A. Karakteristik Aset
Berdasarkan PSAK 19 revisi 2009, aset dapat dikategorikan sebagai aset tidak berwujud apabila
memenuhi beberapa kriteria antara lain.
a. Keteridentifikasian: aset non-moneter yang dapat di identifikasi tanpa wujud fisik, dapat
dipisahkan/dibedakan, atau timbul dari kontrak atau hak legal lainnya.
b. Pengendalian: mampu memperoleh manfaat ekonomis masa depan, dan dapat membatasi akses
pihak lain dalam memperoleh manfaat ekonomis tersebut.
c. Manfaat ekonomis masa depan: mencakup Pendapatan dari penjualan barang atau jasa,
Penghematan biaya, atau manfaat lain dari penggunaan aset tersebut.
Selain itu, Kieso et al. (2011: 620) Aset tak berwujud memiliki tiga kriteria utama yaitu
dapat diidentifikasi, kurang memiliki eksistensi fisik (aset tidak berwujud memperoleh nilai dari
hak dan keistimewaan yang diberikan perusahaan untuk menggunakannya) dan bukan
merupakan instrument keuangan.
B. Pengakuan dan Pengukuran
Dalam mengakui suatu item sebagai aset tidak berwujud, entitas perlu menunjukkan
bahwa item tersebut memenuhi definisi aset tidak berwujud dan memenuhi kriteria pengakuan.
Terdapat kriteria dalam pengakuan, sebagaimana dalam PSAK 19 revisi 2009, antara lain
kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan, biaya perolehan
aset tersebut dapat diukur secara andal, dalam menilai kemungkinan aset tidak berwujud
menggunakan asumsi masuk akal dan dapat dipertanggungjawabkan serta estimasi terbaik
manajemen, pengeluaran yang tidak memenuhi kriteria pengakuan diakui sebagai beban selain
itu aset tidak berwujud pada awalnya harus diakui sebesar biaya perolehan.
Dari segi penilaian awal aset tidak berwujud dijelaskan dalam Kieso et al. (2011: 621-
623) terdapat dua langkah yaitu:
1. Aset tidak berwujud yang dibeli, maka dicacat berdasarkan biaya hingga aset tersebut siap
digunakan, jika diperoleh dengan saham maka biaya dialokasikan berdasarkan nilai wajar.
2. Aset tidak berwujud yang dibuat secara internal, maka hanya biaya internal yang dikapitalisasi
yang merupakan biaya langsung yang dikeluarkan dalam memperoleh aset tak berwujud. Biaya
yang terjadi secara internal untuk menciptakan aset tak berwujud dibebankan pada saat biaya itu
dikeluarkan, seperti riset dan pengembangan yang substansial untuk menciptakan aset tidak
berwujud.
Secara lebih rinci juga dipaparkan dalam PSAK 19 revisi 2009 Aset tidak berwujud dapat
diperoleh antara lain melalui:
1. Perolehan terpisah, yaitu biaya perolehan merupakan harga beli dan segala biaya yang dapat
dikaitkan secara langsung.
2. Akusisi sebagian bagian dari kombinasi bisnis, yang dinilai berdasarkan nilai wajar pada tanggal
akuisisi.
3. Akuisisi dengan hibah pemerintah, diakui pada nilai wajar atau pada nilai nominalnya atau
berdasarkan nilai nominal ditambah biaya pengeluaran lainnya hingga aset siap untuk digunakan.
4. Pertukaran aset, dicatat dengan nilai wajar namun jika aset yang diperoleh tidak di ukur dengan
nilai wajar, maka biaya perolehannya diukur sesuai dengan jumlah tercatat aset yang dilepaskan.
5. Goodwill yang dihasilkan internal. Goodwill yang dihasilkan secara internal tidak boleh diakui
sebagai aset karena goodwill tersebut bukan merupakan suatu sumber daya teridentifikasi (tidak
dapat dipisahkan dan tidak timbul dari kontrak atau hak legal) yang dikendalikan oleh entitas dan
bisa diukur secara andal menurut biaya perolehannya.
6. Aset tidak berwujud yang dihasilkan internal, entitas menggolongkan proses dihasilkannya aset
menjadi dua tahap yaitu Tahap Riset diakui sebagai beban pada saat terjadi dan Tahap
Pengembangan dapat dikapitalisasi sebagai aset tidak berwujud sebesar biaya perolehan jika
kriteria pengakuan terpenuhi dan aset baru hasil pengembangan siap digunakan.
C. Pengukuran setelah Pengakuan
Berdasarkan PSAK 19 revisi 2009 terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk
pengkuran setelah pengakuan:
1. Model biaya
Setelah
pengakuan awal, suatu aset tidak berwujud harus dinilai pada biaya perolehanya dikurangi oleh
akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian atas penurunan nilai.
2. Model revaluasi
Setelah pengakuan awal dapat dinilai atas nilai revaluasinya untuk tujuan revaluasi, nilai wajar
harus ditentukan dengan menggunakan referensi dari sebuah pasar aktif. Revaluasi harus
dilakukan secara rutin pada tiap akhir periode pelaporan sehingga jumlah tercatat aset tidak
memiliki perbedaan yang material dengan nilai wajarnya.
D. Masa Manfaat
Pengukuran setelah pengakuan awal aset tak berwujud didasarkan pada usia manfaatnya.
Banyak faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan masa manfaat aset tidak berwujud,
sebagai mana diatur dalam PSAK 19 revisi 2009. Berkaitan dengan penentuan masa manfaat
tersebut, aset tidak berwujud dibagi menjadi dua bagian.
1. Aset tidak berwujud dengan masa manfaat terbatas, dalam jangka waktu atau jumlah produksi
selama masa manfaat tertentu sehingga harus diamortisasi. Dalam PSAK 19 Revisi 2009
Terdapat ketentuan lain yaitu dimulai ketika aset tersedia untuk digunakan, dihentikan pada
waktu yang lebih dulu antara ketika aset digolongkan sebagai tersedia untuk dijual atau tanggal
ketika aset dihentikan pengakuannya. Metode amortisasi harus menggambarkan pola konsumsi
atas manfaat aset. Nilai residu direview setiap akhir periode, Perubahan nilai residu
diperhitungkan sebagai perubahan estimasi akuntansi, dalam
Selain itu dijelaskan dalam Kieso et al (2011:621) bahwa aset tidak berwujud dapat
mempunyai umur terbatas, sehingga perusahaan mengamortisasi aset tidak berwujud yang
mempunyai umur terbatas dengan memperhatian: diamortisasi dengan biaya sistematis untuk
biaya selama masa manfaat, aset kredit akun atau akumulasi amortisasi, masa manfaat harus
mencerminkan periode dimana aset akan memberikan kontribusi untuk arus kas, IFRS
mengharuskan perusahaan untuk menilai nilai residu dan masa manfaat aset tidak berwujud
setidaknya setiap tahun.
Beban Amortisasi xxx
Aset /Akumulasi Amortisasi xxx
2. Aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas, dijelaskan dalam PSAK 19 revisi
2009.yaitu berdasarkan analisis dari seluruh faktor relevan tidak ada batas yang terlihat pada saat
ini atas periode yang mana aset diharapkan menghasilkan arus kas neto bagi entitas, sehingga
tidak diamortisasi. Selain itu terdapat faktor yang perlu diperhatikan impairment test dilakukan
setiap tahun atau apabila ada indikasi penurunan nilai, masa manfaat ditelaah setiap akhir
periode, masa manfaat tidak terbatas bisa berubah menjadi terbatas
Selain itu dijelaskan dalam Kieso et al. (2011:622) bahwa terdapat kriteria dari aset tidak
berwujud yang mempunyai umur manfaat tidak terbatas yaitu tidak ada batas yang dapat
diperkirakan dalam periode waktu di mana aset tersebut dapat memberikan arus kas, tidak
terdapat amortisasi, harus menguji aset tidak berwujud yang memiliki manfaat tidak terbatas
untuk menilai kemungkinan penurunan nilai setidaknya setiap tahun.
6. Goodwill
Goodwill adalah sisa: kelebihan biaya atas nilai wajar aset bersih yang dapat diidentifikasi yang
diakuisisi, sehingga goodwill hanya dapat diidentifikasi pada bisnis secara keseluruhan, salah
satu cara untuk menjual goodwill adalah dengan menjual usaha. Dalam penggabungan usaha
biaya dibebankan jika memungkinkan pada aset tidak berwujud dan aset berwujud bersih yang
dapat diidentifikasi, sisanya dicatat dalam akun aset tidak berwujud yang disebut goodwiil. Kieso
et al (2011: 629)
Pencatatan Goodwill
3. Penghapusan Goodwil
Terkait penghapusan goodwill, Kieso et al (2011:632-632) menjelaskan, perusahaan yang
mengakui goodwill dalam sebuah penggabungan usaha menganggap goodwill mempunyai umur
manfaat yang tidak terbatas dan oleh karenanya tidak boleh mengamortisasi. Hal ini karena
beban amortisasi goodwill tidak banyak berguna dalam evaluasi kinerja keuangan dan untuk
memprediksi umur aktual goodwill serta pola amortisasi yang tepat bukanlah hal yang mudah.
Sehingga perusahaan hanya menyesuaikan nilai tercatatnya ketika goodwill mengalami
penurunan nilai walaupun tidak melakukan amortisasi goodwill, hal ini mencukupi dan dapat
memberikan informasi keuangan yang sangat berguna bagi komunitas invertasi.
Bargaining Purchase atau Pembelian Bersaing
Kieso et al (2011:632) menjelaskan, bargaining purchase muncul Ketika nilai wajar pasar
aset bersih yang diperoleh lebih tinggi dari pada harga beli aset yang bersangkutan. Sehingga
timbul kredit atau goodwill negatif, badwill atau pembelian bersaing. IASB mencatat bahwa
Perusahaan mengakui kelebihan sisa sebagai keuntungan luar biasa, sehingga membantu
pengguna laporan keuangan untuk melakukan evaluasi yang lebih baik atas laporan pendapatan
yang diperoleh
Penurunan Nilai Aset Tidak berwujud
Kieso et al (2011:632-633) memaparkan, dalam beberapa waktu memungkinkan jumlah
tercatat pada aset tidak dapat dipulihkan. oleh karena itu perusahaan perlu menghapusnya. Secara
spesifik prosedur pencatatan untuk penurnan nilai aset berdasakan pada penurunan nilai aset
dengan masa manfaat terbatas atau penurunan nilai aset dengan masa manfaat tidak terbatas.
1. Penurunan nilai aset tidak berwujud dengan masa manfaat terbatas
Penurunan nilai aset terjadi apabila nilai buku aset tidak dapat dipulihkan. Dalam menelaah
pengujian kemampuan pemulihan, perusahaan dapat mengestimasi arus kas masa depan yang
diharapkan, jika jumlah arus kas bersih yang diharapkan di masa depan (belum didiskontokan)
lebih rendah dari nilai buku aset, maka kerugian penurunan nilai akan diukur dan diakui.
Kemudian pengujian nilai wajar digunakan oleh perusahaan untuk mengukur kerugian
penurunan nilai dengan membandingkan nilai wajar aset dengan nilai bukunya. Kerugian
penurunan nilai adalah jumlah nilai buku aset kurang dari nilai wajar aset yang menurun
nilainya, dan dilaporkan sebagai laba operasi yang berlangsung terus-menerus.
Nilai tercatat paten 60.000.000 Kerugian atas penurunan nilai 40.000.000
Nilai wajar (based on value-in-use) 20.000.000 Paten 40.000.000
Kerugian atas penurunan nilai 40.000.000
Standar IFRS jika terjadi perubahan kondisi pada periode berikutnya mana diperlukan
penyajian kembali atas peningkatan nilai paten, dengan mencatat selisih atas kenaikan, debit nilai
paten dan kredit kerugian atas penurunan nilai.
2. Penurunan nilai aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas selain Goodwill
Perusahaan menguji penurunan nilai aset tidak berwujud termasuk goodwill minimal setiap
tahun. Pengujian nilai aset tidak berwujud dengan masa manfaat tidak terbatas selain goodwill
sama dengan pengujian nilai aset tidak berwujud dengan masa manfaat terbatas yaitu pengujian
nilai wajar, dalam Kieso et al (2011:634).
Nilai tercatat lisensi 60.000.000
Nilai wajar (based on fair value less cost to sell) 20.000.000
Kerugian atas penurunan nilai 40.000.000
3. Penurunan Goodwill
Terdapat dua tahap dalam pengujian penurunan goodwill dalam Kieso et al (2011:634)yaitu:
1. Perusahaan harus membandingkan nilai wajar unit yang dilaporkan terhadap jumlah tercatat,
termasuk goodwill. Jika nilai wajar unit yang dilaporkan melebihi jumlah tercatat, maka tidak
ada penurunan nilai goodwill yang diakui.
2. Jika nilai wajar lebih kecil dari jumlah tercatat maka aset bersih maka penentuan penurunan nilai
yang mungkin terjadi. Sehingga harus menetapkan nilai wajar goodwill dan membandingkan
dengan jumlah tercatat, kemudian membandingkan nilai goodwill yang tercatat untuk
menetapkan penurunan nilainya.
Diketahui : nilai wajar 19.000.000 ; nilai aktiva bersih 24.000.000 ; nilai goodwill 9.000.000
Maka:
(1) Nilai wajar 19.000.000
Aktiva bersih yang diidentifikasi (tidak termasuk goodwill) 15.000.000
*24.000.000-
9.000.000 = 15.000.000
Nilai Goodwill yang diimplikasikan 4.000.000