Anda di halaman 1dari 13

5555

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit


Tanaman kelapa sawit adalah salah satu penghasil minyak nabati yang
sangat penting disamping kelapa,kacang-kacangan dan jagung. Tanaman kelapa
sawit (Elaeis guinensis JACQ) termasuk dalam famili Palmae. Nama genus
Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion atau minyak, sedangkan nama spesies
Guinensis berasal dari kata Guinea, yaitu tempat seorang ahli bernama Jacquin
menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea. Kelapa sawit
dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000
mm/tahun dan kisaran suhu 22 s.d 32 oC. Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon.
Tingginya dapat mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta
bercabang banyak.
Sawit (Elaeis Guineesis Jacq), saat ini telah berkembang pesat di Asia
Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika Barat
atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit sawit ke
Indonesia pada tahun 1948 hanya sebanyak empat batang yang berasal dari
Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam. Keempat batang sawit tersebut ditanam di
Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli, Sumatera Utara. Bapak
kelahiran industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah orang Belgia
bernama Adrien Hallet. Pada tahun1911 beliau membudidayakan sawit secara
komersial dalam bentuk perkebunan di Sungai Liput (Aceh).
Sawit (Elaeis Guineesis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan
Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit
awalnya berkembang di daerah Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam.
Namun sekarang telah berkembang ke berbagai daerah, seperti Riau, Jambi,
Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Bagian kelapa sawit yang bernilai ekonomi tinggi adalah buah yang tersusun

5
6

dalam sebuah tandan, biasa disebut dengan Tandan Buah Segar (TBS). Buah sawit
di bagian sabut (daging buah atau mesocarp) menghasilkan minyak sawit kasar
(Crude Palm Oil atau CPO) sebanyak 20-24 %. Sementara itu, bagian inti sawit
menghasilkan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil atau PKO) 3-4 % [Sunarko,
2007].
Secara anatomi, bagian buah kelapa sawit dari luar ke dalam adalah
sebagai berikut:
1. Pericarp, terdiri dari:
a. Epicarp, yaitu kulit buah yang keras dan licin
b. Mesocarp, yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung minyak
dengan rendemen paling tinggi
2. Biji, mempunyai bagian:
a. Endocarp (kulit biji/tempurung), berwarna hitam dan keras
b. Endosperm (kernel/daging biji), berwarna putih dan dari bagian ini akan
dihasilkan minyak inti sawit setelah melalui ekstraksi
Bagian – bagian buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:

Mesocarp

Endocarp Endosperm
a

Pericarp

Gambar 2.1 Bagian-bagian Buah Kelapa Sawit

Umumnya buah dapat dipanen setelah berumur 6 bulan terhitung sejak


penyerbukan atau setelah kelapa sawit berumur ± 4 tahun. Buah yang pertama
7

keluar masih dinyatakan sebagai buah pasir, artinya belum dapat diolah karena
mengandung minyak dengan kadar rendah [Naibaho, 1998].
Setelah 100 hari atau setelah minyak di dalam buah menjadi jenuh, minyak
sawit dan inti sawit terbentuk. Pada awalnya minyak dalam buah berupa
trigliserida yang mengandung asam lemak jenuh. Setelah masa pematangan buah
selesai maka terbentuk trigliserida yang terdiri dari asam lemak tidak jenuh. Jika
dalam buah tidak terjadi lagi pembentukan minyak maka yang akan terjadi adalah
pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Crude oil yang
terbentuk berakhir jika buah dari tandan telah membrondol secara alami [Naibaho,
1998].
2.2 Varietas Sawit
Dikenal banyak jenis varietas kelapa sawit di Indonesia. Varietas-varietas
tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologinya. Namun, diantara varietas
tersebut terdapat varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan
dibandingkan dengan varietas lainnya, diantaranya tahan terhadap hama dan
penyakit, produksi tinggi, serta kandungan minyak yang dihasilkan tinggi. Berikut
ini beberapa jenis varietas yang banyak digunakan oleh para petani dan
perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
2.2.1 Varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah
Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan
jumlah rendemen minyak sawit yang dikandungnya. Rendemen minyak paling
tinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu mencapai 22-24 %, sedangkan pada
varietas Dura hanya 16-18 %.
Tabel 2.1 Varietas kelapa sawit berdasarkan tebal tempurung dan daging buah
Varietas Ciri-ciri
1. Tempurung tebal (2-8 mm)
2. Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar
tempurung
Dura
3. Daging buah relatif tipis, yaitu 35-50 % terhadap
buah
4. Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak
8

rendah
5. Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk
betina
1. Ketebalan tempurung sangat tipis bahkan hampir
tidak ada
2. Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura
3. Daging bji sangat tipis
Psifera
4. Inti hanya dilapisi lapisan serabut
5. Minyak inti sawit yang dihasilkan sangat rendah
6. Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan
jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan
1. Hasil dari persilangan antara Dura dan Psifera
2. Tempurung tipis (0,5-4 mm)
3. Terdapat lingkaran serabut disekeliling tempurung
4. Daging buah sangat tebal, lebih tebal dari Dura dan
Tenera
Tenera, yatu 60-96 % dari buah
5. Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif
kecil
6. Berat tandan adalah 22-24 %
Sumber: Naibaho, 1998
Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, beberapa varietas
kelapa sawit yang banyak digunakan para petani dan perkebunan kelapa sawit di
Indonesia diantaranya Dura, Psifera, dan Tenera [Pahan, 2006].
2.2.2 Varietas berdasarkan warna kulit buah
Berdasarkan wana kulit buah, beberapa varietas kelapa sawit diantaranya
varietas Nigrescens, Virescens, dan Albenscens
Tabel 2.2 Varietas berdasarkan warna kulit buah
Varietas Warna buah saat muda Warna buah saat masak
Nigrescens Ungu kehhitam-hitaman Jingga kehitam-hitaman
Virescens Hijau Jingga kemerahan, tetapi ujung
9

buah tetap hijau


Kekuning-kuningan dan
Albenscens Keputih-putihan
ujungnya ungu kehitaman
Sumber: Naibaho, 1998
2.2.3 Varietas Unggul
Varietas unggul kelapa sawit dihasilkan melalui prinsip reproduksi
sebenarnya dari hibrida terbaik dengan melakukan persilangan antara tetua-tetua
yang diketahui mempunyai daya gabung yang baik. Tetua yang digunakan dalam
proses persilangan adalah Dura dan Psifera. Varietas Dura sebagai induk betina
dan Psifera sebagai induk jantan. Hasil persilangan tersebut telah terbukti
memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih baik dibandingkan dengan varietas
lain.
2.3 Inti Kelapa Sawit
Bentuk inti sawit bulat padat atau agak gepeng berwarna coklat hitam. Inti
sawit mengandung lemak, protein, serat dan air. Inti sawit dihasilkan melalui
proses pemisahan inti sawit dari tempurungnya berdasarkan perbedaan berat jenis
antara inti sawit dan tempurung. Untuk menghindari kerusakan akibat
mikroorganisme, maka inti sawit harus segera dikeringkan dengan suhu 80oC
[Pahan, 2006]. Pada pemakaiannya lemak yang terkandung didalamnya disebut
minyak inti sawit. Kadar minyak dalam inti kering adalah 44-53 %. Minyak inti
sawit lebih padat dan mampu dihidrogenasi lebih cepat daripada minyak kelapa
sehingga ini membuat minyak inti sawit banyak digunakan untuk bahan baku
khususnya pemanis mentega dan kosmetik. Pada Tabel 2.3 dapat dilihat
komposisi asam lemak bebas minyak inti sawit. Minyak inti sawit juga dapat
mengalami hidrolisis. Hal ini lebih mudah terjadi pada inti pecah dan inti
berjamur. Inti pecah yang basah akan tampak biakan mikroorganisme (jamur).
2.4 Komposisi Minyak Sawit
Pada umumnya minyak sawit mengandung lebih banyak asam-asam
palmitat, oleat dan linoleat jika dibandingkan dengan minyak inti sawit. Minyak
sawit merupakan gliserida yang terdiri dari berbagai asam lemak, sehingga titik
lebur dari gliserida tersebut tergantung pada kejenuhan asam lemaknya. Semakin
10

jenuh asam lemaknya semakin tinggi titik lebur dari minyak sawit tersebut
[Vidanarko, 2011]. Rata-rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat
dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit

Asam Lemak Minyak kelapa sawit (%) Minyak inti sawit (%)

Asam Kaprilat - 3-4


Asam Kaproat - 3-7
Asam Laurat - 46-52
Asam Miristat 1,1-2,5 14-17
Asam Palmitat 40-46 6,5-9
Asam Stearat 3,6-4,7 1-2,5
Asam Oleat 39-45 13-19
Asam Linoleat 7-11 0,5-2
(Sumber: Ketaren, 1986)
Pada suhu tinggi inti sawit dapat mengalami perubahan warna. Minyaknya
akan berwarna gelap dan lebih sulit dipucatkan. Suhu tertinggi pada pengolahan
minyak sawit adalah pada perebusan, yaitu sekitar 130 ºC. Pada umumnya bila
tandan dibiarkan 45-60 menit saja pada tekanan uap jenuh 2,5 kg/cm2 dalam
rebusan, hanya sedikit inti sawit yang mengalami perubahan warna. Jika kurang
dari 45 menit, tidak akan ada perubahan warna, minyak akan berwarna kuning
muda.Komponen penyusun minyak kelapa sawit terdiri dari trigliserida dan non
trigliserida. Asam-asam lemak penyusun trigliserida terdiri dari asam lemak jenuh
dan asam lemak tak jenuh [Vidanarko, 20011].
2.4.1 Komponen Trigliserida

Gambar 2.2 Trigliserida


11

Trigliserida merupakan ester dari gliserol dan asam lemak yang dapat
berbentuk padat atau cair pada suhu kamar. Asam lemak penyusun trigliserida
berupa asam dan lemak jenuh dan tidak jenuh. Fasa ini dipengaruhi oleh
komposisi asam lemak penyusunnya. CPO memiliki fasa semi padat pada
temperatur kamar yang disebabkan komposisi asam lemak yang bervariasi
sehingga titik lelehnya juga bervariasi [Ketaren, 1986]. Beberapa contoh asam
lemak ditampilkan pada Tabel 2.3 sebagai berikut:
Tabel 2.4 Komposisi Asam Lemak pada Minyak Kelapa Sawit
CPO PKO
(Crude Palm (Palm Kernel
Asam Lemak Rumus Kimia
Oil) Oil)
(%) (%)
Asam lemak jenuh:
Asam kaproat C5H11COOH - 3-7
Asam kaprilat C7H17COOH - 3-4
Asam laurat C11H23COOH - 46-52
Asam miristat C13H27COOH 1,1 – 2,5 14-17
Asam palmitat C15H31COOH 40 – 46 6,5-9
Asam stearat C17H35COOH 3,6 – 4,7 1-2,5
Asam lemak tidak jenuh:
Asam oleat C17H33COOH 39 – 45 15 – 19
Asam linoleat C17H31COOH 7 – 11 1,5 – 2

Jumlah
(Sumber: atom1986)
Ketaren, karbon,
Posisi rantai cabang dan ikatan rangkap antar dua atom karbon
mempengaruhi bentuk dan sifat asamnya. Asam lemak terbagi atas:
1. Asam lemak jenuh
Asam lemak jenuh adalah asam yang berikatan tunggal yaitu semua atom
karbonnya tidak mempunyai ikatan rangkap dan sedikitnya berikatan dengan dua
atom hidrogen. Pada umumnya berbentuk cair dengan titik leleh lebih tinggi dari
12

asam lemak tidak jenuh, semakin panjang rantai karbonnya maka titik semakin
tinggi. Asam lemak jenuh dapat dilihat pada Gambar 2.3.
2. Asam lemak tidak jenuh
Asam lemak tidak jenuh merupakan asam lemak yang memiliki ikatan
rangkap baik dua maupun tiga ikatan. Derajat ketidakjenuhan tergantung jumlah
ikatan rangkapnya dan senyawa ini mempengaruhi bentuk fisiknya. Asam lemak
tak jenuh cenderung berbentuk cair pada suhu kamar, semakin banyak ikatan
rangkap maka makin besar ketidakjenuhannya dan makin rendah titik leleh asam
itu.

H O
O
R C C R C C C
H OH OH
Asam Lemak Jenuh Asam Lemak Tidak Jenuh

Gambar 2.3 Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tidak Jenuh
Tingkat jenuh atau tidak suatu asam lemak ditentukan oleh bilangan iodine.
Bilangan iodine adalah angka yang menunjukkan jumlah asam lemak tak jenuh
dalam minyak atau lemak. Semakin tinggi bilangan iodine menunjukkan asam
lemak tak jenuh semakin banyak.
2.4.2 Komponen Non - Trigliserida
Komponen Non-Trigliserida ini merupakan komponen yang menyebabkan
rasa, aroma dan warna kurang baik. Kandungan minyak sawit yang terdapat dalam
jumlah sedikit ini, sering memegang peranan penting dalam menentukan mutu
minyak. Beberapa komponen non-trigliserida yang terkandung dalam minyak
sawit adalah sebagai berikut:
a. Sterol dan alkohol
Sterol adalah alkohol siklik sederhana yang jumlahnya sedikit dalam
minyak sawit, berupa kolesterol yang menyebabkan kenaikan tekanan darah
dalam tubuh.
13

b. Trace Logam
Logam yang terdapat dalam minyak sawit adalah Cu dan Fe, terdapat dalam
jumlah sedikit dan dapat mempercepat proses oksidasi. Sehingga perlu
dihilangkan dengan absorbsi.
c. Karoten
Senyawa yang menimbulkan warna merah pada minyak sawit (CPO) adalah
keroten. Fraksi karoten yang paling banyak terdapat pada minyak sawit adalah β-
karoten, dimana pada proses absorbsi senyawa ini dapat dihilangkan dengan
bantuan pemucat Bleaching Earth (Tanah Pemucat).
d. Tokoferol
Tokoferol atau vitamin E dalam minyak dikenal sebagai antioksidan alami
sehingga senyawa ini dijaga tetap ada dalam minyak.
Adapun jumlah konsentrasi kandungan Non-Trigliserida dalam minyak
kelapa sawit ditampilkan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.5 Kandungan Non-Trigliserida dalam Minyak Kelapa Sawit
Komponen Konsentrasi (ppm)
Karoten 500-700
Tokoferol 400-600
Sterol Mendekati 300
Phospatida 500
Besi (Fe) 10
Tembaga (Cu) 0,5
Air 0,07-0,18
Kotoran-kotoran 0,01

2.5 Sifat Fisika dan Kimia Minyak Sawit


2.5.1 Sifat Fisika Minyak Kelapa Sawit
Sifat fisika minyak kelapa sawit meliputi beberapa hal, diantaranya warna,
bau dan flavor; titik cair dan titik didih (boiling point). Warna minyak ditentukan
oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-
asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan
14

oleh adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan flavor dalam
minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak
berantai pendek akibat kerusakan minyak, sedangkan bau khas minyak kelapa
sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Titik cair minyak sawit berada
dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa
macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda [Kemala,
2008]. Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan
bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut [Ketaren, 1986].
2.5.2 Sifat Kimia Minyak Kelapa Sawit
A. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan
minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau
lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang
menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut. Reaksi hidrolisa
minyak sawit sebagai berikut :

Gambar 2.4 Reaksi Hidrolisa Minyak Sawit

B. Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah
oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau
tengik pada minyak.
15

Gambar 2.5 Reaksi Oksidasi Minyak Sawit Saponifikasi


Minyak sawit dapat bereaksi dengan larutan basa seperti NaOH dan KOH
menghasilkan sabun dan gliserol. Reaksi saponifikasi minyak sawit adalah
sebagai berikut:

Gambar 2.6 Reaksi Saponifikasi Minyak Sawit


2.6 Parameter Mutu Minyak Kelapa Sawit
Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat
dibedakan menjadi dua arti. Pertama mutu minyak kelapa sawit dalam arti benar-
benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak kelapa
sawit dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya,
antara lain titik lebur, warna, angka penyabunan, dan bilangan yodium, sedangkan
yang kedua, yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran.
Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu
Internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas, air, kotoran, logam besi,
logam tembaga, dan peroksida.
16

Mutu minyak kelapa sawit diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu


internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi dan logam
tembaga serta ukuran pemucatan (angka DOBI) dan bilangan iod yang biasa
dibutuhkan dalam pabrik refinasi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
standar mutu/kualitas minyak sawit:
a. Asam Lemak Bebas (ALB)
Kualitas minyak sawit ditentukan oleh kandungan asam lemak bebasnya.
Kandungan asam lemak bebas yang terlalu tinggi dalam minyak akan
menyebabkan bau tengik dan di samping juga dapat merusak peralatan karena
mengakibatkan timbulnya korosi. Peningkatan kadar ALB ini dapat disebabkan
oleh adanya enzim lipase yang berfungsi sebagai katalis yang mampu
mempercepat terjadinya reaksi hidrolisa. Kandungan air yang terlalu tinggi akan
menyebabkan trigliserida dalam minyak sawit terhidrolisa menjadi asam lemak
bebas. Temperatur CPO harus dijaga <50 0C, karena suhu yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan oksidasi panas yang menyebabkan minyak mengalami
kerusakan. Berdasarkan persyaratan mutu SNI, kadar ALB maksimum pada
minyak goreng adalah sebesar 5 %.
b. Kadar Air dan Kotoran
Kadar air pada minyak sawit tergantung pada efektifitas pengolahan minyak
tersebut dan juga tingkat kematangan buah yang dipanen. Buah yang terlalu
matang mengandung jumlah air yang tinggi. Berdasarkan persyaratan mutu SNI,
kadar air dan kotoran pada minyak yaitu< 0,5%.
c. Warna
Warna dari minyak sawit dipengaruhi oleh kandungan karotennya. Karoten
menyebabkan warna merah dan kuning pada minyak sawit. Tetapi jika minyak
berwarna coklat, menunjukkan minyak mengalami kerusakan karena adanya
reaksi antara asam dengan Fe yang mengakibatkan adanya kenaikan bilangan
peroksida yang terjadi pada suhu yang tinggi (>50 0C).
d. DOBI (Deterioration of Bleachability Index)
DOBI merupakan angka indeks hasil bagi absorben 446 nm dengan 269 nm
yang merupakan angka petunjuk kerusakan minyak atau lemak yang juga
17

menggambarkan daya pemucatan minyak atau lemak yaitu minimal 2,8 serta
standar relatif bilangan iod untuk minyak goreng adalah 51.
2.7 Pemanfaatan Minyak Kelapa Sawit dan Hasil Olahan TBS
Kelapa sawit memiliki nilai manfaat yang tinggi dalam berbagai industri.
Bagi industri kimia, CPO menjadi bahan dasar detergen, sabun, minyak, bahan
fermentasi anggur, lapisan cat, minyak pelumas, lilin, bahan semir furniture,
bahan peledak, minyak bahan tekstil, hingga biodiesel yang dicanangkan akan
menjadi sumber energi alternatif (Hilditch, 1960).

Anda mungkin juga menyukai