Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN

TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS NGEMPLAK BOYOLALI

NASKAH PUBLIKASI

Disusun Oleh :

AMALIA KARTIKA SYAFRI


J410131024

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
ARTIKEL PENELITIAN Ngemplak Boyolali

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGEMPLAK BOYOLALI
Amalia Kartika Syafri*, Giat Purwoatmojo**, Sri Darnoto***

*Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat FIK UMS, **Dosen Kesehatan Masyarakat FIK UMS,
***Dosen Kesehatan Masyarakat FIK UMS

ABSTRAK
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis). Rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu faktor risiko
penyakit tuberkulosis paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kondisi fisik
rumah dengan kejadian Tuberkulosis paru (TB paru) di wilayah kerja Puskesmas Ngemplak
Boyolali. Penelitian ini menggunakan metode surve analitik dengan rancangan kasus kontrol.
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita TB paru dan bukan penderita TB paru yang
berjumlah 38 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Analisis
menggunakan Chi-Square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pencahayaan
dengan kejadian TB Paru p value = 0,003 dan OR 8,125. Tidak ada hubungan antara luas ventilasi
p value = 0,230, kelembaban p value = 0,319, kepadatan hunian konstan, jenis lantai konstan, dan
jenis dinding p value = 0,230. Disarankan pada pihak-pihak terkait untuk berpartisipasi dalam
mengurangi kejadian TB paru di wilayah kerja Puskesmas Ngemplak Boyolali.

Kata kunci : Kondisi fisik rumah, TB Paru

ABSTRACT
Tuberculosis is a direct contagion that caused by Mycrobacterium Tuberculosis. Houses without
health requirement are one of risk factor of pulmonary tuberculosis. This study determines
correlation between physical condition of houses with the event of pulmonary tuberculosis cases in
work area of health center in Ngemplak Boyolali. This research is survey analytic study with case
control studies. The population were patients with pulmonary TB and non pulmonary TB,
amounting to 38 people. Sampling technique applied total sampling. Analysis by using Chi-square
test shows that there are correlations of lighting intensity with pulmonary TB cases p value =
0,003 and OR 8,125. No correlation between ventilation vast p value = 0,230, humidity p value =
0,319, population density constant, floor types constant, and wall types p value = 0,230. It is
advised that relevant parties to participate in reducing pulmonary TB cases in work area of Health
Center in Ngemplak Boyolali.

Key words : Physical House Condition, TB Paru

Fakultas Ilmu Kesehatan 1


Universitas Muhammadiya Surakarta
Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
ARTIKEL PENELITIAN Ngemplak Boyolali

PENDAHULUAN lebih mudah terkena (Kemenkes RI,


2011).
World Health Organization Menurut WHO dalam
(WHO) menyatakan bahwa situasi Kementerian Kesehatan Republik
Tuberkulosis (TB) dunia semakin Indonesia Direktorat Jenderal
memburuk, dimana jumlah kasus TB Pengendalian Penyakit dan
meningkat dan banyak yang tidak Penyehatan Lingkungan (2011),
berhasil disembuhkan. WHO Indonesia sekarang berada pada
mencanangkan TB sebagai kegawatan ranking kelima negara dengan beban
dunia (Global Emergency), terutama TB tertinggi di dunia. Estimasi
karena epidemi Human prevalensi TB semua kasus sebesar
Immunodeficiency Virus/Acquired 660,000 dan estimasi insidensi
Immuno Deficiency Syndrome berjumlah 430,000 kasus baru per
(HIV/AIDS) dan kasus Multi Drug tahun. Jumlah kematian akibat TB
Resistance (MDR) (Depkes RI, 2009). diperkirakan 61,000 kematian per
Diperkirakan sepertiga tahunnya.
penduduk dunia telah terinfeksi TB Meskipun memiliki beban
Paru dengan menyerang 10 juta orang penyakit TB yang tinggi, Indonesia
dan menyebabkan 3 juta kematian merupakan negara pertama diantara
setiap tahun. Di negara maju, TB paru High Burden Country (HBC) di
menyerang 1 per 10.000 populasi. TB wilayah WHO South-East Asian yang
paru paling sering menyerang mampu mencapai target global TB
masyarakat Asia, Cina, dan India untuk deteksi kasus dan keberhasilan
Barat. Demikian juga, kematian pengobatan pada tahun 2006. Pada
wanita akibat TB lebih banyak dari tahun 2009, tercatat sejumlah
pada kematian karena kehamilan, sejumlah 294.732 kasus TB telah
persalinan dan nifas. Sekitar 75% ditemukan dan diobati (data awal Mei
pasien TB merupakan kelompok usia 2010) dan lebih dari 169.213
yang paling produktif secara ekonomis diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan
(15-50 tahun). Diperkirakan seorang demikian, Case Notification Rate
pasien TB dewasa, akan kehilangan untuk TB BTA+ sebesar 73 per
rata-rata waktu kerjanya tiga sampai 100.000 (Case Detection Rate 73%).
empat bulan. Hal tersebut berakibat Rerata pencapaian angka keberhasilan
pada kehilangan pendapatan tahunan pengobatan selama 4 tahun terakhir
rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika sekitar 90% dan pada kohort tahun
ia meninggal akibat TB, maka akan 2008 mencapai 91%. Pencapaian
kehilangan pendapatannya sekitar 15 target global tersebut merupakan
tahun. Selain merugikan secara tonggak pencapaian program
ekonomis, TB juga memberikan pengendalian TB nasional yang utama
dampak buruk lainnya secara sosial, (Kemenkes, 2011).
seperti stigma bahkan dikucilkan oleh Pada tahun 2013 ditemukan
masyarakat. Orang lanjut usia, orang jumlah kasus baru BTA positif
yang malnutrisi, atau orang dengan (BTA+) sebanyak 196.310 kasus,
penekanan sistem imun (infeksi HIV, menurun bila dibandingkan kasus baru
diabetes melitus, terapi kortikosteroid, BTA+ yang ditemukan tahun 2012
alkoholisme, limfoma intercurrent)
Fakultas Ilmu Kesehatan 2
Universitas Muhammadiya Surakarta
Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
ARTIKEL PENELITIAN Ngemplak Boyolali

yang sebesar 202.301 kasus. Jumlah 221.886 unit, sedangkan kategori


kasus tertinggi yang dilaporkan rumah yang memenuhi syarat
terdapat di provinsi dengan jumlah kesehatan sebanyak 4.352 rumah
penduduk yang besar yaitu Jawa (66,10%) dari 6.584 rumah yang
Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. dilakukan pemeriksaan. Sisanya 2.232
Kasus baru BTA+ di tiga provinsi belum memenuhi syarat kesehatan.
tersebut hampir sebesar 40% dari Dari rumah yang belum memenuhi
jumlah seluruh kasus baru di syarat kesehatan tersebut,
Indonesia (Depkes, 2014). kemungkinan besar terdapat penderita
Prevalensi Tuberkulosis per TB paru.
100.000 penduduk Provinsi Jawa Dari hasil penelitian Rosiana
Tengah tahun 2013 sebesar 60,68 (2012) didapatkan bahwa ada
lebih rendah dibanding tahun 2012 hubungan yang signifikan antara jenis
(106,42). Prevalensi tuberkulosis lantai, jenis dinding, intensitas
tertinggi berada di Kota Magelang pencahayaan, kelembaban dengan
(265,14 per 100.000 penduduk) dan kejadian TB paru. Tidak ada
terendah di Kabupaten Boyolali hubungan antara kepadatan hunian
(22,38 per 100.000 penduduk) (Dinkes ruang tidur dan luas ventilasi dengan
Jawa Tengah, 2014). kejadian TB paru.
Berdasarkan data dari Dinas Dari Hasil penelitian
Kesehatan Kabupaten Boyolali tahun Mayangsari dan Korneliani (2013)
2013, jumlah pasien TB paru jumlah penelitian menunjukkan rata-rata usia
pasien TB sebanyak 404 kasus. Dari responden 40-45 tahun, responden
404 kasus tersebut 213 pasien berobat laki-laki 38% dan perempuan 62%.
di puskesmas dan 191 pasien berobat menunjukkan bahwa ada hubungan
di rumah sakit. Di Kabupaten Boyolali kepadatan hunian, ada hubungan
terdapat 29 puskesmas yang tersebar kepadatan kamar tidur, ada hubungan
di 19 kecamatan. Dari 29 puskesmas jendela kamar tidur, ada hubungan
tersebut, puskesmas Ngemplak ventilasi dengan kejadian TB Paru.
merupakan puskesmas yang
mempunyai jumlah kasus dan
penemuan TB tertinggi di Kabupaten METODE
Boyolali dengan jumlah kasus 20
Jenis penelitian adalah penelitian
pasien pada rentang waktu Januari
Survei Analitik, dengan rancangan Case
hingga Desember 2013 ( Dinkes
Control untuk membandingkan kelompok
Kabupaten Boyolali, 2014).
kasus dan kelompok kontrol berdasarkan
Kesehatan perumahan
status paparannya. Lokasi penelitian ini
merupakan kondisi fisik, kimia, dan
adalah di Wilayah Kerja Puskesmas
biologik di lingkungan rumah dan
Ngemplak Boyolali yang dilaksanakan
perumahan sehingga memungkinkan
pada bulan Januari 2015.
penghuni atau masyarakat
Populasi kasus pada penelitian ini
memperoleh derajat kesehatan yang
adalah seluruh penderita yang
optimal. Menurut profil kesehatan
dinyatakan tuberkulosis paru BTA + yang
Kabupaten Boyolali tahun 2013,
datang ke puskesmas dan bertempat
jumlah rumah yang ada sebanyak
tinggal diwilayah Kecamatan Ngemplak
Fakultas Ilmu Kesehatan 3
Universitas Muhammadiya Surakarta
Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
ARTIKEL PENELITIAN Ngemplak Boyolali

dan tercatat di register TB UPK dan melihat nilai Odds Ratio (OR)
Puskesmas Ngemplak Boyolali pada untuk memperkirakan risiko masing-
periode Januari 2014 – Oktober 2014 masing variabel yang diselidiki.
sebanyak 19 orang. Tehnik sampling yang HASIL
digunakan dalam penelitian ini adalah A. Karakteristik Responden
dengan menggunakan metode Total 1. Umur
Sampling Dengan perbandingan antara Proporsi umur responden pada
kasus : kontrol = 1:1, dimana sampel kelompok kasus paling banyak
terdiri dari 19 responden sebagai adalah 15 – 50 tahun yaitu 15
kelompok kasus dan 19 responden sebagai orang (78,9%). Pada kelompok
kelompok kontrol, sehingga jumlah sampel kontrol, umur responden yang
secara keseluruhan adalah 38 sampel, paling banyak juga rentang umur
dengan kriteria: 15-50 tahun yaitu 12 orang
1. Kriteria Inklusi (63,2%).
a. Kelompok kasus : Seluruh 2. Jenis Kelamin
penderita TB Paru yang berusia > Distribusi responden berdasarkan
15 tahun dan dinyatakan dengan jenis kelamin pada kelompok
BTA + yang bertempat tinggal di kasus, responden laki-laki lebih
wilayah kerja Puskesmas banyak, yaitu 12 orang (63,2%)
Ngemplak Boyolali dibandingkan dengan responden
b. Kelompok kontrol : orang terdekat perempuan, yaitu sebanyak 7 orang
dari penderita kasus yang (36,8%). Untuk kelompok kontrol
bermukim di sekitar rumah distribusi responden berdasarkan
penderita TB paru yang tidak jenis kelamin responden laki-laki
menderita TB paru dan memiliki 13 orang (68,4%), sedangkan
kondisi lingkungan yang sama responden berjenis kelamin
dengan penderita TB paru. perempuan 6 orang (31,6%).
2. Kriteria Ekslusi 3. Tingkat Pendidikan
Penderita TB Paru BTA + yang tidak Proporsi tingkat pendidikan
bersedia untuk menjadi responden responden kelompok kasus yang
atau telah pindah dari wilayah kerja paling banyak adalah tamat SMP
Puskesmas Ngemplak Boyolali. yaitu 8 orang (42,1%), pada
Adapun analisis data yang digunakan kelompok kontrol tingkat
adalah analisis univariat dan analisis pendidikan yang paling banyak
bivariat. Analisis univariat dilakukan juga tamat SMP yaitu 6 orang
untuk mengetahui distribusi frekuensi (31,6%).
dan presentase setiap variabel yang 4. Jenis Pekerjaan
kemudian disajikan dalam bentuk proporsi jenis pekerjaan responden
tabel dan di interpretasikan. Pada kelompok kasus paling banyak
analisis bivariat, dilakukan terhadap 36,8% pekerjaan sebagai buruh,
dua variabel yang diduga berhubungan sedangkan 31,6% tidak bekerja.
atau menggunakan uji statistik Chi Pada kelompok kontrol 31,6%
Square (Χ2) dengan derajat memiliki pekerjaan dalam katagori
kepercayaan 95% (α=0,05). Hubungan lain-lain (bengkel, jaga counter hp,
dikatakan bermakna apabila P<0,05 jaga toko) dan 26,3% tidak bekerja.

Fakultas Ilmu Kesehatan 4


Universitas Muhammadiya Surakarta
Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
ARTIKEL PENELITIAN Ngemplak Boyolali

5. Tingkat Pendapatan kelompok kontrol 31,6% menjemur


Berdasarkan jumlah pendapatan, kasur 1 kali / bulan dan 31,6%
proporsi jenis pendapatan menjemur kasur 1 kali di setiap 2
responden kelompok kasus 68,4% hingga 3 bulan.
berpendapatan ≥ Rp. 312.328 dan
31,6% tidak berpendapatan,
sedangkan pada kelompok kontrol
73,7% berpendapatan ≥ Rp.
312.328 dan 26,3% tidak
berpendapatan.
6. Kebiasaan Menjemur Kasur
berdasarkan kebiasaan menjemur
kasur responden kasus 52,6%
menjemur kasur 1 kali di setiap 2
hingga 3 bulan, sedangkan pada

B. Analisis Univariat
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kondisi Fisik Rumah

Variabel Katagori Kasus Frek Kontrol Frek Range Rata-


(%) (%) rata

Min Max
Ventilasi <10% Luas lantai 0 0 3 15,8
≥ 10% luas lantai 19 100 16 84,2 8,4 16 12,31

Pencahayaan <60 lux 15 78,9 6 31,6 38 74 57,17


≥ 60 lux 4 21,1 13 68,4

Kelembaban 13 68,4 10 52,6 62 93 74,15


<40% atau >70% 6 31,6 9 47,4
40%-70%
Kepadatan 0 0 0 0 12 36,6 22,6
2
Hunian < 10 m 19 100 19 19
≥ 10 m2
Jenis Lantai 19 100 19 100 - - -
Standart 0 0 0 0
Tidak standart
Jenis Dinding 3 15,8 0 0 - - -
Lembab 16 84,2 19 100
Tidak Lembab

Jumlah 19 100 19 100

Fakultas Ilmu Kesehatan 5


Universitas Muhammadiya Surakarta
Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
ARTIKEL PENELITIAN Ngemplak Boyolali

Rata-rata luas ventilasi 78,9% dan yang memenuhi syarat


rumah yaitu 12,31m2, pada kasus ada 21,1%. Pencahayaan pada
yang tidak memenuhi syarat < 10% kontrol yang tidak memenuhi
luas lantai tidak ada karena sudah syarat 31,6% dan yang memenuhi
memenuhi syarat, sedang pada syarat yaitu 68,4%.
kontrol yang tidak memenuhi Kepadatan hunian dalam
syarat yaitu 15,8%. penelitian ini menunjukkan bahwa
Pencahayaan dalam rumah penghuni dalam rumah pada
rata-rata 57,17 lux. Proporsi pada kelompok kasus dan kontrol
kasus yang tidak memenuhi syarat umumnya tidak padat. Rata-rata
kepadatan hunian yaitu baik kelompok kasus maupun
2
22,6m . Kepadatan hunian pada kontrol yang tidak memenuhi
kasus maupun kontrol seluruhnya syarat.
sudah memenuhi syarat yaitu sudah Jenis dinding rumah pada
lebih dari ≥ 10 m2 / orang dalam kelompok kasus yang dindingnya
satu rumah. tidak permanen proporsinya
Jenis lantai pada kelompok sebesar 15.8%, sedangkan
kasus dan kontrol semuanya sudah responden pada kelompok kontrol
memenuhi standar yaitu baik sudah kondisi dinding sudah permanen.
diplester maupun di keramik,
sehingga tidak ada lantai rumah

C. Analisis Bivariat
Tabel 2. Hubungan Kondisi Fisik Rumah dengan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak
P-
Variabel Katagori Kasus Kontrol OR (95% CI)
Value
Frek % Frek %
Ventilasi <10% Luas lantai 0 0 3 15,8 0,230 2,188
≥ 10% luas 19 100 16 84,2 1,525 – 3,139
lantai
Pencahayaan 15 78,9 6 31,6 0,003 8,125
<60 lux 4 21,1 13 68,4 1,874 – 35,233
≥ 60 lux
Kelembaban 13 68,4 10 52,6 0,319 1,950
<40% atau>70% 6 31,6 9 47,4 0,520 – 7,312
40%-70%
Kepadatan 0 0 0 0 konstan konstan
Hunian < 10 m2 19 100 19 19
≥ 10 m2
Jenis Lantai 19 100 19 100 konstan konstan
Standar 0 0 0 0
Tidak standar 2,188
Jenis Dinding 3 15,8 0 0 0,230 1,525 – 3,139
Lembab 16 84,2 19 100
Tidak Lembab

Fakultas Ilmu Kesehatan 6


Universitas Muhammadiya Surakarta
Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
ARTIKEL PENELITIAN Ngemplak Boyolali

Hasil analisis statistik menggunakan uji Hasil penelitian hubungan


chi square pada variabel ventilasi rumah luas ventilasi dengan kejadian TB
menunjukan hubungan yang tidak Paru yaitu total ventilasi yang
signifikan dengan TB Paru dimana nilai p= baik adalah 84,2% dan yang
0,203. kurang baik adalah 15,8%. Hasil
Pada variabel pencahayaan uji statistik diperoleh nilai p <0,05
diperoleh nilai p= 0,003 berarti ada (p=0,230), maka tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara hubungan yang bermakna antara
pencahayaan dengan TB Paru. kondisi ventilasi rumah penderita
Responden dengan pencahayaan TB BTA + dengan kejadian TB
rumah <60 lux berisiko 8,125 kali Paru di wilayah kerja Puskesmas
lebih besar untuk terinfeksi Ngemplak. Hasil penelitian ini
tuberkulosis paru daripada sesuai dengan penelitian Moha
responden dengan rumah yang (2012) dan Rosiana (2012) yang
memiliki pencahayaan ≥ 60 lux menyatakan bahwa tidak ada
(OR: 8,125; 95%CI: 1,874 – hubungan antara ventilasi dengan
35,233). kejadian TB Paru tetapi
Tidak ada hubungan yang bertentangan dengan penelitian
bermakna antara kelembaban Suarni (2009) menyatakan bahwa
rumah dengan kejadian TB Paru kondisi ventilasi yang kurang
dengan nilai p=0,319. memiliki risiko penularan 14,182
Tidak ada hubungan antara kali dari ventilasi yang baik.
kepadatan hunian dan jenis lantai Perbedaan antara penelitian ini
dengan TB Paru karena hasil dan penelitian Suarni yang
penelitian yang telah dilakukan menyatakan ada hubungan dapat
hasilnya konstan atau sudah tidak dilihat dari lokasi penelitian yang
ada kelompok kasus maupun dilakukan Suarni berada di tengah
kelompok kontrol tidak padat huni. Kota Jakarta sehingga kondisi
rumah juga tidak begitu luas
Kondisi lantai juga sudah seperti penelitian ini yang
seluruh responden dikatagorikan dilakukan di daerah desa yang
kondisi lantai yang memenuhi kondisi rumahnya masih luas, luas
standar. rumah juga dapat mempengaruhi
Kondisi dinding juga tidak seberapa besar luas ventilasi.
ada hubungan yang bermakna Dari hasil penelitian, 84,2%
dengan kejadian TB Paru, dengan menyatakan bahwa luas ventilasi
nilai p=0,230. sudah memenuhi aturan Kep.
Menkes RI No. 829/
D. PEMBAHASAN Menkes/SK/VII/1999, luas
Hubungan Kondisi Fisik Rumah penghawaan/ventilasi yang
dengan Kejadian TB Paru permanen minimal adalah 10%
dari luas lantai. Fungsi ventilasi
1. Hubungan Ventilasi Rumah dengan sendiri adalah untuk menjaga
Kejadian TB Paru pergerakan udara didalam rumah

Fakultas Ilmu Kesehatan 7


Universitas Muhammadiya Surakarta
Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
ARTIKEL PENELITIAN Ngemplak Boyolali

antara udara dalam dan udara luar merupakan salah satu faktor yang
rumah. dapat membunuh kuman TB Paru,
2. Hubungan Pencahayaan dengan sehingga jika pencahayaan bagus
Kejadian TB Paru maka penularan dan
Dari hasil penelitian dapat perkembangbiakan kuman bisa
dilihat bahwa total dari kondisi dicegah. Banyak jenis bakteri
pencahayaan kasus dan kontrol dapat dimatikan jika bakteri
yang terbanyak adalah kondisi tersebut mendapatkan sinar
pencahayaan yang kurang yaitu matahari secara langsung,
55,3% sedangkan kondisi demikian juga kuman tuberkulosis
pencahayaan yang baik 44,7%. dapat mati karena cahaya sinar
Hasil uji statistik diperoleh nilai p ultraviolet dari sinar matahari
<0,05 (p=0,003), maka terdapat yang masuk ke dalam ruangan.
hubungan yang bermakna antara Diutamakan cahaya matahari pagi
kondisi pencahyaan dengan karena cahaya matahari pagi
kejadian TB Paru di wilayah kerja mengandung sinar ultraviolet yang
Puskesmas Ngemplak. Odds ratio dapat membunuh kuman.
8,125, 95% CI= 1,874 – 35,233
yang berarti rumah responden 3. Hubungan Kelembaban dengan
penderita TB Paru BTA + yang Kejadian TB Paru
memiliki kondisi pencahayaan Hasil penelitian hubungan
yang kurang berisiko 8,125 kali kelembaban dengan kejadian TB
tertular TB Paru dibandingkan Paru yaitu kelembaban yang baik
rumah responden yang adalah 47,4% dan yang kurang
mempunyai pencahayaan yang baik adalah 52,6%. Hasil uji
baik. Pengukuran pencahayaan statistik diperoleh nilai p <0,05
dilakukan di ruang keluarga dan (p=0,319), maka tidak terdapat
pencahayaan yang digunakan pada hubungan yang bermakna antara
saat penelitian ini dilakukan yaitu kelembaban rumah penderita TB
pencahayaan alami matahari, paru BTA + dengan kejadian TB
karena penelitian ini dilaksanakan Paru di wilayah kerja Puskesmas
pada pagi hingga siang hari. Hasil Ngemplak. Pada saat penelitian
penelitian ini sesuai dengan hasil yang diperoleh kelembaban
penelitian yang telah dilakukan terendah yaitu 62% sedangkan
oleh Wulandari (2012) dan kelembaban tertinggi 93% dengan
Rosiana (2012) yang menyatakan rata-rata kelembaban 74,15% tidak
bahwa ada hubungan pencahayaan ada dalam rumah responden baik
dengan kejadian TB Paru. Kondisi kasus maupun control yang
pencahayaan merupakan faktor kelembabanya <40%. Tidak
risiko yang cukup signifikan hal adanya hubungan bisa terjadi
ini dapat dilihat dari penelitian karena pada saat penelitan
diatas, dengan pencahayaan yang dilaksanakan pada Bulan Januari
kurang maka perkembangan dalam musim penghujan sehingga
kuman TB Paru akan meningkat kelembaban dalam rumah lebih
karena cahaya matahari tinggi daripada musim kemarau.

Fakultas Ilmu Kesehatan 8


Universitas Muhammadiya Surakarta
Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
ARTIKEL PENELITIAN Ngemplak Boyolali

Hasil penelitian ini sesuai dengan Puskesmas Ngemplak. Dari hasil


Ayunah (2008) yang menyatakan penelitian kondisi rumah
bahwa tidak ada hubungan yang responden baik kasus maupun
signifikan antara kelembaban kontrol cukup luas dengan jumlah
dalam rumah dengan kejadian TB penghuni maksimal 7 orang dan
Paru tetapi bertentangan dengan minimal dalam satu rumah dihuni
penelitian Rosiana (2012) yang 3 orang sehingga antara luas
menyatakan bahwa kelembaban rumah dengan jumlah penghuni
dalam rumah mempunyai dalam rumah tidak menyatakan
hubungan bermakna dengan termasuk padat hunian dengan
kejadian TB Paru dengan risiko rata-rata kepadatan hunian 22,6
kelembaban ruangan yang tidak m2. Penelitian ini sesuai dengan
baik terkena tuberkulosis paru penelitian Moha (2012), Rosiana
84,3 kali dan 4,033 kali lebih (2012) dan Wulandari (2012) yang
besar menderita TB daripada menyatakan bahwa tidak ada
responden yang kelembabanya hubungan antara kepadatan hunian
memenuhi syarat. Perbedaan hasil dengan kejadian TB Paru. Hasil
penelitian ini dikarenakan penelitian ini berbeda dengan hasil
penelitian Rosiana dilaksanakan penelitian Batti (2013) yang
pada Bulan Juni- Juli 2012 yang menyatakan bahwa kepadatan
termasuk ke dalam musim hunian mempunyai hubungan
kemarau sehingga cuaca panas bermakna dengan kejadian TB
tidak di pengaruhi oleh curah Paru, yang memiliki kepadatan
hujan. Kuman TB Paru akan cepat hunian < 10m² (tidak memenuhi
mati bila terkena sinar matahari syarat) kemungkinan menderita
langsung, tetapi dapat bertahan penyakit TB paru sebesar 10 kali
hidup selama beberapa jam di dibandingkan kelompok
tempat yang gelap dan lembab masyarakat yang memiliki
(Depkes, 1999). Maka tidak kepadatan huniannnya memenuhi
memenuhi syarat ventilasi rumah syarat. Perbedaan antara hasil
maka kelembaban dalam rumah penelitian ini dengan penelitian
semakin tidak memenuhi syarat. yang dilakukan Batti yaitu metode
4. Hubungan Kepadatan Hunian yang digunakan Batti Cross
dengan Kejadian TB Paru Sectional Study (Potong Lintang)
Hasil penelitian hubungan dengan jumlah sampel sebanyak
kepadatan hunian dengan kejadian 100 orang semuanya berasal dari
TB Paru yaitu hasilnya konstan. penderita TB BTA+, sedangkan
Dari 38 responden baik kasus pada penelitian ini sampel yang
maupun kelompok kontrol digunakan sedikit hanya 38 orang
kepadatan hunian 100% sudah ≥ dan metode yang digunakan case
10 m2 tiap orang dalam satu control yang membandingkan
rumah, sehingga tidak terdapat antara kelompok kasus TB BTA+
hubungan yang bermakna antara sebanyak 19 responden dengan
kepatan hunian rumah dengan orang tidak menderita TB Paru
kejadian TB Paru di wilayah kerja juga 19 responden.

Fakultas Ilmu Kesehatan 9


Universitas Muhammadiya Surakarta
Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
ARTIKEL PENELITIAN Ngemplak Boyolali

5. Hubungan Jenis Lantai dengan Dari hasil penelitain di


Kejadian TB Paru lapangan didapatkan bahwa jenis
Hasil penelitian hubungan dinding yang baik atau tidak
jenis lantai dengan kejadian TB lembab sebesar 92,1% dan kondisi
Paru yaitu hasilnya konstan. Dari dinding yang lembab sebesar
38 responden baik kasus maupun 7,9%. Hasil uji statistik diperoleh
kelompok kontrol jenis lantai nilai p <0,05 (p=0,230), maka
rumah seluruhnya (100%) sudah tidak terdapat hubungan yang
memenuhi standar rumah sehat bermakna antara jenis dinding
yaitu plesteran maupun keramik, rumah dengan kejadian TB Paru di
tidak lembab, kedap air sehingga wilayah kerja Puskesmas
tidak memungkinkan bakteri Ngemplak. Dinding rumah yang
berkembang dilantai, sehingga kedap air berfungsi untuk
tidak terdapat hubungan yang mendukung atau menyangga atap,
bermakna antara jenis lantai rumah menahan angin dan air hujan,
dengan kejadian TB Paru di melindungi dari panas dan debu
wilayah kerja Puskesmas dari luar, serta menjaga
Ngemplak. Hasil penelitian ini kerahasiaan (privacy) penghuninya
sesuai dengan hasil penelitian (Keman S, 2005:31). Menurut
Putra (2011) yang menyatakan Kepmenkes No.
tidak terdapat hubungan yang 829/Menkes/SK/VII/1999, dinding
bermakna antara kondisi jenis rumah harus memiliki ventilasi, di
lantai rumah dengan kejadian TB kamar mandi dan kamar cuci
Paru di Kota Solok. Hasil kedap air dan mudah dibersihkan.
penelitian ini berbeda dengan hasil Jenis dinding pada rumah akan
penelitian Rosiana (2012) yang berpengaruh terhadap kelembaban
menyatakan ada hubungan yang dan mata rantai penularan
signifikan antara jenis lantai tuberkulosis paru.
dengan kejadian tuberkulosis paru,
dan diperkirakan risiko jenis lantai Karakteristik Responden
yang tidak baik terkena Umur responden termuda adalah
tuberkulosis paru 22,15 kali 16 tahun sedangkan usia tertuanya
dibandingkan rumah yang adalah 75 tahun. 78,9% umur
memiliki jenis lantai yang baik. responden pada kriteria kasus berada
Untuk perbedaan jenis lantai pada di rentang umur produktif 15-50
hasil penelitian yang didapat tahun, hal ini sesuai dengan
dengan penelitian Rosiana yaitu pernyataan Depkes (2002) yang
masih banyak rumah yang menyatakan bahwa 75% penderita TB
berlantaikan tanah sedangkan pada Paru adalah kelompok usia produktif
penelitian ini minimal rumah yaitu 15-50 tahun.
responden sudah di plester dan Distribusi responden
kondisi daerah didua tempat berdasarkan jenis kelamin pada
penelitian ini berbeda. responden laki-laki lebih banyak,
6. Hubungan Jenis Dinding dengan yaitu 25 orang dibandingkan dengan
Kejadian TB Paru responden perempuan, yaitu sebanyak

Fakultas Ilmu Kesehatan 10


Universitas Muhammadiya Surakarta
Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
ARTIKEL PENELITIAN Ngemplak Boyolali

13 orang. Smith (1994) menyatakan kronis udara yang tercemar dapat


bahwa tuberkulosis umumnya meningkatkan morbiditas, terutama
menyerang laki-laki. Jumlah penderita terjadinya gejala penyakit saluran
TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat pernafasan dan umumnya TB Paru
dibandingkan jumlah penderita TB (Smith, 1994).
Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada Menurut Badan Pusat
laki-laki dan 28,9% pada wanita. TB Statistik (BPS) pada bulan Maret 2014
paru lebih banyak terjadi pada laki- angka garis kemiskinan untuk
laki dibandingkan dengan wanita Indonesia sebesar Rp. 302.735
karena laki-laki sebagian besar sedangkan untuk Jawa Tengah sebesar
mempunyai kebiasaan merokok Rp. 273.056. pada bulan September
sehingga memudahkan terjangkitnya 2014 angka garis kemiskinan untuk
TB paru. Indonesia meningkat menjadi Rp.
Tingkat pendidikan responden 312.328, sedangkan Jawa Tengah
pada penderita TB Paru BTA + 21,1% meningkat menjadi Rp. 281.570.
tidak sekolah, 52,6% memiliki Proporsi jenis pendapatan responden
pendidikan yang rendah (SD-SMP). kelompok kasus 68,4% berpendapatan
sedangkan pada kontrol 15,8% tidak ≥ Rp. 312.328 dan 31,6% tidak
sekolah dan 57,9% pendidikan rendah berpendapatan, sedangkan pada
(SD-SMP). Pendidikan yang rendah kelompok kontrol 73,7%
akan akan mempengaruhi berpendapatan ≥ Rp. 312.328 dan
pengetahuan seseorang, karena 26,3% tidak berpendapatan.
biasanya mereka yang mempunyai Kebiasaan menjemur kasur
pendidikan yang lebih tinggi lebih responden menunjukkan bahwa dari
mudah menyerap dan menerima 38 responden, 42,1% responden
informasi masalah kesehatan menjemur kasur 1 kali/2 atau 3 bulan,
(Sadiman, 2007). sedangkan 13,2% tidak menjemur
Proporsi jenis pekerjaan kasur. Pada responden kasus TB paru
responden menunjukkan bahwa dari BTA +, 10,5% tidak pernah menjemur
38 responden, 28,9% tidak bekerja kasur, 21,1% 1 kali/bulan, 52,6%
dan 71,1% memiliki pekerjaan yang menjemur kasur 1 kali /2 sampai 3
menghasilkan pendapatan. Pada bulan dan 15,8% menjemur kasur
responden kasus penderita TB Paru lebih dari 3 bulan. Menurut Siregar
BTA + 31,6% tidak bekerja dan (2004) bahwa kebiasaan menjemur
proporsi jenis pekerjaan paling banyak kasur yang baik dilakukan setiap pagi
36,8% adalah buruh (buruh tani, buruh dan minimal dua minggu sekali. Dari
kayu pembuat kusen, pintu, jendela 38 responden tidak ada yang masuk
rumah dan buruh pabrik). Jenis dalam kriteria menjemur kasur
pekerjaan menentukan faktor risiko minimal dua minggu sekali. 13,1%
apa yang harus dihadapi setiap bahkan dalam waktu kurang dari 6
individu. Bila pekerja bekerja di bulan tidak pernah menjemur kasur
lingkungan yang berdebu paparan dikarenakan jenis kasur springbed
partikel debu di daerah terpapar akan sehingga untuk menjemur kasur sulit
mempengaruhi terjadinya gangguan untuk dilakukan. Hasil pada penelitian
pada saluran pernafasan. Paparan

Fakultas Ilmu Kesehatan 11


Universitas Muhammadiya Surakarta
Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
ARTIKEL PENELITIAN Ngemplak Boyolali

ini menyatakan bahwa 38 responden tidak baik dalam hal menjemur kasur.

E. SIMPULAN DAN SARAN


SIMPULAN
Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian mengenai kondisi fisik rumah dengan
kejadian Tuberkulosis Paru di wilayah kerja Puskesmas Ngemplak, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Proporsi umur responden yaitu umur 15- 50 tahun (71,1%), sedangkan untuk jenis
kelamin paling banyak laki-laki sebesar 86,8%.
2. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa :
a. Ventilasi rumah, tidak ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian
tuberkulosis paru nilai p =0,230.
b. Pencahayaan, ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian tuberkulosis
paru nilai p =0,003; OR = 8,125. Sehingga rumah responden yang memiliki
kondisi pencahayaan yang kurang beresiko 8,125 kali tertular TB Paru
dibandingkan rumah responden yang mempunyai pencahayaan yang baik.
c. Kelembaban, tidak ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian tuberkulosis
paru nilai p =0,319.
d. Kepadatan hunian, tidak hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian
tuberkulosis paru, hasil penelitian menunjukan hasil konstan karena dari 38
responden baik kasus maupun kontrol kondisi rumah tidak padat hunian.
e. Jenis lantai, tidak hubungan antara jenis lantai dengan kejadian tuberkulosis paru,
hasil penelitian menunjukan hasil konstan karena dari 38 responden baik kasus
maupun kontrol kondisi lantai sudah sesuai standar rumah sehat.
f. Jenis dinding, tidak ada hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian
tuberkulosis paru nilai p =0,230
SARAN
1. Puskesmas Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali
a. Melakukan penyuluhan rumah sehat
b. Melakukan penyuluhan Perilaku Hidup Bersih Sehat khususnya perilaku
membuang dahak dan dampaknya terhadap kesehatan yang berpotensi sebagai
penyebab TB Paru.
c. Meningkatkan program survei TB paru kelapangan dalam pelacakan kasus, serta
juga juga lebih giat mengontrol pasien TB paru agar tidak terjadi penularan
penyakit
d. Dapat menyebarkan media informasi seperti leaflet, poster dll, agar semua lapisan
masyarakat dapat tersentuh dengan informasi tentang TB Paru.
2. Masyarakat
a. Menerapkan pola hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari untuk
mencegah penyakit TB Paru dan agar dapat menjaga kondisi rumah tetap selalu
dalam keadaan bersih dan sehat.
b. Masyarakat yang bertempat tinggal di Kecamatan Ngemplak perlu
mengupayakan kesehatan lingkungan perumahan dengan memodifikasi desain
rumah agar sistem sirkulasi udara atau ventilasi dan penggunaan genting kaca

Fakultas Ilmu Kesehatan 12


Universitas Muhammadiya Surakarta
Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
ARTIKEL PENELITIAN Ngemplak Boyolali

agar pencahayaan dapat memenuhi syarat kesehatan sehingga memperkecil untuk


terjadinya kejadian tuberkulosis paru
c. Masyarakat yang bertempat tinggal di Kecamatan Ngemplak perlu membiaskan
diri untuk lebih sering menjemur kasur agar kuman kuman yang menempel
dikasur khususnya mycobacterium tuberkulosa dapat mati ketika terkena panas
matahari.
3. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian mendalam dengan jumlah
populasi atau sampel yang lebih besar dan dengan variabel lain yang mungkin
mempengaruhi kejadian Tuberkulosis Paru seperti pengetahuan, perilaku, sikap,
kebiasaan merokok dan letak kondisi geografis antara penderita satu dengan lainnya
baik di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali maupun di daerah lain.

DAFTAR PUSTAKA

Ayunah, Y.2008. Hubungan Kualitas Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian


Tuberkulosis Paru BTA Positif Di Kecamatan Cilandak Kota Administratif Jakarta
Selatan Tahun 2008.[Skripsi Ilmiah]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2014. “ Sosial dan Kependudukan”. BPS. http://
www. bps.go.id/ menutab.php? tabel=1&kat=1&id - subyek=23. Diakses pada
tanggal 15 Maret 2015.

Batti. 2013. Analisis Hubungan Antara Kondisi Ventilasi, Kepadatan Hunian, Kelembaban
Udara, Suhu, Dan Pencahayaan Alami Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Di
Wilayah Kerja Puskesmas Wara Utara Kota Palopo. Jurnal Universitas Sam
Ratulangi Manado. Diakes 11 Maret 2015.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Kepmenkes RI


No.829/Menkes/SK/VII/1999, Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Boyolali 2013.
Boyolali : Dinas kesehatan.

Keman,S. 2005. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman. Journal Kesehatan


Lingkungan. Vol. 2, No. 1, Juli 2005.

Fakultas Ilmu Kesehatan 13


Universitas Muhammadiya Surakarta
Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
ARTIKEL PENELITIAN Ngemplak Boyolali

Mayangsari, AH dan Kornelia K. 2013. Faktor Lingkungan Fisik Rumah Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Tb Paru. Journal Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi
Tasikmalaya.
Moha, S.R. 2012. Pengaruh Kondisi Fisik Rumah Terhadap Kejadian Penyakit Tuberkulosis
Paru Di Desa Pinolosian, Wilayah Kerja Puskesmas Pinolosian Kecamatan
Pinolosian Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Tahun 2012. [Tesis Ilmiah].
Gorontalo : Universitas Gorongtalo.

Putra, NR. 2011. Hubungan Perilaku Dan Kondisi Sanitasi Rumah Dengan Kejadian Tb
Paru Di Kota Solok Tahun 2011.[Skripsi Ilmiah]. Andalas: Universitas Andalas.

Rosiana, AM. 2012. Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis
Paru. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang.

Sadiman. 2007. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya.


Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Siregar. R.S. 2004. Penyakit Kulit Jamur. Edisi ke 2. Jakarta: EGC

Smith, PG dan Moss, A.R.1994. Epidemiology of Tuberculosis Patoghenesis, Protection and


control. ASM Press :Washington DC.

Suarni, E. 2009. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penderita TB Paru Di
Kecamatan Pancoran Mas Depok 2009. [Skripsi Ilmiah]. Depok :Universitas
Indonesia.

Wulandari, S. 2012. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis


Paru. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang.

Fakultas Ilmu Kesehatan 14


Universitas Muhammadiya Surakarta

Anda mungkin juga menyukai