Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KELAPA SAWIT (Elaesis guineensis Jacq.)


Pohon kelapa sawit terdiri dari dua spesies yaitu (1) arecaceae dan (2)
palma yang digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak
kelapa sawit. Pohon kelapa sawit Afrika yaitu Elaesis guineensis, sedangkan
pohon kelapa sawit Amerika yaitu Elaesis oliefera [9]. Di Indonesia, kelapa sawit
yang banyak ditanam adalah jenis Elaesis guineensis [10]. Kelapa sawit (Elaeis
guineensis) merupakan tanaman hutan hujan tropis di daerah Afrika Barat,
terutama di Kamerun, Pantai Gading, Libera, Nigeria, Sirea Lione, Togo, Angola,
dan Kongo [11].
Daging dan kulit buah kelapa sawit mengandung minyak. Agar kelapa
sawit dapat dimanfaatkan sebagai minyak secara maksimal, maka perlu dilakukan
proses pengolahan kelapa sawit dari TBS (Tandan Buah Segar) hingga dihasilkan
CPO (Crude Palm Oil). Hasil sebagai CPO dapat dimanfaatkan sebagai minyak
goreng, sabun dan lilin [10].
Kandungan minyak dalam kelapa sawit bertambah seiring dengan
kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas
(FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
Buah terdiri dari tiga lapisan:
1) Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin
2) Mesoskarp, serabut buah
3) Endoskarp, cangkang pelindung inti
Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji) merupakan endosperma dan
embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas tinggi. Adapun gambaran dari
lapisan buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 2.1 [12].

5
Gambar 2.1 Penampang Buah Kelapa Sawit

2.2 PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI CPO (CRUDE PALM


OIL)
Proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO dilakukan dalam beberapa
tahap, yaitu:
1. Penerimaan Tandan Buah Segar
Di pabrik kelapa sawit, proses pemilihan dan penilaian buah dilakukan
secara manual oleh manusia. Warna buah kelapa sawit tetap menjadi
salah satu satu faktor penting yang menentukan kelas dan kualitas buah
sawit. Warna biasanya digunakan untuk mengenali tahap kematangan
dan pemanenan produk pertanian. Warna masing-masing buah pada
tandan yang berbeda menunjukkan bahwa proses pematangan buah tidak
serentak. Berdasarkan pengamatan bahwa lebih dari 85% dari buah-
buahan pada setiap tandan menunjukkan tingkat kematangan yang sama.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa buah-buahan yang berada
pada tandan yang sama secara fisiologis memiliki kematangan yang sama
[13].
2. Perebusan (Sterilisasi)
Sterilisasi merupakan salah satu langkah dalam proses pengolahan buah
sawit, yang bertujuan untuk menonaktifkan enzim dalam buah kelapa
sawit yang dapat menghidrolisis minyak menjadi FFA dan memudahkan
pelepasan buah dari tandan. Sterilisasi konvensional kelapa sawit di
pabrik kelapa sawit adalah dengan proses basah yang menggunakan uap

6
dan air panas. Kelapa sawit diberi uap dengan tekanan tinggi pada 15-45
psi selama 90 menit dan suhu lebih dari 100 °C [14].
3. Perontokan
Tujuan dari perontokan adalah memisahkan buah yang sudah direbus
dari tandannya. Perontokan dilakukan dengan dua cara yaitu
penggoyangan dengan cepat dan pemukulan [15]. Perontokan dapat
dilakukan dengan tangan atau dengan perontok mekanik, yang berputar
atau bergetar untuk memisahkan buah dari tandannya [16].
4. Pelumatan
Pelumatan diakukan untuk memanaskan buah kembali, memisahkan
perikarp dari inti, dan memecah sel minyak sebelum ekstraksi. Kondisi
terbaik proses pelumatan adalah pada suhu 95-100 oC selama 20 menit
[15].
5. Ekstraksi Minyak
Kemudian dilakukan ekstraksi minyak untuk mengelurakan sel yang
mengandung minyak sehingga diperoleh minyak sawit. Ada beberapa
jenis penekanan yang dapat digunakan untuk menekan daging buah, yaitu
penekanan manual, penekanan hidrolik, dan penekanan dengan sekrup
(screw press). Screw press merupakan metode yang paling umum
digunakan karena dapat menghasilkan minyak yang banyak saat
dilakukan penekanan pada mesokarp [16]. Ekstraksi minyak dengan
mesin pres akan menghasilkan dua kelompok produk, yaitu (1) campuran
antara air, minyak, dan padatan, (2) cake yang mengandung serat dan inti
[15].
6. Klarifikasi
Minyak kasar hasil ekstraksi memilili komposisi 66% minyak, 24% air,
dan 10% padatan bukan minyak (nonoily solids, NOS). Karena
kandungan padatannya cukup tinggi, maka harus dilarutkan dengan air
untuk mendapatkan pengendapan yang diinginkan. Setelah dilarutkan,
minyak kasar disaring untuk memisahkan bahan berserat. Produk
kemudian diendapkan untuk memisahkan minyak dan endapan. Minyak
pada bagian atas diambil dan dilewatkan pada pemurni sentrifugal yang

7
diikuti oleh pengering vakum. Selanjutnya didinginkan sebelum
disimpan dalam tangki penyimpan [15].

2.3 STERILISASI BUAH KELAPA SAWIT


Fungsi utama proses sterilisasi adalah untuk inaktivasi faktor biologis
yang mempengaruhi penurunan kualitas dan pelepasan buah dari tandannya untuk
pemulihan buah secara maksimum selama proses pelepasan dan perontokan. Saat
ini, terdapat beberapa isu mengenai proses sterilisasi seperti tingginya resiko
oksidasi dan sterilisasi berlebihan menyebabkan penurunan kemampuan
pemutihan minyak yang dihasilkan [17].
Dalam sistem pengolahan kelapa sawit, salah satu prosesnya adalah proses
rebusan yang dilaksanakan pada stasiun rebusan. Proses rebusan kelapa sawit
dilakukan dengan proses tekanan uap air. Variabel yang berperanan penting dalam
proses rebusan ini adalah jumlah buah kelapa sawit dan tekanan uap air dalam
sterilizer (salah satu bagian dari stasiun rebusan). Semakin besar buah kelapa
sawit mendapat tekanan uap air untuk waktu tertentu, semakin cepat terjadi
pemasakan [10].
Proses perebusan atau sterilisasi dilakukan dalam bejana bertekanan
(sterilizer) dengan menggunakan uap air jenuh (saturated steam). Penggunaan uap
jenuh memungkinkan terjadinya proses hidrolisa/penguapan terhadap air di dalam
buah, jika menggunakan uap kering akan dapat menyebabkan kulit buah hangus
sehingga menghambat penguapan air dalam daging buah dan dapat juga
mempersulit proses pengempaan. Media pemanas yang dipergunakan adalah uap
basah yang berasal dari sisa pembuangan turbin uap yang bertekanan ± 3 kg/cm2
dan temperatur 132,88oC. Bila temperatur yang digunakan di atas 132,88oC saat
perebusan akan mengakibatkan buah menjadi hangus atau kegosongan sehingga
kualitas minyak CPO rusak dan bila menggunakan suhu di bawah 132,88oC saat
perebusan akan mengakibatkan enzim-enzim pada buah tidak mati dan masih
banyak mengandung kadar air [3].
Pabrik selalu melakukan kontrol yang sangat ketat pada proses untuk
menghasilkan minyak sawit mentah dengan spesifikasi yang dapat diterima,
terutama pada parameter penting seperti asam lemak bebas (FFA) dan kadar air.

8
Kandungan FFA tinggi tidak dapat dihindari karena proses basah yang digunakan
dan keberadaan air akan menyebabkan hidrolisis minyak menjadi FFA. Pada saat
yang sama, pabrik memiliki pedoman yang ketat untuk penerimaan tandan buah
segar, dimana tandan yang mengandung buah-buahan mentah dan memar akan
ditolak. Minyak yang diekstraksi dari buah-buah memar akan menghasilkan FFA
yang tinggi. Sebagai tambahan, air juga terdapat dalam minyak yang telah
dimurnikan dan pengering vakum yang efisien diperlukan untuk menghilangkan
air hingga batas yang diterima. Selain itu, masalah yang paling penting adalah
produksi limbah yang sangat besar dari tahap sterilisasi tersebut karena banyaknya
jumlah air yang digunakan [8].

2.4 STERILISASI DENGAN ENERGI GELOMBANG MIKRO


Energi gelombang mikro (microwave) telah digunakan dalam proses
industri selama beberapa tahun. Teknologi tersebut diadopsi untuk menggantikan
metode pemanasan konvensional yang setelah dipertimbangkan memiliki
beberapa keuntungan seperti, proses lebih cepat, hemat tempat dan energi, dan
meningkatkan kualitas [18]. Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi gelombang
mikro telah dipelajari di industri kelapa sawit. Teknologi ini merupakan proses
yang bersih dan kering yang tidak membutuhkan uap dalam jumlah besar dan
dapat menghilangkan produksi POME [19].
Chow dan Ma (2007) melaporkan bahwa temperatur daging buah sawit
meningkat dengan semakin lamanya waktu pemanasan energi gelombang mikro
dari waktu 1 sampai 5 menit, tetapi temperatur tidak lebih dari 100 oC. Temperatur
yang rendah ini menjadi keuntungan dalam mempertahankan kualitas minyak
yang dihasilkan dibandingkan dengan proses sterilisasi konvensional yang
membutuhkan uap dengan temperatur 140oC. Energi gelombang mikro mampu
meningkatkan temperatur buah sawit dengan cepat dan secara simultan yang
mampu memudahkan pelepasan buah dari tandan [18]. Hal ini dibuktikan dengan
beberapa penelitian terdahulu yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.

9
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Sterilisasi Buah Kelapa Sawit dengan Energi Gelombang Mikro (1)
Peneliti
No. Tujuan Penelitian Metode Hasil
(Tahun)
1. Sukaribin dan  Mengukur sifat dielektrik  Pengukuran sifat dielektrik sampel  Kadar air pada sampel yang belum
Khalid (2009) dan distribusi kadar air di dilakukan dengan HP Network matang adalah 75% dan menurun
[20] sekitar daerah absisi. Analyser 8270B menggunakan menjadi 65% pada sampel dengan
 Menghitung efisiensi metode penyelidikan koaksial tingkat kematangan lebih.
stripping pada tandan terbuka dengan rentang frekuensi  Konstanta dielektrik dan kehilangan
kelapa sawit yang telah 0,2 hingga 20 GHz. Pengukuran dielektrik pada daerah absisi untuk buah
disterilisasi pada berbagai dilakukan pada temperatur 25 dan matang lebih tinggi dari pada buah
tingkat daya. 27oC. dengan kematangan lebih yaitu rentang
 Efisiensi stripping dihitung dengan konstanta dielektrik 30-50 sedangkan
melakukan pemanasan sampel kehilangan dielektrik antara 12 dan 25.
pada microwave oven 2000 watt  Efisiensi stripping pada buah dengan
dengan frekuensi 2450 MHz pada rentang daya 1 hingga 2 kW adalah di
waktu 1, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, atas 80%.
dan 18 menit.
2. Cheng, dkk  Menentukan kualitas  Pemanasan dengan microwave  Yield yang dihasilkan dengan sterilisasi
(2011) [8] minyak kelapa sawit yang selama 1,2,3, dan 4 menit microwave selama 3 menit sama dengan
dihasilkan melalui proses menggunakan microwave oven 800 yield pada sterilisasi konvensional yaitu
sterilisasi microwave dan Watt pada frekuensi 2450 MHz. rata-rata 20%.
ekstraksi dengan pelarut.  Ekstraksi buah kelapa sawit dengan  Kadar FFA yang dihasilkan adalah
pelarut heksana menggunakan 0,26% dan kadar air 0,05%.
peralatan Soxhlet selama 6 jam  Kandungan vitamin E dan karoten
 Analisa kualitas minyak sawit yang tertinggi dihasilkan pada pemanasan
dihasilkan berupa kadar FFA, selama 2 menit yaitu 2345 ppm dan 1585
Karoten, dan Vitamin E. ppm.

10 10
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Sterilisasi Buah Kelapa Sawit dengan Energi Gelombang Mikro (2)
3. Umudee, dkk  Untuk mempelajari  Sterilisasi dilakukan menggunakan  Pemanasan dengan microwave dapat
(2013) [4] kemungkinan sterilisasi microwave oven dengan daya 90 mencegah reaksi pembentukan FFA
buah kelapa sawit dan 360 W selama 20, 30, dan 40 dengan temperatur pemanasan optimum
menggunakan iradiasi menit berturut-turut untuk spikelet adalah 50oC dan tidak lebih dari 80oC.
gelombang mikro untuk serta 10 dan 15 menit untuk fruitlet.  Buah sawit yang disterilissi dengan
menghentikan reaksi  Analisa kadar FFA menggunakan microwave dapat disimpan hingga 7 hari
enzimatik lipolisis yang AOCS Official Method dan dalam kondisi lingkungan tanpa adanya
menyebabkan produksi dianalisis setelah 3, 5, dan 7 hari. pembentukan FFA yang signifikan.
FFA.
4. Sarah dan  Untuk mengkaji kualitas  Sterilisasi dilakukan dengan sampel  Waktu yang dibutuhkan untuk inaktivasi
Taib (2013) minyak sawit yang 0,5; 1,0; dan 1,5 kg menggunakan lipase adalah 8,333 hingga 16,949 menit
[6] dihasilkan dari sterilisasi microwave oven pada level daya dengan temperatur hingga 71,5; 77,0; dan
dengan microwave dan high, medium high, dan high, serta 83,0ºC berturut-turut.
hubungannya dengan perubahan temperatur diukur pada  Kadar FFA yang dihasilkan kurang dari
power density dan D-value. waktu 4, 7, 10, 13, dan 16 menit. 3,5%.
 Analisa kadar FFA berdasarkan  Kandungan karotenoid yang dihasilkan
metode uji MPOB (Malaysian lebih rendah dibandingkan dengan
Palm Oil Board) kandungan dalam minyak sawit
komersial.
5. Nokkaew  Untuk mengetahui  Buah kelapa sawit dipanaskan  Kondisi optimum untuk pemanasan
dan pengaruh pemanasan dengan microwave oven selama 1-5 adalah dengan daya 850 W selama 2
Punsuvon microwave pada buah menit, lalu diekstraksi dengan menit.
(2014) [21] kelapa sawit sebagai pelarut.  Hasil analisa yang diperoleh yaitu
sterilisasi  Analisa yang dilakukan yaitu oil 84,14% kandungan minyak, 8,49%
 Untuk meningkatkan content (OC), moisture content kandungan air dalam mesokarp, nilai
kualitas minyak sawit yang (MC), deterioration of bleachability DOBI 2,36, kandungan karoten 882,55
dihasilkan index (DOBI), carotene content ppm, dan nilai FFA 3,40%.
(CC), dan FFA.

11
2.5 ENERGI GELOMBANG MIKRO (MICROWAVE)
Microwave adalah gelombang mikro yang diubah menjadi energi panas
tergantung pada interaksi dengan bahan yang diinginkan. Pengolahan bahan
menggunakan microwave tergantung pada sifat dielektrik dan magnetik sebagai
medan listrik dan komponen medan magnet berinteraksi dengan bahan selama
iradiasi. Dalam 65 tahun terakhir, energi gelombang mikro telah digunakan dalam
berbagai aplikasi, seperti sintesis dan aplikasi pengeringan (1950-1970), aplikasi
sintering (1970-1999) dan aplikasi pengolahan material yang canggih (1999-
hingga saat ini). Proses penggunaan microwave dapat dikategorikan menjadi
beberapa kelompok, yaitu :
a. Proses pada temperatur rendah
Proses ini merupakan pemanfaatan energi gelombang mikro pada suhu di
bawah 500°C seperti untuk pengolahan makanan, kayu, tekstil, karet,
PMC (Polymer Matrix Composites), dan lain-lain.
b. Proses pada temperatur sedang
Proses ini merupakan pemanfaatan energi gelombang mikro pada
temperatur antara 500oC hingga 1000oC, contohnya tabung karbon nano
sintetis, keramik sintering, peleburan kaca, pengeboran non logam,
pemanasan serbuk logam, dan lain-lain.
c. Proses pada temperatur tinggi
Proses ini merupakan pemanfaatan energi gelombang mikro pada
temperatur di atas 1000oC, seperti pemrosesan keramik dengan densitas
tinggi, CMC (Carboxy Methyl Cellulose), penggabungan logam, proses
MMC (Metal Matrix Composites), dan lain-lain [22].

2.5.1 Prinsip Pemanasan dengan Energi Gelombang Mikro


Microwave oven memiliki frekuensi dengan rentang 300 MHz–30 GHz.
Microwave dibangkitkan oleh magnetron yang diberikan melalui pembawa
gelombang ke dalam ruang pemasakan yang berbentuk kubus. Ruang kubus
tersebut dilapisi dinding logam dan juga bertindak sebagai faraday cage. Pintu
depannya terbuat dari kaca dan rongga bola lampu dilapisi oleh jaringan logam.
Lubang pada jaringan tersebut lebih kecil dibandingkan panjang gelombang

12
microwave, karena itu jaringan tersebut hanya bertindak sebagai pelat logam.
Diagram skematik microwave oven dapat dilihat pada Gambar 2.2 [23].

Gambar 2.2 Diagram Skematik Microwave Oven

Prinsip pemanasan menggunakan microwave berdasarkan pada efek


langsung dari gelombang-gelombang pada molekul oleh konduksi ionik dan rotasi
dipol. Kemampuan air untuk menyerap energi dalam ruang microwave
berhubungan dengan sifat dielektrik air yang tinggi. Molekul-molekul atau atom-
atom memiliki dielektrik yang menunjukkan pergerakan dipol. Pergerakan ini
menghasilkan gesekan ke dalam dielektrik dan kemudian energi dihamburkan
sebagai panas [24].
Microwave menghasilkan panas melalui interaksi antara bahan dielektrik,
seperti makanan, dan pertukaran medan elektromagnetik. Dalam pemanasan
microwave, panas didistribusi pada lokasi berbeda yang disebabkan oleh distribusi
medan listrik yang tidak rata. Pada proses pemanasan dengan microwave terdapat
dua fenomena yang berkaitan dengan panas, yaitu pemanasan microwave karena
perambatan medan elektromagnetik dan penyebaran panas [25].
Microwave diserap dengan sangat baik, karena gelombang medan listrik
berinteraksi sangat kuat dengan elektron bebas terdekat pada logam. Contoh
sederhananya, perilaku elektron dijelaskan sebagai osilasi paksa teredam. Ini
dapat mempercepat elektron meradiasi ulang gelombang elektromagnetik pada
frekuensi dan fasa yang sama [23].
Bahan dalam oven microwave menjadi panas karena molekul polar dalam
zat tersebut berputar dan bergetar saat gelombang mikro berosilasi. Sementara

13
molekul memiliki muatan yang netral, yaitu jumlah proton dan elektron yang
sama. Molekul polar lebih positif pada satu sisi dan lebih negatif pada sisi lainnya
(dipol). Muatan tersebut bergerak, atau lebih tepatnya bergeser, sebagai respon
terhadap perubahan medan magnet, seperti yang diciptakan oleh gelombang
mikro. Air (H2O) merupakan molekul yang sangat polar dengan bias positif pada
atom hidrogen dan bias negatif pada molekul oksigen. Saat terkena gelombang
mikro, molekul air berputar dan bergetar agar selaras dengan perubahan polaritas
disekitarnya. Gerakan molekul tersebut menciptakan panas. Oven microwave
memanaskan bahan melalui getaran molekul air [26].

2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanasan dengan Microwave


Beberapa sifat fisik, termal, dan elektrik mempengaruhi penyerapan energi
gelombang mikro dan perilaku pemanasan bahan dalam proses microwave.
Beberapa faktor/sifat yang mempengaruhi pemanasan dengan energi gelombang
mikro, yaitu :
1. Frekuensi
Untuk penerapan pada bahan pangan, hanya dua frekuensi yang digunakan
pada pemanasan microwave yaitu 915 dan 2450 MHz. Panjang gelombang pada
frekuensi ini masing-masing adalah 0,328 dan 0,122 m. Panjang gelombang
memiliki pengertian khusus karena sebagian besar interaksi antara energi dan
bahan berlangsung di wilayah tersebut dan menghasilkan panas seketika akibat
gesekan molekul-molekul. Konstituen makanan kecuali kelembaban, lipid, dan
abu relatif inert untuk frekuensi gelombang mikro yang ditentukan. Selain itu,
frekuensi (atau panjang gelombang) menentukan komponen peralatan seperti
magnetron, pembawa gelombang , dan jarak pemanasan.
2. Sifat Dielektrik
Sifat elektrikal bahan dalam hal pemanasan microwave dan radiofrekuensi
dikenal sebagai sifat dielektrik, yang menyediakan pengukuran bagaimana suatu
bahan berinteraksi dengan energi elektromagnetik. Sifat dielektrik bahan dapat
dinyatakan dengan Persamaan 2.1 dan 2.2.
ε= ε' - jε'' (2.1)
ε''
tanδ= (2.2)
ε'

14
Dimana εʹ adalah konstanta dielektrik, εʺ adalah faktor kehilangan dielektrik
bahan, dan j adalah konstanta kompleks. Konstanta dielektrik merupakan ukuran
kemampuan bahan untuk menyimpan energi listrik, dan loss factor adalah ukuran
kemampuan bahan untuk melepas energi listrik dalam pemanasan. Permitivitas
kompleks merupakan ukuran kemampuan bahan untuk menggabungkan energi
listrik dari pembangkit daya microwave (magnetron). Sifat dielektrik bahan
hampir menentukan perilaku pemanasan bahan selama pemanasan dengan
microwave. Perbandingan antara faktor kehilangan dan konstanta dielektrik
didefinisikan sebagai loss tangent, yang menyatakan kelemahan/kerentanan bahan
terhadap penetrasi (perembesan) oleh medan magnet dan kehilangan energi listrik
sebagai panas.
3. Kadar Air
Kadar air secara signifikan mempengaruhi sifat dielektrik dari suatu bahan
dan berakibat pada kedalaman penetrasi microwave. Laju pemanasan tidak merata
diamati dalam bahan dengan kadar air tinggi karena kedalaman penetrasi
microwave rendah. Bahan dengan kadar air rendah akan memiliki tingkat
pemanasan lebih seragam karena penetrasi microwave lebih dalam. Kadar air awal
produk dan laju pengeringan kadar air memiliki peran penting dalam pemanasan
microwave. Perilaku pemanas air tergantung pada fasa (air cair dibandingkan fase
es padat) dan juga tergantung pada kadar air bebas. Pada suhu konstan, perilaku
dielektrik air bebas tetap konstan dalam rentang frekuensi yang lebih rendah
(wilayah statis) dan dipol air memiliki waktu yang cukup untuk reorientasi diri
dengan tidak banyak menyerap energi, sementara penurunan yang signifikan
dalam perilaku dielektrik dapat diamati pada frekuensi tinggi (wilayah optik)
tanpa pembalikan medan oleh dipol air. Konstanta dielektrik menurun secara
eksponensial dengan frekuensi (frekuensi kritis) di antara daerah statis dan optik.
4. Massa
Sebuah hubungan langsung antara massa dan jumlah daya serap
microwave, harus diterapkan untuk mencapai pemanasan yang diinginkan. Untuk
massa yang lebih kecil, oven batch lebih cocok, sementara untuk massa yang
lebih besar akan lebih baik jika menggunakan peralatan conveyor dengan
kapasitas besar. Peralatan tersebut memiliki keuntungan tambahan yaitu

15
menghasilkan pemanasan yang lebih seragam dengan melewatkan produk pada
bidang microwave. Setiap oven microwave memiliki massa sampel kritis
(minimum) untuk operasi yang efisien. Biasanya sekitar 250 mL beban air dalam
oven 1 kW. Di bawah tingkat ini, jumlah daya microwave yang besar tidak
diserap ke dalam produk, dan pada beban yang sangat rendah dapat merusak
magnetron.
5. Temperatur
Pemanasan microwave secara signifikan dipengaruhi oleh tingkat suhu
sampel. Pengontrolan distribusi suhu selama pemanasan microwave penting
dilakukan untuk kualitas dan keamanan produk. Sifat dielektrik bervariasi
terhadap temperatur, tergantung pada bahannya. Suhu dan kadar air dapat berubah
selama pemanasan dan sebab itu, kedua hal tersebut memiliki efek gabungan pada
konstanta dielektrik, faktor kehilangan dielektrik, loss tangen, dan pada perilaku
pemanasan. Pembekuan memiliki pengaruh besar pada kemampuan pemanasan
bahan karena sifat dielektrik yang sangat berbeda antara es dan air. Air memiliki
besaran konstanta dielektrik dan faktor kehilangan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan es, dan sifat ini juga tergantung pada frekuensi microwave.
Suhu awal bahan yang dipanaskan oleh oven microwave harus
dikendalikan atau diketahui, sehingga daya microwave dapat disesuaikan untuk
mendapatkan suhu akhir yang seragam. Jika oven microwave diatur untuk
meningkatkan suhu produk dari 20°C sampai 80°C, secara praktis akan mencapai
suhu akhir 95°C dengan suhu produk awal 35°C. Untuk mengimbangi pengaruh
suhu awal yang lebih tinggi, daya microwave oven harus dikurangi atau
menggunakan massa sampel yang lebih banyak atau produk harus dipanaskan
dengan durasi yang lebih singkat. Pada pemanasan konvensional, permukaan
merupakan bagian terpanas dan temperatur semakin menurun ke arah pusat bahan.
Pada pemanasan microwave, permukaan mungkin lebih dingin daripada bagian
pusat dan air bergerak ke bagian permukaan.
6. Geometri Bahan
Bentuk bahan yang akan dipanaskan tidak terlalu penting untuk distribusi
panas dalam oven microwave. Ini mempengaruhi kedalaman penetrasi microwave,
laju pemanasan dan keseragaman. Produk dengan bentuk tidak teratur diberikan

16
pemanasan yang tidak seragam karena perbedaan ketebalan produk. Semakin
dekat ukuran (ketebalan) dengan panjang gelombang, maka suhu pusat akan
semakin tinggi. Partikulat kecil membutuhkan panas yang lebih sedikit
dibandingkan partikulat besar. Selain itu, jika bentuknya lebih teratur maka
distribusi pemanasan dalam bahan akan lebih seragam. Bahan dengan bentuk
bulat atau silinder, pemanasannya akan lebih merata dibandingkan bentuk persegi.
Semakin besar rasio permukaan terhadap volume maka laju pemanasan akan
semakin besar pula. Oleh karena itu, laju pemanasan untuk bentuk bola akan
berbeda dengan bentuk silinder dengan volume yang sama.
Ukuran bahan tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada
pemanasan dengan microwave, tetapi jarak memiliki pengaruh yang kuat. Jika 2
blok bahan diletakkan dekat satu sama lain (kurang dari 2 cm), pemanasan
berlebih pada bagian tepi bahan dapat dikurangi tetapi jika jarak antara bahan
yang satu dengan bahan lainnya terlalu besar maka terjadi pemanasan melebihi
blok yang terisolasi.
7. Sifat Termal
Karakteristik pemanasan bahan bergantung pada tingkat besar atau
kecilnya beberapa sifat termal seperrti konduktivitas termal, densitas, dan
kapasitas panas. Bahan dengan konduktivitas termal yang lebih tinggi dapat
menghilangkan panas lebih cepat daripada bahan dengan konduktvitas termal
rendah selama pemanasan microwave. Bahan dengan konduktivitas termal yang
tinggi akan membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai suhu yang
seragam. Konduktivitas termal makanan beku lebih tinggi karena konduktivitas
termal yang tinggi dari es, sementara makanan kering yang dibekukan memiliki
konduktivitas termal rendah.
Kapasitas panas dari makanan menentukan respon suhu makanan sebagai
hasil dari panas yang masuk atau yang hilang. Kapasitas panas dapat ditingkatkan
dengan meningkatkan kadar padatan dengan menambahkan komponen seperti
garam dan protein. kapasitas panas bersama dengan konduktivitas termal dan
difusivitas termal merupakan sifat termal material. Kombinasi dari kapasitas
panas dengan konduktivitas termal dan densitas dinyatakan dengan difusivitas

17
termal, didefinisikan sebagai rasio dari konduktivitas termal terhadap kapasitas
panas volumetrik produk [27, 28].

2.6 RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM)


Optimasi bertujuan untuk meningkatkan hasil dari suatu sistem, proses,
atau produk untuk memperoleh hasil yang maksimum. Istilah optimasi biasanya
digunakan untuk analisa reaksi kimia yang bermaksud menemukan kondisi yang
cocok untuk menerapkan tata cara yang dapat menghasilkan respon sebaik
mungkin.
Secara tradisional, optimasi dalam analisa reaksi kimia dilakukan dengan
memonitor pengaruh satu faktor pada suatu waktu terhadap respon percobaan.
Ketika hanya satu parameter yang diubah, yang lainnya dijaga agar tetap konstan.
Teknik optimasi ini disebut satu variabel pada satu waktu. Salah satu kelemahan
utamanya adalah tidak menjelaskan pengaruh variabel yang diamati. Sebagai
akibatnya, teknik ini tidak dapat menggambarkan secara lengkap pengaruh
parameter terhadap respon. Kelemahan lainnya dari optimasi satu faktor adalah
peningkatan angka percobaan yang diperlukan untuk melakukan penelitian,
menyebabkan semakin banyak waktu dan biaya yang diperlukan seperti
peningkatan konsumsi reagen dan bahan [29].
Response Surface Methodology adalah cara matematika dan teknik
statistik untuk merancang percobaan, membuat model, mengevaluasi perubahan
relatif dari beberapa variabel bebas, dan menyatakan kondisi optimum untuk
respon yang diinginkan. Dua rancangan yang paling sering digunakan dalam RSM
adalah Central Composite Design (CCD) dan Box-Behnken design (BBD) [30].

2.6.1 Central Composite Design (CCD)


Dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknik, menentukan faktor dari suatu
sistem yang kompleks secara signifikan dan bagaimana mereka mempengaruhi
respon dari sistem merupakan hal yang sulit. Dalam kasus tersebut, desain
faktorial lengkap (full factorial design) dalam percobaan biasanya digunakan
untuk menguji semua kemungkinan kombinasi dari berbagai faktor. Terkadang
rancangan faktorial lengkap menjadi satu-satunya pilihan ketika seseorang ingin

18
mengetahui hasil pengukuran yang akurat dalam berbagai kondisi operasi atau
ketika respon diharapkan dapat diubah dengan cara tak terduga.
Pendekatan ini seringkali membutuhkan angka percobaan yang banyak,
karena jumlah percobaan meningkat secara geometris dengan jumlah faktor yang
akan diuji. Oleh karena itu, CCD merupakan teknik yang efisien untuk
mengetahui hubungan antara faktor yang diselidiki dengan respon sistem secara
eksperimen [31].
CCD adalah desain faktorial penuh dua level yang merupakan pendekatan
matematika yang berharga dan dapat dijadikan alat dalam optimasi parameter
proses yang penting. CCD tidak hanya mengoptimalkan proses tetapi juga
mengurangi biaya dan waktu yang diperlukan untuk eksperimen dengan
mengurangi jumlah percobaan yang dilakukan di laboratorium. Selanjutnya
penggunaan CCD untuk mencari kondisi optimal dari beberapa variabel dalam
kombinasi percobaan tunggal. Karena keuntungan tersebut, CCD telah
dimanfaatkan dalam banyak bidang seperti, optimalisasi komponen nutrien seperti
konsentrasi nitrat, kadar fosfat, dan pH untuk produksi biomassa [32].

2.6.2 Box-Behnken Design (BBD)


Box-Behnken Design (BBD) yang dikembangkan oleh Box dan Behnken
pada tahun 1980 merupakan metode yang digunakan untuk menghasilkan model
respon permukaan orde dua. BBD didasarkan pada pembangunan keseimbangan
desain blok yang tidak lengkap dan membutuhkan setidaknya 3 level untuk setiap
faktor. Dalam BBD, level dari salah satu faktor ditetapkan sebagai level pusat
yang mengkombinasikan semua level dari faktor-faktor lain yang digunakan [33].
Beberapa desain tiga level yang telah diusulkan oleh Box dan Behnken
dibentuk dengan menggabungkan faktorial 2k dengan desain blok tidak lengkap.
BBD tidak memiliki titik pada bagian puncak kubik yang dihasilkan oleh batas
atas dan bawah untuk setiap variabel; yang berarti berkurangnya jumlah
percobaan yang diperlukan. Ini bisa menjadi keuntungan ketika titik-titik pada
sudut-sudut kubus mewakili kombinasi antara faktor dan level. BBD telah banyak
digunakan untuk desain eksperimen dalam berbagai aplikasi industri [34].

19

Anda mungkin juga menyukai