Oleh:
NAMA : Alvinda Yuanita, S.Kep
NIM : 092311101013
b. Pengertian
Acute Lung Oedema (ALO) adalah akumulasi cairan di intersisial dan
alveolus paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh
tekanan intravaskular yang tinggi (edema paru kardiak) atau karena
peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak)
yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga
terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan
mengakibatkan hipoksia.
c. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, ALO diklasifikasikan menjadi dua mcam,
yaitu:
1. ALO kardiogenik
Edema paru kardiogenik adalah edema yang disebabkan oleh adanya
kelainan pada organ jantung. Misalnya, penurunan fungsi jantung.
ALO kardiogenik disebabkan karena tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi
jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh
fungsi pompa jantung yang buruk, serangan-serangan jantung, atau
klep-klep jantung yang abnormal dapat memicu akumulasi darah yang
berlebihan sehingga dapat menyebabkan cairan berpindah ke dalam
alveoli ketika tekanan meningkat.
2. ALO non kardiogenik
Edema paru non kardiogenik adalah edema yang disebabkan bukan
karena adanya kelainan pada jantung, namun umumnya disebabkan
oleh hal berikut:
a) Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menurun sebagai akibat dari
respon peradangan sehingga memicu kebocoran alveoli yang dapat
dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
b) Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-
infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun,
infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
c) Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari
tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-
pembuluh darah.
d) High altitude lung oedema, disebabkan oleh kenaikan drastis
terhadap ketinggian yang lebih dari 10,000 feet.
e) Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage),
seizure-seizure yang parah, atau operasi otak yang dapat memicu
akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic lung
oedema.
f) Paru yang mengembang secara cepat dapat menyebabkan re-
expansion lung oedema. Biasanya terjadi pada kasus-kasus
pneumothorax atau efusi pleura yang berakibat pada ekspansi yang
cepat dari paru.
g) Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat memicu ALO.
Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis
dapat menyebabkan aspirin intoxication.
h) Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari ALO non
kardiogenik termasuk emboli paru, luka paru akut yang
berhubungan dengan transfusi atau Transfusion-Related Acute
Lung Injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau
eklampsia pada wanita-wanita hamil.
d. Etiologi
ALO disebabkan oleh beberapa kondisi, yaitu:
1. Ketidakseimbangan “Starling Force”
a) Peningkatan tekanan vena pulmonalis
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal
meningkat sampai melebihi tekanan osmotik koloid plasma, yang
biasanya berkisar 28 mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal
dari tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12 mmHg, yang
merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut.
Etiologi dari keadaan ini antara lain: (1) tanpa gagal ventrikel kiri
(mis: stenosis mitral), (2) sekunder akibat gagal ventrikel kiri, (3)
peningkatan tekanan kapiler paru sekunder akibat peningkatan
tekanan arterial paru (sehingga disebut edema paru overperfusi).
b) Penurunan tekanan onkotik plasma
Hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan
juga peningkatan tekanan kapiler paru. Peningkatan tekanan yang
sedikit saja pada hipoalbuminemia akan menimbulkan edema paru.
Hipoalbuminemia dapat menyebabkan perubahan konduktivitas
cairan rongga interstitial sehingga cairan dapat berpindah lebih
mudah diantara sistem kapiler dan limfatik.
c) Peningkatan negativitas dari tekanan interstitial
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara
pleural. Kedaaan yang sering menjadi etiologi adalah: (1)
perpindahan yang cepat pada pengobatan pneumothoraks dengan
tekanan negatif yang besar. Keadaan ini disebut ‘edema paru re-
ekspansi’. Edema biasanya terjadi unilateral dan seringkali
ditemukan dari gambaran radiologis dengan penemuan klinis yang
minimal. Jarang sekali kasus yang menjadikan ‘edema paru re-
ekspansi’ ini berat dan membutuhkan tatalaksana yang cepat dan
ekstensif, (2) tekanan negatif pleura yang besar akibat obstruksi
jalan nafas akut dan peningkatan volume ekspirasi akhir (misalnya
pada asma bronkhial).
2. Gangguan permeabilitas membran kapiler alveoli: (ARDS = Adult
Respiratory Distress Syndrome).
Kedaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara
kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgikal
tertentu yang berhubungan dengan edema paru akibat kerusakan
pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan ‘Starling Force, yaitu
pneumonia, menghisap toksin (NO, asap), terkena bisa ular,
endotoksin dalam sirkulasi, aspirasi asam lambung, pneumonitis akut
akibat radiasi, zat vasoaktif endogen (histamin, kinin), Dissemiated
Intravascular Coagulation, immunologi, Shock-lung pada trauma non
thoraks, pankreatitis hemoragik akut.
3. Insuffisiensi sistem limfe
a) Pasca transplantasi paru
b) Karsinomatosis, limfangitis
c) Limfangitis fibrotik (siilikosis)
4. Tidak diketahui atau belum jelas mekanismenya
a) “High altitude pulmonary edema”
b) Edema paru neurogenik
c) Overdosis obat narkotik
d) Emboli paru
e) Eklamsia
f) Pasca anastesi
g) Post cardiopulmonary bypass
e. Patofisiologi
Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama
melalui celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruang interstitial sesuai
dengan selisih antara tekanan hidrostatik dan osmotik protein, serta
permeabilitas membran kapiler. Cairan dan solute yang keluar dari
sirkulasi ke ruang alveolar intertisial pada keadaan normal tidak dapat
masuk ke ruang alveolar, hal ini disebabkan epitel alveolus terdiri atas
ikatan yang sangat rapat. Selain itu, ketika cairan memasuki ruang
intertisial, cairan tersebut akan dialirkan ke ruang peribronkovaskular,
yang kemudian dikembalikan oleh sistem limfatik ke sirkulasi.
Perpindahan protein plasma dalam jumlah lebih besar tertahan. Tekanan
hidrostatik yang diperlukan untuk filtrasi cairan keluar dari mikrosirkulasi
paru sama dengan tekanan hidrostatik kapiler paru yang dihasilkan
sebagian oleh gradien tekanan onkotik protein. Terdapat dua mekanisme
terjadinya edema paru:
1. Membran kapiler alveoli
Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke
ruang interstitial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian
cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh
limfe. Dalam kedaan normal terjadi pertukaran dari cairan, koloid dan
solute dari pembuluh darah ke ruang interstitial. Studi eksperimental
membuktikan bahwa hukum Starling dapat diterapkan pada sirkulasi
paru sama dengan sirkulasi sistemik.
Q(iv-int) = Kf [(Piv - Pint) – df (IIiv – IIint)]
Keterangan:
Q = Kecepatan transudasi dari pembuluh darah ke ruang interstitial
Piv = Tekanan hidrostatik intravaskular
Pint = Tekanan hidrostatik interstitial
IIiv = Tekanan osmotik koloid intravaskular
IIint = Tekanan osmotik koloid interstitial
df = Kefisien refleksi protein
Kf = Kondukstan hidraulik
2. Sistem limfatik
Sistem limfatik ini dipersiapkan untuk menerima larutan koloid dan
cairan balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih negatif di
daerah interstitial peribronkhial dan perivaskular. Dengan peningkatan
kemampuan dari interstitium alveolar ini, cairan lebih sering
meningkat jumlahnya di tempat ini ketika kemampuan memompa dari
saluran limfatik tersebut berlebihan. Bila kapasitas dari saluran limfe
terlampaui dalam hal jumlah cairan maka akan terjadi edema. Jika
terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang kronik, sistem limfe akan
mengalami hipertrofi dan mempunyai kemampuan untuk
mentransportasi filtrat kapiler dalam jumlah yang lebih besar yang
dapat mencegah terjadinya edema. Sehingga sebagai konsekuensi
terjadinya edema interstitial, saluran nafas yang kecil dan pembuluh
darah akan terkompresi.
g. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan medis adalah mengendalikan hipoksemia,
memperlambat pengembalian darah vena ke jantung, memperbaiki fungsi
jantung, relaksasi fisik dan mental. Penatalaksanaan ALO secara umum
meliputi:
1. Posisi ½ duduk.
2. Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
3. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, paO2
tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmhg dengan O2 konsentrasi dan aliran
tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan
edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction,
dan ventilator.
4. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila
ada.
5. Menurunkan preload dan mengeluarkan volume cairan intra paru.
Nitrogliserin (ntg) dan furosemide merupakan obat pilihan utama.
6. Morfin sulfat 3 – 5 mg IV, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15
mg (sebaiknya dihindari).
7. Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : dopamin 2-5
ug/kgBB/menit atau dobutamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk
menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon
klinis atau keduanya.
8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
9. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil
dengan oksigen.
10. Penggunaan aminophyline, berguna apabila oedema paru disertai
bronkokonstriksi atau pada penderita yang belum jelas oedema
parunya oleh karena faktor kardiogenik atau non-kardiogenik, karena
selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek inotropik positif,
venodilatasi ringan dan diuretik ringan.
11. Penggunaan inotropik. Pada penderita yang belum pernah
mendapatkan pengobatan, dapat diberikan digitalis seperti deslano-side
(cedilanide-d). Obat lain yang dapat digunakan adalah golongan
simpatomi-metik (dopamine, dobutamine) dan golongan inhibitor
phos-phodiesterase (amrinone, milrinone, enoxumone, piroximone)
Penyebab:
Ketidakseimbangan Starling Force, gangguan permeabilitas kapiler alveoli,
insuffisiensi system limfe, idiopatik
Kardiogenik Non-kardiogenik
Kelemahan Anoreksia
Ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh
b. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1. Masalah Keperawatan
a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b) Ketidakefektifan pola nafas
c) Gangguan pertukaran gas
d) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
e) Intoleransi aktivitas
2. Data yang perlu dikaji
a) Anamnesis
1) Identitas pasien, meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, No.
RM, dan tanggal MRS.
2) Keluhan utama, biasanya pasien mengeluh sesak nafas dan
batuk produktif yang mungkin semakin bertambah dari hari ke
hari.
3) Riwayat penyakit sekarang, ALO terjadi karena faktor
kardiogenik dan non kardiogenik. Penyebab ALO harus
diketahui secara pasti agar dapat diberikan intervensi yang tepat.
4) Riwayat penyakit dahulu, biasanya pasien dengan ALO
memiliki riwayat penyakit jantung, asma bronkial, pneumonia
atau infeksi lainnya, hipertensi, dan penyakit yang berhubungan
dengan jantung dan paru-paru.
5) Riwayat penyakit keluarga.
b) Data fokus (berdasarkan pemeriksaan fisik)
1) Aktivitas dan istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda : letargi, penurunan massa otot/tonus
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat gagal jantung koroner kronis, perikarditis,
penyakit jantung, reumatik, kanker
Tanda : peningkatan JVP, tekanan darah dan denyut nadi
meningkat (takikardia)
3) Eliminasi
Gejala : keluhan perubahan pola berkemih
Tanda : distensi abdomen (VU penuh), penurunan bising usus,
perubahan warna feses dan urin
4) Nutrisi
Gejala : anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual,
muntah
Tanda : penurunan berat badan/peningkatan cairan, kulit kering,
turgor buruk, edema
5) Neurosensori
Gejala : disorientasi
Tanda : mungkin terdapat perubahan mental, bicara lambat/tidak
jelas, penurunan kesadaran
6) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, nyeri dada
Tanda : perilaku berhati-hati/distraksi, fokus pada diri sendiri
7) Respirasi/pernafasan
Gejala : dispnea
Tanda : takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan,
ekspansi paru terbatas, hipoksia
8) Keamanan
Gejala : keluhan demam
Tanda : demam, edema
9) Seksualitas
Gejala : perubahan pola seksualitas
Tanda : -
c) Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologi (foto rontgen sinar X).
2) Pemeriksaan laboratorium.
3) Pencitraan (MRI, CT scan, esofagoskopi, USG, angiografi,
endoskopi)
4) Pemeriksaan EKG dan ekokardiografi.