Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Susu

Susu merupakan bahan pangan yang sudah dikenal sejak zaman dahulu
dan merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia karena kelezatan
dan komposisinya yang ideal serta mengandung semua zat yang dibutuhkan
oleh tubuh. Dari segi gizi, susu merupakan makanan yang hampir sempurna
dan merupakan makanan alamiah bagi hewan menyusui yang baru lahir,
dimana susu merupakan satu-satunya sumber makanan segera sesudah
kelahiran (Buckle, dkk., 1985).

Susu adalah suatu sekresi kelenjar dari ternak yang sedang laktasi, yang
diperoleh dari pemerahan secara sempurna (tidak termasuk kolostrum),
dengan tanpa penambahan atau pengurangan suatu komponen (Suardana dan
Swacita, 2009). Danasaputra (2005), menjelaskan bahwa susu segar dan susu
murni memiliki definisi yang berbeda, yaitu susu murni adalah cairan yang
berasal dari ambing hewan yang sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara
pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau
ditambahkan sesuatu apapun dan belum mendapatkan perlakuan apapun,
sedangkan susu segar adalah susu murni yang tidak mendapat perlakuan
apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya.

Direktorat Jendral Peternakkan menetapkan persyaratan kualitas susu


secara umum yang boleh beredar dipasaran dalam keputusan No.
17/Kpts/DJP/Deptan/1983 tentang syarat-syarat, tata cara pengawasan dan
pemeriksaan kualitas susu produksi dalam negeri (Suardana dan Swacita,
2009) . Adapun persyaratan kualitas susu yang ditetapkan antara lain:

a. Warna, bau, rasa, kekentalan : tidak ada perubahan


b. Berat Jenis (27,50 C) : minimum 1,0280
c. Kadar lemak minimum : 2,8 %
d. Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak : minimum 8,0%
e. Derajat Asam : 4,5-70 SH
f. Uji Alkohol 70% : negatif
g. Uji Didih : negatif
h. Katalase, setinggi-tingginya : 3 cc
i. Titik beku : (-0.520C) – (-0,560C)
j. Angka refraksi : 34,0%
k. Kadar protein sekurang-kurangnya : 2,7%
l. Angka reduktase : 2-5 jam
m. Jumlah Bakteri/ml setinggi-tingginya : 3 juta

Produksi susu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Sifat individu dan bangsa

Setiap individu di dalam perkembangannya dipengaruhi oleh 30%


sifat genetik dan 70% lingkungan (Sarwiyono, dkk., 1990). Setiap nenek
moyang induk dan pejantan memiliki sumbangan yang sama terhadap
penampilan produksi keturunannya. Hampir bisa dipastikan jika seekor
kambing memiliki produksi yang tinggi kemudian dikawinkan dengan
penjantan yang memiliki nenek moyang yang tinggi produksinya,
kemungkinan besar keturunan yang berkelamin betina akan memilik
tingkat produksi yang tinggi pula ( Chamberlain, 1989).

b. Pengaruh pertumbuhan dan besar hewan

Hewan yang mempunyai pertumbuhan yang cepat dan bertubuh


besar umumnya menghasilkan susu lebih banyak daripada hewan yang
pertumbuhannya lambat dan bertubuh kecil (Hadiwiyoto, 1994).

c. Frekuensi pemerahan
Berdasarkan hasil penelitian, kambing yang diperah 2 kali sehari
total produksinya lebih tinggi daripada kambing yang diperah susunya
sekali sehari (Sodiq dan Abidin, 2002).
d. Kebuntingan

Pada akhir kebuntingan produksi susu akan menurun karena


penggunaan nutrisi pakan untuk fetus dan perbaikan kondisi tubuh induk
(Schmidt dan Van Vleck, 1974).

e. Umur

Ternak kambing betina muda pada laktasi pertamanya


memproduksi susu 20-30% lebih rendah dibandingkan dengan ternak
yang sudah dewasa (Edey, et al. , 1981). Waktu pertama kawin juga
mempengaruhi produksi susu. Di mana pada umur 15-18 bulan ternak
kambing ideal dikawinkan. Hal ini berhubungan dengan fungsi tubuh dan
hormonal sudah bekerja secara baik (Setiawan dan Tanius, 2003).

f. Pakan

Produksi susu akan dipengaruhi oleh pakan yang diberikan.


Pemberian pakan dalam jumlah banyak dapat meningkatkan produksi
(Anggorodi, 1984), tetapi jenis pakan akan dapat mempengaruhi
komposisi susunya. Jenis pakan dari rumput-rumputan akan menaikkan
kandungan asam oleat sedangkan pakan berupa jagung atau gandum akan
menaikkan asam butiratnya (Hadiwoyoto, 1994).

g. Musim

Biasanya pada musin hujan kandungan lemak susu akan meningkat


sedangkan pada musim kemarau kandungan lemak susu lebih rendah (Van
den Berg, 1990). Produksi susu yang dihasilkan pada ke dua musim
tersebut juga berbeda. Pada musim penghujan produksi susu dapat
meningkat, hal ini banyak disebabkan oleh tersedianya pakan lebih banyak
daripada musim kemarau (Hadiwiyoto, 1994).
h. Iklim

Produksi susu pada lingkungan suhu tinggi lebih rendah daripada


suhu rendah. Hal ini tidak terlalu berpengaruh nyata terhadap komposisi
susu kecuali bertambahnya kadar lemak (Van den Berg, 1990). Suhu dan
kelembaban mempengaruhi produksi susu. Selain itu pada lingkungan
dengan kelembaban yang tinggi sangat mempengaruhi timbulnya infeksi
bakteri dan jamur penyebab mastitis. Suhu lingkungan yang tinggi secara
jelas menurunkan produksi susu, karena sapi menurunkan konsumsi
pakan, tetapi masih belum jelas apakah suhu mempengaruhi komposisi
susu (Saleh, 2004).

i. Penyakit

Penyakit yang sering dialami oleh kambing adalah peradangan


pada ambing yang dikenal dengan nama mastitis. Mastitis ini dapat
mempengaruhi kualitas susu antara lain dapat menyebabkan bertambahnya
protein dalam darah dan sel-sel darah di dalam tenunan ambing serta
menyebabkan penurunan produksi (Saleh, 2004).

j. Faktor perawatan dan perlakuan

Kambing perah juga seperti ternak lain, membutuhkan suasana


kandang yang sejuk dan tidak gaduh serta perlakuan yang tidak kasar
merupakan syarat produksi susu kambing yang optimal (Sodiq dan Abidin,
2002).

2.2. Zat-zat Penyusun Susu

Kambing Peranakan Etawa merupakan hasil persilangan antara kambing


kacang setempat dan kambing Etawa yang berasal dari India. Kambing ini
ternyata memiliki komposisi susu yang berkhasiat terhadap penyembuhan
berbagai macam penyakit.
Menurut para ahli, komposisi kimia susu kambing dan bentuk
morfologisnya sangat unik. Ini disebabkan butiran lemak susu sangat
homogen dan berdiameter sangat kecil (mikro) sehingga sangat mudah diserap
oleh organ pencernaan.
Susu kambing belum dikenal secara luas seperti susu sapi padahal
memiliki komposisi kimia yang cukup baik dan memiliki beberapa
keunggulan jika dibandingkan dengan susu sapi. Perbandingan susu kambing
dengan susu sapi dapat diuraikan sebagai berikut; susu kambing kandungan
eter gliserolnya jauh lebih banyak dibandingkan susu sapi. Unsur ini sangat
bermanfaat bagi bayi dibandingkan susu formula sapi. Susu kambing juga
mengandung lebih sedikit asam orotic yang berpengaruh baik bagi pencegahan
sindrom pelemakkan hati. Vitamin A susu kambing lebih banyak, demikian
juga dengan Vitamin B terutama riboflavin dan niasin, meskipun harus diakui
kandungan vitamin B6 dan B12 pada susu sapi jauh lebih banyak. Susu
kambing juga kaya kandungan mineral, kalsium, potasium, magnesium,
fosfor, klorin, dan mangan jika dibandingkan dengan susu sapi (Mateljan,
2007). Komposisi dari susu akan bervariasi menurut spesies, kesehatan hewan,
musim, frekuensi pemerahan, umur, suhu, dan makanan yang diberikan pada
ternak itu (Samudhita, 1986 dan Buda, dkk., 1988).
Berbeda dengan susu sapi yang harus melalui proses pasteurisasi, susu
kambing perah langsung dikemas dengan plastik kedap udara hanya 10 menit
setelah pemerahan dan siap dikonsumsi. Susu bila disimpan di tempat dingin
tidak akan mengubah kualitas khasiatnya. Konsumen susu kambing sangat
jarang mengalami diare meskipun mempunyai kepekaan dalam penyerapan
laktosa (lactose intolerance). Susu kambing juga mengandung flourin yang
lebih banyak daripada susu sapi yang merupakan antiseptik alami yang
mengandung elemen pencegah tumbuhnya bakteri di dalam tubuh sehingga
dapat mempertinggi kekebalan tubuh (Yudiawan, 2006).
Keistimewaan susu kambing secara ringkas adalah sebagai berikut :

1. Kaya protein, enzim, mineral, vitamin A, dan vitamin B2 ( riboflavin ).


Jenis enzim yang terdapat pada susu kambing antara lain : Ribonuklease,
Alkalin fosfate, Lipase, dan Xantin oksidase. Beberapa mineral yang
terkandung dalam susu kambing yaitu Kalsium, Magnesium, Fosfor,
Klorin dan Mangan.
2. Mengandung Antiartritis (inflamasi sendi)
3. Mempunyai khasiat untuk mengobati demam kuning, penyakit kulit,
gastritis, asma, dan insomia.
4. Molekul lemaknya kecil sehingga mudah dicerna.

Tabel 1 : Perbandingan Kandungan Susu Kambing, Susu Sapi dan Susu Manusia

No. Kandungan susu Kambing Sapi Manusia


1 Fat % 3.8 3.6 4.0
2 Solids-not-fat % 8.9 9.0 8.9
3 Lactose % 4.1 4.7 6.9
4 Nitrogen x 6.38 % 3.4 3.2 1.2
5 Protein % 3.0 3.0 1.1
6 Casein % 2.4 2.6 0.4
7 Calsium % 0.19 0.18 0.04
8 Phosphorus P2O5 % 0.27 0.23 0.06
9 Chloride % 0.15 0.10 0.06
10 Iron (P/100.000) 0.07 0.08 0.2
11 Vitamin A (i.u./g fat) 39.0 21.0 32.0
12 Vitamin B (ug/100ml) 68.0 45.0 17.0
13 Riboflavin (ug/100ml) 210.0 159.0 26.0
14 Vitamin C (mg asc.a/100ml) 2.0 2.0 3.0
15 Vitamin D (i.u./g fat) 0.07 0.7 0.3
16 Calories/100ml 70.0 69.0 68.0

Sumber : Haycraft (2007)


Tabel 2 : Perbandingan Keadaan Susu dan Bagian Susu dari Susu Kambing dan
Susu Sapi.

URAIAN SUSU KAMBING SUSU SAPI


Keadaan Susu

• Rasa Sedikit Manis Sedikit Manis


• Bau Aromatis Aromatis
• Warna Putih kekuningan Putih kekuningan

• Kebersihan Bersih Bersih

• Uji Alkohol Negatif Negatif

Bagian Susu
Derajat asam (0SH) 8,0 7,0

Uji Reduktase 8,0 6,0

Uji Stroch Negatif Negatif

Berat Jenis 1,0282 1,0279

Kadar Lemak 2,8 5,0

Kadar Protein 4,3 3,8

BKTL 8,77 7,50

Jumlah jenis kuman 21.000 batang GR 25.000 batang GR

Nilai Akhir Baik Baik

Sumber : Setiawan dan Tanius 2003.


Keterangan. GR = gram

2.3 Kualitas susu


Menurut Hadiwiyoto (1983), mutu atau kualitas susu merupakan
hubungan sifat-sifat susu yang mencerminkan tingkat penerimaan susu tersebut
oleh konsumen. Sifat-sifat tersebut meliputi sifat fisik, kimiawi, dan
mikrobiologi. Sifat fisik susu menunjukkan keadaan fisik susu yang dapat diuji
dengan peralatan tertentu atau panca indera. Sifat fisik susu yang dapat diuji
dengan alat antara lain berat jenis, kekentalan. Sedangkan sifat yang dapat diuji
dengan panca indera yaitu bau, rasa, warna, dan konsistensi.
Sifat kimiawi susu menunjukkan komposisi zat gizi serta kandungan zat
kimia tertentu termasuk adanya cemaran. Sifat mikrobiologis susu menunjukkan
jumlah mikroba yang ada didalam susu serta beberapa parameter lain yang
berkaitan dengan pertumbuhan mikroba. Dalam praktek, mutu susu sering
disebutkan berdasarkan kelompok sifatnya sehingga dikenal mutu fisik susu,
mutu kimiawi susu, ataupun mutu mikrobiologis susu. Bahkan dalam menguji
mutu susu sering hanya dilakukan terhadap beberapa atribut yang dianggap
penting, misalnya berat jenis, kadar lemak dan total bakteri. Akan tetapi secara
menyeluruh mutu susu harus menggambarkan sifat-sifat susu yang mencakup
sifat fisik, kimiawi dan mikrobiologis. Gabungan basil penilaian sifat-sifat susu
akan mencerminkan nilai atau derajat mutu susu. Menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI-01-3141-1998) mutu susu segar yang baik harus memenuhi
beberapa persyaratan yaitu:
a. Warna
Warna susu yang normal adalah putih kekuningan. Warna putih
disebabkan karena refleksi sinar matahari dengan adanya butiran-butiran lemak,
protein dan garam-garam di dalam susu. Warna kekuningan merupakan
cerminan warna karoten dalam susu. Diluar batas warna normal tersebut,
kadang dijumpai susu berwarna kebiruan, kemerahan, atau kehijauan. Warna
kebiruan kemungkinan diakibatkan berkembangnya bakteri Bacillus
cyanogenes atau kemungkinan susu ditambahi air. Warna kemerahan sering
disebabkan adanya butir eritrosit atau hemoglobin akibat ternak yang diperah
mengalami sakit, khususnya mastitis. Adapun warna kehijauan kemungkinan
merupakan refleksi kandungan vitamin B kompleks yang relatif tinggi.
b. Bau
Susu segar yang normal mempunyai bau yang khas terutama karena
adanya asam-asam lemak. Bau tersebut dapat mengalami perubahan, misalnya
menjadi asam karena adanya pertumbuhan mikroba didalam susu, atau bau lain
yang menyimpang akibat terserapnya senyawa bau dari sekeliling oleh lemak
susu. Bau pakan dan kotoran yang ada didekat wadah susu juga akan mudah
mempengaruhi bau susu tersebut.
c. Rasa
Susu segar yang normal adalah sedikit manis yang ditimbulkan
karena kandungan laktosa didalam susu. Tingkat kemanisan susu bervariasi
tergantung tinggi rendahnya kandungan laktosa. Adanya garam juga
mempengaruhi rasa susu.
d. Konsistensi
Konsistensi susu menunjukkan imbangan jumlah air dan bahan
padat yang ada di dalam susu sebagai suatu emulsi yang baik. Apabila
ke dalam susu ditambahkan bahan-bahan tertentu maka konsistensi susu
dapat berubah, sehingga sistem emulsi terganggu dan beberapa
komponen susu terpisah dari air.
e. Uji Didih
Susu segar yang berkualitas baik tidak akan pecah
(menggumpal) bila dipanaskan/dididihkan pada waktu tertentu.
Sebaliknya, susu yang bermutu jelek akan mengalami penggumpalan
bila dipanaskan. Terjadinya penggumpalan diakibatkan oleh adanya
asam yang dihasilkan oleh mikroba dari peruraian laktosa. Asam
tersebut mengakibatkan protein susu mudah mengalami denaturasi dan
penggumpalan bila dilakukan pemanasan. Jadi, susu yang telah banyak
ditumbuhi mikroba akan menjadi asam dan mudah pecah bila
dipanaskan.
f. Uji Alkohol
Susu yang berkulitas baik memberikan hasil uji negatif atau bereaksi
negatif terhadap alkohol.
g. Uji Reduktase
Uji reduktase adalah untuk memprediksi jumlah mikroba di dalam
susu, sehingga kualitas susu dapat ditentukan. Pada prinsipnya mikroba di
dalam susu menghasilkan enzim reduktase yang dapat mereduksi
zat warna biru. dari "metilen blue" (MB) m en j a d i t a k b er w a rn a.
Ap ab i l a k e d al am s u s u dimasukkan sejumlah tertentu MB, maka susu
tersebut berwarna biru dan dalam waktu tertentu warna biru tersebut
berangsur-angsur hilang. Lama waktu hilangnya warna biru atau
waktu reduksi menunjukkan banyak sedikitnya jumlah mikroba di dalam
susu. Semakin banyak mikroba berarti semakin banyak pula enzim
reduktase yang dapat mereduksi warna biru MB, sehingga waktu reduksi
menjadi pendek dan demikian pula sebaliknya.
h. Total Asam
Semakin besar derajat keasaman susu, semakin buruk kualitas susu
segar. Derajat keasaman menunjukkan banyak sedikitnya asam yang
terbentuk didalam susu akibat pertumbuhan mikroba.
i. Nilai pH
Nilai pH merupakan cerminan jumlah ion H+ dari asam di dalam
susu yang diakibatkan oleh pertumbuhan mikroba. Tujuan dari uji pH
adalah mengetahui tingkat keasaman susu sehingga dapat diperkirakan
tingkat kualitas dan keamanan susu untuk dikonsumsi, pH normal
biasanya berkisar antara 6,5-6,7.
j. Berat Jenis
B o b o t j e n i s a t a u b e r a t j e n i s m e r u p a k a n perbandingan
berat dari sejumlah volume susu yang dapat mencerminkan
kemurnian susu tersebut. Bobot jenis susu yang normal adalah sebesar
1,0260-1,0280. Apabila bobot jenis susu lebih rendah dari nilai tersebut
maka menunjukkan adanya penambahan air ke dalam susu. Sebaliknya
bila bobot jenis lebih besar dari standar berarti ada kemungkinan
penambahan suatu bahan padat ke dalam susu.
k. Viskositas
Faktor yang mempengaruhi viskositas susu ialah konsentrasi dan
keadaan protein, konsentrasi dan keadaan lemak, susu dan lamanya susu
disimpan. Susu lebih berat dari air karena susu merupakan suatu sistem
koloidal kompleks, yaitu air sebagai medium dispersi antara lain
mengandung garam-garam dan gula dalam larutan.
2.4 Uji Rasa

Uji Organoleptik merupakan metode dasar yang dipergunakan untuk


menentukan kualitas susu. Hasil uji organoleptik dapat ditentukan dalam
waktu cepat dan dengan biaya yang rendah, tetapi memiliki manfaat yang
sangat besar.
Uji organoleptik harus segera dilakukan setelah susu diperah. Salah satu
uji tersebut adalah mencicipi rasa dari susu. Susu murni mempunyai rasa
sedikit manis atau gurih tanpa ada rasa asing (Suardana dan Swacita, 2009).
Walaupun rasa susu sedikit manis tetapi bau dan rasa susu untuk setiap orang
tidak sama karena memiliki selera yang berbeda (Buckle dkk., 1985). Menurut
Suardana dan Swacita (2007) di lapangan sering ditemukannya penyimpangan
rasa dari susu, antara lain:
 Rasa pahit karena adanya kuman-kuman pembentuk pepton
 Rasa tengik disebabkan oleh kuman asam mentega
 Rasa sabun disebabkan oleh Bacillus lactis saponacei
 Rasa lobak disebabkan oleh kuman coli
 Rasa anyir atau amis disebabkan oleh kuman tertentu pada mastitis

Apabila susu memilik rasa kecut, pahit, asin mungkin disebabkan karena
kesalahan penangganan setelah pemerahan dan sebaiknya susu tersebut
dipisah karena tidak layak untuk dikonsumsi (Buda, dkk., 1980).

2.5 Uji pH

Pemeriksaan pH dilakukan untuk menentukan tingkat keasamaan susu.


Susu segar umumnya memiliki pH sekitar 6,5 sampai 6,7. Nilai pH yang lebih
besar dari 6,7 menunjukkan adanya kelainan seperti mastitis pada sapi.
Apabila pH di bawah 6,5 kemungkinan susu tersebut merupakan susu
kolostrum atau susu yang telah rusak oleh adanya bakteri (Suardana dan
Swacita, 2009) dan karena fermentasi laktosa menjadi asam laktat oleh
mikroba (Suardana dan Swacita, 2007).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai pH diantaranya pengenceran
dan pemanasan. Pengenceran dapat sedikit menaikkan nilai pH dan
menurunkan keasaman. Pemanasan dapat memyebabkan tiga perubahan,
yaitu:
1. Kehilangan CO2 yang mengakibatkan penurunan keasaman dan
menaikkan nilai pH .
2. Adanya transfer Ca dan fosfat ke kolodial, sehingga dapat sedikit
menaikkan keasaman dan menurunkan nilai pH
3. Pemanasan yang drastis dapat menghasilkan asam degradasi laktosa.

Perubahan nilai pH atau keasaman disebabkan oleh pertambahan asam


laktat dan pengurangan CO2. Hilangnya CO2 3-4% dalam susu akan
menambah nilai pH dari 0,001-0,01. Susu yang dipanasi akan mengurangi
titrasi keasaman jika dibandingkan dengan yang tidak dipanasi. Pemanasan
dilakukan dengan tekanan akan mengurangi hilangnya CO2 sehingga
perubahan asam tidak cepat. Bila susu dipanasi atau mengalami pasteurisasi,
akan terjadi pengurangan angka titrasi keasamannya sebesar 0,01%.
Perubahan asam atau terjadinya keasaman disebabkan oleh terbentuknya asam
laktat dari laktosa oleh bakteri pembentuk asam seperti Streptococcus lactis.

2.6 Uji Alkohol

Uji alkohol dilakukan untuk mengetahui keadaan susu apakah dalam


keadaan baik atau sudah rusak (Suardana dan Swacita, 2009). Uji alkohol
didasarkan pada kadar protein dalam susu yang telah menjadi asam, hal ini
merupakan hasil fermentasi laktosa atau asam susu dengan bakteri yang peka
dan merespon adanya reaksi alkohol. Cara penentuan uji alkohol adalah
menggunakan alkohol 70%. Alkohol yang digunakan memiliki jumlah yang
sama dengan sampel susu (perbandingan 1:1).
Uji Alkohol positif ditandai dengan adanya butiran susu yang melekat
pada dinding tabung reaksi, sedangkan tidak terdapatnya butiran menandakan
uji alkohol negatif (Departemen Pertanian, 1977). Uji Alkohol yang positif
butirannya dapat diamati berupa gumpalan atau butiran kecil pada dinding
tabung. Keadaan ini dipengaruhi oleh kestabilan koloidal protein susu yang
tergantung pada selubung atau mantel air yang menyelimuti butir-butir protein
terutama kasein (Siirtola, 2000). Apabila susu dicampur dengan alkohol yang
memiliki daya dehidrasi, maka protein berkoagulasi. Semakin tinggi keasaman
susu, semakin berkurang jumlah alkohol dengan kepekatan yang sama
dibutuhkan untuk memecahkan susu yang sama banyaknya (Sumuditha,
1986). Apabila susu dibubuhi alkohol pekat, mantel air disekitar bahan keju
diambil oleh alkohol, akhirnya bahan keju saling melekat dan timbul endapan
tetapi susu normal jika dibubuhi alkohol lemah tidak akan mengalami
pengendapan karena pada susu normal bahan keju memiliki muatan listrik
sehingga bagian-bagiannya saling tolak-menolak, demikian pula mantel air
disekitarnya, sehingga dalam keadaan normal bagian-bagian ini tidak akan
saling melekat atau mengendap.

2.7 Dampak Penyimpangan Susu

Penyimpangan mutu susu sangat luas pengaruhnya, tergantung status


penyimpangannya (Santoso, 1998). Penyimpangan susu antara lain dapat
dikelompokkan sebagai berikut :

1. Penyimpangan susunan susu, hal ini terjadi apabila susu dicampur


dengan bahan-bahan yang kurang nilainya atau bahan yang tidak
bernilai, contohnya air dan air beras.
2. Penyimpangan keadaan susu, hal ini terjadi apabila susu kotor,
berbau busuk atau berbau obat-obatan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kualitas susu antara lain :


pertumbuhan dan aktivitas mikroba, aktivitas enzim-enzim di dalam bahan
pangan, suhu udara (ruang penyimpanan, kamar susu, suhu, waktu proses) dan
jangka waktu penyimpanan serta sanitasi peralatan maupun ternak (Standar
Nasional Indonesia, 1992).
Susu yang baru diperoleh dari hasil pemerahan merupakan susu steril
karena merupakan bahan murni yang higienis, bernilai gizi tinggi, terkontaminasi
sedikit kuman yang berasal dari kambing, dengan bau dan rasa yang tidak berubah
dan tidak berbahaya jika dikonsumsi. Namun setelah beberapa saat berada dalam
suhu kamar susu akan mengalami penurunan kualitas. Penurunan kualitas susu
sangat berpengaruh terhadap kesehatan konsumen, karena susu dapat mengandung
bakteri yang menyebabkan penyakit tertentu. Kualitas susu yang sampai ke tangan
konsumen dipengaruhi oleh: jenis ternak, pakan yang diberikan, kesehatan ternak,
penanganan, kebersihan dan kesehatan peternakan atau perusahaan susu (Santoso,
1998).

Anda mungkin juga menyukai