Anda di halaman 1dari 2

Mengenai Kelangkaan minyak di indonesia

Minyak adalah subjek permainan kepentingan politik, kebijakan ekonomi dan masalah keteknikan
seorang engineer. Kelangkaan terjadi karena rate of exraction menjadi lebih besar daripada rate of
generation, kebutuhan lebih besar dari produksi. Wacana mengenai kelangkaan minyak menjadi
bahasan hangat di Indonesia, namun nyata kah bahwa kemajuan teknologi bisa membantu kita
menghadapi kelangkaan ini.

Ekonomi energi membahas tentang banyak hal berkaitan dengan masalah kebijakan dan strategi
peng-eksploitasi-an reserves energy di dalam bumi dan hubungannya dengan variabel-variabel
ekonomi yang mempengaruhi fluktuasi harga dan kebutuhan energi dunia. Salah satu bahasan yang
paling menarik adalah masalah hubungan kelangkaan minyak (oil scarcity) dengan kebijakan politik di
suatu Negara. Penerapan kasusnya seperti pada kondisi Indonesia saat ini, cadangan minyak di
Indonesia masih mencukupi kebutuhan dalam negeri dalam jangka tertentu namun belum di imbangi
dengan kegiatan explorasi lapangan baru sebagai langkah peremajaan dan penambahan cadangan
minyak negara. Masalah ini datang dari persoalan pendanaan yang besar untuk memulai suatu
langkah explorasi, disertai dengan resiko kegagalan yang tinggi (high risk).

Apakah hubungan antara jumlah cadangan minyak dengan kebijakan politik dan strategi penjualan?

Hal-hal yang seolah-olah tidak berkaitan namun faktanya, yang penting harus diketahui, penemuan
lapangan minyak baru akan selalu didampingi oleh penurunan harga jual minyak, kesimpulan ini
diperoleh dari kecenderungan yang selalu terjadi di tahun-tahun yang telah lalu. Penemuan cadangan
minyak baru akan mengindikasikan kenaikan production rate dan jumlah minyak yang melimpah
memicu turunnya harga jual di pasaran. Yang menjadi topik perbincangan sampai saat ini, kita masih
belum tahu apakah tidak adanya penemuan lapangan minyak (oil station) baru di Indonesia memang
benar disebabkan karena cadangan minyak di proven-oil-station di Indonesia yang sudah tidak
ditemukan, atau karena unsur politik dan strategi penjualan tertentu. Satu hal yang pasti, dengan
meningkatnya jumlah cadangan minyak Negara sudah barang tentu kebutuhan dan hajat hidup
masyarakat Indonesia akan lebih terpenuhi dengan baik.

Selanjutnya apabila kita melihat dari segi engineering, masalah mengenai kelangkaan minyak yang
belakangan sering dilangsir media massa, banyak diantara mereka yang hanya melihat dari segi total
cadangan reserve saja, sebagai informasi, total cadangan minyak proven di indonesia adalah 4.5
milliar barrel dengan production rate 1,5 juta barrel perhari. Dengan perhitungan sederhana, diperoleh
nilai yang menyatakan umur kotor cadangan minyak di Indonesia sebesar 9 tahun. Nyatanya selain
dari segi engineering, parameter yang menyatakan hal kelangkaan minyak di Indonesia harus juga
dilihat dari segi kepentingan politik dan strategi penjualan, seperti yang telah disebutkan di atas.
Sebagai contoh, benarlah bahwa total cadangan minyak di Indonesia memang hanya bertahan
sampai umur 9 tahun dengan spesifikasi laju produksi 1.5 juta barrel perhari, namun jangka umur ini
dapat bertambah besar atau malah menjadi semakin pendek jika produsen merubah nilai production
rate-nya. Artinya sebelum menyetuh jangka waktu “backstop price/minyak habis”, kecepatan produksi
pastinya akan menyesuaikan diri sesuai dengan total reserve yang dimiliki, prinsip ini dinyatakan
dalam aturan Hotelling. Yaitu hubungan antara jumlah reserve minyak (quantity) dan harga minyak
(price). Dampaknya kemudian kita bisa memperpanjang umur cadangan minyak yang dapat
dieksploitasi.
Fakta lain mengenai cadangan minyak tersimpan (reserve) di Indonesia, lapangan-lapangan minyak
yang berproduksi di Indonesia sebenarnya masih didominasi oleh lapangan bagian barat Indonesia.
Masih sedikit sekali lapangan minyak yang di explore di bagian timur indonesia. Mudahnya, saat ini
para pelaku yang berkecimpung dalam oil industry hanya mengoperasikan lapangan “di tengah kota”,
dimana mereka tidak perlu terlalu memberikan feedback yang besar kepada daerah itu untuk
membangun sarana dan praarana penunjang operasi industry karena semua fasilitasnya sudah ada.
Jalan, transportasi, tenaga kerja dll. Sekarang ini sudah saatnya para pemain dalam oil
industry mulai melirik lapangan “di tengah hutan” yang masih berpeluang sangat besar. Hanya saja
yang perlu diperhatikan adalah, harga minyak yang di ambil di lapangan ”di tengah hutan” tentunya
akan lebih mahal dari pada minyak yang berasal dari “tengah kota”. Selama ini produsen hanya
menyentuh lapangan minyak bestatus proven saja, sedangkan yg berstatus possible dan probable
masih belum banyak disentuh. Wajarlah karena nilai dari resiko yang ditanggung juga akan semakin
besar.

Sejak tahun 1960an terdapat dua kubuh yang bersilang pendapat mengenai teori ke-energi-an dunia,
kelompok pesimis (Malthusian, neo-malthusian) dan kelompok opitimis (solokon dkk). Kelompok
pesimis lebih melihat dan meramalakan kelangkaan energy yang akan terjadi dimasa datang hanya
dilihat dari segi kuantitas kebutuhan energy, jumlah cadangan, dan populasi penduduk dunia saja.
Sedangkan kelompok optimis memasukkan hal penting mengenai kemajuan dari teknologi
pengolahan energy sebagai parameter penentu keenergian dunia. Dalam istilah dunia perminyakan,
masalah pemakaian teknologi pengolahan disebut juga EOR ”Enhanced oil recovery ”. dengan
adanya penerapana teknologi tepat guna, nantinya, para pemain dalam oil industri bisa
mengoptimalisasikan pengambilan minyak dari 15-20 % menjadi 50 % total cadangan sumur yang
dapat berproduksi. Sumur-sumur yang sudah tidak berproduksi pun belum tentu sudah habis
cadangannya, kadangkala penutupan produksi suatu sumur dapat disebabakan karena teknologi
pengambilan cadangan minyak yang belum mampu mengambil cadangan yang tersimpan di dalam
bumi, jadi langkah penutupan itu sebagai suatu cara me-reserve cadangan sampai ditemukan
teknologi pengambilan yang dapat dilakukan dengan lebih efisien.

diagram prediksi kondisi masa depan dunia terkait pemakaian unrenewable energi dari kubuh pesimis

King of Oil

Mengenai masalah fluktuasi harga minyak banyak berkaitan dengan politik dunia internasional.
Nyatanya naik turunnya harga minyak dunia dipengaruhi oleh kondisi sosio-politik di Negara
penghasil minyak dunia. Penting untuk diketahui jika 70% dari produksi minyak dunia berasal dari
Negara-negara timur tengah. Perang timur tengah, nasionalisasi, embargo, dan mekanisme kerangka
pasar adalah variable yang mempengaruhi nilai harga minyak dunia. Salah satu kasus menarik
adalah peristiwa yang pernah terjadi pada akhir tahun 1985, dimana saat itu terjadi peristiwa bernama
“King Fadh gets angry”, akibat dari kejadian ini harga minyak dunia turun dari sekitaran harga di atas
30 US$ per barrel menajdi hanya < 20 $ per barrel. Kemudian peristiwa “George Bush visits Fadh”,
adalah contoh lain betapa politik berpegaruh pada harga minyak dunia, kejadian ini adalah peristiwa
kunjungan Bush ke timur tengah, hal ini berdampak pada naiknya kembali harga minyak
dunia menjadi normal, kasus lain seperti perang teluk juga berakibat pada naik turunnya harga
minyak dunia, ketika krisis teluk mulai memanas dan jenderal schwarzkof menurunkan tentaranya
maka saat itu juga harga minyak dunia melonjak naik (krisis teluk : invasi irak ke kwait). Sungguh ironi
dan kenyataan pahit bagi dunia. Seharusnya natural resources ada dan digunakan untuk
kesejahteraan manusia bersama.

Anda mungkin juga menyukai