Anda di halaman 1dari 18

TOTORIAL KLINIK

KETUBAN PECAH DINI

Disusun oleh :
Achmad Yasin Mustamin
20164011162

Pembimbing :
dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI ILMU KESEHATAN OBGYN


DAN OBSTETRIRS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018

0
BAB I
LAPORAN KASUS

ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Usia : 25 tahun.
Pendidikan : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Agama : Islam

Keluhan Utama
Keluar air-air dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluar air-air dari jalan lahir sejak ± 5 jam SMRS. Air-air tersebut jernih dan
berbau amis. Selain itu, pasien juga mengakui keluar lendir darah dari jalan lahir ± 3
jam SMRS. Perut kencang-kencang dialami pasien sejak ± 3 hari SMRS yang
dirasakan semakin hari semakin sering. Pasien rutin periksa kehamilan di bidan, namun
belum pernah melakukan pemeriksaan dengan USG di dokter Sp.OG
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun asma sebelum
masa kehamilan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus maupun asma.
Riwayat Menstruasi
▪ Menarche : 13 tahun.
▪ Siklus haid : 30 hari / teratur.
▪ Lama haid : 5 hari.
▪ Jumlah darah haid : 2 kali ganti pembalut.
▪ Hari pertama haid terakhir : 08-07-2017.
▪ Taksiran persalinan : 15-03-2018.

1
Riwayat Pernikahan
Untuk pertama kali, pasien menikah pada usia 24 tahun dengan lama
pernikahan selama 1 tahun.
Riwayat Obstetrik
Jenis
Keadaan
Tahun Tempat Umur Jenis Penolong Kelamin/
No. Penyulit anak
partus Partus kehamilan Persalinan Persalinan Berat
Sekarang
Badan
Hamil
1.
ini

Antenatal Care (ANC)


Bidan setiap bulan
Kontrasepsi
Tidak menggunakan KB sebelumnya
Pemeriksaan Fisik
Antropometri : Berat badan (BB) : 59 kg, Tinggi badan (TB) : 142cm.
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
▪ Tekanan darah : 130/80 mmHg
▪ Frekuensi nadi : 80 kali/menit
▪ Frekuensi nafas : 20 kali/menit
▪ Suhu : 37,4 ºC

Status Generalisata
▪ Kepala : normocephal
▪ Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
▪ Telinga : tidak ditemukan kelainan
▪ Hidung : tidak ditemukan kelainan
▪ Tenggorokkan : tidak ditemukan kelainan

2
▪ Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran
tiroid (-)
▪ Thoraks :
✓ Jantung : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)
✓ Paru-paru : suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
▪ Abdomen:
✓ Inspeksi : cembung, linea (-), striae (-)
✓ Auskultasi : bising usus (+) normal
▪ Ekstremitas:
✓ Superior : edema (-/-), akral hangat
✓ Inferior : edema (-/-), akral hangat, varises (-/-)
Status Obstetrik dan Ginekologi
▪ Inspeksi : membesar arah memanjang, striae (-), linea (-).
▪ Palpasi : Tinggi fundus uteri : 30 cm.
✓ Leopold I : teraba bokong.
✓ Leopold II : punggung janin terletak di kanan ibu.
✓ Leopold III : teraba kepala.
✓ Leopold IV : sudah masuk pintu atas panggul.
✓ Taksiran Berat Janin (Johnson) : (30-11) x 155 gram : 2945gram.
✓ His :-
▪ Auskultasi : Denyut jantung janin : 131 kali / menit
▪ Vaginal toucher : vulvavagina normal, portio tebal lunak, Pembukaan 1
cm, ketuban (-), kepala di Hodge 1, bagian terbawah janin kepala.

Diagnosis
G1P0A0 gravid 36 minggu Janin Tunggal hidup presentasi kepala inpartu kala I fase
laten dengan KPD

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

KETUBAN PECAH DINI (KPD)


A. Definisi KPD
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans
(PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai
kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya
efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda
awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada
primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya selaput ketuban dapat
terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering
disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah dini aterm.
Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini preterm /
preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam
maka disebut prolonged PROM.

B. Etiologi KPD
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas
yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar.
Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan
kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar
kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta,
fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian
bear jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai
dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh
sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi dan
inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim protease dan
mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini menghasilkan

4
kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput
korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran mudah
ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara
lain:
1. Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk
melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di dalam
vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10
kali. Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya
infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada membran
melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya membran.
Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase merupakan enzim
spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena infeksi.
2. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen.
Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas
yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.
3. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan atau
terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga
ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-
Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan
struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk
pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. Dimana 72 %
penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm
setelah sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm.

5
4. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion
akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya.
5. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak
kelahiran yang dekat.
6. Faktor-faktor lain
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan menyebabkan pecahnya
selaput ketuban lebih awal karena mendapat tekanan yang langsung dari kavum uteri.
Beberapa prosedur pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko
terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak langsung dapat
menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan prematur. Kelainan letak
dan kesempitan panggul lebih sering disertai dengan KPD, namun mekanismenya
belum diketahui dengan pasti. Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion, gamelli, koitus,
perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres psikologis, serta flora
vagina abnormal akan mempermudah terjadinya ketuban pecah dini.
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini mempunyai
dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
• Serviks inkompeten.
• Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
• Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
• Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum
masuk pintu atas panggul, disproporsi sefalopelvik.
• Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
• Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban
dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.

6
C. Epidemiologi KPD
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat aterm, 8-
10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat
berulang pada kehamilan berikutnya, menurut Naeye pada tahun 1982 diperkirakan
21% rasio berulang, sedangkan penelitian lain yang lebih baru menduga rasio
berulangnya sampai 32%. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko
morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat terjadi
sampai 30% dari kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%.
Komplikasi pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus
KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat
baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan,
3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai 40% pada
ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden
sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.
Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai 31
Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD adalah sebanyak 12,92%.
Sedangkan proporsi kasus KPD preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baik yang
melakukan persalinan maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77% sedangkan
sisanya adalah KPD dengan kehamilan aterm. Kontribusi KPD ini lebih besar pada
sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas.2

7
D. Patofisiologi KPD
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya selaput
ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya regang ini
dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi komponen matriks
ekstraseluler pada selaput ketuban.2

Gambar 3.1. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.2

Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan jumlah


jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan aktivitas
kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks
metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah
komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen fibril
(tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga
memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat
aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-
3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1.

8
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh karena
aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Saat
mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan kadar
MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan menyebabkan
terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua
enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas
kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini.
Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang meningkat terutama MMP-9
serta kadar TIMP-1 yang rendah.
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya gangguan
pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien
lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah asam
askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Zat
tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini.
Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa mekanisme.
Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus dan
Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan menyebabkan terjadinya
degradasi membran dan akhirnya melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap
infeksi berupa reaksi inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan
prostaglandin oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis faktor
α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada
sel korion. Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi
prostalglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah
dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran.
Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan
prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi
juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion akibat perangsangan
sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim
siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin.

9
Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin dan ketuban pecah
dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai
mediator dalam persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu
sintesis kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan
MMP-33. Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu
temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C,
peningkatan denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan
vaginal berbau.

Tabel 3.1. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-amniotik.

Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks ekstraseluler
pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan menurunkan konsentrasi
MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari
kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi
produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur
pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta.
Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh
progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam
membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput
ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam patogenesis
pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.

10
Kematian Sel Terprogram
Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel
terpogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan selaput
ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan
granulosit, yang menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian
sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi matriks
ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis merupakan akibat dan bukan
penyebab degradasi tersebut. Namun mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum
diketahui dengan jelas.

Peregangan Selaput Ketuban


Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari sel
amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas
kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses
sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya
selaput ketuban.

11
Gambar. 3.2. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini.
E. Diagnosis KPD
Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena diagnosis yang
positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal atau
melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang
negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang
akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu, diperlukan
diagnosis yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau mengeluarkan
cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit
atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai
dengan demam jika sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan,
tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20
minggu.
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya
nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang
diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan
perkiraan ukuran janin dan presentasi.
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan
ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan
pemeriksaan bakteriologis.
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan
didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan gambaran seperti daun pakis.
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya cairan
amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari ostium uteri
eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas

12
lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin. Karena
cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru
bila terdapat cairan alkali amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo atau bentuk
kristal daun pakis cairan amnion kering (ferning) dapat membantu. Bila kehamilan
belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol
membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi, apusan
diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks terhadap Streptokokus
beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria gonorea.
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan dilatasi serviks.
Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan bagian presentasi janin dan
menyingkirkan kemungkinan prolaps tali pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali
jika pasien jelas berada dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk
melahirkan.
4. Pemeriksaan penunjang
• Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas lakmus merah menjadi
biru.
• Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000 /mm3 kemungkinan ada
infeksi.
• USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan, letak janin, letak
plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
• Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini atau
memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu,
denyut jantung janin akan meningkat.
• Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan
fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.

E. Penatalaksanaan KPD
Konservatif

13
• Rawat di rumah sakit.
• Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).
• Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih
keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
• Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif : beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
• Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
• Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi.
• Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
• Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu kematangan
paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Aktif
• Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal pikirkan seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50µg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
• Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan
diakhiri jika :
a. Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
b. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

14
Tabel. 3.2 Penatalaksanaan ketuban pecah dini.

Gambar. 3.3 Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini.

15
F. Komplikasi KPD
• Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode
laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi di dalam
24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan
dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam
1 minggu.
• Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada
ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,
omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada
ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum,
insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan
lamanya periode laten.
• Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya
gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin
semakin gawat.
• Sindroma deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin,
serta hipoplasia pulmonal.

G. Prognosis KPD
Ditentukan berdasarkan umur dari kehamilan, penatalaksanaan dan komplikasi-
komplikasi yang mungkin timbul.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin


A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs. diakses pada tanggal 16 Juli
2012.
3. Gde Manuaba, I.B. Ketuban Pecah Dini (KPD). Ilmu Kebidanan, Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana. Jakarta: EGC; 2001. Hal: 229-232.
4. Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini, Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

17

Anda mungkin juga menyukai