Bab I Pendahuluan: Keperawatan Medikal Bedah III - 1
Bab I Pendahuluan: Keperawatan Medikal Bedah III - 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera otak adalah suatu
kerusakan pada otak, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar.
Pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 menunjukkan cedera
dan luka berada di urutan 6 dari total kasus yang masuk rumah sakit di
seluruh Indonesia dengan jumlah mencapai 340.000 kasus, namun belum ada
data pasti mengenai porsi cedera otak. Dari penelitian yang dilakukan pada
beberapa rumah sakit diperoleh data pada tahun 2005 RS. Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, kasus cedera otak mencapai 434 pasien
cedera otak ringan, 315 pasien cedera otak sedang, kasus dengan mortalitas
sebanyak 23 kasus. Rumah Sakit Pirngadi Medan pada tahun 1995- 1998
berdasarkan tingkat keparahannya dijumpai cedera otak ringan 60,3% (2463
kasus), cedera otak sedang 27,3% (1114 kasus) dan cedera otak berat 12,4%
(505 kasus) sedangkan angka kematian akibat cedera otak sebesar 11% (448
kasus), pada tahun 2002-2003 dijumpai cedera otak 1095 kasus dengan
kematian 92 kasus (Case Fatality Rate/CFR 8,4%), RS. Adam Malik jumlah
680 kasus dengan jumlah kematian 66 orang (CFR 9,7%), RS. Haji Medan
pada tahun 200-2007 sebanyak 11,7%. Salah satu penilaian derajat keparahan
cedera otak dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS), GCS sering
digunakan karena mudah untuk dinilai. Outcome dapat dinilai dengan
menggunakan GCS.
Insidensi dan mortalitas cedera otak di RS. Hasan Bandung masih
sangat tinggi. Secara umum cedera otak pada laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan, dan ini terjadi pada kelompok usia remaja sampai
dengan dewasa muda, penyebab trauma masih tinggi oleh kecelakaan
kendaraan roda dua dan mayoritas selama perawatan pasien pascaoperasi
outcomenya baik.
C. Manfaat
Menjadikan mahasiswa memiliki pemikiran kritis sehingga mampu
menjadi perawat profesional yang berkualitas, mengerti dan memahami
kebutuhan pasien serta metode-metode dalam penerapan proses keperawatan
terhadap pasien.
A. DEFINISI
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Secara
anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang
dan tentorium (helm) yang membungkusnya tanpa perlindungan ini otak akan
mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, selain
neuron rusak, tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan
malapetaka besar bagi seseorang. Sebgian masalah merupakan akibat
langsung dari cidera dan banya lainnya timbul sekunder dari cidera.
Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak pada
kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (wijaya dan putri 2013).
Cedera kepala adalah adanya depormitas berupa penyimpangan garis pada
tulangan tengkorang, percepatan dan perlambatan (accelerasi/decelerasi) yang
merupakan perubahan bentuk di pengaruhi oleh perubahan peningkatan pada
percepatan faktor dan penurunan kecepatan serta notasi yaitu pergerakan pada
kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan
pencegahan (MUSLIHA 2010)
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera otak adalah suatu
kerusakan pada otak, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar. (Dikutip dalam jurnal
“Angka Kejadian dan Outcome Cedera Otak di RS. Hasan Sadikin Bandung
Tahun 2008-2010”)
Pada beberapa literatur terakhir dapat disimpulkan bahwa cidera kepala
atau cidera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstial dalam subtansi otak tanpa di
ikuti terputusnya kontinuitas otak. (dikutip dalam buku Arif Muttaqin. 2011,
“Asuhan Keperrawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan”)
B. ETIOLOGI
Penyebab trauma kepala menurut wijaya dan putri 2013, adalah :
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi cedera kepala ada 2, antara lain
1. Cidera Kepala Terbuka
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk ke dalam
jaringan otak dan melukai atau menyobek dura mater menyebabkan CSS
merembes. Kerusakan pada saraf otak dan jaringan otak.
2. Cidera Kepala Tertutup
Keadaan cedera kepala tertutup dapat mengakibatkan kondisi komosio,
kontusio, epidural hematoma, subdura hematoma, intrakranial hematoma.
Komosio atau gegar otak dengan tanda-tanda:
a. Cedera kepala ringan
b. Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali
c. Hilang kesadaran sementara, kurang dari 10-20 menit.
d. Tanpa kerusakan otak permanen
e. Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah
f. Disorientasi sementara
g. Tidak ada gejala sisa
h. Tidak ada terapi khusus
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala yang muncul pada cedera lokal bergantung pada jumlah dan
distribusi cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya
menunjukkan adanya fraktur. Fraktur diklasifikasikan lagi menjadi dua,
antara lain:
1. Fraktur kubah kranial
Menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur, dan karena alesan ini
diagnosis yang akurat dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan dengan sinarx.
2. Fraktur dasar tengkorak
Cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau lokal tengah
telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan hemoragik dari
hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat dibawah konjuktiva.suatu
area ekimosis, atau memar, mungkin terlihat diatas mastoid (tanda
Battle). Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari telinga
(otorea cairan serebrospinal) dan hidung (rinorea serebrospinal).
Keluarnya cairan serebrospinal merupakan masalah serius karena dapat
menyebabkan infeksi seperti meningitis, jika organisme masuk kedalam
E. PATOFISIOLOGI
Trauma kepala dibagi menjadi tiga yaitu cedera pada kulit kepala, tulang
kepala dan jaringan otak. Pada kulit kepala terjadi karena adanya hematoma
pada kulit, sedangkan pada tulang kepala disebabkan karena adanya fraktur
linear, fraktur depresi. Jaringa otak ketika terjadi trauma kepala disebabkan
karena adanya komusio, hematoma yang akan nantinya mengarah pada
masalah perawatan TIK meningkat yang akan natinya akan merespon
fisiologis ke otak dengan manifestasi cedera otak sekuder yang mengarah
pada kerusakan sel otak, hipoksemia secebral, kelainan metbolisme,
gangguan kesadaran, gangguan TTP dan neuorlogis. Yang akan
meningkatkan rangsangan simpatis yang mengarah pada peningkatan tahan
vaskuler sistemik kemudian mempengaruhi tekanan darah pulmonal akan
menurun dan tekanan hidrostatik akan mengalami gangguan setelah itu
mengalami kebocoran pada cairan kapiler dan akan terjadi edema pada paru
lalu mengakibatakan cdurah jantung turun yang akan nantinya mengarah pada
masalah keperawatan perfusi jaringan dan gangguan pola nafas yang
mengarah pada hipoksemia, hiperkapnia, sedangkan pada stress lokalis akan
meningkatkan katekolamin dan sekresi asam maka akan muncul tanda gejala
mual muntah yang mengarah pada masalah keperawatan intek nutrisi tidak
adekuat. Pada ganggua autoregulasi akan mengakibatkan aliaran darah otak
menurun dimana suplai o2 akan menurun dan mengakibatkan gangguan
metabolisme sel dan tubuh akan merespon dengan produksi asam laktat
meningkat dan terjadinya edema pada otak yang mengarah pada masalah
keperawatan perfusi jaringan serebral.
(Arif Muttaqin. 2011. Dikutip dalam buku Asuhan keperawatan
Dengan Gangguan Sistem Persarafan)
F. PATHWAY
Trauma Kepala
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT-Scan
Pemeriksaan awal yang paling umum dilakukan karena pemeriksaan ini
dapat dengan cepat dilakukan dan sensitifitas terhadap perdarahan. Satu
kelemahan ct-scan adalah bahwa pemeriksaan tersebut tidak dapat secara
adekuat menangkap struktur fosa posterior.
2. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarah atau edema), fragmen tulang.
3. PET
Mendeteksi adanya perubahan aktivitas metabolisme otak.
I. PENATALAKSANAAN
Pedoman penatalaksanaan cedera kepala berat dikembangkan oleh brain
trauma foundation dan american assosiation of neurological surgion pada
tahun 1995 dan diperbarui tahun 2000 untuk mendeminasi rekomendasi
ilmiah yang paling terkini. Diseminasi pedoman ini secara luas berusaha
untuk menciptakan standar asuhan yang konsisten guna pengobatan pasien
cidera kepala. Beberapa studi telah mengevaluasi dari pedoman ini pada
peningkatan hasil positif psien yang dirawat di institusi yang menerapkan
protokol spesifik berdasarkan pada pedoman tersebut. Dewasa ini, pedoman
spesifik untuk penatalaksanaan medis akut dari cidera otak traumatik berat
pada bayi, anak, dan remaja ditebitkan, yang secara garis besar menjelaskan
kebutuhan unik populasi pediatrik. Fokus pembahasan pada bab ini adalah
penatalaksanaan cedera otak traumatik berat pad orang dewasa.
Pengkajian dan penanganan awal pasien dengan cedera kepala dimulai
segera setelah cedera yang seringkali dilakukan oleh tenaga kesehatan pra-
rumah sakit. Spesifik Prehospital Guidelines For Prehospital Managemen Of
Traumatic Brain Injury disusun dan diterbitkan oleh Brain Trauma
Foundation pada tahun 2002. Penanganan pra-rumah sakit pada pasien cedera
kepala berfokus pada pengkajian sistem secara cepat dan penatalaksanaan
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada
gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cidera kepala tergantung
pada bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital
lainnya. Pengkajian keperawatan cedera kepala meliputi anamnesis
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan
pengkajian psikososial.
1. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia
muda) , jenis kelamin (banyak laki-laki, karena sering ngebut-ngebutan
dengan motor tanpa pengaman helm), pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk, nomer register, diagnosis
medis.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma
kepala disertai penurunan tingkat kesadaran.
2. Riwayat Penyakit Saat Ini
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari
kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung ke
kepala. Pengkajian yang didapat meliputi tingkat kesadaran yang
menurun atau (GCS<15), konfulsi, muntah, takipnea, sakit kepala,
wajah simetris atau tidak, lemah, luka dikepala, paralisis, akumulasi
sekret pada saluran pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga,
dan serta kejang. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran dihubungkan dengan perubahan didalam intrakranial.
Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma. Perlu
ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien atau (bila
klien tidak sadar) tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pengkajian tingkat keterjagaan
Dalam mengkaji tingkat keterjagaan pada pasien cedera kepala,
stimulus maksimum harus diberikan secara sistematik dan meningkat
untuk mendapatkan secara efektif respons terbaik atau maksimum
pasien. Yang dilakukan anatara lain:
1. Sistem pernafasan
a. Inspeksi: bila tidak melibatkan system pernapasan, biasanya ditemukan
kesimetrisan rongga dada, klien tidak sesak napas, tidak ada penggunaan
otot bantu pernapasan.
b. Palpasi : taktil fremitus seimbangkiridankanan
c. Perkusi : Suararesonapadaseluruhlapangparu
d. Auskultasi: suaranapashilang/melemahpadasisi yang sakit, biasanya di
dapatsuararonkiataumengi.
2. Sistem kardiovaskuler
a. Inspeksi : mukosa bibir lembab, tidak terdapat kelenjar getah bening, tidak
terdapat distensi vena jugularis, tidak terdapat clubbing finger.
b. Palpasi : CRT<2 detik
c. Perkusi : bunyi ICS 1-6 sebelah kiri pekak
d. Auskultasi : S1 dan S2 tidak terdapat suara tambahan
3. Sistem pencernaan
a. Inspeksi : mukosa bibir ananemis, tidak terdapat stomatitis, turgor kulit
abdomen elastis, bentuk abdomen simetris
b. Auskultasi: bunyi bising usus normal 8-12x/menit
c. Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan pada area abdomen, tidak terdapat asites
d. Perkusi: Bunyi perkusi abdomen timpani
4. Sistem penglihatan
Bentuk mata simetris, warna sklera putih, tidak adanya kelainan pada mata,
reflek mengedipkan mata normal, dapat merapatkan mata.
5. Sistem pendengaran