Anda di halaman 1dari 26

Makalah Kurikulum dan Pembelajaran

KOMPONEN-KOMPONEN
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Kurikulum dan
Pembelajaran
Dosen Pengampu: Novy Trisnani, M.Pd

Disusun oleh:
Ana Lutfy Sholihah (15013055)
Cahyaningtyas Dewi N. (15013056)
Semester V B

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
IKIP PGRI WATES
2017/2018DAFTAR ISI

Daftar Isi ..............................................................................................................i


BAB I Pendahuluan ............................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................2
C. Tujuan .......................................................................................................2
BAB II Pembahasan ...........................................................................................3
A. Pengertian Komponen Kurikulum ............................................................3
B. Komponen-Komponen Kurikulum ...........................................................4
C. Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum .........................................21
BAB III Penutup .................................................................................................25
A. Kesimpulan ...............................................................................................25
B. Saran .........................................................................................................26

1
Daftar Pustaka 27BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam menyukseskan pendidikan banyak hal harus diperhatikan, salah
satunya adalah kurikulum yang matang dan mudah diakses oleh seluruh
pelaksana pendidikan di semua satuan pendidikan. Kurikulum merupakan
jantung pendidikan karena kurikulum menentukan jenis dan kualitas
pendidikan. Kurikulum dapat diartikan dengan beragam variasi. Ada yang
memandangnya secara sempit, yaitu kurikulum sebagai kumpulan mata
pelajaran atau bahan ajar. Ada yang mengartikannya secara luas, meliputi
semua pengalaman yang diperoleh siswa karena pengarahan, bimbingan dan
tanggung jawab sekolah. Kurikulum juga diartikan sebagai dokumen tertulis
dari suatu rencana atau program pendidikan, dan juga sebagai pelaksanaan
dari rencana yang sudah direncanakan. Tidak semua yang ada dalam
kurikulum tertulis, kemungkinan dilaksanakan dikelas.
Fungsi kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan. Maka hal ini berarti bahwa sebagai alat
pendidikan kurikulum memiliki bagian-bagian penting dan penunjang yang
dapat mendukung operasinya secara baik. Bagian-bagian ini disebut
komponen. Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan
memiliki komponen-komponen yang saling berkaitan, berinteraksi dalam
rangka dukungannya untuk mencapai tujuan itu.
Pengembangan kurikulum harus dimulai dengan menentukan landasan
atau asas-asas pengembangannya sebagai pondasi. Penentuan landasan
pengembangan kurikulum inilah yang kemudian dapat digunakan sebagai
dasar atau landasan dalam mengembangkan komponen-komponen kurikulum.
Pengembangan komponen-komponen kurikulum inilah yang kemudian
membentuk sistem kurikulum. Apabila komponen yang membantu sistem
kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan yang lainnya maka sistem
kurikulum akan terganggu pula.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian komponen pengembangan kurikulum?
2. Apa saja komponen-komponen kurikulum?
3. Bagaimanakah langkah-langkah pengembangan kurikulum?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian komponen pengembangan kurikulum.
2. Untuk mengetahui komponen-komponen pengembangan kurikulum.
3. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam pengembangan kurikulum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Komponen Kurikulum


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 585) komponen
adalah unsur atau bagian dari keseluruhan. Sedangkan kurikulum
didefinisikan sebagai suatu program yang direncanakan dan dilaksanakan
untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan (Abdullah Idi, 2007: 184-185).
Jadi dapat disimpulkan bahwa komponen kurikulum adalah bagian dari
rangkaian atau sistem program pendidikan yang direncanakan dan
dilaksanakan guna mencapai tujuan pendidikan.
Banyak ahli kurikulum memberikan gagasannya mengenai komponen-
komponen yang harus termuat dalam kurikulum. Hilda Taba (Ella Yulaelawati,
2004: 25) menyatakan bahwa kurikulum memuat: pernyataan tujuan,
menunjukkan pemilihan dan pengorganisasian substansi, memanifestasikan
pola belajar-mengajar, serta memuat program penilaian hasil belajar.
Sedangkan Tyler (Muhammad Joko Susilo, 2007: 88) mengemukakan
pertanyaan pokok yang mendasari ditemukannya komponen kurikulum, yaitu:
1. Tujuan apa yang harus dicapai sekolah?
2. Bagaimanakah memilih bahan pelajaran guna mencapai tujuan itu?
3. Bagaimanakah bahan disajikan agar efektif diajarkan?
4. Bagaimanakah efektivitas belajar dapat dinilai?
Dari keempat pertanyaan tersebut maka diperoleh empat komponen
kurikulum yakni tujuan, bahan pelajaran, proses belajar mengajar, serta
evaluasi dan penilaian. Pola kurikulum yang dikemukakan Tyler ini tidak
sesederhana pertanyaan yang diajukan, namun lebih kompleks. Keempat
komponen ini saling berkaitan. Jika salah satu komponen tidak berkaitan maka
akan mengganggu sistem kurikulum. Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan
Pembelajaran dalam buku Kurikulum dan Pembelajaran (2007: 46)

3
menggambarkan keterkaitan empat komponen kurikulum yang diadaptasi dari
empat pertanyaan pokok Tyler, seperti terlihat pada bagan berikut.

TUJUAN

EVALUASI ISI

METODE

B. Komponen-Komponen Kurikulum
Telah dikemukakan pada subbab sebelumnya bahwa kurikulum
memiliki empat komponen, yakni komponen tujuan, komponen
bahan/isi/materi pelajaran, komponen proses belajar mengajar/metode/strategi,
serta komponen evaluasi. Uraian dari keempat komponen tersebut sebagai
berikut.
1. Komponen Tujuan
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang
diharapkan. Tujuan kurikulum merupakan penguraian tujuan pendidikan
pada umumnya dan tujuan kelembagaan pada khususnya, yang
dirumuskan secara bertahap, berjenjang, dan berkesinambungan, serta
disusun dalam format tujuan-tujuan kemampuan. Pendidikan memiliki
tujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa yang meliputi beberapa
aspek seperti pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill), perilaku, hasil
tindakan, dan sikap afektif, serta pengalaman eksploratoris (pengalaman
lapangan).
Perumusan tujuan tersebut mengandung hasil-hasil yang hendak
diperoleh, yang berkenaan dengan aspek-aspek edukatif, administratif,
sosial, serta aspek-aspek lainnya yang disusun secara berjenjang, baik
untuk jangka panjang, jangka menengah maupun jangka pendek. Tujuan
pendidikan dapat diuraikan menjadi beberapa klasifikasi, mulai dari tujuan
umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur yang

4
kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan pendidikan diklasifikasikan
menjadi 4, yaitu:
a. Tujuan Pendidikan Nasional (TPN), adalah tujuan yang bersifat paling
umum dan merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman
oleh setiap penyelenggara pendidikan. Artinya, setiap lembaga dan
penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia yang
sesuai dengan rumusan itu, baik pendidikan yang diselenggarakan oleh
lembaga pendidikan formal, informal maupun nonformal. Sesuai
GBHN, dasar pendidikan nasional adalah Falsafah negara Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Pasal 3 Tap MPR Nomor
IV/MPR/1973 menjelaskan bahwa “Tujuan Pendidikan Nasional
adalah membentuk manusia pembangunan ber-Pancasila dan
membentuk pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan
kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi
dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang
tinggi disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan
sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam
Undang-Undang Dasar 1945” (Hamalik, 2013: 131). Selain itu dalam
Pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Tim Pustaka Merah Putih, 2007: 11) menyatakan
bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis secara bertanggung jawab”.
b. Tujuan Institusional (TI), adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap
lembaga pendidikan. Dengan kata lain, tujuan ini dapat didefinisikan
sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah
mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program di suatu

5
lembaga pendidikan tertentu. Tujuan institusional merupakan tujuan
antara untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk
kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, misalnya standar
kompetensi pendidikan dasar, menengah, kejuruan, dan jenjang
pendidikan tinggi.
c. Tujuan Kurikuler (TK), adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap
bidang studi atau mata pelajaran. Oleh sebab itu, tujuan kurikuler dapat
didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki siswa setelah
mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu
lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler umumnya dirumuskan dalam
bentuk tujuan-tujuan kompetensi. Perangkat yang tercakup dalam
kompetensi pada umumnya meliputi tiga hal penting, yaitu
pengetahuan, sikap dan nilai, serta keterampilan. Tujuan kurikuler juga
dapat mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan lembaga
pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan kurikuler harus dapat
mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan institusional. Contoh
tujuan kurikuler adalah tujuan bidang studi Matematika di SD, tujuan
pelajaran IPS di SLTP, dan sebagainya. Dalam kurikulum yang
berorientasi pada pencapaian kompetensi, tujuan kurikuler
tergambarkan pada standar isi setiap mata pelajaran atau bidang studi
yang harus dikuasai siswa pada setiap satuan pendidikan. Hamalik
(2013: 133) mengemukakan bahwa ada unsur-unsur umum yang
terdapat dalam kompetensi yaitu:
1) Kompetensi memiliki fokus dan konteks, yaitu kehidupan nyata
dan berbagai peranan.
2) Kompetensi dibentuk melalui integrasi dan aplikasi yang kompleks
dari berbagai kemampuan.
3) Integrasi dan aplikasi merefleksikan pengetahuan, sikap dan nilai,
serta keterampilan secara seimbang.
4) Kompetensi juga dicirikan dengan kinerja, bukan hanya
penguasaan pengetahuan, sikap dan nilai, serta keterampilan saja.
Sedangkan Hall dan Jones (Hamalik, 2013: 133-134) menyatakan
bahwa kompetensi merupakan gambaran utuh dari perpaduan antara

6
pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur, sebagai
berikut.
1) Kompetensi lulusan berisikan seperangkat kompetensi yang harus
dikuasai lulusan, yang menggambarkan profil lulusan secara utuh.
2) Kompetensi lulusan menggambarkan berbagai aspek kompetensi
yang harus dapat dikuasai, yang mencakup aspek kognitif, afektif
maupun psikomotorik.
3) Kompetensi lulusan berdasarkan visi dan misi lembaga
penyelenggara pendidikan, tuntutan masyarakat, perkembangan
IPTEK, masukan dari kalangan profesi, hasil analisis tugas dan
prediksi tantangan mendatang.
d. Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP), merupakan
bagian dari tujuan kurikuler dapat didefinisikan sebagai kemampuan
yang harus dimiliki oleh siswa setelah mereka mempelajari bahasan
tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan.
Karena hanya guru yang memahami kondisi lapangan, termasuk
memahami karakteristik siswa yang hanya akan melakukan
pembelajaran di suatu sekolah, maka menjabarkan tujuan pembelajaran
adalah tugas guru. Sebelum melakukan proses belajar mengajar guru
perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dikuasai oleh siswa
setelah mereka selesai mengikuti pelajaran.
Dasar perumusan tujuan dalam sistem pendidikan di Indonesia
adalah klasifikasi yang dikemukakan Bloom dalam bukunya Taxonomy of
Educational Objektives pada 1965 (Tim Pengembang MKDP Kurikulum
dan Pembelajaran, 2017: 48). Bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus
dirumuskan dapat digolongkan ke dalam tiga klasifikasi atau tiga domain
(bidang), yaitu:
a. Domain kognitif, adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan
kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir seperti kemampuan
mengingat dan kemampuan memecahkan masalah. Domain kognitif
terdiri dari enam tingkatan dimana tiga tingkatan pertama adalah
kemampuan kognitif tingkat rendah dan tiga tingkatan kedua adalah

7
kemampuan kognitif tingkat tinggi. Keenam tingkatan kognitif tersebut
adalah sebagai berikut.
1) Mengetahui, adalah kemampuan mengingat dan kemampuan
mengungkapkan kembali informasi yang sudah dipelajarinya
(recall). Kemampuan ini merupakan kemampuan taraf yang paling
rendah. Kemampun dalam bidang ini dapat berupa: Pertama,
pengetahuan tentang sesuatu yang khusus, misalnya mengetahui
tentang terminologi atau istilah-istilah yang dinyatakan dalam
bentuk simbol-simbol tertentu baik verbal maupun nonverbal;
pengetahuan tentang fakta, misalnya kemampuan untuk mengingat
tokoh proklamator Indonesia, mengingat tanggal dan tahun sumpah
pemuda, mengingat deskripsi tentang suatu teori dan sebagainya.
Pengetahuan mengingat fakta semacam ini sangat bermanfaat untuk
mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi. Kedua, pengetahuan
tentang cara/prosedur suatu proses tertentu, misalnya kemampuan
untuk mengungkapkan suatu gagasan, kemampuan untuk
mengurutkan langkah-langkah tertentu, kemampuan untuk
menggolongkan atau mengategorikan sesuatu berdasarkan kriteria
tertentu dan sebagainya.
2) Memahami, adalah kemampuan untuk memahami suatu objek atau
subjek pembelajaran. Kemampuan untuk memahami akan mungkin
terjadi apabila telah mengetahui sejumlah hal. Oleh sebab itu,
memahami lebih tinggi tingkatannya dari mengetahui. Memahami
bukan hanya sekedar mengingat fakta, tetapi berkenaan dengan
kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan, atau
kemampuan mengungkap makna atau arti suatu konsep.
Kemampuan ini bisa merupakan kemampuan menerjemahkan,
menafsirkan ataupun kemampuan eksplorasi, yakni kesanggupan
untuk menjelaskan makna yang terkandung dalam sesuatu.
Contohnya, menerjemahkan sandi atau simbol ke dalam kalimat
lain yang memiliki arti yang sama. Pemahaman menafsirkan
sesuatu, contohnya menafsirkan grafik, bagan atau gambar.

8
Sedangkan pemahaman eksplorasi, yakni kemampuan untuk
melihat dibalik yang tersirat atau tersurat, atau kemampuan untuk
melanjutkan atau memprediksi sesuatu berdasarkan pola yang sudah
ada.
3) Menerapkan, adalah kemampuan untuk menggunakan konsep,
prinsip, prosedur pada situasi tertentu. Kemampuan menerapkan
merupakan tujuan kognitif yang lebih tinggi tingkatannya
dibandingkan dengan mengetahui dan memahami. Tujuan ini
berhubungan dengan kemampuan mengaplikasikan suatu bahan
pelajaran yang sudah dipelajari seperti teori, rumus-rumus, dalil,
hukum, konsep, ide dan lain sebagainya ke dalam situasi baru yang
konkret. Perilaku yang berkenaan dengan kemampuan ini misalnya
kemampuan memecahkan suatu persoalan dengan menggunakan
rumus, dalil atau hukum tertentu. Di sini tampak jelas, bahwa
seseorang akan dapat menguasai kemampuan menerapkan
manakala didukung oleh kemampuan mengingat dan memahami
fakta atau konsep tertentu.
4) Menganalisis, adalah kemampuan menguraikan atau memecahkan
suatu bahan pelajaran ke dalam bagian-bagian atau unsur-unsur
serta hubungan antar bagian bahan itu. Menganalisis merupakan
tujuan pembelajaran yang kompleks yang hanya mungkin dipahami
dan dikuasai oleh siswa yang telah dapat menguasai kemampuan
memahami dan menerapkan.
5) Menyintesis, adalah kemampuan untuk menghimpun bagian-bagian
ke dalam suatu keseluruhan yang bermakna, seperti merumuskan
tema, rencana, atau melihat hubungan abstrak dari berbagai
informasi yang tersedia. Menyintesis adalah kemampuan
menyatukan unsur atau bagian-bagian menjadi sesuatu yang utuh.
Kemampuan menganalisis dan sintesis, merupakan kemampuan
dasar untuk dapat mengembangkan atau menciptakan inovasi dan
kreasi baru.

9
6) Mengevaluasi, adalah tujuan yang paling tinggi dalam domain
kognitif. Tujuan ini berkenaan dengan kemampuan membuat
penilaian terhadap sesuatu berdasarkan maksud dan kriteria
tertentu. Dalam tujuan ini, terkandung pula kemampuan untuk
memberikan suatu keputusan dengan berbagai pertimbangan dan
ukuran-ukuran tertentu, misalkan memberi keputusan bahwa
sesuatu yang diamati itu baik, buruk, indah, jelek, dan sebagainya.
Untuk dapat memiliki kemampuan memberikan penilaian
dibutuhkan kemampuan-kemampuan sebelumnya.
b. Domain afektif, berkenaan dengan sikap, nilai-nilai, dan apresiasi.
Domain afektif memiliki tingkatan, yaitu:
1) Memperhatikan, adalah sikap kesadaran atau kepekaan seseorang
terhadap gejala, kondisi, keadaan atau suatu masalah.
2) Merespons atau menanggapi, ditunjukkan oleh kemampuan untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan tertentu seperti kemauan untuk
menyelesaikan tugas tepat waktu, kemauan untuk mengikuti
diskusi, kemauan untuk membantu orang lain dan sebagainya.
3) Menghargai, ini berkenaan dengan kemauan untuk memberi
penilaian atau kepercayaan kepada gejala atau suatu objek tertentu.
Menghargai terdiri dari penerimaan suatu nilai dengan keyakinan
tertentu seperti menerima adanya kebebasan atau persamaan hak
antara laki-laki dan perempuan, mengutamakan suatu nilai seperti
memiliki keyakinan akan kebenaran suatu ajaran tertentu, secara
komitmen akan kebenaran yang diyakininya dengan aktivitas.
4) Mengorganisasi, berkenaan dengan pengembangan nilai ke dalam
sistem organisasi tertentu, termasuk hubungan antarnilai dan tingkat
prioritas nilai-nilai itu. Tujuan ini terdiri dari mengonseptualisasi
nilai, yaitu memahami unsur-unsur abstrak dari suatu nilai yang
telah dimiliki dengan nilai-nilai yang datang kemudian serta
mengorganisasi suatu sistem nilai, yaitu mengembangkan suatu
sistem nilai yang saling berhubungan antara yang atas dengan
lainnya.

10
5) Karakteristik nilai, adalah mengadakan sintesis dan internalisasi
sistem nilai dengan pengkajian secara mendalam sehingga nilai-
nilai yang dibangunnya itu dijadikan pandangan (falsafah) hidup
serta dijadikan pedoman dalam bertindak dan berperilaku.
c. Domain Psikomotor, adalah tujuan yang berhubungan dengan
kemampuan keterampilan atau skill seseorang. Dalam domain
psikomotor, terdapat tujuh tingkatan yang dilalui. Pertama persepsi,
yaitu kemampuan seseorang dalam memandang sesuatu yang
dipermasalahkan. Persepsi pada dasarnya hanya mungkin dimiliki oleh
seseorang sesuai dengan sikapnya. Oleh karena itu, dalam kemampuan
mempersepsi terkandung kemampuan internalisasi nilai yang
didasarkan pada proses pengorganisasian intelektual yang selanjutnya
akan membentuk pandangan seseorang. Kedua kesiapan, ini
berhubungan dengan kesediaan seseorang untuk melatih diri tentang
keterampilan tertentu yang direfleksikan dengan perilaku-perilaku
khusus, misalnya tergambar dari motivasinya, kemauan, partisipasi
serta kemampuan menyesuaikan diri dengan situasi yang ada. Ketiga
meniru, yaitu kemampuan seseorang dalam mempraktikan gerakan-
gerakan sesuai dengan contoh yang diamatinya. Kemampuan meniru
tidak selamanya diikuti oleh pemahaman pentingnya serta makna
gerakan yang dilakukannya. Misalnya, kemampuan anak untuk meniru
bunyi bahasa seperti yang dicontohkan, atau gerakan-gerakan motorik
lainnya. Setelah meniru, pada tingkatan keempat adalah membiasakan,
yaitu kemampuan seseorang untuk mempraktikkan gerakan-gerakan
tertentu tanpa harus melihat contoh. Kemampuan habitual sudah
merupakan kemampuan yang didorong oleh kesadaran dirinya
walaupun gerakan yang dilakukannya itu masih seperti pola yang ada.
Baru pada tingkatan berikutnya, yaitu kemampuan beradaptasi gerakan
atau kemampuan itu sudah disesuaikan dengan keadaan situasi dan
kondisi yang ada. Tingkatan terakhir dari keterampilan ini adalah tahap
mengorganisasikan, yakni kemampuan seseorang untuk berkreasi dan

11
mencipta sendiri suatu karya. Tahap ini merupakan tahap puncak dari
keseluruhan kemampuan, yang tergambar dari kemampuannya
menghasilkan sesuatu yang baru.
2. Komponen Isi/Materi Pelajaran
Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan
pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu
menyangkut semua aspek baik yang berhubungan dengan pengetahuan
atau materi pelajaran yang biasanya tergambarkan pada isi setiap mata
pelajaran yang diberikan maupun aktivitas dan kegiatan siswa. Baik materi
maupun aktivitas itu seluruhnya diarahkan untuk mencapai tujuan yang
ditentukan. Dalam penentuan materi pelajaran harus mengikuti langkah-
langkah pemilihan bahan ajar (Tim Pustaka Yustisia, 2007: 195-197)
sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi
dan kompetensi dasar. Aspek tersebut perlu ditentukan karena setiap
aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan jenis
materi yang berbeda-beda dalam kegiatan pembelajaran.
b. Identifikasi jenis-jenis pembelajaran. Sejalan dengan berbagai jenis
aspek standar kompetensi, materi pembelajaran juga dapat dibedakan
menjadi jenis materi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
c. Memilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Pemilihan materi pelajaran harus disesuaikan dengan
standar kompetensi yang telah ditentukan. Perlu diperhatikan pula
jumlah atau ruang lingkup yang cukup memadai sehingga
mempermudah siswa dalam mencapai standar kompetensi.
d. Memilih sumber bahan ajar. Materi pembelajaran atau bahan ajar dapat
ditemukan dari berbagai sumber seperti buku pelajaran, majalah, jurnal,
koran, internet, media audiovisual, dan sebagainya.
3. Komponen Metode/Strategi
T. Rakajoni (Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan
Pembelajaran, 2017: 53) mengartikan strategi pembelajaran sebagai pola
dan urutan umum perbuatan guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan
belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ada dua hal

12
perlu dicermati dalam komponen ini. Pertama, strategi pembelajaran
merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan
metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam
pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada
proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua,
strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua
keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan
demikian, penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan
berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya
pencapaian tujuan.
Upaya mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal,
dinamakan metode. Ini berarti, metode digunakan untuk merealisasikan
strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bisa terjadi satu strategi
pembelajaran digunakan beberapa metode. Misalnya untuk melaksanakan
strategi ekspositori bisa digunakan metode ceramah sekaligus metode
tanya jawab atau bahkan diskusi dengan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia termasuk media pembelajaran. Oleh karena itu, strategi berbeda
dengan metode. Strategi menunjuk pada a plan of operation achieving
something, sedangkan metode adalah a way in achieving something.
Dilihat dari kemasan materi dan cara siswa mempelajari materi itu,
menurut Rowntree (Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan
Pembelajaran, 2017: 54), strategi pembelajaran dapat dibagi atas: Strategi
Exposition dan Strategi Discovery Learning, serta Strategi Groups dan
Individual Learning. Dalam exposition, bahan ajar sudah dikemas
sedemikian rupa sehingga siswa tinggal menguasai saja. Oleh sebab itu,
metode yang banyak digunakan dalam strategi ini adalah metode ceramah.
Melalui metode ceramah siswa dituntut menguasai materi pelajaran yang
diceramahkan. Dengan demikian, strategi ini lebih bersifat berorientasi
pada penguasaan isi pelajaran (content oriented). Dalam Discovery
Learning, bahan ajar tidak dikemas dalam bentuk yang sudah jadi, tetapi

13
siswa diharapkan dapat beraktivitas secara penuh, mencari dan
mengumpulkan informasi, membandingkan, menganalisis, dan sebagainya.
Oleh sebab itu, metode yang lebih banyak digunakan dalam strategi ini
adalah metode pemecahan masalah. Melalui metode ini siswa bukan hanya
dituntut untuk menguasai materi pelajaran, tetapi juga bagaimana
menggunakan potensi berpikirnya untuk memecahkan suatu persoalan.
Oleh karena itu, strategi ini lebih berorientasi kepada proses belajar
(process oriented).
Strategi pembelajaran individual dan kelompok lebih menekankan
bagaimana desain pembelajaran itu dilihat dari sisi siswa yang belajar.
Apabila siswa belajar secara berkelompok bersama-sama, mempelajari
bahan yang sama, oleh guru yang sama, tanpa memperhatikan perbedaan
minat, bakat, dan kemampuan yang dimiliki siswa, maka strategi
pembelajaran ini dinamakan strategi pembelajaran kelompok (group
learning) atau yang dikenal dengan sistem klasikal. Sedangkan, apabila
pembelajaran didesain dengan pola pembelajaran yang memerhatikan
kemampuan dasar siswa, kecepatan belajar, bahkan memerhatikan minat
dan bakat siswa secara penuh, maka strategi ini dinamakan strategi
pembelajaran individual. Dalam strategi pembelajaran individual, siswa
dapat maju sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya masing-masing.
Menurut Asep Jihad dan Abdul Haris (2012: 24-25) strategi
pembelajaran merupakan pendekatan dalam mengelola kegiatan, dengan
mengintegrasikan urutan kegiatan, cara mengorganisasikan materi
pelajaran dan pembelajaran, peralatan dan bahan serta waktu yang
digunakan dalam proses pembelajaran, untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan, secara efektif dan efisien. Sedangkan
metode mengajar adalah cara mengajar atau cara menyampaikan materi
pelajaran kepada siswa yang di ajar. Macam-macam metode mengajar
antara lain: ceramah, ekspositori, tanya jawab, penemuan. Ceramah adalah
suatu cara penyampaian (memberikan) informasi secara lisan terhadap
siswa di dalam ruangan tertentu, siswa mendengarkan dan mencatat

14
seperlunya. Metode ceramah lebih sesuai pada bidang non eksakta karena
dianggap paling praktis. Pada metode ceramah pengajar berpusat pada
guru, sebab guru lebih banyak berbicara/menyampaikan materi.
Metode ekspositori memiliki kesamaan dengan metode ceramah,
karena sifatnya memberi informasi. Beda ekspositori dari ceramah adalah
dominasi guru dikurangi. Dalam metode ekspositori guru memberikan
informasi hanya pada waktu-waktu tertentu yang diperlukan siswa,
misalnya pada awal pengajaran, atau untuk suatu topik yang baru.
4. Komponen Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
pengembangan kurikulum. Melalui evaluasi, dapat ditentukan nilai dan arti
kurikulum, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah suatu
kurikulum perlu dipertahankan atau tidak, dan bagian-bagian mana yang
harus disempurnakan. Dalam konteks kurikulum, evaluasi dapat berfungsi
untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau
belum atau evaluasi digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan
strategi yang ditetapkan. Evaluasi sebagai alat untuk melihat keberhasilan
pencapaian tujuan dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu tes dan
nontes.
a. Tes
Tes biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
aspek kognitif atau tingkat penguasaan materi pembelajaran. Hasil tes
biasanya diolah secara kualitatif. Proses pelaksanaan tes hasil belajar
dilakukan setelah berakhir pembahasan satu pokok bahasan atau
setelah selesai satu caturwulan atau satu semester. Dilihat dari
fungsinya, tes yang dilaksanakan setelah selesai satu caturwulan atau
semester dinamakan tes sumatif. Hal ini disebabkan hasil dari tes itu
digunakan untuk menilai keberhasilan siswa dalam proses
pembelajaran sebagai bahan untuk mengisi buku kemajuan belajar
(nilai raport). Sedangkan tes yang dilaksanakan setelah proses belajar
mengajar atau mungkin setelah selesai satu pokok bahasan dinamakan

15
tes formatif, karena fungsinya bukan untuk melihat keberhasilan siswa
akan tetapi digunakan sebagai umpan balik untuk perbaikan proses
belajar mengajar yang dilakukan oleh guru.
1) Kriteria Tes Sebagai Alat Evaluasi
Sebagai alat ukur dalam proses evaluasi, tes harus memiliki
dua kriteria, yaitu kriteria validitas dan reliabilitas. Tes sebagai
suatu alat ukur dikatakan memiliki tingkat validitas seandainya
dapat mengukur yang hendak diukur. Misalnya seandainya guru
ingin mengukur tingkat pemahaman siswa mengenai suatu mata
pelajaran tertentu maka soal-soal tes harus berisikan item-item mata
pelajaran tersebut. Seandainya guru ingin mengukur kemampuan
siswa dalam mengoperasikan suatu produk teknologi, maka alat
yang digunakan adalah tes keterampilan menggunakan produk
teknologi tersebut. Tidak dikatakan tes memiliki tingkat validitas
seandainya yang hendak diukur kemahiran mengoprasikan sesuatu,
tetapi yang digunakan adalah tes tertulis yang mengukur
keterpahaman suatu konsep.
Tes memiliki tingkat reliabilitas atau keandalan jika tes
tersebut dapat menghasilkan informasi yang konsisten. misalnya,
jika suatu tes diberikan kepada kelompok siswa, kemudian
diberikan lagi kepada sekelompok siswa yang sama pada saat yang
berbeda, maka hasilnya akan relatif sama. Ada beberapa teknik
untuk menentukan tingkat reliabilitas tes. Pertama, dengan tes-
retes, yaitu dengan mengorelasikan hasil testing yang pertama
dengan hasil testing yang kedua. Kedua, dengan mengorelasikan
antara item ganjil dengan item genap (idd-even method). Ketiga,
dengan memecahkan hasil testing menjadi dua bagian, kemudian
keduanya dikorelasikan.
2) Jenis-jenis Tes
Tes hasil belajar dapat dibedakan atas beberapa jenis.
Berdasarkan jumlah peserta, tes hasil belajar dapat dibedakan

16
menjadi tes kelompok dan tes individual. Tes kelompok adalah tes
yang dilakukan terhadap sejumlah siswa secara bersama-sama,
sedangkan tes individual adalah tes yang dilakukan kepada seorang
siswa secara perorangan.
Dilihat dari cara penyusunannya, tes juga dapat dibedakan
menjadi tes buatan guru dan tes standar. Tes buatan guru disusun
menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh guru bersangkutan.
Misalnya untuk mengumpulkan informasi tentang tingkat
penguasaan materi pelajaran siswa yang diajarnya atau untuk
melihat efektivitas proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Tes standar adalah tes yang digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa sehingga berdasarkan kemampuan tes tersebut,
tes standar dapat memprediksi keberhasilan belajar siswa pada
masa yang akan datang. Tes standar biasanya digunakan untuk
kepentingan seleksi, misalnya seleksi mahasiswa baru, seleksi
untuk pegawai, dan sebagainya.
Dilihat dari pelaksanaannya, tes dapat dibedakan menjadi
tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Tes tertulis adalah tes yang
dilakukan dengan cara siswa menjawab sejumlah item soal dengan
cara tertulis. Ada dua jenis tes yang termasuk ke dalam tes tertulis
ini, yaitu tes esai dan tes objektif. Tes esai adalah bentuk tes dengan
cara siswa diminta untuk menjawab pertanyaan secara terbuka,
yaitu menjelaskan atau menguraikan melalui kalimat yang disusun
sendiri. Tes objektif adalah bentuk tes yang mengharapkan siswa
memilih jawaban yang sudah ditentukan. Misalnya bentuk tes
benar-salah (BS), tes pilihan ganda (multiple choice), menjodohkan
(matching), dan bentuk melengkapi (completion). Tes lisan adalah
bentuk tes yang menggunakan bahasa secara lisan. Melalui bahasa
secara verbal, penilai dapat mengetahui secara mendalam
pemahaman siswa tentang sesuatu yang dievaluasi, yang bukan
hanya pemahaman tentang konsep, akan tetapi bagaimana

17
aplikasinya serta hubungannya dengan konsep lain, bahkan penilai
juga dapat mengungkap informasi tentang pendapat dan pandangan
mereka tentang sesuatu yang dievaluasi. Tes perbuatan adalah tes
dalam bentuk peragaan. Tes ini cocok digunakan jika guru ingin
mengetahui kemampuan dan keterampilan siswa mengenai sesuatu.
Contohnya, memperagakan gerakan sholat dan sebagainya.
Menurut Asep Jihad dan Abdul Haris (2012: 68-69) ada
enam jenis tes yang dapat dilakukan guru sebagai alat evaluasi,
yaitu:
a) Ulangan harian, pada umumnya diberikan setelah selesainya
satu materi pembelajaran tertentu.
b) Tugas kelompok, dimaksudkan sebagai latihan bagi siswa
dalam mengembangkan kompetensi kerja kelompok.
c) Kuis, merupakan tes yang membutuhkan waktu singkat yaitu
berkisar 10-15 menit. Kuis biasanya dilakukan sebelum
pelajaran dimulai untuk mengetahui penguasaan pelajaran yang
lalu secara singkat atau setelah akhir sajian.
d) Ulangan blok, merupakan tes pada akhir beberapa materi
pelajaran dengan bahan semua materi pokok yang telah
diberikan.
e) Pertanyaan lisan, pertanyaan yang diberikan berupa
pengetahuan atau pemahaman tentang konsep. Teknik bertanya
dilakukan dengan memberikan pertanyaan ke seluruh kelas dan
siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan jawaban dan
secara acak menunjuk salah satu siswa untuk menjawab.
Jawaban salah satu siswa dilemparkan kepada siswa lain untuk
memberikan pendapatnya tentang jawaban siswa pertama. Pada
akhir kegiatan tes ini guru memberikan kesimpulan akan
jawaban yang benar.
f) Tugas individu, dimaksudkan sebagai latihan bagi siswa untuk
mengembangkan wawasan dan kompetensi berfikir. Tugas
biasanya berbentuk soal uraian objektif dengan tingkat berpikir
aplikatif.

18
b. Nontes
Nontes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk menilai
aspek tingkah laku termasuk sikap, minat, dan motivasi. Ada beberapa
jenis nontes sebagai alat evaluasi (Tim Pengembang MKDP Kurikulum
dan Pembelajaran, 2017: 58-59), diantaranya:
1) Observasi, adalah teknik penilaian dengan cara mengamati tingkah
laku pada situasi tertentu. Ada dua jenis observasi, yaitu observasi
partisipatif dan nonpartisipatif. Observasi partisipatif adalah
observasi yang dilakukan dengan menempatkan observer sebagai
bagian di mana observasi itu dilakukan. Misalnya ketika observer
ingin mengumpulkan informasi bagaimana aktivitas siswa dalam
kegiatan diskusi, maka sambil melakukan pengamatan, observer
juga merupakan bagian dari peserta diskusi. Observasi
nonpartisipatif adalah observasi yang dilakukan dengan cara
observer murni sebagai pengamat. Artinya observer dalam
melakukan pengamatan tidak aktif sebagai bagian dari kegiatan itu,
akan tetapi ia berperan semata-mata hanya sebagai pengamat saja.
Oleh karena itu, salah satu kelemahan observasi nonpartisipatif
adalah kencenderungan yang diobservasi untuk berperilaku dibuat-
buat sangat tinggi.
2) Wawancara, adalah komunikasi langsung antara yang diwawancarai
dan yang mewawancarai. Ada dua jenis wawancara, yaitu
wawancara langsung dan wawancara tidak langsung. Dikatakan
wawancara langsung apabila pewawancara melakukan komunikasi
dengan subjek yang ingin dievaluasi. Sedangkan wawancara tidak
langsung, dilakukan apabila pewawancara ingin mengumpulkan
data subjek melalui perantara. Misalnya, ketika ingin
mengumpulkan informasi tentang kebiasaan siswa dalam belajar,
maka dikatakan wawancara langsung apabila wawancara dilakukan
dengan siswa yang bersangkutan, sedangkan apabila wawancara

19
dilakukan dengan orang tua siswa yang bersangkutan dikatakan
wawancara tidak langsung.
3) Studi kasus, dilaksanakan untuk mempelajari individu dalam
periode tertentu secara terus-menerus. Misalnya ingin mempelajari
bagaimana sikap dan kebiasaan siswa tertentu dalam belajar Bahasa
Inggris di dalam kelas selama satu semester.
4) Skala penilaian (rating scale) merupakan salah satu alat penilaian
dengan menggunakan skala yang telah disusun dari ujung negatif
sampai dengan ujung positif, sehingga pada skala tersebut penilai
tinggal membubuhi tanda centang (√).
Menurut Depdiknas (Asep Jihad dan Abdul Haris, 2012: 69-70)
penilaian non tes merupakan prosedur yang dilalui untuk memperoleh
gambaran mengenai karakteristik minat, sifat, dan kepribadian, yang
dapat diperoleh melalui:
1) Pengamatan, yakni alat penilaian yang pengisisannya dilakukan
oleh guru atas dasar pengamatan terhadap perilaku siswa, baik
secara perorangan maupun kelompok, di kelas maupun di luar
kelas.
2) Skala sikap, yaitu penilaian yang digunakan untuk mengungkap
sikap siswa melalui pengerjaan tugas tertulis dengan soal-soal yang
lebih mengukur daya nalar atau pendapat siswa.
3) Angket, yaitu alat penilaian yang menyajikan tugas-tugas atau
mengerjakan dengan cara tertulis.
4) Catatan harian, yaitu suatu catatan mengenai perilaku siswa yang
dipandang mempunyai kaitan dengan perkembangan pribadinya.
5) Daftar cek, yaitu suatu daftar yang dipergunakan untuk mengecek
terhadap perilaku siswa telah sesuai dengan yang diharapkan atau
belum.
C. Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum
Langkah-langkah pengembangan kurikulum sangat dipengaruhi oleh
empat langkah Tyler seperti yang dijelaskan pada subbab sebelumnya. Sukaya
(2010: 104-105) menjelaskan langkah-langkah pengembangan kurikulum
tersebut sebagai berikut.

20
1. Merumuskan Tujuan Pembelajaran
Tujuan pendidikan yang dirumuskan meliputi tujuan nasional,
institusional, dan tujuan pembelajaran. Terdapat tiga tahap dalam
merumuskan tujuan pembelajaran. Tahap yang pertama yang harus
diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah memahami tiga sumber,
yaitu siswa (source of student), masyarakat (source of society), dan konten
(source of content). Tahap kedua adalah merumuskan tentative general
objective atau standar kompetensi (SK) dengan memperhatikan landasan
sosiologi (sociology), kemudian di screen melalui dua landasan lain dalam
pengembangan kurikulum yaitu landasan filosofi pendidikan (philosophy
of learning) dan psikologi belajar (psychology of learning), dan tahap
terakhir adalah merumuskan precise education atau kompetensi dasar
(KD).
2. Merumuskan dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar perlu disusun untuk memberikan gagasan kepada guru
tentang rincian kegiatan pembelajaran yang harus dilaksanakan. Dalam
merumuskan dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar dalam
pengembangan kurikulum harus memahami definisi pengalaman belajar
dan landasan psikologi belajar (psychology of learning). Pengalaman
belajar merupakan bentuk interaksi yang dialami atau dilakukan oleh siswa
yang dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan
ketrampilan. Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai
learning activity menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar.
Belajar berlangsung melalui perilaku aktif siswa, apa yang ia kerjakan
adalah apa yang ia pelajari, bukan apa yang dilakukan oleh guru. Dalam
merancang dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar juga
memperhatikan psikologi belajar. Ada lima prinsip umum dalam pemilihan
pengalaman belajar. Kelima prinsip tersebut adalah pertama, pengalaman
belajar yang diberikan ditentukan oleh tujuan yang akan dicapai. Kedua,
pengalaman belajar harus cukup sehingga siswa memperoleh kepuasan
dari pengadaan berbagai macam perilaku yang diimplakasikan oleh
sasaran hasil. Ketiga, reaksi yang diinginkan dalam pengalaman belajar

21
memungkinkan bagi siswa untuk mengalaminya (terlibat). Keempat,
pengalaman belajar yang berbeda dapat digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang sama. Kelima, pengalaman belajar yang sama akan
memberikan berbagai macam keluaran (outcomes).
3. Mengorganisasi Pengalaman-Pengalaman Belajar
Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan untuk memudahkan
siswa untuk belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari
beberapa hal penting yang mendukung, yakni: tentang teori, konsep,
pandangan tentang pendidikan, perkembangan siswa, dan kebutuhan
masyarakat. Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan
pendidikan yang ingin dicapai. Oleh karena itu kurikulum menentukan apa
yang akan dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk mempelajari,
keseimbangan bahan pelajaran, dan keseimbangan antara aspekaspek
pendidikan yang akan disampaikan
4. Menilai Pembelajaran
Penilaian pembelajaran merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan,
dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik.
Pengumpulan informasi dilaksanakan dengan menerapkan asas-asas
penilaian, keberlanjutan dan kesinambungan, pengumpulan bukti-bukti
autentik, akurat, dan konsisten dalam menjamin akuntabilitas publik (Ella
Ella Yulaelawati, 2004: 29).

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Komponen kurikulum adalah bagian dari rangkaian atau sistem
program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan guna mencapai
tujuan pendidikan. Komponen kurikulum yakni tujuan, bahan pelajaran/isi,
proses belajar mengajar/metode/strategi, dan evaluasi. Komponen tujuan
berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapkan. Komponen isi
kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan pengalaman
belajar yang harus dimiliki siswa. Komponen strategi menunjuk pada a plan
of operation achieving something, sedangkan metode adalah a way in
achieving something. Komponen evaluasi merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dalam pengembangan kurikulum. Keempat komponen ini saling
berkaitan. Jika salah satu komponen tidak berkaitan maka akan mengganggu
sistem kurikulum.
Langkah-langkah pengembangan kurikulum sangat dipengaruhi oleh
empat langkah Tyler yang meliputi merumuskan tujuan pembelajaran,
merumuskan dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar,
mengorganisasi pengalaman-pengalaman belajar, serta menilai pembelajaran.

B. Saran
1. Sebagai mahasiswa harus lebih banyak belajar agar dapat mengembangkan
kurikulum, khususnya kurikulum pembelajaran, agar nantinya saaat
mengajar apa ynag menjadi tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2. Sebagai guru harus mampu melaksanakan pengembangan kurikulum yang
telah direncanakan agar tujuan pendidikan dapat tercapai.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Idi. (2007). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Yogyakarta:


Ar-Ruzz Media.
Asep Jihad & Abdul Haris. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Pressindo.
Ella Yulaelawati. (2004). Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi, Teori, dan
Aplikasi. Bandung: Pakar Raya.
Muhammad Joko Susilo. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan:
Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sukaya. (2010). Pengembangan Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi. Jurnal
Teknologi dan Informasi Vol. 1 No. 1 Diakses dari http://jurnal-tip.net/
jurnal-resource/file/10-Vol1No1Maret2010-Sukaya.pdf
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. (2017). Kurikulum dan
Pembelajaran. Depok: Rajawali Pers.
Tim Pustaka Yustisia. (2007). Panduan Penyusunan KTSP Lengkap (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan): SD, SMP, dan SMA. Jakarta: Pustaka
Yustisia.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia Ed.
III. Jakarta: Balai Pustaka.

24

Anda mungkin juga menyukai