b) Sedangkan akomodasi adalah membentuk struktur/ skema baru yang dapat cocok
dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi struktur/skema yang ada sehingga
cocok dengan rangsangan itu. Proses akomodasi berati merubah diri (skema yang ada
pada diri) agar sesuai dengan lingkungan yang ada. Pada akomodasi ini terjadi
penambahan skema baru. Skema lain tidak hilang. Tambahan skema-skema baru
inilah menurut Piaget sebagai perkembangan kognisi. Contohnya: ketika anak tersebut
ke kebun binatang lalu melihat sekor tupai dia menyebutkan tupai tersebut dengan
sebutan ‘Musang” lalu ibunya memberitahukan kembali bahwa itu adalah tupai
“bukan musa, itu tupai”. Penyesuaian ini mencerminkan kemampuannya untuk
mengubah sedikit pemahamannya tentang dunia.
b. Organisasi
Organisasi adalah konsep Piaget yang berati usaha mengelompokkan prilaku yang
terpisah-pisah ke dalam urutan yang lebih teratur, ke dalam system fungsi kognitif. Setiap
level pemikiran akan diorganisasikan. Organisasi terjadi pada tahap perkembangan (Santrock,
2004:47). Dengan kata lain, organisasi adalah system pengetahuan atau cara berfikir yang
disertai dengan pencitraan realitas yang semakin akurat. Contohnya setelah melakukan
akomodasi dan mengembangkannya dengan mengembangkan skema “oh itu ibu tupai, itu
ayah topai, itu anak tupai”. Denagn cara yang sama, anak-anak terus mengintegrasikan
banyak cabang pengetahuan lainnya yang sering kali berkembang dengan secara independen
atau bebas.
c. Ekuilibrasi
Ekuilibrasi (equilibration) adalah suatu mekanisme yang dikemukakan Piaget untuk
menjelaskan bagaimana anak bergerak dari satu tahap pemikiran ke tahap pemikiran
selanjutnya. Pergeseran ini terjadi ketika anak mengalami konflik kognitif atau
desekuilibrium dalam usahanya memahami dunia. Pada akhirnya anak mecahkan konflik ini
dan mendapatkan keseimbangan atau ekuilirium pemikiran (Santrock, 2004:47). Artinya
ekuilibrium itu seperti keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan
disekuilibrium itu seperti keadaan dimana tidak seimbangnya antra proses asimilasi dan
akomodasi sedangkan ekuilibrasi proses perpindahan dari disekuilibrium ke ekuilibrium.
Dalam hal ini teori Piaget menekankan bahwa anak-anak akan belajar dengan lebih
baik jika mereka aktif dan mencari solusi sendiri, bukan untuk menjadi siwa yang pasif, jadi
peranan seorang guru dalam teori Piaget ini untuk diri sebagai model dengan cara
memecahkan masalah tersebut dan membicarakan hubungan antara tindakan dan hasil. Guru
seharusnya hadir sebagai nara sumber, dan seharusnya bukan menjadi penguasa kelas untuk
memaksa murid mencari jawaban yang benar, murid lebih baik diajari untuk membuat
penemuan, memikirkannya, dan mendiskusikannya, bukan untuk diajari menyalin apa-apa
yang dikatakan atau dilakukan oleh guru, murid harus bebas membangun pemahaman mereka
sendiri.
2. Teori Vygotsky
Apabila teori Piaget lebih menekankan kepada perkembangan kognitf berbeda dengan
teori Vygotsky yang lebih menekankan pada kontrukvis social kultural dan interaksi social.
Karena interaksi social bisa dijadikan landasan terjadinya perkembanan kognitif, selain itu
perkembangan lingkungan dan factor biologis juga menjadi salah satu factor dan tidak bisa
dipisahkan dalam perkembangan kognitif anak. Teori ini lebih tertarik pada bagaimana anak
bisa mencapai konklusi-konklusi (simpulan) daripada apakah jawaban-jawabannya benar.
Proses belajar menurut Vygotsky terjadi dalam wilayah Zone Proximal Development
(ZPD, yakni wilayah antara apa yang diketaahui dengan apa yang belum diketahui. Oleh
karen aitu Vygotsky berfokus pada koneksi antara orang-orang dan konteks budaya dimana
mereka bertindak dan saling berhubunan dan saling berbagi pengalaman (Thalib, 2010:93).
Vygotsky memberi contoh cara menilai ZPD anak. Misalkan, berdasarkan tes kecerdasan,
usia mental dari dua orang anak adalah 8 tahun. Kita harus menentukan bagaimana masing-
masing anak akan berusaha menyelesaikan problem yang dimaksudkan untuk anak yang
lebih tua. Kita membantu masing-masing anak dengan menunjukan, mengajukan pertanyaan
dan memperkenalkan elemen awal dari solusi. Dengan bantuan atau kerjasama dengan orang
dewasa ini, salah satu anak berhasil memecahkan persoalan yang sesungguhnya untuk level
anak usia 12 tahun, sedangkan anak yang satunya memecahkan problem untuk level anak 9
tahun. Perbedaan antara usia mental dan tingkat kinerja yang mereka capai dengan
bekerjasama dengan orang dewasa akan mendefinisakan ZPD (Santrock, 2004:62). Jadi tugas
dalam ZDP terlalu sulit untuk dikerjakan sendirian, maka mereka butuh bantuan dari orang
dewasa atau anak yang lebih mamp, setelah anak mendapatkan informasi (baik itu berupa
intruksi verbal maupun demonstrasi), meraka menata informasi tersebut sehingga mereka
mampu untuk melakukan tugas tanpa bantuan orang lain. Dari contoh terebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa ZDP melibatkan kemampuan kognitif anak yang berada dalam proses
pendewasaan dan tingkat kinerja mereka dengan bantuan yang lebih ahli. ZPD sendiri
tergantu pada interaksi social, teman sebaya dan orang dewasa bisa berpengaruh dalam
interaksi ini.
Menurut pandangan Vyotsky, interaksi dengan sebaya (scaffolding) adalah factor
penting dalam memfasilitasi perkembangan kognitif termasuk dalam perkembangan bahasa.
Karena dialog adalah alat penting dalam teknik ini sebagai hasil dari dialog antara anak
dengan si penolongnya yang lebih ahli ini konsep anak akan menjadi lebih sistematis, logis
dan rasional.
Menurut Vygotsky bahasa berperan penting dalam perkembangan kognitif.
Perkembangan bahasa meliputi empat tahap yaitu tahap pra-intelektual, psikologi naïf, bahasa
egosentrik dan bahasa internal (inner speech). Bahasa pra-intelektual mengacu pada proses
dasar (elementary process) termasuk tangisan, mendengkur, celoteh, gerak-gerik fisik secara
biologis dan bertahap mengarah pada perkembangan bahasa dan prilaku yang lebih
kompleks. Bahasa psikologi naïf mengacu pada perkembangan bahasa di mana anak
mengeksplor objek konkrit dalam dunia mereka, anak sudah mulai memberi nama terhadap
objek di sekitar mereka memperoleh tentang kalimat atau hubungan kata dalam bahasa
mereka. Bahasa egosentrik, anak mampu mengela bahasa tidak hanya sakadar kata-kata ,
tetapi mengantar anak pada percakapan yang benar, dan mengekspresikan diri melalui
bahasa. Bahasa internal pada usia 5 tahun menunjukan bahwa bahasa memengaruhi gerakan
fisik dan menentukan prilaku anak (Thalib, 2010:97). Anak-anak harus menggunakan bahasa
untuk berkomunikasi dengan orang lain sebelum mereka bisa focus ke dalam pemikirannya
sendiri.
Implikasi dari teori teori Piaget adalah memberi dukungan untuk strategi mengajar
dalam mendorong anak untuk mengeksplorasi dunia mereka untuk mendapatkan
pengetahuan. Implikasi utama dari teori Vygotsky untuk pengakjaran adalah bahwa kita harus
memberi banyak kesempatan kepada murid untuk belajar dengan guru mereka atau teman
yang lebih ahli. Baik dalam teori Piaget maupun Vygotsky guru berperan sebagai pemandu
belajar, bukan untuk pengatur dan pembentuk pembelajaran.
C. Penerapan Konstruktivisme dalam Pendidikan dan Pembelajaran
Menurut kaum konstruktivis, guru berperan membantu agar proses pengkonstruksian
pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah
dimilikinya, melainkan membantu siswa membentuk pengetahuannya sendiri (Budiningsih,
2005:59). Peranan guru dalam hal ini untuk melahirkan pemahaman baru pada peserta didik
dan bukan untuk membuat atau mentranferkan pengetahuan, karena peran mereka bukan
untuk menyalurkan tetapi untuk memberikan kesempatan terhadap peserta didik untuk
mendorong dan membangun sebuah pengetahuan. Fungsi dari guru sebagai mediator dan
fasilitator diantaranya:
1. Membuat rancangan belajar, karena memberikan ceramah kepada peserta didik
bukanlah hal yang bagus dan tidak efektif selain itu dapat menciptakan suasana kelas
yang bosan dan menjadikan siswa lebih cepat mengantuk.
2. Membuat kegiatan yang merangsan untuk aktif dan membantu mereka untuk
mengekspresikan ide dan gagasannya dalam kelas.
3. Mengevaluasi hipotesis siswa apakah pemikiran siswa jalan atau tidak.