BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
dalam sebuah tandan, biasa disebut dengan Tandan Buah Segar (TBS). Buah sawit
di bagian sabut (daging buah atau mesocarp) menghasilkan minyak sawit kasar
(Crude Palm Oil atau CPO) sebanyak 20-24 %. Sementara itu, bagian inti sawit
menghasilkan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil atau PKO) 3-4 % [Sunarko,
2007].
Secara anatomi, bagian buah kelapa sawit dari luar ke dalam adalah
sebagai berikut:
1. Pericarp, terdiri dari:
a. Epicarp, yaitu kulit buah yang keras dan licin
b. Mesocarp, yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung minyak
dengan rendemen paling tinggi
2. Biji, mempunyai bagian:
a. Endocarp (kulit biji/tempurung), berwarna hitam dan keras
b. Endosperm (kernel/daging biji), berwarna putih dan dari bagian ini akan
dihasilkan minyak inti sawit setelah melalui ekstraksi
Bagian – bagian buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:
Mesocarp
Endocarp Endosperm
a
Pericarp
keluar masih dinyatakan sebagai buah pasir, artinya belum dapat diolah karena
mengandung minyak dengan kadar rendah [Naibaho, 1998].
Setelah 100 hari atau setelah minyak di dalam buah menjadi jenuh, minyak
sawit dan inti sawit terbentuk. Pada awalnya minyak dalam buah berupa
trigliserida yang mengandung asam lemak jenuh. Setelah masa pematangan buah
selesai maka terbentuk trigliserida yang terdiri dari asam lemak tidak jenuh. Jika
dalam buah tidak terjadi lagi pembentukan minyak maka yang akan terjadi adalah
pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Crude oil yang
terbentuk berakhir jika buah dari tandan telah membrondol secara alami [Naibaho,
1998].
2.2 Varietas Sawit
Dikenal banyak jenis varietas kelapa sawit di Indonesia. Varietas-varietas
tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologinya. Namun, diantara varietas
tersebut terdapat varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan
dibandingkan dengan varietas lainnya, diantaranya tahan terhadap hama dan
penyakit, produksi tinggi, serta kandungan minyak yang dihasilkan tinggi. Berikut
ini beberapa jenis varietas yang banyak digunakan oleh para petani dan
perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
2.2.1 Varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah
Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan
jumlah rendemen minyak sawit yang dikandungnya. Rendemen minyak paling
tinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu mencapai 22-24 %, sedangkan pada
varietas Dura hanya 16-18 %.
Tabel 2.1 Varietas kelapa sawit berdasarkan tebal tempurung dan daging buah
Varietas Ciri-ciri
1. Tempurung tebal (2-8 mm)
2. Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar
tempurung
Dura
3. Daging buah relatif tipis, yaitu 35-50 % terhadap
buah
4. Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak
8
rendah
5. Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk
betina
1. Ketebalan tempurung sangat tipis bahkan hampir
tidak ada
2. Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura
3. Daging bji sangat tipis
Psifera
4. Inti hanya dilapisi lapisan serabut
5. Minyak inti sawit yang dihasilkan sangat rendah
6. Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan
jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan
1. Hasil dari persilangan antara Dura dan Psifera
2. Tempurung tipis (0,5-4 mm)
3. Terdapat lingkaran serabut disekeliling tempurung
4. Daging buah sangat tebal, lebih tebal dari Dura dan
Tenera
Tenera, yatu 60-96 % dari buah
5. Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif
kecil
6. Berat tandan adalah 22-24 %
Sumber: Naibaho, 1998
Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, beberapa varietas
kelapa sawit yang banyak digunakan para petani dan perkebunan kelapa sawit di
Indonesia diantaranya Dura, Psifera, dan Tenera [Pahan, 2006].
2.2.2 Varietas berdasarkan warna kulit buah
Berdasarkan wana kulit buah, beberapa varietas kelapa sawit diantaranya
varietas Nigrescens, Virescens, dan Albenscens
Tabel 2.2 Varietas berdasarkan warna kulit buah
Varietas Warna buah saat muda Warna buah saat masak
Nigrescens Ungu kehhitam-hitaman Jingga kehitam-hitaman
Virescens Hijau Jingga kemerahan, tetapi ujung
9
jenuh asam lemaknya semakin tinggi titik lebur dari minyak sawit tersebut
[Vidanarko, 2011]. Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat
dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit
Asam Lemak Minyak kelapa sawit (%) Minyak inti sawit (%)
Trigliserida merupakan ester dari gliserol dan asam lemak yang dapat
berbentuk padat atau cair pada suhu kamar. Asam lemak penyusun trigliserida
berupa asam dan lemak jenuh dan tidak jenuh. Fasa ini dipengaruhi oleh
komposisi asam lemak penyusunnya. CPO memiliki fasa semi padat pada
temperatur kamar yang disebabkan komposisi asam lemak yang bervariasi
sehingga titik lelehnya juga bervariasi [Ketaren, 1986]. Beberapa contoh asam
lemak ditampilkan pada Tabel 2.3 sebagai berikut:
Tabel 2.4 Komposisi Asam Lemak pada Minyak Kelapa Sawit
CPO PKO
(Crude Palm (Palm Kernel
Asam Lemak Rumus Kimia
Oil) Oil)
(%) (%)
Asam lemak jenuh:
Asam kaproat C5H11COOH - 3-7
Asam kaprilat C7H17COOH - 3-4
Asam laurat C11H23COOH - 46-52
Asam miristat C13H27COOH 1,1 – 2,5 14-17
Asam palmitat C15H31COOH 40 – 46 6,5-9
Asam stearat C17H35COOH 3,6 – 4,7 1-2,5
Asam lemak tidak jenuh:
Asam oleat C17H33COOH 39 – 45 15 – 19
Asam linoleat C17H31COOH 7 – 11 1,5 – 2
Jumlah
(Sumber: atom1986)
Ketaren, karbon,
Posisi rantai cabang dan ikatan rangkap antar dua atom karbon
mempengaruhi bentuk dan sifat asamnya. Asam lemak terbagi atas:
1. Asam lemak jenuh
Asam lemak jenuh adalah asam yang berikatan tunggal yaitu semua atom
karbonnya tidak mempunyai ikatan rangkap dan sedikitnya berikatan dengan dua
atom hidrogen. Pada umumnya berbentuk cair dengan titik leleh lebih tinggi dari
12
asam lemak tidak jenuh, semakin panjang rantai karbonnya maka titik semakin
tinggi. Asam lemak jenuh dapat dilihat pada Gambar 2.3.
2. Asam lemak tidak jenuh
Asam lemak tidak jenuh merupakan asam lemak yang memiliki ikatan
rangkap baik dua maupun tiga ikatan. Derajat ketidakjenuhan tergantung jumlah
ikatan rangkapnya dan senyawa ini mempengaruhi bentuk fisiknya. Asam lemak
tak jenuh cenderung berbentuk cair pada suhu kamar, semakin banyak ikatan
rangkap maka makin besar ketidakjenuhannya dan makin rendah titik leleh asam
itu.
H O
O
R C C R C C C
H OH OH
Asam Lemak Jenuh Asam Lemak Tidak Jenuh
Gambar 2.3 Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tidak Jenuh
Tingkat jenuh atau tidak suatu asam lemak ditentukan oleh bilangan iodine.
Bilangan iodine adalah angka yang menunjukkan jumlah asam lemak tak jenuh
dalam minyak atau lemak. Semakin tinggi bilangan iodine menunjukkan asam
lemak tak jenuh semakin banyak.
2.4.2 Komponen Non - Trigliserida
Komponen Non-Trigliserida ini merupakan komponen yang menyebabkan
rasa, aroma dan warna kurang baik. Kandungan minyak sawit yang terdapat dalam
jumlah sedikit ini, sering memegang peranan penting dalam menentukan mutu
minyak. Beberapa komponen non-trigliserida yang terkandung dalam minyak
sawit adalah sebagai berikut:
a. Sterol dan alkohol
Sterol adalah alkohol siklik sederhana yang jumlahnya sedikit dalam
minyak sawit, berupa kolesterol yang menyebabkan kenaikan tekanan darah
dalam tubuh.
13
b. Trace Logam
Logam yang terdapat dalam minyak sawit adalah Cu dan Fe, terdapat dalam
jumlah sedikit dan dapat mempercepat proses oksidasi. Sehingga perlu
dihilangkan dengan absorbsi.
c. Karoten
Senyawa yang menimbulkan warna merah pada minyak sawit (CPO) adalah
keroten. Fraksi karoten yang paling banyak terdapat pada minyak sawit adalah β-
karoten, dimana pada proses absorbsi senyawa ini dapat dihilangkan dengan
bantuan pemucat Bleaching Earth (Tanah Pemucat).
d. Tokoferol
Tokoferol atau vitamin E dalam minyak dikenal sebagai antioksidan alami
sehingga senyawa ini dijaga tetap ada dalam minyak.
Adapun jumlah konsentrasi kandungan Non-Trigliserida dalam minyak
kelapa sawit ditampilkan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.5 Kandungan Non-Trigliserida dalam Minyak Kelapa Sawit
Komponen Konsentrasi (ppm)
Karoten 500-700
Tokoferol 400-600
Sterol Mendekati 300
Phospatida 500
Besi (Fe) 10
Tembaga (Cu) 0,5
Air 0,07-0,18
Kotoran-kotoran 0,01
oleh adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan flavor dalam
minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak
berantai pendek akibat kerusakan minyak, sedangkan bau khas minyak kelapa
sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Titik cair minyak sawit berada
dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa
macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda [Kemala,
2008]. Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan
bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut [Ketaren, 1986].
2.5.2 Sifat Kimia Minyak Kelapa Sawit
A. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan
minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau
lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang
menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut. Reaksi hidrolisa
minyak sawit sebagai berikut :
B. Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah
oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau
tengik pada minyak.
15
menggambarkan daya pemucatan minyak atau lemak yaitu minimal 2,8 serta
standar relatif bilangan iod untuk minyak goreng adalah 51.
2.7 Pemanfaatan Minyak Kelapa Sawit dan Hasil Olahan TBS
Kelapa sawit memiliki nilai manfaat yang tinggi dalam berbagai industri.
Bagi industri kimia, CPO menjadi bahan dasar detergen, sabun, minyak, bahan
fermentasi anggur, lapisan cat, minyak pelumas, lilin, bahan semir furniture,
bahan peledak, minyak bahan tekstil, hingga biodiesel yang dicanangkan akan
menjadi sumber energi alternatif (Hilditch, 1960).