Anda di halaman 1dari 18

Diabetes mellitus tidak henti-hentinya mengancam umat manusia.

Di antara sekian
komplikasi yang dapat ditimbulkannya, gigi goyang menjadi salah satunya.

Diabetes mellitus adalah penyakit peningkatan gula darah akibat menurunnya produksi
insulin di dalam tubuh. Penyakit ini tidak hanya berdampak pada gangguan organ pankreas,
tapi juga bisa menjalar ke dalam rongga mulut.

Baca Juga

 Badan Lemas, Sudah Pasti Gejala Fatty Liver?


 Kenali Gejala Awal dari Kanker Lidah
 Kapan Perlu Menambal Gigi?

Jurnal American Academy of Periodontology mengatakan bahwa pasien diabetes lebih rentan
terkena penyakit periodontal. Ini adalah penyakit yang menyerang jaringan penyangga gigi,
yaitu gusi dan tulang alveolar.

Penyakit periodontal selalu dimulai dengan adanya plak gigi. Pada penderita diabetes,
kemampuan jaringan periodontal untuk melawan kuman yang menumpuk pada plak gigi
mengalami penurunan. Alhasil, jaringan periodontal mudah terinfeksi, dan mudah rusak.

Di saat infeksi sudah benar-benar sudah terjadi, abses periodontal tidak bisa dihindari lagi. Ini
adalah kondisi dimana jaringan penyangga gigi mengeluarkan nanah.
Selanjutnya, jaringan yang terinfeksi tersebut akan mengalami pengikisan tulang penyangga
dengan cepat dan banyak. Keadaan inilah yang lama-kelamaan akan menyebabkan gigi
goyang dan akhirnya tanggal.

Selain gigi goyang, penderita diabetes mellitus yang tidak mengontrol gula darahnya dengan
baik juga bisa terkena xerostomia. Ini adalah rasa kering pada mulut akibat penurunan
produksi air ludah, yang semakin meningkatkan risiko kejadian karies gigi.

Pentingnya Perawatan rongga mulut

Agar komplikasi diabetes mellitus seperti di atas dapat dikendalikan sedini mungkin, para
penderita harus merawat giginya dengan baik dan benar.

Caranya adalah dengan menyikat gigi 2 kali sehari, dan membersihkan karang gigi 6 bulan
sekali di dokter gigi. Selain itu, penderita diabetes mellitus juga harus rajin mengontrol kadar
gula darahnya. Dengan ini semua, komplikasi yang sudah terjadi tidak akan memburuk atau
menimbulkan komplikasi baru.

Ingatlah bahwa diabetes mellitus adalah penyakit berbahaya, yang dapat merenggut nyawa.
Jangan abai, meski kejadian gigi goyang terkesan sepele.
http://eprints.undip.ac.id/37373/1/Anggita_Putri_Sekarsari_G2A008021_LAPORAN_KTI.pdf.
2013

Page 1
PENGARUH STATUS DIABETES MELLITUS TERHADAP
DERAJAT KARIES GIGI

Latar belakang
Penyakit gigi dan mulut masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang utama di dunia, menurut hasil The National Health and
Nutrition Examination Survey pada tahun 2004, sebanyak 92% penduduk
Amerika Serikat usia dewasa memiliki karies gigi1. Sedangkan hasil
laporan Studi Morbiditas pada tahun 2001, menunjukkan bahwa kesehatan
gigi dan mulut di Indonesia merupakan hal yang perlu diperhatikan karena
penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi yang dikeluhkan
oleh masyarakat yaitu sebesar 60%. Penyakit gigi dan mulut yang
terbanyak diderita masyarakat adalah karies gigi kemudian diikuti oleh
penyakit periodontal di urutan kedua2. Karies merupakan kerusakan
jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam yang ada dalam karbohidrat
melalui perantara mikroorganisme yang ada dalam saliva. Antara 29%
hingga 59% orang dewasa dengan usia lebih dari limapuluh tahun
mengalami karies3.
Seperti penyakit pada organ tubuh lainnya, karies juga dapat terjadi
sebagai akibat dari penyakit lokal maupun penyakit sistemik, penyakit
sistemik tersebut salah satunya adalah diabetes mellitus (DM)4. Penyakit

Page 18
2
diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang kronis, dengan tanda yang
khas yaitu bertambahnya kadar glukosa dalam darah dan dalam urin5.
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi
diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Sedangkan hasil
Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi
penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah
perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Sedangkan di daerah
pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%9.
Peningkatan kadar glukosa pada penderita DM dapat disebabkan
oleh kurangnya pembentukan atau keaktifan insulin yang dihasilkan oleh
sel beta dari pulau-pulau Langerhans di pankreas atau adanya kerusakan
pada pulau Langerhans itu sendiri4. Seseorang dikategorikan sebagai
penderita diabetes melitus jika kadar GDP >126 mg/dl, glukosa darah 2
jam postpradial >200 mg/dl, dan glukosa darah sewaktu >200 mg/dl6,7.
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dapat menimbulkan komplikasi
di organ lain termasuk di dalamnya adalah rongga mulut8.
Komplikasi oral yang sering terjadi pada diabetes mellitus adalah
periodontitis, mulut kering, dan karies gigi8. Penelitian Hubungan Diabetes
Mellitus Dengan Karies Gigi oleh Iwanda dan Titi Nindya Respati pada
tahun 2006, dari 65 sampel yang diteliti dengan rentang usia 30-70 tahun,
jumlah DMF semua sampel yang didapatkan 148 gigi, dan DMF rata-rata
semua sampel 2,3. Angka ini menunjukan bahwa setiap satu sampel

Page 19
3
mempunyai 2,3 buah gigi karies. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara diabetes mellitus dengan karies gigi4.
Komplikasi oral dari diabetes mellitus, salah satunya karies gigi,
diperkirakan berhubungan dengan tingginya kadar glukosa darah4. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh status diabetes
mellitus terhadap derajat karies gigi

Diabetes mellitus
Diabetes mellitus menaikkan kejadian dan jumlah karies. Tetapi bila
seorang penderita telah menyadari keadaanya dan menjalankan diet,
karies akan terjadi lebih sedikit dibandingkan rata-rata28

Karies merupakan proses demineralisasi yang menyebabkan


kerusakan jaringan keras gigi, hal ini terjadi oleh karena asam yang ada
dalam karbohidrat melalui perantara mikroorganisme yang ada dalam
saliva3,10. Seseorang dengan diabetes memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk terkena karies karena tingginya kadar glukosa dalam saliva52.
Berdasarkan hasil penelitian ini, prevalensi kejadian karies pada
subjek penelitian yang menderita diabetes mellitus terkontrol (47%) lebih
rendah dibandingkan dengan yang tidak terkontrol (53%). Temuan pada
penelitian ini dapat membuktikan teori yang menyatakan bahwa tingginya
kejadian karies pada penderita diabetes mellitus dikarenakan
ketidakmampuan dalam pengendalian glukosa darah yang mengakibatkan
tingginya kadar glukosa dalam saliva50.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa status diabetes
mellitus memiliki pengaruh terhadap derajat karies gigi. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya perbedaan yang bermakna antara derajat karies
pada kelompok diabetes mellitus terkontrol dengan kelompok tidak
terkontrol. Hasil ini ditunjang dengan penelitian di Serbia oleh Stojanovic
N, Krunic J, Cicmil S, dan Vukotic O yang menyatakan bahwa terdapat

Page 61
45
hubungan antara pengendalian buruk glukosa pada Diabetes Mellitus
dengan tingginya karies gigi dan penyakit periodontal53.
Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Lin BP,
Taylor GW, Allen DJ, Ship JA di Michigan, yang menyatakan bahwa
ketidakmampuan pengendalian glukosa darah tidak dapat dikaitkan dengan
kejadian karies akar dan pengalaman gigi yang decayed pada orang
dewasa, namun terdapat hubungan dengan karies yang aktif dan gigi yang
missing54. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan instrument yang
digunakan untuk penilaian status diabetes mellitus, pada penelitian ini
menggunakan kadar glukosa darah puasa, sedangkan pada penelitian Lin
BP dkk menggunakan kadar HbA1c. Selain itu, pada penelitian ini juga
tidak dilakukan analisis tersendiri untuk masing-masing gigi yang
decayed, missing, dan filled.
Seseorang dengan diabetes dapat mengalami keadaan yang disebut
hyposalivasi dan gangguan fungsi saliva, dimana saliva tersebut memiliki
komponen-komponen yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
kariogenik. Sehingga penurunan produksi saliva dapat meningkatkan
resistensi bakteri penyebab karies52. Tingginya kadar glukosa darah pada
penderita diabetes berhubungan dengan tingginya kadar glukosa dalam
saliva55. Saliva dengan kadar glukosa yang tinggi dapat meningkatkan
produksi asam melalui proses fermentasi oleh bakteri di dalam mulut,
kemudian terjadi proses demineralisasi yang menghasilkan karies gigi52.

Page 62
46
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan
Dari penelitian yang dilakukan pada 100 orang subjek penelitian,
diperoleh prevalensi kejadian karies gigi pada diabetes mellitus terkontrol
(47%) lebih rendah daripada kelompok tidak terkontrol (53%) . Hasil
analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada derajat
karies gigi pada kelompok diabetes mellitus terkontrol dan tidak
terkontrol. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa status
diabetes mellitus berpengaruh terhadap derajat karies gigi.
7.2
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan
HbA1c untuk menghitung kadar glukosa dalam darah. Hal ini dikarenakan
pengendalian kadar glukosa darah dapat lebih spesifik dinilai dengan
HbA1c dibandingkan dengan kadar glukosa darah puasa. Penelitian
dengan menganalisis variabel lain yang mempengaruhi, seperti usia, jenis
kelamin, perilaku menggosok gigi, serta faktor-faktor internal yang

Page 63
47
mempengaruhi terjadinya karies, juga perlu diteliti lebih lanjut. Selain itu,
dapat juga dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menganalisis masing-
masing gigi yang decayed, missing, dan filled.
Pengendalian diabetes mellitus dinilai melalui kadar glukosa darah
puasa (GDP). Didapatkan kadar GDP terendah dan tertinggi adalah 67,40
dan 371,0 dengan nilai mean±SD 145,7270±55,30621. Kemudian data
Karakteristik Jumlah
%
Usia
30-35
1
1
36-40
3
3
41-45
3
3
Min – Max
46-50
14
14
33 – 74
51-55
15
15
56-60
32
32
Mean ± SD =
61-65
23
23
56,83±7,551
66-70
7
7
71-75
2
2
Jenis kelamin
Laki-laki
36
36
Perempuan
64
64

Page 56
40
dikategorikan menjadi terkontrol dan tidak terkontrol sesuai dengan
rekomendasi dari American Diabetes Association. Dimana kadar GDP
dikatakan terkontrol jika bernilai antara 70-130 mg/dl.
Tabel 7. Distribusi frekuensi subjek penelitian menurut status kadar
glukosa darah
Status Kadar Glukosa Darah
Jumlah
%
Terkontrol
47
47
Tidak terkontrol
53
53
Dari data pada tabel 7 dapat diketahui bahwa sebagian besar subjek
penelitian memiliki status kadar glukosa darah tidak terkontrol. Dapat
dilihat pula, prevalensi kejadian karies pada kelompok dengan status kadar
glukosa darah yang terkontrol (47%) lebih rendah dibandingkan dengan
yang tidak terkontrol (53%).
5.2.3 Derajat karies
Pengukuran derajat karies dilakukan menggunakan indeks DMF-T
dengan cara menjumlahkan gigi yang decayed, missing, dan filled.
Didapatkan indeks DMF-T terendah adalah 1, sedangkan tertinggi 28.
Oleh karena data yang didapat memiliki varian yang cukup banyak, maka
indeks DMF-T karies dikategorikan dengan cut-off point 8. Nilai cut-off
point tersebut didapat dari penelitian Y. Vered dan Harold. Derajat karies
tinggi jika indeks DMF-T lebih dari 8, sedangkan rendah jika kurang dari

Page 57
41
atau sama dengan 856. Frekuensi subjek penelitian menurut derajat karies
dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Distribusi frekuensi subjek penelitian menurut derajat karies gigi
Derajat karies Frekuensi
%
Mean ± SD
Tinggi
74
74
12,08±6,948
Rendah
26
26
Jumlah
100
100
Data pada tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar penderita
diabetes, yaitu 74%, memiliki derajat karies yang tinggi.
5.3
Analisis inferensial
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu
data derajat karies yang dinyatakan dalam data rasio dan data sekunder,
yaitu data status diabetes mellitus dalam data nominal.
Tabel 9. Hasil perhitungan uji normalitas
Derajat karies
p
Status DM terkontrol
0,001
Status DM tidak terkontrol
0,017
Berdasarkan hasil uji normalitas dengan menggunakan uji
Kolmogrov-Smirnov, diperoleh distribusi data derajat karies pada
kelompok status DM terkontrol dan tidak terkontrol adalah tidak normal.

Page 58
42
Proses transformasi data menunjukkan hasil sebaran data pada masing-
masing kelompok tetap tidak normal. Oleh karena itu, analisis inferensial
dilanjutkan dengan menggunakan uji Mann-Whitney.
Status GDP
Terkontrol
Tidak terkontrol
Skor karies
30
25
20
15
10
5
0
Gambar 6. Box plot hasil perhitungan status diabetes mellitus
terkontrol terhadap derajat karies
Tabel 10. Hasil uji Mann-Whitney untuk status diabetes mellitus terkontrol
terhadap derajat karies
Variabel
Mean ± SD
p
Terkontrol
9,68 ± 6,097
0,002*
Tidak terkontrol
14,21 ± 7,015
*) terdapat perbedaan bermakna (p<0,05)

Page 59
43
Dari gambar 6 dan tabel 10 dapat diketahui bahwa kelompok
diabetes mellitus terkontrol memiliki derajat karies rata-rata 9,68 (SD ±
6,097) dengan rentang derajat karies terendah adalah 1 dan tertinggi 25.
Sedangkan kelompok diabetes mellitus tidak terkontrol memiliki derajat
karies rata-rata 14,21 (SD ± 7,015) dengan rentang derajat karies terendah
adalah 6 dan tertinggi 28.
Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan terdapat perbedaan
bermakna (p<0,05) antara derajat karies kelompok diabetes mellitus
terkontrol dengan kelompok tidak terkontrol. Dari hasil tersebut dapat
dikatakan bahwa seseorang dengan diabetes mellitus terkontrol memiliki
derajat karies yang lebih rendah dibandingkan dengan diabetes mellitus
tidak terkontrol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa status diabetes
mellitus memiliki pengaruh terhadap derajat karies gigi

Pada pasien DM terjadi perubahan di rongga mulut yang berhubungan


dengan pengaruh diabetesnya. Perubahan itu di antaranya adalah mulut kering,
lidah yang kotor, dan fissura-fissura yang terasa nyeri. Akibat lainnya adalah
terjadi penurunan pH ludah yang menyebabkan peningkatan jumlah bakteri di
dalam mulut (Soeatmadji, 2000; Amerongen, 1991). Pada penyakit DM yang
tidak terkontrol terdapat beberapa komplikasi berupa gigi mudah goyah,
gingivitis dengan pendarahan, pengendapan kalkulus yang cepat, kandidiasis,
dan peningkatan resiko karies (Suyono, et.al, 2006)

rasa kering pada mukosa mulut, akibat penurunan sekresi air ludah karena

Page 11
11
diuresis (Amerongen, 1991; Hasket & Gayford, 2001). Akibatnya fungsi
saliva sebagai pengontrol pertumbuhan bakteri di mulut dan pembersih
sisa makanan yang menempel di gigi menjadi terganggu (Pucher, 2004).
Pada penderita DM tak terkontrol juga terjadi peningkatan kadar
glukosa pada cairan saliva dan darah (Carranza, 2006). Glukosa dalam
ludah ini akan dimetabolisme oleh bakteri mulut seperti Streptococcus
mutans sehingga menghasilkan asam dan menurunkan pH air ludah
(Amerongen, 1991).
Di dalam rongga mulut terjadi proses demineralisasi dan
remineralisasi. Remineralisasi merupakan fenomena biologis yang
merupakan proses terhentinya atau kebalikan dari lesi karies, yang
disebabkan meningkatnya ketahanan gigi dan menurunnya serangan karies
(Panjaitan, 2000). Apabila pH air ludah menjadi asam, maka akan
mempercepat proses demineralisasi dan akan menimbulkan karies
(Panjaitan, 2000; Schuurs, 2002)

Pada Pasien Diabetes Mellitus


Kandungan glukosa dari cairan gingiva dan darah pada individu penderita Diabetes
Melitus
(DM) lebih tinggi dibandingkan individu normal.
Peningkatan glukosa pada cairan gingiva dan darah pasien DM dapat mengubah
lingkungan
mikroflora, yang akan mendorong qualitative changes pada bakteri yang dapat
menyebabkan
keparahan penyakit periodontal yang diamati pada pasien DM kurang terkontrol.
Pasien penderita periodontitis dan DM tipe 1 memiliki subgingival flora yang
terutama terdiri
dari Capnocytophaga, anerobic vibrios, dan Actinomyces species.
Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, dan Aggregatibacter
actinomycetemcomitans umumnya terdapat jumlah sedikit pada lesi periodontal di
individu
tanpa diabetes
Ditemukan Capnocytophaga langka dan actinomycetemcomitans A. berlimpah dan
Bacteroides pigmen hitam serta P. intermedia, P. meloseinogenica, dan
Campylobacter rectus.
Pada penderita diabetes mellitus, bakteri yang umum ditemukan adalah:
Diabetes mellitus tipe I: Capnocytphaga, anaerobic vibrous, Actinomyces sp.,
Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, dan Aggregatibacter
actinomycetemcomitans
Diabetes mellitus tipe II: P.gingivalis, P. intermedia, dan C.rectus
Pelekatan bakteri
Protein dan karbohidrat berperan penting ketika bakteri kehilangan kontak dengan
acquired
enamel pellicle. Interaksi spesifik diantara permukaan sel mikroba antara reseptor
dan molekul
“adhesion” pada pelikel di saliva menentukan apakah sel bakteri akan terus bertahan
atau tidak
pada permukaan.
Bakteri-bakteri primer yang pertama kali berkolonisasi pada lingkungan oral seperti
Haemophillus spp. dan Neisseria spp. (bakteri aerob) maupun bakteri anaerob
seperti
Actinomyces spp. dan Veillonella spp mampu membuat bakteri lain bertahan pada
lingkungan
dental plaque biofilm.
Tahapan penting pada kolonisasi bakteri ini terjadi juga dalam 3 fase, yang pertama
adalah
transport menuju permukaan, fase kedua adalah adhesi, dan fase yang ketiga
adalah
perlekatan yang kuat.
FAKTOR SISTEMIK YANG MEMPENGARUHI PEYAKIT PERIODONTAL
KELAINAN ENDOKRIN DAN PERUBAHAN HORMONAL
1. Diabetes Mellitus
Merupakan kelainan metabolic yang kompleks yang ditandai dengan
hiperglikemia kronis. Kurangnya produksi dan gangguan kerja insulin, maupun
kombinasi keduanya, mengakibatkan tidak mampunya glukosa untuk dialirkan ke
aliran
darah dan ke jaringan , yang pada akhirnya menghasilkan kadar glukosa darah yang
tinggi dan ekskresi gula dalam urin.
Metabolism lipid dan protein juga berubah pada diabetes. Diabetes yang tidak
terkontrol (hiperglikemia kronis) dikaitkan dengan beberapa komplikasi jangka
panjang, termasuk penyakit mikrovaskular (retinopati, nefropati, atau neuropati),
penyakit makrovaskular (kondisi kardiovaskular dan serebrovaskular), peningkatan
kerentanan terhadap infeksi, dan penyembuhan luka yang buruk.
Ada dua tipe utama diabetes, tipe 1 dan tipe 2. Diabetes tipe 1 (diabetes
mellitus) pada insulin disebabkan oleh penghancuran autoimun yang dimediasi oleh
sel, dari sel beta penghasil insulin di Langerhans, di pangkreas yang menghasilkan
kelainan insulin. Diabetes tipe 1 5% - 10% terjadi pada anak-anak dan orang
dewasa
muda, yang disebabkan oleh kurangnya prosuksi insulin dan sangat tidak stabil
untuk
dikendalikan. Tidak diawali dengan obesitas, dan memerlukan suntikan insulin untuk
mengendalikanya. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 terjadi dengan gejala
diabetes, termasuk polifagia, polydipsia, poliuria, dan predisposisi terhadap infeksi.
Diabetes mellitus tipe 2 (diabetes mellitus non-insulin) disebabkan oleh
resistensi perifer terhadap tindakan insulin, gangguan sekresi insulin, dan
peningkatan
produksi glukosa di hati. Sel beta penghasil insulin di pancreas tidak dihancurkan
oleh
reaksi autoimun yang dimediasi oleh sel. Yang biasanya dimulai sebagai resistensi
insulin, menyebabkan produksi insulin prankreas berkurang. Merupakan bentuk
diabetes yang paling umum dan 90% - 95% terjadi pada orang dewasa sering tidak
menyadari, dan ketika dalam keadaan komplikasi yang parah baru menyadarinya.
Sering terjadi pada individu obesitas, dan dapat dikontrol dengan diet, dan agen
hipoglikemik oral.
a) ORAL MANISFESTATIONS
Keadaan oral akan terasa mukosa
mengering dan cracking, cheilosis,
mulut dan lidah seperti terbakar,
kurangnya flow saliva, perubahan
flora oral yang didominasi Candida
albicans, hemolytic streptococci, dan
staphylococci. Karies juga dapat
terjadi pada pasien dengan diabetes
yang kurang terkontrol. Pengaruh
diabetes dalam jaringan periodontium menimbulkan efek enlarged gingiva, sessile
or pedunculated gingival polyps, polypoid gingival proliferations, abscess
formation, periodontitis, and loosened teeth.
Perubahan yang paling mencolok yaitu berkurangnya sistem pertahanan dan
peningkatan keretanan terhadap infeksi sehingga menyebabkan penyakit
periodontits.
Pada pasien dengan diabetes tidak
terkontrol dapat terjadi peradangan
gingiva yang parah, pocket yang dalam,
kehilangan tulang alveolar dengan cepat,
abses periodontal. Pada anak-anak
dengan diabetes tipe 1 cenderung
memiliki lebih banyak kerusakan pada gigi M1. Pasien yang menderita diabetes
secara berlebihan lebih dari 10 tahun memiliki banyak kehilangan dukungan
periodontal ketimbang kurang dari 10 tahun (jaringan rusak dan terus memburuk
dari waktu ke waktu).
Abses periodontal sering tampak sebagai ciri penting penyakit periodontal pada
pasien diabetes.
b) BAKTERI PATOGEN
Peningkatan glukosa pada cairan gingiva dan darah pasien diabetes dapat
mengubah lingkungan biofilm dengan mendorong perubahan kualitatif pada
bakteri yang mungkin penyebab penyakit periodontal pada pasien dengan
diabetes kurang terkontrol.
Pasien dengan diabetes tipe 1 dan periodontitis dilaporkan memiliki flora
subgingiva yang sebagian besar Capnocytophaga, anaerobic vibrios, and
Actinomyces species. Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, and
Aggregati- bacter actinomycetemcomitans, umumnya ada pada lesi periodontal
individu tanpa diabetes.
c) FUNGSI LEUKOSIT POLIMORFONUKLEAR
Kerentanan terhadap infeksi pada pasien dengan diabetes disebabkan dengan
adanya defisiensi dari PMN yang mengurangi fungsi kemotaksik, fagosit, dan
adhesi nya.
Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol terdapat defisiensi dai PMN,
Makrofag, dan Limfosit à no defense.

https://www.poltekkesjakarta1.ac.id/file/dokumen/74artikel_bu_irwati.pdf.

MANIFESTASI DIABETES MELITUS


DALAM RONGGA MULUT

MANIFESTASI DIABETES MELITUS PADA RONGGA MULUT


(3)
1. Xerostomia (Mulut Kering)
Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva (air liur), sehingga
mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, di mana alirannya dapat berfungsi
sebagai pembilas sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam mulut. Jadi bila aliran saliva
menurun maka akan menyebabkan timbulnya rasa tak nyaman, lebih rentan untuk terjadinya
ulserasi (luka), lubang gigi, dan bisa menjadi ladang subur bagi bakteri untuk tumbuh dan
berkembang.
Berdasarkan literatur yang saya dapatkan bahwa pada penderita diabetes salah satu
tandanya adalah Poliuria, dimana penderita banyak buang air kecil sehingga cairan di dalam
tubuh berkurang yang dapat mengakibatkan jumlah saliva berkurang dan mulut terasa kering,
sehingga disarankan pada penderita untuk mengkonsumsi buah yang asam sehingga dapat
merangsang kelenjar air liur untuk mengeluarkan air liur.(6)
2. Gingivitis dan Periodontitis
Periodontitis ialah radang pada jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang). Selain
merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh darah
sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini
menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, Sedangkan periodontitis adalah

Page 4
4
penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Dan hal ini menjadi lebih berat dikarenakan
infeksi bakteri pada penderita Diabetes lebih berat.
Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau yang memperberat periodontitis, di
antaranya akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor sistemik atau kondisi tubuh
secara
umum.
Rusaknya jaringan Periodontal membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi, tulang menjadi
rusak, dan lama kelamaan gigi menjadi goyang. Angka kasus penyakit periodontal di
masyarakat
cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan penyakit ini merupakan penyebab
utama hilangnya gigi pada orang dewasa.
Dari seluruh komplikasi Diabetes Melitus, Periodontitis merupakan komplikasi nomor
enam terbesar di antara berbagai macam penyakit dan Diabetes Melitus adalah komplikasi
nomor
satu terbesar khusus di rongga mulut. Hampir sekitar 80% pasien Diabetes Melitus gusinya
bermasalah. Tanda-tanda periodontitis antara lain pasien mengeluh gusinya mudah berdarah,
warna gusi menjadi mengkilat, tekstur kulit jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi menjadi
dalam, dan ada kerusakan tulang di sekitar gigi, pasien mengeluh giginya goyah sehingga
mudah
lepas.
Menurut teori yang saya dapatkan hal tersebut diakibatkan berkurangnya jumlah air liur,
sehingga terjadi penumpukan sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi dan
mengakibatkan gusi menjadi infeksi dan mudah berdarah.(5)
3. Stomatitis Apthosa (Sariawan)
Meski sariawan biasa dialami oleh banyak orang, namun penyakit ini bisa menyebabkan
komplikasi parah jika dialami oleh penderita diabetes. Penderita Diabetes sangat rentan
terkena
infeksi jamur dalam mulut dan lidah yang kemudian menimbulkan penyakit sejenis sariawan.
Sariawan ini disebabkan oleh jamur yang berkembang seiring naiknya tingkat gula dalam
darah
dan air liur penderita diabetes.
4. Rasa mulut terbakar
Penderita diabetes biasanya mengeluh tentang terasa terbakar atau mati rasa pada
mulutnya. Biasanya, penderita diabetes juga dapat mengalami mati rasa pada bagian wajah.

Page 5
5
5. Oral thrush
Penderita diabetes yang sering mengkonsumsi antibiotik untuk memerangi infeksi sangat
rentan mengalami infeksi jamur pada mulut dan lidah. Apalagi penderita diabetes yang
merokok,
risiko terjadinya infeksi jamur jauh lebih besar.
Oral thrush atau oral candida adalah infeksi di dalam mulut yang disebabkan oleh jamur,
sejumlah kecil jamur candida ada di dalam mulut. Pada penderita Diabetes Melites kronis
dimana tubuh rentan terhadap infeksi sehingga sering menggunakan antibiotik dapat
mengganggu keseimbangan kuman di dalam mulut yang mengakibatkan jamur candida
berkembang tidak terkontrol sehingga menyebabkant thrush. Dari hasil pengamatan saya
selama
berpraktik sebagai dokter gigi yang ditandai dengan adanya lapisan putih kekuningan pada
lidah,
tonsil maupun kerongkongan.
6. Dental Caries (Karies Gigi)
Diabetes Mellitus bisa merupakan faktor predisposisi bagi kenaikan terjadinya dan
jumlah dari karies. Keadaan tersebut diperkirakan karena pada diabetes aliran cairan darah
mengandung banyak glukosa yang berperan sebagai substrat kariogenik.
(2)
Karies gigi dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu gigi, substrat , kuman dan
waktu. Pada penderita Diabetes Melitus telah diketahui bahwa jumlah air liur berkurang
sehingga makanan melekat pada permukaan gigi, dan bila yang melekat adalah makanan dari
golongan karbohidrat bercampur dengan kuman yang ada pada permukaan gigi dan tidak
langsung dibersihkan dapat mengakibatkan keasaman didalam mulut menurun, sehingga
dapat
mengakibatkan terjadinya lubang atau caries gigi.
MENGAPA TERJADI PENURUNAN STATUS KESEHATAN GIGI
PADAPENDERITA
DIABETES MELITUS?
Pada Diabetes Melitus dengan kondisi kebersihan mulut yang jelek dan adanya angiopati
diabetik menyebabkan suplai oksigen berkurang sehingga bakteri anaerob mudah
berkembang.
Karies gigi terjadi oleh karena bakteri-bakteri tertentu yang mempunyai sifat membentuk
asam,
sehingga pH rendah dapat menyebabkan pelarutan progresif mineral enamel secara perlahan
dan
membentuk fokus perlubangan.
(4)

Page 6
6
Pasien dengan Diabetes Mellitus lama yang tidak terkontrol akan berpengaruh pada
karies gigi, karena bertambahnya karbohidrat yang dapat difermentasikan di dalam saliva
penderita dan merupakan medium yang sesuai untuk pembentukan asam sehingga
memudahkan
terjadinya karies.
Karena di mulut ada jutaan bakteri yang dibutuhkan (flora normal). Tetapi ada bakteri-
bakteri tertentu yang disebut bakteri periodonpatik, karena bakteri ini khas terdapat pada
jaringan
periodontal atau disebut bakteri gram negatif yang anaerob (bakteri yang mampu hidup tanpa
oksigen).
Penderita Diabetes Melitus bila mengalami periodontitis lebih parah daripada orang yang
sehat, dikarenakan Pertama, daya tahan tubuh penderita Diabetes Melitus rendah
dibandingkan
orang sehat. Sel-sel pertahanan tubuh (monocyt, neutrophil, dan makrofag) juga lemah
fungsinya.
(4)
Pada saat mulut mengalami periodontitis sel-sel pertahanan tubuh akan mengeluarkan
TNF-alfa (Tumor Necrosis Factor). Menurut lembaga kesehatan AS, Mayo Clinic, protein ini
berfungsi memobilisasi sel darah putih untuk melawan infeksi dan antigen lainnya.
Sayangnya,
hal ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Karena tubuh jadi tidak mampu
memanfaatkan insulin yang diproduksi pankreas.
Page 1
868
OPINI
CDK-210/ vol. 40 no. 11, th. 2013
Diabetes melitus (DM) adalah salah satu
kelainan metabolik paling umum berupa
kadar gula darah yang tinggi. Gejala umum
adalah poliuria, polidipsia, polifagia, dan
berat badan turun.1 Prevalensi diabetes pada
kelompok usia 45-54 tahun untuk daerah
perkotaan di Indonesia menduduki peringkat
ke-2 yaitu 14,7%.2 Badan Kesehatan Dunia
(WHO) memperkirakan penyandang diabetes
di Indonesia pada tahun 2030 akan mencapai
21,3 juta jiwa. Hal ini akan menjadikan
Indonesia menduduki peringkat ke-4 dalam
hal jumlah penderita diabetes setelah Amerika
Serikat, Cina, dan India.3
Berdasarkan patofisiologinya, DM dapat
diklasifikasikan menjadi 2 tipe utama. Diabetes
tipe I disebabkan oleh destruksi autoimun sel β
pankreas yang berfungsi untuk memproduksi
insulin. Diabetes tipe II disebabkan oleh
resistensi sel terhadap insulin. Pada diabetes
tipe ini, pasien tetap dapat memproduksi
insulin, meskipun produksinya akan berangsur
berkurang. Hampir 80% prevalensi diabetes
melitus adalah tipe II.1,4
STUDI MENGENAI DIABETES MELITUS
DAN PENYAKIT PERIODONTAL
Di Indonesia, prevalensi penyakit periodontal
pada semua kelompok umur mencapai
96,58%.3,5 Dewasa ini, masih banyak masyarakat
yang belum mengetahui bahwa penyakit
diabetes melitus erat kaitannya dengan penyakit
periodontal, yaitu penyakit peradangan kronis
pada jaringan penyangga gigi. Periodontitis
telah diidentifikasi sebagai komplikasi keenam
diabetes. Beberapa penelitian menyatakan
bahwa diabetes menjadi faktor risiko prevalensi
dan keparahan gingivitis (peradangan gingiva)
dan periodontitis (peradangan jaringan
periodonsium).
Gingivitis dan periodontitis, yang etiologi
utamanya adalah plak dan kalkulus,
mempunyai ciri khas. Gingivitis ditandai
dengan meningkatnya produksi cairan sulkus
gingiva dan perdarahan saat probing pada
sulkus gingiva (bleeding on probing). Selain
itu, gingiva akan tampak merah atau merah
kebiruan, terasa lunak, memiliki permukaan
licin dan mengilat atau kesat dan membulat.
Pada gingivitis, tidak terjadi kehilangan
perlekatan. 6 Periodontitis mempunyai ciri-
ciri peradangan gingiva yang mirip gingivitis.
Akan tetapi, pada banyak kasus periodontitis
inflamasi gingiva sangat kecil dan sulit
dideteksi. Periodontitis dapat dideteksi dengan
adanya poket periodontal, peradangan
gingiva, serta hilangnya perlekatan. Selain
itu, gambaran radiografi juga menunjukkan
adanya kehilangan tulang.6
Diabetes diasosiasikan dengan respons
inflamasi berlebih gingiva terhadap plak.
Secara umum, pasien dengan diabetes
terkontrol dan pasien tanpa diabetes
mempunyai tingkat gingivitis yang serupa
apabila jumlah plak pada kedua kelompok
tersebut serupa juga. Sementara itu, pasien
diabetes tidak terkontrol mempunyai tingkat
gingivitis lebih parah dibandingkan pasien
tanpa diabetes atau pasien dengan diabetes
terkontrol.4,6 Terdapat pula asosiasi erat antara
diabetes dengan periodontitis. Sebuah
penelitian longitudinal menunjukkan bahwa
pasien DM tipe 2 dewasa mempunyai risiko
kehilangan tulang alveolar progresif empat
kali lipat lebih besar dibandingkan orang
dewasa tanpa diabetes. Seperti gingivitis,
pasien diabetes dengan kontrol glikemik
buruk juga mempunyai risiko perkembangan
periodontitis dan risiko kehilangan perlekatan
lebih besar dibandingkan pasien diabetes
yang kontrol glikemiknya baik.4,6,10
EFEK DIABETES MELITUS TERHADAP
JARINGAN PERIODONSIUM
Pada awalnya, peneliti memfokuskan studi
terhadap mikroba subgingiva pada pasien
dengan atau tanpa diabetes. Penelitian awal
Gambar 2 Gambaran klinis penyakit periodontal.
(1) gingiva yang merah, bengkak, licin, dan mengkilap.7
(2) bleeding on probing atau perdarahan saat pengecekan kedalaman poket dengan pocket
probe.8
(3) periodontitis, dengan peradangan gingiva yang tidak terlihat jelas.5
(4) resesi gingiva dan kehilangan perlekatan.9
Degradasi karbohidrat di saluran gastrointestinal dan
penyerapan gula sederhana ke dalam darah
Diabetes tipe II:
resistensi insulin pada reseptor dan post-reseptor
Gambar 1 Hubungan antara metabolisme karbohidrat, insulin, dan diabetes4
Diabetes tipe I:
rusaknya sel β pada pankreas
Sekresi insulin oleh sel β pankreas
Insulin menempel pada reseptor sel target dan membantu
masuknya glukosa ke dalam sel
Penurunan kadar glukosa darah
Peningkatan kadar glukosa darah
Konsumsi makanan
Hubungan antara Diabetes Melitus dengan
Penyakit Periodontal
Stephani Dwiyanti Indrasari
My ‘n Your Dentist Clinic, Jakarta, Indonesia
Alamat korespondensi
email: stephani.dwiyanti@gmail.com
1
2
3
4

Page 2
869
OPINI
CDK-210/ vol. 40 no. 11, th. 2013
menunjukkan peningkatan jumlah bakteri
tertentu pada poket pasien diabetes. Akan
tetapi, penelitian lanjutan menunjukkan hal
sebaliknya: patogen penyebab periodontitis
tidak banyak berbeda pada pasien dengan
atau tanpa diabetes. Oleh sebab itu, peneliti
mulai memfokuskan perhatian terhadap
perbedaan respons inflamasi imun pada
kedua kelompok tersebut.4
Abnormalitas fungsi sel
Pada penderita diabetes, fungsi beberapa
sel yang berperan dalam respons inflamasi
seperti neutrofil, monosit, dan makrofag
mengalami perubahan. Terdapat defisiensi
fungsi neutrofil yang menyebabkan
terhambatnya kemotaksis, fagositosis, serta
perlekatan sel. Sel-sel tersebut merupakan
lini awal pertahanan tubuh sehingga inhibisi
fungsinya akan menghambat destruksi bakteri
pada poket dan meningkatkan destruksi
jaringan periodontal. Selain itu, makrofag
dan monosit juga meningkatkan produksi
pro-inflammatory cytokine serta mediator-
mediator lain seperti tumor necrosis factor
(TNF-α). Peningkatan produksi tersebut akan
memperparah destruksi sel host.4,6,10
Perubahan metabolisme
Pada pasien diabetes, fibroblas yang
merupakan sel reparatif primer pada
jaringan periodonsium tidak dapat berfungsi
dengan baik. Selain sintesis kolagen yang
berkurang, kolagen yang diproduksi fibroblas
rentan terdegradasi oleh enzim matriks
metalloproteinase yang jumlah produksinya
meningkat pada pasien diabetes. Selain
itu, pada kondisi hiperglikemik, terjadi pula
inhibisi proliferasi osteoblas yang menurunkan
pembentukan tulang serta properti mekanik
dari tulang yang baru terdeposisi.4,11
Pembentukan Advanced Glycation End
Products (AGEs)
Salah satu komplikasi mayor diabetes
adalah perubahan integritas mikrovaskular,
yang sering menyebabkan kerusakan
organ seperti retinopati dan nefropati.
Pada kondisi hiperglikemik, protein serta
molekul matriks mengalami non-enzymatic
glycosylation yang menghasilkan advanced
glycation end products (AGEs) pada
jaringan, termasuk jaringan periodonsium.
AGEs merupakan rantai utama yang
menghubungkan banyak komplikasi
diabetes karena AGEs menyebabkan
abnormalitas fungsi sel endotel serta
perubahan pertumbuhan dan proliferasi
pembuluh darah kapiler.4,6,11
Akumulasi AGEs pada pasien diabetes
meningkatkan intensitas respons inflamasi
monosit dan makrofag, yang ditunjukkan
dengan
meningkatnya
produksi
proinflammatory cytokine seperti IL-1α dan
TNF-α. Selain itu, AGEs juga berinteraksi
dengan kolagen dan membuat kolagen lebih
sulit diperbaiki bila mengalami kerusakan.
Akibatnya, kolagen pasien diabetes lebih
mudah terdegradasi. 4,11
EFEK PENYAKIT PERIODONTAL
TERHADAP DIABETES MELITUS
Mekanisme pengaruh penyakit periodontal
terhadap diabetes baru diketahui belakangan
ini Pada pasien dengan penyakit periodontal
sering ditemukan peningkatan kadar
proinflammatory cytokine.
Pada pasien
diabetes, respons imun berlebih akan lebih
meningkatkan lagi produksi proinflammatory
cytokines. Hal ini menyebabkan peningkatan
resistensi terhadap insulin dan mempersulit
kontrol glukosa darah. 4
Beberapa studi juga menunjukkan bahwa
pasien periodontitis, terutama yang jaringan
periodontalnya dikolonisasi oleh bakteri
gram negatif seperti P. gingivalis, Tannerella
forsynthesis, dan
Prevotella intermedia,
mempunyai lebih banyak marker peradangan
seperti C-reactive protein (CRP), IL-6, dan
fibrinogen dibandingkan pasien tanpa
periodontitis. Peningkatan resistensi insulin dan
penurunan kontrol glikemik juga ditemukan
pada pasien periodontitis tersebut.11
Terapi periodontal akan mereduksi peradangan
lokal, yang diikuti dengan penurunan level
C-reactive protein (CRP), IL-6,dan TNF-α serta
kontrol glikemik yang lebih baik. Hal ini
membuktikan bahwa kondisi lokal pada
jaringan periodontal sangat mempengaruhi
kondisi sistemik.4,11
SIMPULAN
Pasien diabetes biasanya tidak mendapat
informasi komprehensif mengenai hubungan
antara periodontitis dan diabetes. Oleh sebab
itu, dokter harus memahami hubungan tersebut
dan memberitahukan pasiennya mengenai
pentingnya kesehatan mulut. Rujukan pasien
dengan diabetes tidak terkontrol untuk evaluasi
dental dan terapi periodontal akan menghasil-
kan kontrol gula darah yang lebih baik.4
Dokter gigi juga harus mengenali gejala
khas pasien diabetes. Pasien yang tidak
merespon terapi periodontal awal atau pasien
periodontitis berat yang tidak menunjukkan
oral hygiene yang buruk perlu menjalani
screening gula darah. Dalam hal ini, rujukan ke
dokter umum merupakan hal yang penting.
Komunikasi dan koordinasi antara dokter dan
dokter gigi akan memberikan pelayanan yang
lebih optimal kepada pasien diabetes

Anda mungkin juga menyukai