Anda di halaman 1dari 14

TUGAS TERSTRUKTUR KEWARGANEGARAAN

ANALISIS KASUS KORUPSI GARDU LISTRIK

Disusun oleh:

Dina Sami Arum Lestari

G1F014015

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2018
I. LATAR BELAKANG

Korupsi merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Korupsi sudah

berkembang di lingkungan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal ini jelas sangat

merugikan perekonomian negara serta menghambat jalannya pembangunan bagi

negara Indonesia. Tindak pidana korupsi telah dianggap sebagai “extraordinary

crime” atau kejahatan luar biasa. Pemberantasan tindak pidana korupsi di

Indonesia telah diatur dalam hukum positif yaitu Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah

diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi. Dalam undang-undang tersebut terdapat sanksi pidana

yang penerapannya dilakukan secara kumulatif (Priscyllia, 2014).

Korupsi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat dan sulit untuk

diberantas. Pada tahun 2012, Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan 285

kasus korupsi yang merugikan negara hingga Rp 1,22 triliun. ICW mencatat

jumlah tersangka korupsi mencapai 597 orang. Dari hasil temuan ICW tersebut,

perkembangan meningkatnya kasus korupsi perlu dilakukan upaya pencegahan

dan mengurangi terjadinya kasus korupsi. Salah satunya tidak terlepas dari sanksi

hukum yang dijatuhkan bagi pelaku korupsi atau yang biasa disebut koruptor.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi jo.Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1991 tentang Pemberantasan Korupsi memuat

berbagai macam sanksi yang memungkinkan dijatuhkannya pidana seumur hidup


bagi para koruptor. Pada faktanya indeks korupsi di Indonesia tidak juga turun

(Priscyllia, 2014).

Kasus pelanggaran atau kecurangan seperti korupsi begitu banyak terjadi di

Indonesia. Bukan hanya melibatkan pegawai biasa, bahkan saat ini pelaku korupsi

merupakan orang – orang yang memiliki jabatan tinggi atau kekuasaan tertentu

bahkan dibagian departemen milik pemerintah. Suatu bentuk tanggung jawab

yang diberikan oleh masyarakat kepada seseorang pemegang jabatan baik pada

instansi milik negara maupun swasta hendaknya dikerjakan dengan baik dan

penuh amanah, bukan dijadikan sebagai sebuah kesempatan untuk mencari

keuntungan bagi pihak yang tidak bertanggung jawab. Korupsi juga menjadi pintu

masuk berkembang suburnya terorisme dan kekerasan oleh sebab itu kesenjangan

sosial dan ketidak adilan masih berlanjut berlangsung sementara sebagian kecil

masyarakat dapat hidup lebih baik, lebih sejahtera, mewah ditengah kemiskinan

dan keterbatasan masyarakat pada umumnya. Munculnya aksi-aksi teror

disebabkan oleh menganganya kesenjangan dan ketidak adilan dalam masyarakat

(Andi Hamzah, 2004).

Hal yang sering disadari oleh pelaku-pelaku korupsi, tindak pidana korupsi

merupakan kejahatan kompleks dan berimplikasi sosial kepada orang lain karena

menyangkut orang lain untuk memperoleh kesejahteraan yang sama. Bahkan

korupsi bisa disebut sebagai dosa sosial dimana sebuah dosa atau kejahatan yang

dilakukan dan berdampak bagi banyak orang, nilai kedosaan jauh lebih besar

ketimbang dosa yang bersifatnya personal (Indriyanto, 2000).


Gugatan perdata yang ada dalam Undang-undang pemberatasan tindak

pidana korupsi memberikan beban pembuktian adanya unsur kerugian negara

kepada jaksa pengacara negara. Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Menghilangkan korupsi bukanlah hal yang gampang, karena itu telah berurat

berakar dan menjalar kemana-mana di negri kita ini. Secara cultural dan

structural, memberantas korupsi adalah mensosialisasikan nilai baru bahwa

korupsi merupakan sebuah tindakan yang berisiko tinggi dan bernilai rendah.

Secara structural,memberantas korupsi berarti memberantas KKN dengan

memberdayakan komisi pemeriksaan kekayaan pejabat dan latar belakang

kehidupannya (Andi Hamzah, 2004).

II. PERUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan korupsi?

2. Dugaan apa saja yang didakwakan kepada Dahlan Iskan?

3. Bagaimana kronologi kasus korupsi Dahlan Iskan?

4. Bagaimana analisis kasus korupsi Dahlan Iskan?

III. PEMBAHASAN

1. Korupsi

a. Pengertian

Korupsi berasal dari bahasa latin “corruption” atau “coruptus” yang

berarti kerusakan atau kebobrokan. Arti secara harafiah korupsi adalah

kebusukan, keburukan, kebejatan korupsi adalah perbuatan buruk seperti

penggelapan uang, penerimaan uang dan sebagainya. Adapun arti dari korupsi

dapat berupa (Alatas, 1987):


a. Perbuatan yang buruk (seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok,

dan sebagainya).

b. Penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, dan

sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.

Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat

dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada

hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan

korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan

jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum

dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari

kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber

kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan

formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk

memperkaya diri sendiri.

Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan

jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi

dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.

(Wertheim, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan

tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan

mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan

kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan

hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya,

Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima

atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau
partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi

dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang

demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah

tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan

pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan

masyarakat.

b. Jenis Tindak Pidana Korupsi

Jenis tindak pidana korupsi ada 7 (tujuh), yaitu :

1) korupsi yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara

2) korupsi yang berkaitan dengan suap-menyuap

3) korupsi yang berkaitan dengan penggelapan dalam jabatan

4) korupsi yang berkaitan dengan perbuatan pemerasan

5) korupsi yang berkaitan dengan perbuatan curang

6) korupsi yang berkaitan dengan benturan kepentingan dalam pengadaan

7) korupsi yang berkaitan dengan gratifikasi

c. Faktor Penyebab

Menurut Alatas (1987) faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana

korupsi adalah :

1) Lemahnya pendidikan agama dan etika;

2) Tidak dapat membedakan milik pribadi dengan milik lembaga;

3) Kolonialisme;

4) Kurangnya pendidikan;

5) Kemiskinan;

6) Tidak adanya sanksi yang keras;


7) Kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelaku anti korupsi;

8) Struktur pemerintahan;

9) Perubahan radikal

10) Keadaan masyarakat.

d. Dampak Tindak Pidana Korupsi

Akibat korupsi menimbulkan dampak negatif yang serius terkait dengan

permasalahan pembangunan nasional meliputi beberapa aspek, yaitu:

1) kehidupan politik dan ekonomi nasional;

2) kebocoran anggaran pada organisasi atau administrasi pemerintahan;

3) terkoporasi pada kelemahan pengawasan pembangunan nasional.

e. Upaya Pencegahan Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) sudah melakukan upaya-upaya

untuk pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi. Menurut Wakil Ketua

KPK Laode M Syarif ada empat hal utama yang dilakukan KPK untuk

pencegahan (Kompas.com).

Pertama, upaya perbaikan dalam pengadaan barang dan jasa di pemerintah,

agar lebih akuntabel dan transparan. Sektor ini menurut KPK rawan terjadinya

tindak pidana korupsi.

Kedua, KPK membantu melakukan perbaikan masalah perizinan. Menurut

Syarif, sistem perizinan harus satu pintu agar mudah untuk dikontrol. Sistem

yang sudah berjalan juga harus diperbaiki agar akuntabel dan transparan.
Tujuan sistem ini, untuk mencegah pertemuan pihak pemohon dan pemberi

izin yang berpotensi menimbulkan korupsi.

Ketiga, dalam sistem penganggaran harus ada sistem e-planning dan e-

budgeting. Hal itu untuk mencegah mark up yang biasa terjadi pada saat

perencanaan anggaran.

Keempat, yakni penguatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah

(APIP). Sekarang ini, APIP punya tugas melapor ke kepala daerah. APIP juga

masih di bawah kepala daerah. Hal ini dinilai kurang efektif.

2. Dugaan yang didakwakan kepada Dahlan Iskan

KPK hingga kini belum dilibatkan dalam penanganan perkara dugaan

korupsi pembangunan 21 Gardu Induk (GI) di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara

yang menyeret mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan

Iskan sebagai tersangka. Kasus itu saat ini ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung)

dan Polri. Berdasarkan informasi yang diterima Liputan6.com, terdapat sejumlah

perkara korupsi yang diduga dilakukan Dahlan Iskan dan dilaporkan pihak-pihak

tertentu ke KPK saat lembaga antikorupsi ini masih dipimpin Abraham Samad

(BBC, 2015).

Namun, hingga perkara korupsi ini dinaikkan ke tingkat penyidikan oleh

Kejati DKI Jakarta, KPK belum juga mengusut kasus tersebut. Dahlan Iskan

ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada pembangun 21

Gardu Induk (GI) di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara oleh Kejati DKI Jakarta.

Diduga hal itu dilakukannya saat masih menjabat sebagai Direktur Utama PLN.

Selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek senilai lebih dari Rp 1
triliun itu, Dahlan dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun

2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Diduga negara mengalami

kerugian hingga Rp 33 miliar (BBC, 2015).

3. Kronologi Kasus Dahlan Iskan

Kejaksaan Tinggi Jakarta telah menetapkan mantan Menteri BUMN dan

Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara, Dahlan Iskan, sebagai tersangka

kasus dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk di Jawa, Bali, dan Nusa

Tenggara pada 2011-2013. “Berdasarkan dua alat bukti, tim penyidik menyatakan

bahwa saudara Dahlan Iskan telah memenuhi syarat untuk menjadi tersangka,”

kata Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Adi Toegarisman, dalam jumpa pers

pada Jumat (5/6) sore. Menurut Kepala Kejati Jakarta, Dahlan ditetapkan sebagai

tersangka dalam posisi sebagai kuasa pengguna anggaran dalam kasus dugaan

korupsi pembangunan 21 gardu induk tersebut (BBC, 2015).

Dahlan Iskan menjabat sebagai Direktur Utama PT Perusahaan Listrik

Negara saat kasus dugaan korupsi ini terjadi. Sebelum ditetapkan sebagai

tersangka, Dahlan Iskan telah diperiksa oleh tim penyidik kejaksaan pada Kamis

(04/06) dan dilanjutkan pada Jumat (05/06) ini. Walaupun telah ditetapkan

sebagai tersangka, Dahlan Iskan tidak ditahan. Pekan depan, dia akan kembali

diperiksa oleh Kejati (BBC, 2015).

Usai diperiksa, Dahlan tidak bersedia menanggapi pertanyaan wartawan

tentang status tersangka atas dirinya. “Tanya jaksa,” katanya seraya tertawa dan

menuju kendaraan pribadinya. “Berdasarkan dua alat bukti, tim penyidik


menyatakan bahwa saudara Dahlan Iskan telah memenuhi syarat untuk menjadi

tersangka. Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Adi Toegarisman (BBC, 2015).

Sejauh ini Kejaksaan telah menetapkan 15 tersangka, dan sembilan orang di

antara mereka adalah petinggi PLN cabang Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, serta

para petinggi rekanan. Kejaksaan mengusut kasus ini sejak Juni 2014 setelah

menerima laporan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

terhadap proyek senilai Rp1,06 triliun ini (BBC, 2015).

BPKP dalam auditnya menyebutkan bahwa proyek tersebut diduga

merugikan negara sebesar Rp 33 miliar. Menurut Kejaksaan, penyimpangan

ditemukan antara lain ketika penandatanganan kontrak pembangunan gardu induk

pada 2011, tetapi lahannya belum dibebaskan. Hingga tenggat proyek berakhir

pada 2013, hanya lima gardu yang dapat dibangun oleh pihak rekanan PT PLN.

Dahlan Iskan merupakan figur keempat dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II

pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono yang ditetapkan tersangka terkait korupsi.

Sebelumnya ada tiga sosok yang dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) saat mereka masih menjabat menteri, yakni Menpora Andi Alfian

Mallarangeng, Menteri Agama Suryadharma Ali, dan Menteri Energi dan Sumber

Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik (BBC, 2015).

4. Analisis Kasus Korupsi Dahlan Iskan

a. Pengertian Korupsi Berdasarkan Kasus

Henry Campbell Black, korupsi diartikan sebagai “an act done with an

intent to give some advantage inconsistent with official duty and the rights of

others”, (terjemahan bebasnya: suatu perbuatan yang dilakukan dengan

maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan


kewajiban resmi dan hak – hak dari pihak lain). menurut Black adalah

perbuatan seseorang pejabat yang secara melanggar hukum menggunakan

jabatannya untuk mendapatkan suatu keuntungan yang berlawanan dengan

kewajibannya. David M. Chalmer menguraikan pengertian korupsi dalam

berbagai bidang, antara lain menyangkut masalah penyuapan yang

berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi dan menyangkut bidang

kepentingan umum (Alatas, 1987).

Berdasarkan pengertian diatas dapat dianalisis bahwa kasus oleh Dahlan

Iskan merupakan tindakan korupsi melanggar aturan dengan

menyalahgunakan jabatan yang tinggi untuk keuntungan pribadi dan pihak

tertentu dalam bidang pembangunan yang menyangkut kepentingan umum.

b. Jenis dan Tipe Korupsi Berdasarkan Kasus

Berdasarkan uraian di atas, tidakan korupsi Dahlan Iskan termasuk

kedalam Benveniste Tipe Mercenery corruption, yakni jenis tindak pidana

korupsi yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui

penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan (Alatas, 1987).

c. Faktor Penyebab Korupsi Berdasarkan Kasus

Gone Theory faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi secara umum

(Indriyanto, 2009):

1) Greeds (Keserakahan), dari kasus “Dahlan Iskan”, juga bisa saja karna

faktor keserakahan yang ada dalam dirinya, sehingga ia melakukan tindak

korupsi tersebut.
2) Opportunities (Kesempatan), dengan jabatannya yang tinggi ini, ia

menggunakan wewenang dan kekuasaannya untuk mendapatkan

keuntungan, dan itu merupakan suatu yang bisa menjadi kesempatan atau

peluang bagi siapa saja untuk melakukan tindak pidana korupsi.

3) Needs (Kebutuhan), demi memenuhi kebutuhannya sehingga ia melakukan

tindak korupsi tersebut karena keadaan dan kesempatan yang ada.


IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan tingkah

laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk

keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Dahlan Iskan

merupakan salah satu pelaku tindak korupsi dalam bidang pembangunan yaitu

pembangunan 21 Gardu Induk (GI) di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara yang

menyangkut kepentingan umum. Beberapa faktor penyebab terjadinya tindak

pidana korupsi meliputi keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan pengungkapan.

Saran

Solusi agar tidak terjadi kasus serupa adalah dengan memberikan hukuman

yang berat kepada para pelaku korupsi sehingga memberikan efek jera bagi

pelakuknya dan sebagai peringatan kepada yang belum terlibat kasus korupsi

untuk tidak melakukan tindakan korupsi. Hukuman yang berat seperti penjara

seumur hidup, hukuman mati, denda, menyita seluruh aset keluarga yang dimiliki

tersangka, dan lain-lain.


V. DAFTAR PUSTAKA

Alatas,S.H. , 1987. Korupsi, Sifat, Sebab dan Fungsi, LP3ES, Jakarta.

Andi Hamzah, 2004. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan

Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

BBC, 2015, Dahlan Iskan Tersangka Kasus Korupsi Gardu Listrik,

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/06/150605_indonesia_dahl

aniskan_tersangka, di akses tanggal 27 desember 2017

Indriyanto Seno Adji, S.H., M.H., 2009. Korupsi dan Penegakan Hukum, Media,

Jakarta.

Kartono, Kartini, 1983, Patologi Sosial, CV Rajawali, Jakarta

Kompas.com,2017, Empat hal yang diupayakan kpk untuk mencegah korupsi,

http://nasional.kompas.com/read/2017/09/17/17480601/empat-hal-yang-

diupayakan-kpk-untuk-mencegah-korupsi, diakses tanggal 27 desember 2017

Peicyllia, 2014, Pemiskinan Korupsi Sebagai Salah Satu Hukuman Alternatif Dalam

Tindak Pidana Korupsi, Universitas Atmajaya Yogyakarta, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai