Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma adalah penyakit mata dimana terjadi kerusakan saraf optik yang
diikuti gangguan pada lapangan pandang yang khas. Kondisi ini utamanya
diakibatkan oleh tekanan bola mata yang meninggi yang biasanya disebabkan oleh
hambatan pengeluaran cairan bola mata (humour aquous). Penyebab lain kerusakan
saraf optik antara lain adalah gangguan suplai darah ke serat saraf optik dan
kelemahan/masalah saraf optiknya sendiri (Depkes, 2015).
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor tiga di dunia setelah katarak
dan kelainan refraksi. Jumlah kasus kebutaan akibat glaukoma menurut World Health
Organization (WHO) pada tahun 2009 adalah 4,5 juta kasus atau sekitar 12% dari
seluruh kasus kebutaan. Survey di berbagai negara pada tahun 2010 melaporkan
bahwa terdapat 8,4 juta kasus kebutaan pada 60,5 juta kasus glaukoma. Sebanyak
80.000-160.000 penduduk Amerika dinyatakan buta secara hukum akibat glaukoma
dan umumnya terjadi pada penduduk berkulit hitam. Survey kesehatan indera
penglihatan pada tahun 1993-1996 yang dilakukan oleh departemen kesehatan
Republik Indonesia (DEPKES RI) mendapatkan hasil berupa 1,5% penduduk
Indonesia mengalami kebutaan dengan penyebab utamanya adalah katarak (0,78%),
glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%) dan penyakit lainnya yang berhubungan
dengan lanjut usia (0,38%) ( Ismandari, 2010)
Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma primer, sekunder dan
kongenital. Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya.
Glaukoma primer sudut terbuka (primary open angle glaucoma) biasanya merupakan
glaukoma kronis, sedangkan glaukoma primer sudut tertutup (primary angle closure
glaucoma) bisa berupa glaukoma sudut tertutup akut ataupun kronis. Glaukoma
sekunder adalah glaukoma yang timbul sebagai akibat dari penyakit mata lain,
trauma, pembedahan, penggunaan kortikosteroid yang berlebihan atau penyakit
sistemik lainnya. Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang ditemukan sejak
kelahiran dan biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan didalam mata
tidak berfungsi dengan baik sehingga menyebabkan pembesaran pada mata bayi.

2
Disamping itu glaukoma dengan kebutaan total disebut juga sebagai glaukoma absolut
(Depkes, 2015).

Glaukoma yang diinduksi steroid adalah bentuk glaukoma sudut terbuka yang
terjadi sebagai efek buruk dari terapi kortikosteroid. Biasanya dikaitkan dengan
penggunaan steroid topikal, tetapi mungkin berkembang dengan pemberian steroid
oral, intravena, inhalasi, atau periokular dengan menyebabkan penurunan aliran keluar
dari aqueus homour. Sejumlah obat telah terlibat dalam glaukoma yang diinduksi
kortikosteroid termasuk deksametason, betametason, predenonone, medrysone,
fluoromethalone, hidrokortison, kortison ( Tanuj dkk., 2009).

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Glaukoma adalah sekelompok penyakit yang memiliki karakteristik


berupa kerusakan saraf/ optic neuropathy yang ditandai dengan pencekungan
“cupping” diskus optikus dan penyempitan lapangan pandang yang biasanya
disertai dengan adanya peningkatan tekanan intraokuli. Mekanisme peningkatan
tekanan intraokuli pada glaukoma dipengaruhi oleh gangguan aliran keluar
aqueus humor (Kankski, 2012).

A B

Gambar 2.1 A. Saraf dan retina normal, B. Saraf penderita glaukoma

B. Epidemiologi
Pada tahun 2010, terdapat 60,5 juta orang yang menderita glaukoma
primer sudut terbuka maupun tertutup dengan jumlah terbanyak ada pada
penduduk China, yaitu sebanyak 15 juta orang, sedangkan di Asia Tenggara
diperkirakan terdapat 4 juta penderita glaukoma. Berdasarkan Survei
Kesehatan Indera tahun 1993 – 1996, sebesar 1,5% penduduk Indonesia
mengalami kebutaan dengan prevalensi kebutaan akibat glaukoma sebesar
0,20%. Prevalensi glaukoma hasil Jakarta Urban Eye Health Study 2008
adalah glaukoma primer sudut tertutup sebesar 1,89%, sedangkan glaukoma

4
primer sudut terbuka 0,48% dan glaukoma sekunder 0,16% atau
keseluruhannya adalah sebesar 2,53%. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan bahwa jumlah responden yang
didiagnosis glaukoma oleh tenaga kesehatan Indonesia adalah 0,46% dengan
jumlah tertinggi ada pada provinsi DKI Jakarta (1,85%) yang berturut-turut
diikuti dengan provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (1,28 %), Kep. Riau
(1,26%), Sulawesi Tengah (1,21%) dan Sumatera Barat (1,14%) (Depkes,
2015).

C. Anatomi
Aqueous humor adalah cairan jernih yang diproduksi oleh prosesus
siliaris yang merupakan struktur utama korpus siliaris. Prosesus siliaris
memiliki dua lapis epitelium, yaitu lapisan berpigmen dan tidak berpigmen.
Lapisan epitel yang tidak berpigmen yang diduga berfungsi sebagai tempat
produksi aqueous humor. Aqueous humor mengalir dari korpus siliaris
melewati bilik mata posterior dan anterior menuju sudut kamera okuli anterior
yang kemudian diekskresikan oleh trabecular meshwork (Ilyas, 2007)
Sudut kamera okuli anterior yang dibentuk oleh pertautan antara
kornea perifer dan pangkal iris merupakan komponen penting dalam proses
pengaliran aqueous humor. Struktur ini terdiri dari Schwalbe’s line, trabecular
meshwork dan scleral spur.

Gambar 2.3 Struktur Trabecular Meshwork

5
Trabecular meshwork merupakan jaringan anyaman yang tersusun atas
lembar-lembar berlubang dari serat kolagen dan elastik yang terdiri atas tiga
bagian, yaitu uvea meshwork (bagian paling dalam), corneoscleral meshwork
(lapisan terbesar) dan juxtacanalicular/endothelial meshwork (lapisan paling
atas). Juxtacanalicular meshwork adalah struktur yang berhubungan dengan
bagian dalam dari kanalis schlemm (Ilyas, 2007).
Kanalis Schlemm merupakan lapisan endotelium tidak berpori yang
pada bagian dalam dindingnya terdapat vakuola-vakuola berukuran besar yang
diduga bertanggung jawab terhadap pembentukan gradien tekanan intraokuli.
Aqueous humor akan dialirkan dari kanalis schlemm ke vena episklera untuk
selanjutnya dialirkan ke vena siliaris anterior dan vena opthalmikus superior.
Selain itu, aqueous humor juga akan dialirkan ke vena konjungtival kemudian
ke vena palpebralis dan vena angularis yang akhirnya menuju ke vena
ophtalmikus superior atau vena fasialis. Pada akhirnya, aqueous humor akan
bermuara ke sinus kavernosus (Riordan dkk., 2007).

D. Fisiologi
Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous
humor dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Aqueous humor
adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan belakang.
Volomenya sekitar 250 µL/menit. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi
dibandingkan plasma. Komposisi aqueous humor serupa dengan plasma,
kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan lactat
yang lebih tinggi; protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.
Aqueos humor di produksi oleh korpus ciliare. Ultrafiltrat plasma yang
dihasilkan di stroma processus ciliares dimodifikasi oleh fungsi sawar dan
prosessus sekretorius epitel ciliares. Setelah masuk ke bilik mata depan lalu
keanyaman trabekular di sudut bilik mata depan. Selama itu, terjadi pertukaran
diferensila komponen-komponen aqueous dengan darah di iris. Peradangan
atau trauma intraokuler menyebabkan peningkatan kadar protein. Hal ini
disebut plasmoid aqueous dan sangat mirip dengan serum darah.
Anyaman trabekular terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen dan
elastik yang dibungkus oleh sel-sel trabekular, membentuk suatu saringan
dengan ukuran pori-pori yang semakin mengecil sewaktu mendekati kanal

6
schlemm. Kontraksi otot silisris melalui insersinya kedalam anyaman
trabekular memperbesar ukuran pori-pori dianyaman tersebut sehingga
kecepatan drainase aqueous humor juga meningkat. Aliran Aqueous humor ke
dalam kana schlemm bergantung pada pembentukan saluran trabeselular siklik
dilapisan endotel. Saluran eferan dari kanal schlemm (sekitar 30 saluran
pengumpul dan 12 vena aqueous) menyalurkan cairan ke sistem vena corpus
siliare, coroid, dan skelera (aliran uveoskelera).
Tahanan utama aliran aqueous humor dari bilik mata depan adalah
jaringan justakanalikular yang berbatasan dengan lapisan endotel kanal
schlemm, dan bukan sistem vena. Namun, tekanan dijaringan vena episkelera
menentukan nilai minimum tekanan intraokular yang dapat dicapai oleh terapi
medis. Setelah dibentuk oleh prosessus siliaris, aqueous humor mengalir. Dari
sini, cairan mengalir kebagian depan lensa dan kedalam sudut antara kornea
dan iris, kemudian melalui retikulum trabekula, dan akhirnya masuk kedalam
vena ektraokular.

Gambar 2.4 Aliran Aqueous Humor

E. Klasifikasi
1. Berdasarkan Etiologi
a) Glaukoma Primer
b) Glaukoma Kongenital
c) Glaukoma yang berkaitan dengan perkembangan mata lain
d) Glaukoma yang berkaitan dengan perkembangan ekstraokular.
e) Glaukoma Sekunder
a) Akibat kelainan lensa (fakogenik)
b) Akibat kelainan traktus uvea
c) Glaukoma pigmentasi
d) Sindrom eksfoliasi
e) Sindrom iridokorneo endotel (ICE)

7
f) Trauma
g) Pascaoperasi
h) Glaukoma neovaskular
i) Peningkatan tekanan vena episklera
j) Akibat Steroid

F. GLAUKOMA AKIBAT STEROID


1. Definisi
Steroid-induced glaukoma atau glaukoma yang disebabkan
steroid adalah bentuk glaukoma sudut terbuka terjadi sebagai efek
samping dari terapi kortikosteroid. Hal ini biasanya berhubungan dengan
penggunaan steroid topikal, tetapi dapat juga berkembang dengan oral,
intravena, dihirup, atau steroid periokular dengan menyebabkan penurunan
aliran keluar aqueous humor.
2. Etiologi
Peningkatan tekanan intraokular (TIO) karena steroid bisa terjadi
pada orang dari segala usia, meskipun anak-anak kurang sering dilaporkan
memiliki peningkatan TIO akibat steroids. Insiden peningkatan TIO yang
disebabkan pada pasien yang menggunakan kortikosteroid sistemik tidak
diketahui karena sebagian besar pasien tidak melakukan pemeriksaan TIO.
Peningkatan tekanan intraokular(TIO) dapat terjadi sebagai akibat
penggunaan steroid oral, intravena, inhalasi, topikal, periokular, atau
terapisteroid intravitreal. Jumlah obat steroid yang dapat mengakibatkan
glaucomatermasuk deksametason, betametason, prednisolon, medrysone, flu
oromethalone,hidrokortison, kortison, dan lain-lain.
3. Faktor Resiko
Ada kondisi tertentu yang berhubungan dengan peningkatan
risikoglaukoma yang disebabknan oleh steroid seperti:
1. Pasien dengan glaucoma sudut terbuka primer
2. Pasien yang merupakan keturunan pertama dari keluarga dengan
galukoma sudut tertutup primer
3. Myopia tinggi
4. Diabetes melitus
5. Gangguan jaringan ikat (terutama arthritis rheumatoid)
6. Pigment dispersi syndrome
7. Hiperkortisolisme endogen.

8
4. Patofisiologi
Kortikosteroid menyebabkan peningkatan TIO dengan mengurangi
aliran keluar aqueous humor. Reseptor spesifik steroid pada sel
jala (anyaman)trabecular mungkin memainkan peran dalam pengembangan
glaukoma. Penelitian terbaru telah dijelaskan kemungkinan peran pengaruh
genetik dalam patofisiologi.
Mekanisme steroid yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular adalah penurunan aliran keluar aqueous humor. Beberapa
pengamatan yang dapat disederhanakan menjadi tiga kategori besar, (1)
perubahan struktur darijala trabecular; (2) obstruksi
mekanisme jala trabecular oleh partikel steroid sehingga menyebabkan
aliran keluar menurun; dan(3) penghambatan fagositosis oleh
sel jala trabecular.
Dalam salah satu kasus dari peningkatan TIO akibat injeksi
intravitreal dari triamcinolone acetonide, dari
pemeriksaan gonioscopic menunjukkan adanya
bahan keputihan yang diyakini adalah steroid yang diinjeksi. Kasus
inimenunjukkan bahwa partikel intraokular dari steroid mungkin dapat
menghalangi aliran aqueous humor secara langsung. Penelitian oleh Zhang
dan koleganya telah menunjukkan bahwa tingkat yang lebih
rendah dari beta reseptorglukokortikoid pada jala trabekular pasien glaukoma
mungkin mengubah kemampuan fagositik sel-sel, hal
ini yang mungkin menyebabkan penurunan aliran keluar aqueous humor
yang dimediasi oleh glukokortikoid.

5. Gejala Klinis
Pada glaukoma yang disebabkan steroid, peningkatan tekanan terjadi
secara bertahap. Oleh karena itu, seperti glaukoma primer sudut terbuka,
sangat sedikit gejala yang ada. Riwayat penyakit sistemik atau penyakit
mata, yang memerlukan penggunaan kortikosteroid dalam jangka lama

9
(misalnya uveitis, penyakit vaskular kolagen, asma, dermatitis) harus ada
pada pasien yang memiliki glaukoma sudut terbuka.
Usia pasien mungkin menentukan bentuk klinis glaukoma yang
disebabkan steroid. Gejala pada bayi mungkin muncul
sebagai glaukomakongenital, fotofobia, blepharospasme, kornea berawan, Bu
phthalmos, TIOtinggi dan pencekungan diskus optikus. Tidak
seperti glaukoma kongenital pada umumnya, glaukoma yang disebabkan
steroid pada bayi memiliki sudut bilikanterior yang normal.
Remaja dan orang dewasa biasanya gejala yang muncul dalam
bentukglaukoma primer sudut terbuka dengan penurunan aliran keluar
aqueous humor.Evaluasi klinis menunjukkan peningkatan TIO, adanya
sudut terbuka dan normalpada gonioscopy, mata putih tanpa rasa
sakit, pencekungan diskus optikus danpenyempitan lapangan pandang. Pada
galukoma akut sudut tertutup yang disebabkan steroid, gejala yang
muncul sama seperti pada glaukoma primer akut sudut tertutup, termasuk
sakit mata yang tiba-tiba, sakit kepala yang berhubungan dengan mual
dan/atau muntah, penglihatan kabur dan lingkaran cahaya di sekitar objek
terang.
Gejala lain dari penggunaan steroid topikal termasuk
midriasis,peningkatan ketebalan kornea, ulkus kornea, posterior katarak
subkapsular, lamanya penyembuhan luka, ptosis dan atrofi kulit kelopak
mata.

6. Diagnosis
Pemeriksaan mata lengkap harus dilakukan termasuk sebagai berikut:
a. Tajam Penglihatan
Pasiendengan glaukoma akut sudut tertutup mengalami
penurunan penglihatan yang signifikan. Pasien dengan

10
hyperopia memiliki risiko lebih besar untuk mengalami
penyempitan sudutbilik anterior.
b. Refleks Pupil
Glaukoma akut sudut tertutup memperlihatkan pupil yang tetap
atau sedikit melebar sedangkan cacat pupil aferen menunjukkan
kerusakan saraf optik unilateral.
c. Tonometri
Glaukoma akut sudut tertutup biasanya memperlihatkan TIO
yang lebih tinggi dibandingkan glaukoma yang disebabkan
steroid yang memperlihatkan peningkatan TIO secara bertahap.
d. Pemeriksaan Lampu Celah (Slit Lamp)
Pemeriksaan bilik anterior penting untuk melihat tanda-tanda
glaukoma sekunder lainnya seperti uveitic, pigmen dispersi dan
glaukoma pseudoexfoliation. Dapat jugamenilai
kedalaman bilik anterior dan menyingkirkan blok pupil.
e. Gonioscopy
Genioskopi dapat mengevaluasi anatomi sudut (yaitu terbuka
atau sempit) dan menentukan apakah sudut
tersebut tersumbat selama pelebaran pupil.
f. Pemeriksaan Diskus Optikus
Pemeriksaan Stereoscopic dari diskus optikus diperlukan untuk
mengetahui kerusakan pada glaukoma. Tanda-tanda kerusakan
saraf optik pada glaukoma meliputi peningkatan cup-todiskrasio
di meridian horizontal dan vertikal; pelebaran cup secara
progresif; pembentukan atau penipisan pinggir diskus; pucat;
tampak perdarahan; asimetri antara
diskus; dan papil atrofi.
g. Perimetry
Pemeriksaan lapangan pandang seperti Humphrey atau
Goldman digunakan untuk mengevaluasi keparahan
neuropatioptik.
h. Optical Coherence Tomography (OCT)
OCT adalah akuisisi sinyal optik dan pengolahan metode. Ia
menangkap resolusi mikrometer, gambar tiga dimensi dari

11
media hamburan optik (misalnya jaringan biologis). OCT
adalah interferometric teknik, biasanya menggunakan cahaya
inframerah-dekat. Digunakan untuk mengevaluasi ketebalan
serat saraf retina sekitar diskus optikus pada pasien glaukoma.
Scan Serial dapat digunakan untuk menunjukkan setiap
perkembangan penyakit.
i. USGbiomicroscopy(UBM)
Merupakan pencitraan yang menggunakan ultra sound frekuensi
tinggi untuk menghasilkan gambar mata pada mikroskopis
resolusi dekat.Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi
konfigurasi sudut bilik anterior (yaitu terbuka atau tertutup) dan
posisi badan silia(setiap rotasi anterior).
j. Anterior Segmen Oktober(ASOCT)
Prinsip kerja ASOCT sama seperti OCT tetapi ASOCT
memberikan gambar dari bilik anterior termasuk sudut dan
lensa.

7. Diagnosis Banding
Glaukoma sudut tertutup primer, glaukoma uveitis, glaukoma tekanan
normal, glaukoma traumatis. pengobatan steroid pada uveitis akut dapat
menekan peradangan dan dapat memperbaiki produksi aqueous dengan
hasil peningkatan TIO , yang tidak boleh keliru sebagai steroid-induced
glaucoma.

8. Tatalaksana
Pengelolaan glaukoma yang disebabkan steroid harus dimulai dengan:
1. Menghindari obat golongan steroid kecuali tidak ada alternatif yang
lebih baik lagi, jika kondisi medis yang mendasari pasien dapat
mentolerir penghentian steroid, maka penghentian obat biasanya akan
menghasilkan normalisasi TIO.
2. Menasihati pasien terhadap risiko mereka di kemudian hari dari
penggunaan steroid;
3. Pemantauan reguler dari TIO pasien yang diobati dengan steroid
(terutamapasien dengan riwayat pribadi atau keluarga steroid-
induced glaukoma);

12
4. Memperoleh lapangan penglihatan yang dasar dan / atau fotografi saraf
optikatau pengukuran peripapiler lapisan serat saraf retina, jika sesuai.
Frekuensi pemantauan TIO harus sesuai dengan faktor risiko
pasienterhadap steroid yang meningkatkan tekanan sertaobat-obatan
dengan potensi yang sama, dosis, cara pemberian, dan waktu paruh dan
lama pengobatan. Sebaliknya, pasien berisiko tinggi yang menerima
injeksi intravitreal memerlukan pemeriksaan 1 hari dan 1 minggu setelah
pengobatan dan pemeriksaan tindak lanjut setidaknya setiap bulan
setelah penghentian obat ini.Dalam beberapa kasus di mana TIO pasien
tidak kembali normal setelah penghentian steroid atau pada pasien yang
harus terus menggunakan steroid,obat antiglaukoma topikal
dipertimbangkan.
Pada individu denganTIO lebih dari 20% di atas pengukuran
dasar mereka, atau mereka yang memiliki bukti klinis atau fungsional
kerusakan nervus optikus selama atau setelah pengobatan dengan
steroid, tindakan bijaksana pertama 5adalah untuk menghentikan atau
meminimalkan paparan pasien terhadap obat sesegera mungkin. Tentu
saja, langkah ini tidak dapat mudah dicapai dengan steroid intravitreal.
Terapi penurun tekanan topikal harus dimulai segera, dengan
pemantauan ketat dan interval reguler untuk mengukur keberhasilan
pengobatan. Kebanyakan pasien respon terhadap terapi penurun TIO
topikal. Dokter harus melakukan gonioscopy pada pseudofakia atau
postvitrectomy mata untuk memeriksa mekanisme obstruksi jala
trabecular. Pasien yang tidak respon terhadap terapi maksimal topikal
harus di evaluasi ulang.

Terapi Medis
Terapi medis pada peningkatan tekanan intraokuler termasuk :
a. Analog prostaglandin
b. Penyekan adrenergic β (non selektif dan selektif)
c. Obat Parasimpatomimetik (miotik), termasuk kolinergic
dan agen antikolinesterase
d. Penghambat anhidrase carbonat (oral dan topikal )
e. Agonis adrenergic (non selektif dan selektif α-2 agonis)

13
f. Obat-abatan kombinasi
g. Obat-obat hiperosmotik

Terapi Laser
Untuk glaucoma sudut terbuka akibat steroid, Argon Laser
trabeculoplasty atau laser yang trabeculoplasty selektif dapat diterapkan
dengan tidak adanya peradangan mata jika TIO suboptimal dengan obat.
Dalam glaucoma sudut tertutup, Argon Laser Peripheral Iridoplasty
(ALPI) dapat diterapkan untuk memperdalam bilik abterior dan
melebarkan sudut. Iridotomy Laser (LI) dapat diterapkan untuk
mengambalikan blok pupil atau mencegah blok pupil.

Terapi Bedah
Jika terpi medis tidak efektif dalam menurunkan TIO ke tekanan yang
ditargetkan atau pasien tidak toleransi terhadap terapi medis, maka terpi
pembedahan diindikasikan. Pada pasien yang gagal menurunkan TIO
baik terapi medis dan laser, pengobtan bedah disarankan. Biasanya
trabeculotomy dengan atau tanpa intraoperatif anti metabolites adalah
prosedur utama.

9. Prognosis
Tanpa pengobata, galukoma dapat berkembang secara perlahan hingga
akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat
mengontrol TIO mata yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas,
prognosisnya akan baik (walaupun penurunan lapangan pandang dapat terus
berlanjut pada TIO yang telah normal). Apabila proses penyakit terdeteksi
secara dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik
secara medis. Trabekulektomi merupakan pilihan yang baik bagi pasien yang
mengalami perburukan meskipun telah menjalani terapi medis.

10. Pencegahan
Penggunaan steroid jangka panjang yang tidak perlu harus dihindari.
Pemeriksaan ophthalmic direkomendasikan untuk pasien yang
di obati dengan steroid jangka panjang terutama dengan faktor risiko

14
seperti riwayat keluargadengan galukoma. Laser iridotomy profilaksis dapat
dilakukan pada pasien yang sering membutuhkan midriasis seperti
pemeriksaan fundus yang sering untukretinopati diabetik. Obat yang
menyebabkan glaukoma sekunder sudut tertutup dihindari pada individu
yang rentan.

BAB III
PENUTUP

Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang ; biasanya
disertai dengan peniingkatan tekanan intraokuler. Steroid-inducedglaukoma atau
glaukoma yang disebabkan steroid adalah bentuk glaukoma sudut terbuka
terjadi sebagai efek samping dari terapi kortikosteroid baik secaratopikal, oral,
intravena, dihirup, atau periokular dengan menyebabkan penurunan aliran keluar

15
aqueous humor. Steroid menyebabkan peningkatan TIO dengan mengurangi aliran
keluar aqueous humor. Steroid menyebabkan peningkatan TIO secara bertahap
sehingga gejala yang ditimbulkan sedikit.

Diagnosis glaucoma yang disebabkan steroid ditegakkan melalui anamnesis


ada nya riwayat penggunaan steroid jangka panjang, pemeriksaan mata secara
lengkap seperti pemeriksaan tajam penglihatan, reflex pupil, pemeriksaan tonometri,
diskus optikus, pemeriksaan dengan slit lamp, genioscopy, perimetri dan pemeriksaan
penunjang seperti OCT, UBM dan ASOCT. Penatalaksaan glaucoma yang disebabkan
steroid harus di mulai dengan menghentikan pengunaan steroid sesegera mungkin,
biasanya TIO akan kembali normal. Jika TIO tidak kembali normal setelah
penghentian steroid maka penggunaan terapi topical penurun TIO dapat
dipertimbangkan. Terapi lain yang dapat dilakukan adalah terapi laser dan bedah
dengan indikasi. Menghindari pengunaan steroid jangka panjang dapat menjadi
alternatif pencegahan terhadap glaucoma yang disebabkan steroid.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kementerian Kesehatan RI. Situasi dan Analisis Glaukoma. InfoDATIN


Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; 2015.

Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata: Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI; 2007.

16
Ismandari F. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebutaan pada Pasien Baru
dengan Glaukoma Primer di Poliklinik Penyakit Mata RSUPN DR Cipto
Mangunkusomo. FK UI. 2010.

Tanuj D Kanski JJ. A Synopsis of Clinical Ophtalmology Second Edition. . United


Kingdom: Elsevier; 2012.

Riordan-Eva P, Witcher JP. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology Ed.17.


London: McGraw-Hill's Acces Medicine; 2007.

, Soman N dan Munish D. Steroid-Induced Glaucoma. Jurnal of Current Glacoma


Practice. 2009:3(2): 33-38

Vaughan GD, Eva RP. Glaukoma. Dalam: Vaughan GD, Asbury T, Eva RP.
Oftalmologi Umum (General Ophthalmology) Edisi 14.Jakarta : Widya
medika. 2000. 220-238
Salmon FJ. Glaukoma. Dalam: Dalam: Eva RP, Whitcher PJ. Oftalmologi Umum
(General Ophthalmology) Edisi 17.Jakarta : EGC. 2009.212-228

Eva-Riordan P. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam: Eva RP, Whitcher PJ.
Oftalmologi Umum (General Ophthalmology) Edisi 17.Jakarta : EGC. 2009.1-
19

Guyton CA, Hall EJ. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:EGC. 2007.
651-653
Nafees. Drug-Induced Glaucoma Vol. 15 No.10. Hong Kong : Medical Buletin. 2010.
29-32

Dada T, Nair S, Dhawan M. Steroid-Induced Glaucoma. Journal of Current Glucoma


Practise (3)(2). 2009. 33-38

American Academy Of Ophthalmology. Glaucoma section 10. 2012.121-122, 167-184

17
Hemmati DH, Robin LA. Updated On Steroid-Induced Glaucoma. Clinical strategies.
2008. 24-26

Jones R, Rhee JD. Korticosteroid Induced Ocular Hypertension and Glaukoma : a


Brief Review and Update of the Literature. Current Opinion in Ophthalmology
(17). 2006. 163-167

18

Anda mungkin juga menyukai