Disusun Oleh:
Kelompok 13
1. Yona Riska Amalia Ritonga ( 4151121077 )
2. Soraya Najiha ( 4153121058 )
3. Syahniati Berutu ( 4153121061 )
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat
dan anugerah-Nya kepada penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan Critical
Book Report ini tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Profesi Kependidikan yang diampu oleh Dra. Ida Wahyuni, M.Pd.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan,
baik dalam penggunaan diksi maupun isi yang dimuat di dalamnya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari dosen pengampu mata kuliah
Profesi Kependidikan dan teman-teman sesama mahasiswa kelas Fisika Dik E 2015
demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Tujuan................................................................................................. 1
1.3. Manfaat .............................................................................................. 1
BAB IV : PENUTUP
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Mengkritisi/membandingkan satu topik materi kuliah Profesi Kependidikan dalam
tiga buku yang berbeda.
1.3 Manfaat
Untuk menambah wawasan tentang mata kuliah Profesi Kependidikan.
1
BAB II
ISI BUKU
1. Buku Utama
Identitas Buku :
Judul Buku : Teacher Proffesionalism Education
Nama Pengarang : Jocelin Robson
Jumlah halaman : xvi+736
Penerjemah : Helly P. Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto
Cetakan I : 2013
Penerbit : Internasional labour
ISBN : 978-692-8479-74-5
2
bermain, belajar dan membina karakter. Kami memilikihak untuk kebebasan
metodologis dan kebijaksanaan profesional memberi kita khusus tanggung jawab
untuk terbuka tentang akademik kitadan pilihan pedagogis. Masyarakat seharusnya
begituyakin bahwa kita menggunakan otonomi profesional kitabaik secara etis
maupun etis.Menghormati dan kesetaraanMasing-masing kepribadian dan integritas
individuharus dipenuhi dengan hormat. Tidak ada bentuk penindasan,indoktrinasi
atau opini prasangka harusditoleransi. Semua anak di pendidikan anak usia dinidan
semua murid di sekolah memiliki hak untuk berpartisipasidan pandangan mereka
didengar. Mereka berhak atas kebebasan di dalamkerangka komunitas pendidikan
3
7. Mengintervensi dan melindungi anak-anak dan murid-muridnyapelanggaran,
terlepas dari siapa pelanggar itu
8. memenuhi kritik dengan keterbukaan dan juga didirikanargumen professional
4
9. menunjukkan keberanian dan membela politik kita mandat
10. Menggunakan kebebasan berbicara secara aktif dan berpartisipasi dalam
diskusi akademis yang relevan dan dalam perdebatan kebijakan tentang
pendidikan
11. bertanggung jawab untuk memperingatkan pihak berwenang dan masyarakat
saat kerangka kerja buruk terjadi kondisi yang tidak dapat diterima untuk
anak-anak dan murid
12. berusaha untuk kerja sama yang baik, tapi bukan dengan mengambil atas
tanggung jawab yang merupakan bagian lain keahlian profesi '
13. Jangan kompromi nilai-nilai politik mandat, pengetahuan profesional kami
atau kami nilai etika
5
c. Memiliki wawasan dan pemahaman tentang seluk beluk kependidikan,
dengan mempelajari: filsafat pendidikan, sejarah pendidikan, sosiologi
pendidikan, dan psikologi pendidikan.
Konsorsium Ilmu Pendidikan (yang dikembangkan oleh T. Raka Joni, 1992)
mengetengahkan unsur-unsur program pendidikan guru itu hendaknya mencakup:
a. bidang kajian umum yang berlaku bagi setiap program studi di jenjang
pendidikan tinggi (MKDU)
b. bidang ilmu sebagai sumber bahan ajar (MKK-Bidang studi)
c. bidang pemahaman mendalam atas peserta didik (MKDK-Kependidikan);
d. bidang teori dan keterampilan keguruan (MKK-Keguruan)
3. Guru sebagai Pengajar, Pendidik, dan juga Agen Pembaharuan dan
Pembangunan Masyarakat. Yang bersangkutan diharapkan dapat menampilkan
pribadinya sebagai pengajar dan pendidik siswanya dalam berbagai situasi
(individual dan kelompok, di dalam dan di luar kelas, formal dan non-formal,
serta informal) sesuai dengan keragaman karakteristikdan kondisi obyektif
siswa dengan lingkungan kontekstualnya; lebih luas lagi sebagai penggerak dan
pelopor pembaharuan dan perubahan masyarakatnya di mana ia berada.
Gagasan model ini sebenarnya telah dikembangkan pola dasar pemikirannya
semenjak awal pendirian PTPG sebagai miniatur LPTK di negeri ini,
berdasarkan kajian komparatif dari negara-negara maju di antaranya USA,
Australia, dan Eropa. Dengan demikian, seorang guru yang dapat menyandang
tugas profesional itu seyogianya:
a. Memiliki pengetahuan dan pengertian tentang pertumbuhan jiwa manusia
dari segala segi dan sendinya, demikian pula tentang proses belajar.
b. Memiliki pengetahuan dan pengertian tentang alam dan masyarakat, yaitu
factorfaktor yang mempengaruhi proses relajar khususnya dan pendidikan
umumnya. Hal ini sangat penting bagi pembentukkan dasar latar belakang
kulturil untuk seorang guru mengingat kedudukan dan fungsinya dalam
masyarakat di mana IA MENGABDI.
6
c. Menguasai sepenuhnya pengetahuan dan kefahaman tentang vak (bidang
disiplin ilmu/studi) yang ia ajarkan.
d. Memiliki secukupnya pengetahuan dan pengalaman tentang seni mengajar;
hal ini hanya dapat diperoleh setelah mempelajari metodik dan didaktik
teoritis maupun praktis, umum maupun khusus, termasuk praktek mengajar
secukupnya.
7
Dalam bahasa populer, profesionalisme dikontraskan dengan amatiran. Seorang
amatir dianggap belum mampu bekerja secara terampil, cekatan, dan baru taraf
belajar. Dalam olahraga lebih jelas perbedaannya dengan menggunakan ukuran
bayaran. Pemain profesional adalah pemain yang berhak mendapatkan bayaran
sebagai imbalan dari kesetaraannya dalam pertandingan. Faktor bayaran merupakan
alasan utama mengapa seseorang bermain. Pemain amatir, di pihak lain, bermain
bukan dibayar, melainkan untuk bermain dan memenangkan pertandingan –
meskipun mendapatkan bayaran juga dari induk organisasinya atau bonus dari
pemerintah/swasta.
Dengan demikian, seorang guru yang dapat menyandang tugas profesional itu
seyogianya:
1. Memiliki pengetahuan dan pengertian tentang pertumbuhan jiwa manusia
dari segala segi dan sendinya, demikian pula tentang proses belajar.
2. Memiliki pengetahuan dan pengertian tentang alam dan masyarakat, yaitu
faktorfaktor yang mempengaruhi proses relajar khususnya dan pendidikan
umumnya. Hal ini sangat penting bagi pembentukkan dasar latar belakang
kulturil untuk seorang guru mengingat kedudukan dan fungsinya dalam
masyarakat di mana ia mengabdi.
3. Menguasai sepenuhnya pengetahuan dan kefahaman tentang vak (bidang
disiplin ilmu/studi) yang ia ajarkan.
4. Memiliki secukupnya pengetahuan dan pengalaman tentang seni mengajar;
hal ini hanya dapat diperoleh setelah mempelajari metodik dan didaktik
teoritis maupun praktis, umum maupun khusus, termasuk praktek mengajar
secukupnya.
Paling sedikit syarat-syarat umum tersebut harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya
oleh mereka yang akan terjun dalam kalangan pendidikan dan pengajaran. Biar
bagaimanapun juga pekerjaan mengajar adalah suatu “profession”, dan syarat-syarat
umum tadi dengan segala pendidikan dan latihan yang diperlukan untuk
memenuhinya, adalah akibat wajar yang lahir dai suatu “profession status”. Oleh
8
karena itu, atas dasar syarat-syarat umum tersebut, susunan rencana pelajaran untuk
pendidikan guru berpokok pada:
a. pendidikan profesional (untuk memenuhi syarat a dan b)
b. pendidikan umum (untuk memenuhi syarat b)
c. pendidikan spesialisasi (untuk memenuhi syarat c)
2. Buku Pembanding I
Identitas Buku :
Judul Buku : International Labour Organization
Nama Pengarang : Allete Van Leur
Penerbit / Thn Terbit / Jlh hlm : Sectoral Activities Department / 2012 / 303
ISBN : 978-92-2-126262-6
9
Guru dan Dosen dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Sebagai guru dalam melaksanakan tugasnya diharapkan mampu mengelola
kelasnya menjadi suatu lingkungan pendidikan yang sarat (penuh) nilai. Dengan
demikian guru akan dapat mempersiapkan peserta didiknya bukan hanya sebagai
individual yang mandiri, tetapi juga menolong peserta didiknya mencapai tingkat
kemanusiaannya secara sempurna (manusia unggul), yaitu manusia yang dapat eksis
secara fungsional di tengah-tengah masyarakat, bangsa dan negaranya, dan bahkan
masyarakat dunia. Hal tersebut hanya dapat diwujudkan melalui dampak pengajaran
dan keteladanan dalam lingkungan pendidikan yang sarat nilai dan ilmu
pengetahuan/science serta teknologi dengan berlandaskan kepribadian yang relegius.
2. Apakah kriteria profesi itu
Kata profesi, merupakan kata yang sangat akrab bagi kita bahkan bagi
masyarakat umum. Kita sering bertanya pada seseorang kawan apa profesi anda, atau
kita juga sering mendengar seseorang menyatakan bahwa profesinya sekarang
sebagai dokter, sebagai penasihat hukum, atau sebagai pemain bola dan sebagai
petinju profesional.
Seorang dokter dan penasihat hukum sebelum menjalani profesinya harus
melalui proses pendidikan khusus kedokteran yang diteruskan dengan pendidikan
profesi dokter dengan cara bertugas di rumah sakit tiga sampai empat semester. Pada
proses pendidikan dengan mempelajari bidang ilmu yang mendasari teknik dan
prosedur kerja yang terkadang memakan waktu lama (5 sampai 7 tahun). Seorang
petinju harus melakukan latihan yang panjang sebelum sampai menjadi petinju
profesional. Demikian pula dengan pemain bola bahkan sekarang ada sekolah sepak
bola. Karena itu, pekerjaan sebagai dokter, sebagai penasihat hukum, sebagai petinju
atau bahkan sebagai pemain bola tidak dapat dilakukan secara baik oleh semua orang
terkecuali mereka yang telah melalui pendidikan khusus (dipersiapkan khusus untuk
itu). Seorang dokter harus melalui pendidikan kedokteran yang setelah lulus ditambah
10
dengan pendidikan profesi dokter, seorang notaris setelah dididik menjadi sarjana
hukum melanjutkan pendidikan kenotariatan dan seterusnya juga berlaku dengan
profesi lainnya. Apa yang dapat kita simpulkan dari pengamatan kita terhadap
berbagai kenyataan tersebut di atas...? Ternyata sebelum seseorang memegang
jabatan tersebut seseorang harus melalui proses pendidikan khusus dan/atau latihan
serta ujian khusus.
Jadi, syarat pertama untuk dapat dikatakan suatu pekerjaan/jabatan sebagai
suatu profesi adalah adanya bidang ilmu yang mendasari teknik, prosedur kerja dan
lain-lain yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus yang dipersiapkan
untuk itu.syarat kedua untuk dapat dikatakan suatau pekerjaan/jabatan sebagai suatu
profesi adalah adanya kode etik jabatan/kode etik profesi yang disepakati bersama,
yang mengatur tingkah laku, sikap dan cara kerja pemangku profesi itu.syarat ketiga
untuk dapat dikatakan suatu pekerjaan/jabatan sebagai suatu profesi adalah adanya
layanan unik yang memperoleh pengakuan dari masyarakat atau pemerintah.syarat
keempat untuk dapat dikatakan suatu pekerjaan/ jabatan sebagai suatu profesi adalah
adanya organisasi profesi yang mengayomi anggotanya, mampu memberikan rasa
aman anggotanya dalam bekerja, mampu meningkatkan kualitas anggota organisasi
agar layanan yang diberikan lebih bermutu dan mampu meningkatkan kesejahteraan
anggota sehingga bisa fokus dalam memberikan layanan berkualitas.
Kesimpulannya bahwa suatu jabatan/pekerjaan dapat disebut sebagai suatu profesi
apabila memenuhi 4 (empat) kriteria yaitu:
a. Dipersiapkan melalui pendidikan khusus untuk menguasai bidang ilmu yang
mendasari pendekatan, strategi, teknik dan prosedur kerja.
b. Adanya layanan unik dan pengakuan masyarakat.
c. Memiliki kode etik profesi.
d. Memiliki organisasi profesi.
11
jabatan kita sebagai guru dapat dikategorikan sebagai suatu profesi...? Dalam
kenyataan sehari-hari, kita sering mendengar bahwa jabatan guru adalah profesi,
benarkah demikian?
1. Pendidikan Khusus
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39,
ayat 2 tentang tenaga kependidikan dinyatakan bahwa “pendidik merupakan
tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil belajar, melakukan bimbingan dan pelatihan serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat”.
2. Pengakuan Masyarakat
Bagaimana pengakuan masyarakat terhadap guru-guru kita, apakah mereka
sudah memberikan pengakuan bahwa guru adalah pekerjaan yang
memerlukan kekhususan dalam berbagai hal terkait kemampuan, dan apakah
mereka sudah memberikan pengakuan bahwa guru-guru kita sudah
melaksanakan tugas yang dapat memberikan kepuasan kepada mereka yang
menitipkan putra-putrinya di sekolah...?
pengakuan bahwa jabatan guru sebagai jabatan profesi sudah tampak dari
berbagai aturan yang mensyaratkan sertifikasi pendidik dan lain-lain yang
pada intinya menyebut profesi guru.
3. Pengakuan Pemerintah
Pemerintah secara khusus menyatakan profesi guru sebagai pekerjaan
profesional yang dituangkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen
(UUGD) Nomor 14 Tahun 2005, Pasal 1 ayat 1 dinyatakan guru adalah
pendidik profesional…..selanjutnya pada Pasal 6 disebutkan bahwa
profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan
menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu
serta memerlukan pendidikan profesi.
4. Kode Etik Profesi
12
Pernahkah Anda membaca kode etik profesi guru di Indonesia...? Kalau sudah,
apakah Anda sudah menghayati makna kode etik profesi dalam
implementasinya sebagai guru di sekolah? Kenyataan yang kita temui
seharihari, kode etik guru belum terlalu akrab dengan kehidupan guru itu
sendiri. Akibatnya, banyak guru yang belum kenal dengan kode etik guru.
Kalau begitu sudahkan guru memiliki kode etik...? Kita dapat menjawab
dengan pasti bahwa guru telah memiliki kode etik profesi guru. Yang dimaksud
dengan kode etik jabatan ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku
seseorang yang berhubungan dengan profesinya seperti yang diharapkan oleh
masyarakat dan negara.
4. Syarat apa yang harus dipenuhi sebagai seorang guru
1. Syarat pribadi
a. Fisik, harus memiliki kesehatan fisik yang baik, dalam arti tidak memiliki cacat
yang dapat mengganggunya pada saat melaksanakan tugas sebagai guru.
b. Psikis, yaitu kesehatan rohani yang optimal dari seorang calon guru.
c. Watak, yaitu sikap yang baik terhadap profesi, berdedikasi dan bertanggung
jawab terhadap tugasnya.
2. Syarat akademis
Secara singkat tugas mengajar dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) aspek
yaitu:
a. Merencanakan pembelajaran, mencakup kemampuan akademis yang berkaitan
dengan:
1. Merumuskan tujuan pembelajaran
2. Merumuskan alat evaluasi
3. Menentukan materi bahan ajar yang mendukung pencapaian tujuan
4. Merumuskan strategi pembelajaran dan menentukan kegiatan belajar
mengajar, media dan sumber belajar
5. Melaksanakan evaluasi formatif dan sumatif
6. Melakukan tindakan umpan balik
13
b. Melaksanakan pembelajaran, mencakup pengetahuan dan keterampilan
melaksanakan proses pembelajaran yang efektif, yang mencakup:
1. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran
2. Memilih dan mengorganisasikan bahan ajar
3. Keterampilan memilih dan menggunakan pendekatan, model dan strategi
pembelajaran dengan metode, media dan sumber belajar yang tepat.
4. Keterampilan melaksanakan pengelolaan kelas dan pendekatan terhadap
siswa. 5) dan seterusnya.
c. Melakukan dan memberikan bimbingan kepada siswa yang menghadapi
masalah dalam belajar.
Tugas ini merupakan bagian dari tugas guru sebagai pembimbing sebagaimana
juga diamanatkan oleh UUGD, dalam istilah lain disebut teacher as counselor.
d. Melakukan evaluasi pembelajaran, yang mencakup pengetahuan dan
keterampilan dalam:
1. Memilih prosedur dan teknik evaluasi
2. Membuat instrumen evaluasi yang baik
3. Melakukan evaluasi dan analisis hasilnya 4) Melakukan tindak lanjut
terhadap hasil evaluasi berupa pembelajaran remedial atau
pengayaan/pendalaman.
14
d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya
untuk kepentingan proses kependidikan.
e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus
berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah
yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien
bagi peserta didik.
f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih
sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar
batas kaidah pendidikan.
g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang
dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk
membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan
kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali
merendahkan martabat peserta didiknya.
j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara
adil.
k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi
kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh
perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta
didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar,
menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n. Guru tidak membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan
yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum,
kesehatan, dan kemanusiaan.
15
o. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada
peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan,
moral, dan agama.
p. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan
peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
2. Hubungan Guru dengan Orangtua/Wali Murid :
a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien
dengan orangtua/wali siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
b. Guru memberikan informasi kepada orangtua/wali secara jujur dan
objektif mengenai perkembangan peserta didik.
c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang
bukan orangtua/walinya.
d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpartisipasi
dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
e. Guru bekomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai
kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada
umumnya.
f. Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasi
denganya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuan, dan cita-cita anak
atau anak-anak akan pendidikan.
g. Guru tidak melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan
orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
3. Hubungan Guru dengan Masyarakat :
a. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif, dan
efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan
pendidikan.
b. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan
meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
c. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
16
d. Guru bekerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan
prestise dan martabat profesinya.
e. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan
masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan
kesejahteraan peserta didiknya.
f. Guru mememberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai
agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan
masyarakat.
g. Guru tidak membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada
masyarakat.
h. Guru tidak menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupan
bermasyarakat.
4. Hubungan Guru dengan Sekolah dan Rekan Sejawat:
a. Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi
sekolah.
b. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam
melaksanakan proses pendidikan.
c. Guru menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
d. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di didalam dan luar sekolah.
e. Guru menghormati rekan sejawat.
f. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat.
g. Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan
kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.
h. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk
tumbuh secara profesional dan memilih jenis pelatihan yang relevan
dengan tuntutan profesionalitasnya.
i. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan
pendapat-pendapat profesional berkaitan dengan tugas-tugas pendidikan
dan pembelajaran.
17
j. Guru membasiskan-diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan
dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
k. Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat
meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-
tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
l. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari
kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
m. Guru tidak mengeluarkan pernyataan-keliru berkaitan dengan kualifikasi
dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
n. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan
merendahkan marabat pribadi dan profesional sejawatnya.
o. Guru tidak mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas
dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
p. Guru tidak membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-
pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
q. Guru tidak menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak
langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.
5. Hubungan Guru dengan Profesi :
a. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi.
b. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan
dan mata pelajaran yang diajarkan.
c. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya.
d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam
menjalankan tugas-tugas profesional dan bertanggungjawab atas
konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif
individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan
merendahkan martabat profesionalnya.
18
g. Guru tidak menerima janji, pemberian, dan pujian yang dapat
mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan profesionalnya.
h. Guru tidak mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-
tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang
pendidikan dan pembelajaran.
6. Hubungan Guru dengan Organisasi Profesinya :
a. Guru menjadi anggota organisasi profesi guru dan berperan serta secara
aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan
kependidikan.
b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang
memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan.
c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat
informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan
masyarakat.
d. Guru menunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam
menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas
konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk
tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-
tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat
merendahkan martabat dan eksistensi organisasi profesinya.
g. Guru tidak mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh
keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
h. Guru tidak menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi
tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
7. Hubungan Guru dengan Pemerintah:
a. Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program
pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD
19
1945, UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang tentang
Guru dan Dosen, dan ketentuan perundang-undangan lainnya.
b. Guru membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan
yang berbudaya.
c. Guru berusaha menciptakan, memelihara dan meningkatkan rasa
persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
d. Guru tidak menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau
satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.
e. Guru tidak melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat
pada kerugian negara.
20
pelaksanaan proses pembelajaran pasti menemukan hambatan ataupun permasalahan,
baik yang berkaitan dengan proses pembelajaranataupun peserta didik yang memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, program pemberian layanan bantuan
kepada peserta didik (siswa) merupakan upaya membantu siswa untuk mencapai
perkembangannya secara optimal, melalui interaksi yang sehat dengan
lingkungannya. Hal inilah yang menjadi sangat urgen tugas bimbingan konseling
yang menjadi tanggung jawab seorang konselor bahkan juga guru dalam pelaksanaan
bimbingan dan konseling.
Ketiga, administrasi pendidikan, yaitu kegiatan pengelolaan semua aktivitas
program pendidikan di sekolah dengan tujuan semua program sekolah akan berjalan
secara lancar, efisien, dan efektif. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah
paling tidak terdapat sejumlah pengelolaan yang harus dilakukan yaitu: pengelolaan
kurikulum, ketenagaan, kesiswaan, keuangan, sarana dan prasarana, media dan
sumber belajar serta pengelolaan kemitraan sekolah dengan masyarakat. Di samping
administrasi sekolah, dalam penyelenggaraan sekolah juga terdapat aspek lain yang
tidak bisa dipisahkan yaitu kegiatan supervisi pendidikan. Kegiatan supervisi pada
dasarnya adalah kegiatan memberikan pada dasarnya adalah kegiatan memberikan
layanan bantuan perbaikan proses pembelajaran kepada guru termasuk guru
bimbingan konseling agar proses pembelajaran dan proses bimbingan berjalan dengan
lancar yang dampaknya adalah peningkatan kualitas hasil belajar. Bagian ini akan
dibahas tersendiri dalam buku ini.
21
mencakup uraian tentang: Pengertian administrasi pendidikan, lingkup dan fungsi
administrasi pendidikan, tugastugas administrasi dalam tataran kelas, tugas-tugas
administrasi dalam tataran sekolah serta pengelolaan sumber belajar.
Apabila tugas-tugas administrasi di sekolah yang terkait dengan tugas sebagai
guru dikuasai secara tuntas, maka guru akan lebih menghayati profesionalismenya
terutama bagaimana dapat berperan secara aktif dalam pengelolaan sekolah yang
mencakup pengelolaan berbagai aspek manusia (murid dan sebagainya) serta
pengelolaan fisik termasuk pengelolaan lingkungan yang sangat berperan penting
dalam menunjang terciptanya proses pembelajaran yang berkualitas. Hal ini menjadi
sangat urgen (penting) di tengah-tengah era globalisasi dan era informasi yang
ditandai oleh persaingan yang sangat ketat dalam berbagai aspek kehidupan termasuk
persaingan dalam pelayanan. Pelayanan yang berkualitas harus dimulai dari
manajemen dan administrasi yang baik. Di samping itu, penguasaan pengetahuan
tentang administrasi sekolah ini secara mantap merupakan bekal yang sangat penting
bagi seorang guru untuk dapat berperan sebagai pemimpin sekolah (kepala sekolah)
di kemudian hari.
22
sebagainya tidak akan bermanfaat tanpa adanya manusia yang mampu
menggunakannya secara tepat dalam proses belajar mengajar.
Dalam beberapa tahun terakhir ini upaya peningkatan sumber daya manusia
(guru dan tenaga kependidikan lainnya) sudah dilakukan secara besar-besaran dan
menyeluruh bahkan mendapat perhatian yang cukup besaroleh pemerintah. Upaya
tersebut mulai dari yang berbentuk pelatihan sampai pada upaya melalui peningkatan
kualifikasi pendidikan guru (D1, D2, D3 ke S1, bahkan guru yang sudah S1 diberikan
kesempatan ke S2). Demikian pula untuk para kepala sekolah dan pengawas.
Strategisnya peranan guru sekarang ini dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan dapat dipahami dari hakikat guru yang selama ini dijadikan asumsi
programmatic pendidikan guru yaitu:
1. Guru merupakan agen pembaruan.
2. Guru berperan sebagai fasilitator yang memungkinkan terciptanya kondisi
yang baik bagi subjek didik untuk belajar (memudahkan terjadinya proses
belajar).
3. Guru bertanggung jawab atas terciptanya hasil belajar subjek didik, rendah
atau tingginya hasil belajar siswa tidak terlepas dari tanggung jawab guru.
4. Guru merupakan contoh teladan bagi peserta didik.
5. Guru bertanggung jawab secara profesional untuk meningkatkan
kemampuannya dalam melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar di
kelas baik secara individual maupun yang dilakukan secara berkelompok.
6. Guru harus menjunjung tinggi kode etik profesinya.
23
era desentralisasi sekarang sehingga SDM suatu daerah dapat membangun daerahnya
sendiri dan bersaing secara nasional dan global.
Pada era globalisasi dan era informasi dengan tingkat persaingan yang sangat
ketat ini maka pembangunan bidang pendidikan, mutlak harus terusmenerus
ditingkatkan dan disempurnakan baik kualitas tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana serta lebih-lebih penyempurnaan yang berkaitan
dengan sistem penyelenggaraan pendidikannya, khususnya manajemen dan
penyelenggaraan proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Dengan demikian
diharapkan program pendidikan dan program pembelajaran di tingkat sekolah
senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta tuntutan pembangunan manusia Indonesia.
Berbagai upaya peningkatan dan perbaikan sistem dan peningkatan mutu telah
banyak dilakukan oleh pemerintah termasuk peningkatan anggaran pendidikan baik
APBN maupun APBD dengan kewajiban mengalokasikan anggaran sebesar 20%.
Tetapi apabila kita amati kondisi pendidikan kita pendidikan masih dihadapkan
kepada berbagai permasalahan antara lain yang paling krusial adalah rendahnya mutu
pendidikan dan hasil belajar siswa, sehingga menimbulkan pertanyaan apa yang salah
dalam penyelenggaraan pendidikan?. Dari berbagai kajian tentang hal tersebut, paling
tidak ditemukan beberapa faktor penyebab yaitu:
1. Lembaga pendidikan lebih cenderung menganut pendekatan produksi.
Pendidikan nasional masih mengarah pada pendekatan produksi bukan proses.
Akibatnya yang menjadi perhatian utama adalah aspek-aspek yang membuat
produk berkualitas tanpa melihat proses yang terjadi untuk menghasilkan
produk yang berkualitas. Padahal di sadari tidak ada produk berkualitas tanpa
proses yang berkualitas. Proses berkualitas dalam dunia pendidikan berbeda
dengan proses dalam dunia usaha.
2. Penyelenggaraan pendidikan lebih cenderung diselenggarakan secara birokratis
sentralistik, meskipun sudah berada dalam era otonomi daerah. Ada
kecenderungan di daerah sampai tgingkat sekolah selalu menunggu arahan
pusat atau kebijakan pusat, tanpa dipahami sesuai atau tidak sesuai dengan
24
kebutuhan sekolah pada saat itu. Akibatnya sering kebijakan yang seragam
secara nasional tidak dapat dilaksanakan di tingkat daerah lebih-lebih di tingkat
sekolah. Hal tersebut sering terjadi seperti bantuan untuk sekolah justru tidak
tepat dengan kebutuhan sekolah.
3. Minimnya peran serta masyarakat sekolah seperti guru, orangtua murid dan
masyarakat lainnya dalam menentukan kebijakan sekolah, akibatnya mereka
kurang merasa memiliki dan tanggung jawab dalam membina serta memelihara
sekolah, meskipun disana terdapat anaknya sedang mengikuti proses
pendidikan. Sikap masyarakat yang menyerahkan sepenuhnya putra-putri
mereka ke sekolah secara mutlak menjadi salah satu faktor yang turut
berpengaruh terhadap mutu pendidikan.
Dari kenyataan tersebut tampak bahwa terdapat beberapa komponen yang terkait
dalam penyelenggaraan pendidikan dan perlu penyempurnaan sistem sebagai upaya
untuk meningkatkan mutu lulusan suatu sekolah antara lain adalah adanya
manajemen sekolah yang baik (pengembangan sekolah dengan otonomi yang tinggi,
serta program yang sesuai dengan kebutuhan), sarana pra sarana yang memadai,
peserta didik dan tenaga pendidik yang profesional berdedikasi tinggi serta memiliki
keterampilan yang baik dalam melakukan pengelolaan proses pembelajaran di kelas.
Salah satu kebijakan nasional dan kebijakan daerah dalam penyempurnaan
penyelenggaraan pendidikan sebagai upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan
adalah perbaikan manajemen yaitu manajemen peningkatan mutu yang berbasis pada
pemerintah pusat, menjadi kebijakan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah
yang selanjutnya dikenal dengan manajemen berbasis sekolah (MBS).
Manajemen berbasis sekolah sebagai kebijakan memiliki landasan yuridis yang
sangat kuat, karena kewajiban mengimplementasikan MBS di tingkat satuan
pendidikan adalah amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 Pasal 51 ayat 1 yang berbunyi “pengelolaan satuan pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar
layanan minimal dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah”.
25
1. Buku Pembanding II
Identitas Buku:
Judul Buku : Sukses Profesi Guru Dengan Penelitian
Tindakan Kelas
Nama Pengarang : Fitriani, M.Kom.
Penerbit / Thn Terbit / Jlh hlm : Deepublish / 2016 / 97
ISBN : 978-602-401-297-7
26
melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok
sesuai dengan beban kerja tertentu.
2. Promosi
Guru berhat mendapat promosi sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
3. Kenaikan Pangkat
Kenaikan pangkat dan jabatan fungsional guru dalam rangka pengembangan
karier merupakan gabungan dari angka kredit unsur utama dan penunjang
sesuai dengan peraturan menteri Negara pendayagunaan aparatur Negara dan
reformasi birokrasi nomor 16tahun 2009 pada pasal 11.
27
6. Penerapan PTK dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan untuk
memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara
berkesinambungan sehingga meningkatan mutu hasil instruksional;
mengembangkan keterampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan
efisiensi pengelolaan instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti pada
komunitas guru.
28
menggambarkan masalah yang akan di teliti, tindakan untuk mengatasinya, hasil yang
di harapkan dan tempat penelitian.
2. Halaman Pengesahan
Ditanda tangani oleh ketua peneliti, kepala sekolah, dan pembimbing atau
pendamping (jika ada), sebagai keterangan bahwa laporan PTK yang bersangkutan
telah memenuhi persyaratan.
3. Abstrak
Abstrak merupakan kepadatan (sari) dai hasil penelitian yang memuat latar belakang,
tujuan penelitian, metode, hasil penelitian, dan kesimpulan yang ditik satu spasi, dan
di rumuskan dalam satu paragraf dengan jumlah kata kurang lebih 200 kata atau
sebanyak satu halaman.
4. Kata Pengantar
Menjelaskan asal-usul mengapa masalah PTK ini di angkat sebagai topic penelitian,
factor-faktor lingkungan yang memberi arti pentingnya penelitian, kedudukan PTK
dalam pemecahan masalah pembelajaran, serta secerah harapan kepada pihak-pihak
yang membaca laporan penelitian.
1. Daftar Isi
2.Daftar Gambar
3.Daftar Lampiran
4. Daftar Tabel
B. Bagian Isi
Bagian isi memuat lima bab penting, yakni pendahuluan, kajian pustaka, metodologi
penelitian, hasil penelitian dan pembahasan, serta simpulan serta saran.
BAB I PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Uraian secara lugas masalah yang ingin ditanggulangi, penyebab timbulnya masalah
tersebut, dan tingkat masalah yang ingin ditanggulangi oleh peneliti.Dalam latar
belakang ini juga perlu di kemukakan bahwa masalah yang di teliti benar-benar nyata
29
dan berada dalam kewenangan guru, serta ditunjang oleh teori-teori dan hasil-hasil
penelitian terdahulu.
2. Identifikasi dan pembatasan masalah
Asumsi kami, identifikasi masalah adalah pengenalan masalah atau inventarisir
masalah. Identifikasi masalah adalah salah satu proses penelitan yang boleh dikatakan
paling penting diantara proses lain. Masalah penelitian akan menentukan kualitas dari
penelitian, bahkan juga menentukan apakah sebuah kegiatan bisa disebut penelitian
atau tidak. Masalah penelitian secara umum bisa kita temukan lewat studi literatur
atau lewat pengamatan lapangan(observasi, survey, dsb). Dari berbagai masalah
selanjutnya diadakan pembatasan masalah, mana saja yang menjadi perhatian dalam
PTK.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang akan dicapai (umum dan khusus) dirumuskan dengan jelas
sesuai masalah yang dikemukakan sehingga menunjukkan tingkat efektifitas (atau in-
efektifitas) dari suatu perlakuan tertentu sehingga menjadi input atau informasiyang
berharga untuk memperbaiki aturan atau praktik pembelajaran.
4. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian tindakan kelas, Guru atau peneliti secara tidak langsung akan
mengembangkan perangkat-perangkat pembelajaran (suplemen buku ajar, desain
pembelajaran, perangkat keras dan atau perangkat lunak praktikum, alat evaluasi, dan
lain-lain) yang koheren dengan teori yang mendasari tindakan. Rumuskan manfaat
perangkat-perangkat pembelajaran tersebut kaitannya dengan upaya melakukan
perbaikan pembelajaran. Di samping itu, Guru atau peneliti akan berhasil
mengeksplorasi atau mengungkap temuan data atau fakta empiris. Lakukan prediksi
terhadap data atau fakta empiris tersebut dan rumuskan manfaatnya.Semua manfaat
yang dirumuskan tersebut dispesifikasi untuk siswa, Guru, peneliti, sekolah, atau
pihak-pihak lain yang berkepentingan.
5. Pertanyan Penelitian
Berisi pertanyaan-pertanyaan sesuai dan sejalan dengan tujuan penelitian yang di cari
jawabannya dalam penelitian
30
6. Hipotesis Tindakan
Berisi jawaban sementara dari masalah yang dihadapi, sebagi alternative tidakan yang
dipandang paling tepat untuk memecahkan masalah yang dipilih melalui PTK.
7. Sistematika Penulisan
Berisi tentang penjelasan sistematika laporan hasil penelitian tindakan kelas, terutama
yang berkaitan dengan isi bab I. pendahuluan sampai bab V. simpulan dan saran
C. Bagian Penutup
Bagian penutup laporan PTK berisi tentang daftar rujukan dan lampiran-lampiran.
31
1. Daftar Pustaka
Yang dicantuman hanya buku teks, juranal, majalah, atau artikel yang benar-benar di
jadikan rujukan, dan disusun secara alfabetis.
Semua pustaka yang dirujuk guna mendukung penelitian yang dilaksanakan harus
dituliskan pada bagian ini.Daftar pustaka ditulis secara konsisten mengikuti urutan
abjad dan mengikuti aturan tertentu, misalnya American Psychology Association
(APA).
32
BAB III
PEMBAHASAN
33
1. Kelebihan
a. Materi yang disampaikan mencakup bahasan yang luas
b. Membahas pembinaan dan pengembangan guru dengan landasan
Peraturan Pemerintah
c. Membahas tentang perlunya PTK bagi guru untuk meningkatkan
profesionalitas
2. Kelemahan
a. Materi yang disampaikan kebanyakan tersirat sehingga menyulitkan
pembaca untuk memahami
34
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Masih rendahnya tingkat profesionalisme guru saat ini disebabkan oleh
faktor-faktor yang berasal dari internal guru itu sendiri dan faktor lainnya yang
berasal dari luar. Faktor-faktor tersebut antara lain: Penghasilan yang diperoleh guru
belum mampu memenuhi kebutuhan hidup harian keluarga secara mencukupi. Oleh
karena itu, upaya untuk menambah pengetahuan dan informasi menjadi terhambat
karena dana untuk membeli buku, berlangganan koran, internet, tidak tersedia.
Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan dapur harus juga melakukan kerja sampingan
lainnya.
Di samping itu, kurangnya minat guru untuk menambah wawasan sebagai
upaya meningkatkan tingkat profesionalisme sebab bertambah atau tidaknya
pengetahuan serta kemampuan dalam melaksanakan tugas rutin tidak berpengaruh
terhadap pendapatan yang diperolehnya. Kalaupun ada, hal itu tidak seimbang dengan
pengorbanan yang telah dikeluarkan. Serta, meledaknya jumlah lulusan sekolah guru
dari tahun ke tahun. Hal itu merupakan akibat dari mudahnya pemerintah
memberikan izin pendirian LPTK (Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan). Mereka
yang tidak tertampung oleh pasar kerja, mencoba menjadi guru, sehingga profesi ini
menjadi pekerjaan yang "murah".
Ironis memang, guru yang telah banyak menghasilkan para pemimpin, politisi
dan ilmuwan serta berbagai profesi lainnya, kini dianggap sebagai profesi "murah"
dan menjadi kelompok masyarakat yang terpinggirkan. Hal ini bukanlah harus
dilawan oleh guru secara fisik atau perang kata-kata agar yang lain mau mengakui
dan menerima guru sebagai tenaga yang profesional yang berjasa bagi pembangunan
negeri ini. J Sudarminta mengatakan, dari sisi guru sendiri rendahnya mutu guru
tampak dari gejala: 1) lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan; 2)
ketidaksesuaian antara bidang studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan di
lapangan dijabarkan; 3) kurang efektifnya cara pengajaran; 4) kurangnya wibawa
35
guru di hadapan murid; 5) lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik
yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak
betul-betul menjadi guru; 6) kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir,
dan keteguhan sikap sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai
pendidik dan 7) relatif rendahnya kapasitas intelektual calon guru dan para guru.
Saran
Mengangkat citra guru, sebagaimana zaman penjajahan, jelas tidak mungkin.
Namun, jika pemerintah mau sungguh-sungguh, seperti perbaikan insentif material
dan kesejahteraan hidup, maka profesi guru akan membaik. Komitmen politik
Mendiknas mestinya tidak hanya menjadikan guru sebagai profesi tetapi juga
didahului dengan perbaikan kesejahteraan dan kualitas guru.
36
DAFTAR PUSTAKA
Fitriani. 2016 . Sukses Profesi Guru Dengan Penelitian Tindakan Kelas. Bandung:
Depublish
Robson, J. 2013. Teacher Proffesionalism Education. Geneva: International Labour
Suriansyah,Ahmad.2015. Profesi Kependidikan.Jakarta: Raja Grafindo Persada
37
38