine Penisilin G:
(anak) 600.000 U IM bila bb < 27 kg 1 kali
(anak) 1,2 juta IU IM bila bb>27 kg 1 kali
(dewasa) 1.2 Juta unit IM
2. Penisilin V
(anak) 250 mg po 2-3 kali/hari 10 hari
(dewasa) 500 mg po 2-3 kali/hari 10 hari
3. Amoxicillin 500 mg po 3 kali/hari 10 hari
4. Cephalosporin atau Erythromisin 40mg/kgbb/hari dibagi 2-4 dosis selama
10 hari

c. Profilaksis sekunder
Benzatin penisilin G setiap 3 atau 4 minggu, IM
BB ≤ 27 kg = 600.000 unit
BB > 27 kg = 1,2 juta unit

20
Alternatif lain

Penisilin V : 2 x 250 mg oral

Lama pemberian antibiotika profilaksis sekunder:

 Demam rematik dengan karditis dan penyakit jantung residual (kelainan katup
persisten)  Selama 10 tahun atau sampai usia 40 tahun, pada beberapa kondisi
(resiko tinggi terjadi rekuren) dapat seumur hidup.
 Demam rematik dengan karditis tetapi penyakit jantung residual (tanpa kelainan
katup)  Selama 10 tahun atau sampai usia 21 tahun
 Demam rematik tanpa karditis  Selama 5 tahun atau sampai usia 21 tahun.

d. Obat Anti inflamasi


Tabel 5. Diberikan untuk DRA atau PJR yang rekuren:
Hanya Artritis Karditis Karditis Karditis
Ringan sedang berat
Prednison - - 2-4 minggu 2-6 minggu
Aspirin 1–2 3-4 minggu 6-8 minggu 2-4 bulan
minggu
Dosis
 Prednison 2 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 3-4 dosis terbagi selama 2 minggu
kemudian diturunkan menjadi 1 mg/ kg/hari selama minggu ke 3 dan selanjutnya
dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya
 Untuk menurunkan resiko terjadinya rebound phenomenon, pada awal minggu ke
3 ditambahkan aspirin 100 mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya. Aspirin dapat
dkurangi menjadi 60 mg/KgBB setelah 2 minggu pengobatan.

21
Demam rematik akut juga dapat ditatalaksana berdasarkan manifestasi klinisnya
seperti pada tabel berikut.

Tabel 6. Tatalaksana Demam Rematik Akut berdasarkan Manifestasi Klinisnya

e. Istirahat & diet


Tujuan diet pada penyakit jantung adalah memberikan makanan secukupnya
tanpa memberatkan kerja jantung, mencegah atau menghilangkan penimbunan
garam atau air. Syarat-syarat diet penyakit jantung antara lain: energi yang cukup
untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal, protein yang cukup yaitu

22
0,8 gram/kgBB, lemak sedang yaitu 25-30% dari kebutuhan energi total (10%
berasal dari lemak jenuh dan 15% lemak tidak jenuh), Vitamin dan mineral cukup,
diet rendah garam 2-3 gram perhari, makanan mudah cerna dan tidakmenimbulkan
gas, serat cukup untuk menghindari konstipasi, cairan cukup 2 liter perhari. Bila
kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi melalui makanan dapat diberikan tambahan
berupa makanan enteral, parenteral atau sulemen gizi.
f. Tatalaksana korea syndenham
- Kurangi aktivitas fisik dan stres
- Untuk kasus berat dapat digunakan:
Fenobarbital  15-30 mg setiap 6-8 jam atau
Haloperidol dimulai dengan dosis 0,5 mg dan ditingkatkan setiap 8 jam
sampai 2 mg
g. Pasien dengan gejala sisa PJR
Memerlukan tatalaksana sendiri (akan dirujuk) tergantung pada berat
ringannya penyakit, berupa:
- Tindakan dilatasi balon perkutan untuk mitral stenosis
- Tindakan operasi katup jantung berupa valvuloplasti atau pengggantian katup.

Penderita PJR tanpa gejala tidak memerlukan terapi. Penderita dengan


gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi
keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi berupa suatu tindakan
bedah atau intervensi invasif. Tetapi terapi pembedahan dan intervensi ini masih
terbatas serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up
jangka panjang. Namun demikian, jika ditemukan kondisi gagal jantung yang
persisten atau semakin memburuk setelah diberikan terapi medikamentosa yang
agresif dalam mengobati penyakit jantung rematik akut, pembedahan yang
dilakukan dengan tujuan mengurangi insufisiensi katup merupakan suatu pilihan
yang dapat menyelamatkan nyawa seseorang. Sesungguhnya sekitar 40% pasien
dengan demam rematik akut akan menunjukkan adanya stenosis mitral pada usia
dewasa. Tindakan berupa mitral valvulotomi, valvuloplasti balon perkutaneus atau
penggantian katup mitral diindikasikan terhadap pasien dengan stenosis hebat.

23
3.9 Komplikasi

Komplikasi potensial dari PJR meliputi gagal jantung dari insufisiensi katup
(rematik karditisakut) atau stenosis (rematik karditis kronik). Komplikasi jantung
meliputi aritmia atrial, edema pulmonal, emboli pulmonal berulang, endokarditis
infeksi, pembentukan trombusintrajantung, dan emboli sistemik.11

3.10 Pencegahan1,3,4

1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer ini ditujukan kepada penderita DR. Terjadinya DR
seringkali disertai pula dengan adanya PJR Akut sekaligus. Maka usaha pencegahan
primer terhadap PJR Akut sebaiknya dimulai terutama pada pasien anak-anak yang
menderita penyakit radang oleh streptococcus beta hemolyticus grup A pada
pemeriksaan THT (telinga,hidung dan tenggorokan), di antaranya dengan
melakukan pemeriksaan radang pada anak-anak yang menderita radang THT, yang
biasanya menyebabkan batuk, pilek, dan sering juga disertai panas badan.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui kuman apa yang meyebabkan radang
pada THT tersebut. Selain itu, dapat juga diberikan obat anti infeksi, termasuk
golongan sulfa untuk mencegah berlanjutnya radang dan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya DR. Pengobatan antistreptokokkus dan anti rematik perlu
dilanjutkan sebagai usaha pencegahan primer terhadap terjadinya PJR Akut.

2. Pencegahan Sekunder
Pecegahan sekunder ini dilakukan untuk mencegah menetapnya infeksi
streptococcus beta hemolyticus grup A pada bekas pasien DR. Pencegahan tersebut
dilakukan dengan cara, diantaranya :
- Eradikasi kuman Streptococcus beta hemolyticus grup A
Pemusnahan kuman Streptococcus harus segera dilakukan setelah diagnosis
ditegakkan, yakni dengan pemberian penisilin dengan dosis 1,2 juta unit selama
10 hari. Pada penderita yang alergi pada penisilin, dapat diganti dengan
eritromisin dengan dosis maksimum 250mg yang diberikan selama 10 hari. Hal

24
ini harus tetap dilakukan meskipun biakan usap tenggorokan negative, kerana
kuman masih ada dalam jumlah sedikit di dalam jaringan faring dan tonsil.
- Obat anti radang
Pengobatan anti radang cukup efektif dalam menekan manifestasi radang akut
demam rematik, seperti salasilat dan steroid. Kedua obat tersebut sangat efektif
untuk mengurangi gejala demam, kelainan sendi serta fase reaksi akut. Lebih
khusus lagi, salisilat digunakan untuk DR tanpa karditis dan steroid digunakan
untuk memperbaiki keadaan umum anak, nafsu makan cepat bertambah dan laju
endapan darah cepat menurun. Dosis dan lamanya pengobatan disesuaikan
dengan beratnya penyakit.
- Diet
Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada
sebagian besar kasus diberikan makanan dengan kalori dan protein yang cukup.
Selain itu diberikan juga makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas,
dan serat untuk menghindari konstipasi. Bila kebutuhan gizi tidak dapat
dipenuhi melalui makanan dapat diberikan tambahan berupa vitamin atau
suplemen gizi.
- Tirah baring
Semua pasien DR Akut harus tirah baring di rumah sakit. Pasien harus diperiksa
tiap hari untuk pengobatan bila terdapat gagal jantung. Karditis hampir selalu
terjadi dalam 2-3 minggu sejak awal serangan, sehingga pengamatan yang ketat
harus dilakukan selama masa tersebut.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi, di mana
penderita akan mengalami kelainan jantung pada PJR, seperti stenosis mitral,
insufisiensi mitral, stenosis aorta, dan insufisiensi aorta.
Tabel 7. Durasi Pencegahan berdasarkan Kategori Pasien

Kategori pasien Durasi

25
Demam rematik tanpa karditis Sedikitnya sampai 5 tahun setelah
serangan terakhir atau hingga usia 18
tahun
Demam rematik dengan karditis tanpa Sedikitnya sampai 10 tahun setelah
bukti adanya penyakit jantung serangan terakhir atau hingga usia 25
residual/kelainan katup. tahun, dipilih jangka waktu yang
terlama
Demam reumatik akut dengan karditis Sedikitnya 10 tahun sejak episode
dan penyakit jantung residual (kelainan terakhir atau sedikitnya hingga usia
katup persisten) 40 tahun, dan kadang-kadang seumur
hidup
Setelah operasi katup Seumur hidup

26
3.11 Prognosis

Manifestasi demam rematik akut mereda dalam 12 minggu pada 80% pasien
dan memanjang menjadi 15 minggu pada sisanya. Demam rematik adalah penyebab
kematian utama usia 5-20 tahun di Amerika Serikat 100 tahun yang lalu, dengan 8-
30% karena karditis dan valvulitis tetapi menurun menjadi 4% pada tahun 1930-an.
Dengan berkembangnya antibiotik pada tahun 1960-an rate mortalitas menurun
sampai hampir 0% dan 1-10% dinegara berkembang. Penyakit katup kronik juga
mengalami perbaikan 60-770% pada pasien sebelum masa antibiotik dan menurun
menjadi 9-39% setelah penisilin di kembangkan.Secara umum, insidens residual
PJR dalam 10 tahun adalah 34% pasien tanpa kekambuhan tetapi 60% pasien
dengan kekambuhan demam rematik. Hilangnya murmur dalam 5 tahun terjadi
pada 50% pasien. Pasien mengalami abnormalitas katup 19 tahun setelah episode
demam rematik. Diperlukan pencegahan kekambuhan demam rematik.10

Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis


ditegakkan, umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang
diberikan, serta jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada
penderita dengan karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5
tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan semakin
jarang terjadi setelah usia 21 tahun.10

DAFTAR PUSTAKA

27
1. Nova R. 2013. Demam Rematik dan Penyakit Demam Rematik. Standar
Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak. Palembang: RSMH
2. Kliegmen B, Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2, Edisi 15. Jakarta: EGC,
3. Rudolph AM. Rudolph’s Pediatric. ed- 21. Mcgraw Hill.2003
4. Kumar V, Cotran R, Robbins A. 2007. Buku Ajar Patologi Anatomi. Vol.2.
Edisi 7. Jakarta: EGC
5. Pedoman Bagi RS Rujukan Tingkat Pertama Di kota, Pelayanan Kesehatan
Aak DI RS,Jakarta: WHO Indonesia. 2009
6. Staf pengajar IKA FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid 2.
Infomedika Jakarta : FKUI.
7. Tilkian AG, Conover MB. Memahami bunyi dan bising jantung dalam
praktik sehari – hari. Jakarta: Binarupa Aksara.
8. Pusponegoro HD,dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Edisi 1. IDAI
9. Gerber MA. Chapter 182. Rheumatic Fever. In :Kleigman RM, Behrman
RE, Jenson HB,Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.18th ed. UK :
Elsevier; 2007
10. Chin TK, Chin EM, Siddiqui T, Sundell AK. Article : Pediatric Rheumatic
Heart Disease.Updated May 30th 2012.
Available at :http: //emedicine.medscape.com/article/891897-overview#
showall.
11. Endang, Sri. R. 2011. Demam Rematik Akut. Pendidikan ilmu kesehatan
anak berkelanjutan (PIKAB) IX

1
Nova R.Demam Rematik dan Penyakit Demam Rematik. Standar Penatalaksanaan Ilmu
Kesehatan Anak. Palembang: RSMH.2013

2
National heart foundation of Australia and the cardiac society of Australia and new Zealand.
Australia guideline for prevention, diagnosis and management of acute rhematic fever and
rheumatic heart disease. Australia : Menzies school of health research.2012
3
Rudolph AM. Rudolph’s Pediatric. ed- 21. Mcgraw Hill.2003

4
Julian WD. Penyakit Jantung Rematik.J Medula Unila.2016.139-145

28

Anda mungkin juga menyukai