Anda di halaman 1dari 21

2.

3 The Mechanics of Sedimentary Basin Formation

2.3.1 Basin due to litospheric stretching

Gambar 1 diatas merupakan beberapa jenis cekungan sedimen yang ada di


dunia yang terbentuk dari proses rifting.
Cekungan sedimen yang terbentuk dari proses perenganggan litosfer

(litospher stretching) ini terjadi di dua lokasi yaitu intra-continental rift dan

passive margin. Rift merupakan area yang terjadi penipisan kerak. Penipisan kerak

ini yang dapat dilihat dari rekaman seismik, aliran panas yang tinggi di

permukaan (>90 mW m-2 or > 2 HFU), aktivitas vulkanik, nilai anomali bouger

negatif, topografi yang tinggi.


Gambar2 Cekungan-cekungan yang terbentuk dari proses perenggangan litosfer

Rift Basins

Rift Basins merupakan cekungan yang dibatasi oleh sistem patahan utama.

Simetris rifts atau grabens di batasi oleh dua set patahan dan asimetris rifts atau

half-grabens dibatasi oleh satu set patahan. Rifting terjadi di laut dan di kontinen

sebagai respon dari perenganggan kerak. Biasanya jika terjadi reganggan pada

kerak samudera maka celah tersebut diisi oleh lava basaltis dengan lapisan

lempung yang bersifat pelagik, batuganping dan chert. Sedangkan jika terjadi

rekahan pada kerak benua maka rekahan tersebut biasanya diisi dengan sedimen

dari vulkanik, fluvial, dan lakustrin.


Gambar 3 Evolusi dari Cekungan Sedimen yang terbentuk dari Proses Rifting

Failed Rift Basins (Aulacogen)

Sebelumnya perenganngan pada intracratonic berkembang dengan pola

tiga lengan (tri-radial) yang sering disebut dengan triple junction (Aulacogen).

Aulacogen merupakan bekas Rifting yang gagal terbentuk pada sudut tinggi

terhadap kontinenal margin yang telah mengalami reaktivasi selama proses

tektonik konvergen sehingga berada pada bagian sudut tinggi terhadap sabuk

orogenik. Aulacogen merupakan basins yang produktif penghasil minyak dan gas

bumi. Contoh aulacogens produktif: Sirte Embayment - Niger Delta, Laut Utara,

Kutai Embayment-Delta Mahakam.


Gambar 4 Gambar yang mengilustrasikan proses perkembagan aulacogen

Passive Margin

Pasif Margin ditandai dengan terjadinya penebalan sedimentasi ke arah

laut yang berhimpitan dengan sesar pada basement dengan urutan sedimen syn-

rift. Pada kondisi Post-rift penebalan sedimen kearah laut yang mana didominasi

oleh endapan air laut dangkal. Sedimen yang terakumulasi di pasif margin

merupakan beban pada litosfer yang lama kelamaan bisa terjadi subsiden jika

beban diatasnya terus bertambah.

Berikut adalah karakteristik cekungan sedimen yang terbentuk di area

pasif margin yang dilihat dari segi lokasi dan kondisi tektonik, proses

pembentukannya, ukuran dan bentuk cekungan, dan endapan (isian) sedimennya.

Lokasi dan Kondisi Tektonik: Sepanjang daerah passive margins, berada

pada daerah transisi antara continental crust dengan oceanic crust yang terbentuk

oleh rifting dan fase pembukaan cekungan samudra.

Proses: Pada saat terjadi pembukaan cekungan samudera karena proses

spreading maka akan terjadi ekstensional dan peningkatan temperatur sehingga


membuat kerak kontinen menipis, pada sisi lain cekungan samudera perlahan

lahan mengalami subsidence secara perlahan lahan yang disebabkan oleh

pendinginan. Salah satu sedimen silisiklastik yang berasal dari darat atau karbonat

yang ada secara insitu menutupi kerak transisi yang mengalami subsidence

dengan material sedimen yang semakin menipis kearah batas cekungan, yang kita

kenal sekarang dengan continental shelf dan slope

Ukuran dan Bentuk: Biasanya secara umum berbentuk lurus, tetapi jika

diperhatikan dengan detail itu bentuknya irregular atau agak lurus. Dengan

panjang dapat mencapai ribuan kilometer, sedangkan lebarnya bisa mencapai

ratusan kilometer.

Isian Sedimen: Adapun isian sedimen pada zona passive margins ini

adalah sedimen silisiklastik pada laut dangkal dan karbonat pada continental shelf

yang mana endapannya semakin menebal kearah laut.

Gambar 2.3.5 Contoh Cekungan Sedimen di Area Pasif Margin

Gambar 5 Contoh Cekungan Sedimen di Area Pasif Margin


2.3.2 Basin Due to Flexure

Basin due to flexure merupakan cekungan yang terbentuk dari hasil

pertemuan dua buah lempeng, dimana salah satu lempeng mengalami defleksi

(pembelokan). Hal ini berarti cekungan yang terbentuk di area ini adalah

cekungan dari hasil subduksi dan tumbukan. Zona subduksi dan tumbukan

ditunjukkan dengan aktifnya tepian benua yang mana umumnya dicirikan oleh

adanya palung laut dalam, prisma akresi, forearc, foreland, dan backarc ). Tataan

subduksi terjadi lebih banyak pada tepian benua dibandingkan pada busur

samudera.
Gambar 6 Tipe-Tipe dan Contoh Cekungan yang terjadi pada saat Defleksi
Lempeng (Basin due to Flexure)
Sedimen terendapkan pada sistem subduksi ini lebih dikuasai oleh

endapan silisiklastik yang umumnya berupa batuan gunungapi berasal dari busur

gunungapi. Endapan ini dapat berupa pasir dan lumpur yang terendapkan pada

paparan, lumpur dan endapan turbit terendapkan dalam air yang lebih dalam pada

lereng, cekungan, dan parit. Sedimen pada parit dapat berupa endapan terigen

yang terangkut oleh arus turbit dari daratan, bersamaan dengan sedimen dari

lempeng samodra yang tersubduksikan. Ini umumnya membentuk kompleks

akrasi. Batuan campuraduk (melange) dapat terbentuk pada daerah akrasi ini,

yang dicirikan oleh percampuran dari batuan berbagai jenis yang tertanam pada

masa dasar yang mengkilap (sheared matrix).

Contoh yang baik dari sistem subduksi ini adalah subduksi Sumatra,

Jepang, Peru, Chili dan Amerika Tengah. Contoh cekungan busur muka purba di

antaranya adalah cekungan busur muka Great Valley, Kalifornia; Midland Valley,

Inggris dan Coastal range, Taiwan. Contoh cekungan busur belakang di antaranya

terjadi pada Jura Akhir – Awal Kapur terbentuk di belakang Busur Andean di

Chili selatan.

2.3.3 Basin due to Associated With Strike-Slip Deformation

Patahan yang dapat membentuk cekungan ini adalah patahan mendatar

yang menoreh dalam kerak sampai membatasai dua lempeng yang berbeda

(transform fault) dan patahan yang terbatas dalam suatu lempeng dan hanya

menoreh bagian atas lempeng (Sylvester, 1988). Cekungan yang berhubungan

dengan patahan mendatar regional terbentuk sepanjang punggung pemekaran,


sepanjang batas patahan antar lempeng, pada tepian benua dan daratan dalam

lempeng benua. Gerakan sepanjang patahan mendatar regional dapat membentuk

berbagai cekungan mendatar (pull-apart basin). Cekungan yang dibentuk karena

patahan mendatar umumnya kecil, garis tengahnya hanya beberapa puluh

kilometer, walaupun ada beberapa yang sampai 50 km. Karena patahan mendatar

terbentuk pada berbagai tataan geologi, cekungan ini dapat diisi sedimen laut

maupun darat. Ketebalan sedimen cenderung sangat tebal, karena kecepatan

sedimentasi yang tinggi yang dihasilkan oleh erosi dari daerah sekitarnya yang

berelevasi tinggi, dan boleh jadi ditandai dengan banyaknya perubahan fasies

secara lokal.

Gambar 7 Susunan Struktur yang berasosiasi dengan sesar strike-slip


Gambar 8 Klasifikasi Sesar Strike-Slip

Cekungan-Cekungan yang Terbentuk Pada Sistem Strike-Slip

Cekungan Transtensional: Cekungan yang terbentuk oleh proses ektensi di

sepanjang sistem patahan Strike-slip. Contoh modern: Laut Salton California.

Gambar 9 Macam Macam Cekungan Transtensional


Cekungan Transpressional: Cekungan yang dibentuk oleh kompresi di

sepanjang sistem patahan strike-slip. Contoh modern: Cekungan Santa Barbara

California(foreland).

Gambar 10 Transpenssional Basins

Cekungan Transrotasional: Cekungan yang terbentuk oleh proses rotasi

dari suatu blok krustal pada axis yang mendekati vertikal pada suatu sistem

patahan strike-slip. Contoh modern: fore-arc Western Aleutian.


2.4 Sedimentary Basin Fill

Controls on Basin Stratigraphy

Hubungan konkordan dapat terlihat pada batas atas dan batas sekuen. Pada

batas atas hubungan yang konkordan dapat dikenali dari kesejajaran lapisan

dengan lapisan dibawahnya yang pada awalnya horizontal, Miring, atau tidak

teratur. Hubungan discordan merupakan kriteria utama menentukan batas sekuen

pembagian jenis diskordansi didasarkan pada bagaimana terminasi lapisan

terhadap bagaimana sekuen. Lap out adalah terminasi lateral lapisan pada batuan

pengendapam aslinya. Truncation adalah terminasi lateral suatu lapisan akibat

terpoting dari batas pengendapan aslinya. Baselap adalah lap out pada batas

sekuen. Onlap adalah baselap dimana lapisan yang awalnya horizontal laps-out

updip pada lapisan yang lebih miring. Down lap adalah baselap dimana lapisan

yang awalnya miring terminates downdip pada bidang yang awalnya horizontal

atau miring. Proaxial onlap yaitu onlap pada arah sumber sedimen dan distal

downlap yaitu downlap pada arah yang berlawanan dari arah sumber sedimen.

Umumnya merupakan indikasi permukaan dan akhir lateral dari

pengendapan suatu lapisan. Onlap dan Downlap umumnya umumnya lebih

mencerminkan non depotitional hiatus daripada erotional hiatus. Toplap adalah

lap out pada batas atas sekuen pengendapan. Toplap mencerminkan non

depotitional hiatus sedang erosional truncation mencerminkan bidang erosi.

Perubahan muka air laut relativ di definisikan sebagai kenaikan atau penurunan

muka laut terhadap permukaan daratan, atau kombinasi keduannya dapat naik atau

turun selama perubahan tersebut. Dapat terjadi dalam skala local ataupun regional
dan global. Kenaikan muka air laut relative dapat didetakasi dari fenomena onlap

endapan pantai. Kenaikan ini dapat disebabkan oleh muka air laut naik, bidang

dasar cukup suplai sedimen, maka endapan pantai akan secara progresif onlap

pada bidang pengendapan. Kenaikan relativ tersebut dapat diukur secara akurat

pada lokasi dimana endapan litora ( Endapan yang terjadi selama interval pasang

suru air laut onlap pada bidang pengendapan dibawahnya bila kenaikan muka air

laut relatif cepat dari pada kecepatan pengendapannya, maka dapat terbentuk

onlap marin. Bukannya onlap pantai. Dan control paleobatimetri digunakan untuk

mengukur kenaikan muka air laut.

Jenis-Jenis Konfigurasi Pantulan Seismik Dalam Analisis Stratigrafi Seismik

Tekstur umum
 Paralel : disebabkan peristiwa pengendapan sedimen yang seragam ata pada

paparan (shelf) dengan subsiden yang uniform atau sedimentasi pada basin yang

stabil

 Sub-paralellel : terbentuk pada zona pengisian atau pada lingkungan yang

dipengaruhi arus laut.

 Subparallel between parallel : terbentuk pada lingkungan tektonik yang stabil atau

fluvial plain dengan endapan berbutir sedang.

 Wavy parallel: terbentuk akibat lipatan kompresi dari lapisan parallel diatas diapir

atau sheet drape dengan endapan berbutir halus.

 Divergent: terbentuk akibat permukaan yang miring secara progresif selama proses

sedimentasi.

 Chaotic: pengendapan dengan energi tinggi (mounding, cut and fill channel) atau

deformasi seteah proses sedimentasi (sesar, gerakan overpressure shale, dll.)

 Reflection free: tidak ada pantulan pada rekaman seismik, karena batuan yang

dilewati homogen dan tidak berlapis , contoh : batuan beku, kubah garam, interior

reef tunggal.

 Local chaotic: slump (biasanya laut dalam) yang diakibatkan oleh gempabumi

atau ketidakstabilan gravitasi, pengendapan terjadi dengan cepat

Tekstur Tergradasi
 Sigmoidal : ditandai dengan bagian atas dan bawah relatf tipis, sedangkan

tengahnya tebal dengan kemiringan lebih besar dibanding atas dan bawah.

Diakibatkan pasokan sedimen rendah, penurunan cekungan atau kenaikan muka

air laut yang cepat. Pada laut dalam, terbentuk pada energi rendah.

 Oblique : pengendapan yang terjadi di dekat dasar gelombang dengan energi

tinggi. Terbagi menjadi tiga jenis , yaitu oblique tangential, oblique paralel, dan

complex oblique (gabungan sigmoid dan oblique).

 Shingled : pola gradasi yang tipis dan umumnya sejajar dengan batas atas dan

bawah atau miring dangkal, menandakan pengendapan air dangkal.

 Hummocky : pola konfigurasi yang tidak menerus, menunjukkan progradasi yang

clinoform ke dalam air dangkal prodelta.

Stacking Pattern

Merupakan gambaran dimana parasekuen/ prasekuen set saling berlapis

tediri atas 3 macam yaitu:

1. Progadasi/foresteeping yaitu urutan lapisan sedimen secara lateral, ini terjadi

apabila parasekuen yang muda diendapkan jauh kedalam/arah basin. Terjadi

apabila kecepatan akomodasi lebih kecil dari kecepatan pengendapan.

2. Agradasi yaitu urutan lapisan secara vetikal dimana sedimen yang lebih muda

diendapkan jauh kedaratan, mendangkal keatas, terjadi backsteeping apabila

kecepatan akomodasi lebih besar dari kecepatan pengendapan.

3. Retrogradasi yaitu pengendapan kombinasi antara lateral dan vertical, dimana

akibat adanya erosi.


Stacking Tract

Sistem tract dari suatu sisem pengendapan akan terendapkan pada waktu

yang sama dan berdekatan satu sama lainnya pada satu level tertentu. Sistem tract

ini terdiri atas tiga yaitu LST, TST, HST dimana dari ketiga system tract ini tidak

selalu harus hadir bersamaan dalam suatu sekuen.

1. Lowstand System Tract (LST), merupakan bagian paling awal dari system

tract di dalam suatu sekuen dimana bagian bawahnya merupakan Batas

Sekuen type-1. Bagian bawah dari Batas Sikuen type-2 menghasilkan

SMS.

2. Transgressive System Tract (TST), merupakan tract yang terletak

ditengah pada suatu sekuen, menutupi HST atau SMST dan ditutupi oleh

HST. Bagian atas dari TST adalah downlap surface yang merupakan

bagian dari downlap dari HST.

3. HIghstand System Tract (HST), merupakan bagian atas dari suatu

system tract pada suatu sekuen, dicirikan oleh agradasi yang diikuti oleh

progradasi.
2.5 Evolution of Basin Fill

2.5.1 Subsidence History

Present-day stratigraphic thicknesses are a product of cumulative

compaction through time. A quantitative analysis of subsidence rates through

time, called geohistory analysis, primarily to de-compact stratigraphic units to

their correct thickness at the time of interest.

The addition of a sediment load to a sedimentary basin causes additional

subsidence of the basement

Corrections for geohistory analysis :

Decompaction

Palaeobathymetry

Absolute sea level fluctuations


2.5.2 Thermal History

Subsidence in sedimentary basins causes thermal maturation in the

progressively buried sedimentary layers. Indicators of the thermal history include

organic parameters and mineralogical parameters. The most important factors in

the maturation of organic matter are temperature and time, pressure being

relatively unimportant. Paleotemperatures are controlled by the basal heat flow

history of the basin, also by internal factors such as thermal conductivities, heat

generation from radioactive sources within sediments, and regional water flow

through aquifers.Formation temperatures can be estimated from borehole data.

The corrected formation temperatures allow geothermal gradients to be calculated.

Heat flow = geothermal gradient x thermal conductivity of rock. Studies of

present-day heat flows and ancient geothermal gradients estimated from thermal

indicators, suggest that thermal regime closely reflects tectonic history.

Hypothermal (cooler than average) basins include : ocean trenches and outer

forearcs and foreland basins. Hyperthermal (hotter than average) basins include :

oceanic and continental rifts, backarc basins, some strike-slip basins with mantle

involvement, and magmatic arcs in collisional settings. Mature passive margins

tend to have near-average heat flow and geothermal gradients.


Daftar Pustaka

Allen, P.A. and J.R. Allen, 2005, Basin Analysis: Principles and Applications:
Oxford: Blackwell Science Ltd., 451.
Ingersoll. 1988. Tectonics Sedimentary Basins. Geological Society American
Bulletin, v 100, p. 1704-1719.
Miall, Andrew D. 1999. Principles of Sedimentary Basin Analysis. Toronto, Italy:
Springer.
Selly, Richard C. 1998. Elements of Petroleum Geology Second Edition. USA:
Academic Press.

Anda mungkin juga menyukai