Anda di halaman 1dari 5

Miftahul Jannah

A31115501

RMK Metodologi Penelitian

Materi : Studi Fenomenologi

Biografi Tokoh Perintis Fenomenologi

Filsafat Fenomenologi dengan tokohnya yang terkenal yaitu Edmun Hasserl (1859-
1938M), dialah perintis dari fenomenologi. fenomenologi adalah gerakan filsafat yang
dipelajari oleh Edmun Hasserl, salah satu arus pemikiran yang paling berpengaruh pada abad
ke-20. Ia mulai karirnya sebagai ahli matematika, kemudian pindah ke bidang filsafat.
Husserl membedakan antara dua dunia yang terkenal dalam sains dan dunia di mana kita
hidup. Pengkajian tentang dunia kita hayati serta pengalaman kita yang langsung tentang
dunia tersebut adalah pusat perhatian fenomenologi.

Edmun Husserl adalah filosof yang mengembangkan metode Fenomenologi, dia lahir
di Prostejov Cekoslowakia. Husserl adalah murid Franz Brentono dan Carl Stumpf pada
tahun 1886 dia mempelajari psikologi dan banyak menulis tentang Fenomenologi. Tahun
1887 Husserl berpindah agama menjadi Kristen dan bergabung dengan gereja Lutheran. Dia
mengajar filsafat di Halle sebagai seorang tutor (private dosen) di Tahun 1887, lalu di
Gottingen sebagai professor pada tahun 1901. Dan di Freiburg Im Breisgau dari tahun 1916
hingga ia pension pada tahun 1928. Setelah itu ia melanjutkan penelitiannya dan menulis
dengan menggunakan perpustakaan di Freiburg. Hingga kemudian dia dilarang menggunakan
perpustakaan tersebut oleh rektor setempat, karena ia keturunan yahudi. Husserl meninggal
dunia di Freiburg pada tanggal 27 April 1938 dalam usia 79 tahun akibat penyakit
Dnenomonia.

Pengertian Pendekatan Fenomenologi

Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani dengan asal suku kata pahainomenon
(gejala/fenomena). Fenomenologi juga berarti ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang
tampak (phainomenon). Jadi, fenomenologi itu mempelajari apa yang tampak atau apa yang
menampakkan diri. Dalam KBBI fenomenologi adalah ilmu tentang perkembangan kesadaran
dan pengenalan diri manusia sbg ilmu yg mendahului filsafat.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fenomenologi adalah ilmu
pengetahuan yang tentang apa yang tampak mengenai suatu gejala-gejala atau fenomena
yang pernah menjadi pengalaman manusia yang bisa dijadikan tolak ukur untuk mengadakan
suatu penelitian kualitatif.

Penelitian dalam Fenomenologi

Fenomenologi merupakan strategi penelitian di mana di dalamnya peneliti


mengidentifikasi hakikat pengalaman manusia tentang suatu fenomena tertentu. Memahami
pengalaman-pengalaman hidup manusia menjadikan filsafat fenomenologi sebagai suatu
metode penelitian yang prosedur-prosedurnya mengharuskan peneliti untuk mengkaji
sejumlah subjek dengan terlibat secara langsung dan relatif lama di dalamnya untuk
mengembangkan pola-pola dan relasi-relasi makna. Dalam Proses ini, peneliti
mengesampingkan terlebih dahulu pengalaman-pengalaman pribadinya agar ia dapat
memahami pengalaman-pengalaman partisipan yang ia teliti.

Dalam bukunya Hasserl yang di kutip oleh Marliana dalam skripsinya, Penelitian
pertama dalam fenomenologi belum sanggup membuat fenomena itu mengungkapkan hakikat
gejala yang ada. Oleh karena itu, diperlukan pengamatan kedua yang disebut pengamatan
intuitif.

Pengamatan intuitif harus melewati tiga tahap reduksi atau penyaringan, yaitu reduksi
fenomenologis, reduksi eidetis, dan reduksi transedental. Dengan penjelasan dibawah ini:

1. Reduksi fenomenologis ditempuh dengan menyisihkan atau menyaring pengalaman


pengamatan pertama yang terarah kepada eksistensi fenomena. Pengalaman inderawi
tidak ditolak, tetapi perlu disisihkan dan disaring lebih dulu sehingga tersingkirlah
segala prasangka, praanggapan, dan prateori baik yang berdasar keyakinan tradisional
maupun yang berdasarkan keyakinan agamis, bahkan seluruh keyakinan dan
pandangan yang telah dimiliki sebelumnya. Segala sesuatu yang diketahui dan
dipahami lewat pengamatan biasa terhadap fenomena itu harus diuji sedemikian rupa
dan tidak boleh diterima begitu saja. Hal yang utama adalah menyingkirkan
subjektivitas yang merupakan penghambat bagi fenomena itu dalam mengungkapkan
hakikat dirinya.
2. Reduksi eidetis adalah upaya untuk menemukan eidos atau hakikat fenomena yang
tersembunyi. Segala sesuatu yang dianggap sebagai fenomena harus disaring untuk
menemukan hakikat yang sesungguhnya dari fenomena itu. Segala sesuatu yang
dilihat harus dianalisis secara cermat dan lengkap agar tidak ada yang terlupakan.
Perhatian pengamat harus senantiasa terarah kepada isi yang paling fundamental dan
segala sesuatu yang bersifat paling hakiki.
3. Reduksi transendental berarti menyisihkan dan menyaring semua hubungan antar
fenomena yang diamati dan fenomena lainnya. Pengalaman merupakan hal yang
harus disisihkan karena merupakan bagian dari kesadaran empiris. Reduksi
transendental harus menemukan kesadaran murni dengan menyisihkan kesadaran
empiris sehingga kesadaran diri tidak lagi berlandaskan pada keterhubungan dengan
fenomena lainnya.

Dan Husserl dalam tulisan Cokro Aminoto juga masih membagi komponen-
komponen transendental menjadi beberapa konsep dalam melakukan penilitian. Komponen
koseptual dalam fenomenologi dari Husserl transendental terdiri dari:

1. Kesengajaan. Kesengajaan (intentionality) adalah orientasi pikiran terhadap suatu


objek (sesuatu) yang menurut Husserl, objek atau sesuatu tersebut bisa nyata atau
tidak nyata. Objek nyata seperti sebongkah kayu yang dibentuk dengan tujuan tertentu
dan kita namakan dengan kursi. Objek yang tidak nyata misalnya konsep tentang
tanggung jawab, kesabaran, dan konsep lain yang abstrak atau tidak real. Husserl
menyatakan bahwa kesengajaan sangat terkait dengan kesadaran atau pengalaman
seseorang dimana kesengajaan atau pengalaman tersebut dipengaruhi oleh faktor
kesenangan (minat), penilaian awal, dan harapan terhadap objek. Misalnya minat
terhadap bola akan menentukan kesengajaan untuk menonton pertandingan sepak
bola.
2. Noema dan noises. Noema atau noesis merupakan turunan dari kesengajaan atau
intentionality. Intentionality adalah maksud memahami sesuatu, dimana setiap
pengalaman individu memiliki sisi obyektif dan subyektif. Jika akan memahami,
maka kedua sisi itu harus dikemukakan. Sisi obyektif fenomena (noema) artinya
sesuatu yang bisa dilihat, didengar, dirasakan, dipikirkan, atau sekalipun sesuatu yang
masih akan dipikirkan (ide). Sedangkan sisi subyektif (noesis) adalah tindakan yang
dimaksud (intended act) seperti merasa, mendengar, memikirkan dan menilai ide.
Terdapat kaitan yang erat antara noema dan noesis meskipun keduanya sangat
berbeda makna. Noema akan membawa pemikiran kita kepada noesis. Tidak akan ada
noesis jika kita tidak mengawalinya dengan noema. Begini mudahnya, kita tidak akan
tahu tentang bagaimana rasanya menikmati buah durian (noesis karena ada aspek
merasakan, sebagai sesuatu atau objek yang abstrak) jika kita sendiri belum
mengetahui seperti apa wujud durian (noema karena berkaitan dengan wujud, sebagai
sesuatu atau objek yang nyata).
3. Intuisi. Intuisi yang masuk dalam unit analisis Husserl ini dipengaruhi oleh intuisi
menurut Descrates yakni kemampuan membedakan “yang murni” dan yang
diperhatikan dari the light of reason alone (semata-mata alasannya). Intuisilah yang
membimbing manusia mendapatkan pengetahuan. Bagi Husserl, intuisilah yang
menghubungkan noema dan noesis. Inilah sebabnya fenomenologi Husserl dinamakan
fenomenologi transendental, karena terjadi dalam diri individu secara mental
(transenden).
4. Intersubjektif. Makna ini dijabarkan oleh Schutz. Bahwa makna intersubjektif ini
berawal dari konsep ‘sosial’ dan konsep ‘tindakan’. Konsep sosial didefinisikan
sebagai hubungan antara dua atau lebih orang dan konsep tindakan didefinisikan
sebagai perilaku yang membentuk makna subjektif. Akan tetapi, makna subjektif
tersebut bukan berada di dunia privat individu melainkan dimaknai secara sama dan
bersama dengan individu lain. Oleh karenanya, sebuah makna subjektif dikatakan
intersubjektif karena memiliki aspek kesamaan dan kebersamaan (common and
shared).

Pendekatan fenomenologis juga harus ada kerangka pemikiran dalam penelitian


diantaranya yaitu :

 Pengamatan yaitu suatu replika dari benda di luar manusia yang intrapsikis, dibentuk
berdasar rangsang-rangsang dari obyek.
 Imajinasi yaitu suatu perbuatan (act) yang melihat suatu obyek yang absen atau sama
sekali tidak ada melalui suatu isi psikis atau fisik yang tidak memberikan dirinya
sebagai diri melainkan sebagai representasi dari hal yang lain. Dunia imajinasi
berdasra aktivitas suatu kesadaran.
 Berpikir secara abstrak. Bidang yang sangat penting dalam hidup psikis manusia ialah
pikiran abstrak. Aristoteles berpendapat bahwa pikiran abstrak berdasarkan
pengamatan; tak ada hal yang dapat dipikirkan yang tidak dulu menjadi bahan
pengamatan. Dengan menghilangkan ciri-ciri khas (abstraksi) terjadi kumpulan ciri-
ciri umum, yaitu suatu ide yang dapat dirumuskan dalam suatu defenisi.
 Merasa/menghayati. Merasa ialah gejala lain dari kesadaran mengalami. Pengalaman
tidak disadari dengan langsung, sedangkan perasaan biasanya disadari. Merasa ialah
gejala yang lebih dekat pada diri manusia daripada pengamatan atau imajinasi.

Penelitian dengan berdasarkan fenomenologi harus melihat objek penelitian dalam


suatu konteks naturalnya. Artinya seorang peneliti kualitatif yang menggunakan dasar
fenomenologi melihat suatu peristiwa tidak secara parsial, lepas dari konteks sosialnya karena
satu fenomena yang sama dalam situasi yang berbeda akan pula memiliki makna yang
berbeda pula. Untuk itu dalam mengobservasi data lapangan, seorang peneliti tidak dapat
melepas konteks atau situasi yang menyertainya. Dengan kalimat yang dikutip dari Muhajir
(1990) oleh Muhammad Idrus, Muhajir menggunakan penelitian dengan menggunakan model
fenomenologi menuntut besarnya subjek penelitian dengan subjek pendukung objek
penelitian. Dengan demikian, metode penelitian dengan berlandaskan fenomenologi
mengakui adanya empat kebenaran, yaitu: kebenaran empiris yang terindra, kebenaran
empiris logis, kebenaran empiris etik, dan kebenaran transendental. Jadi dari keempat
kebenaran ini tidak bisa dihapuskan dalam penelitian fenomenologi.

Sumber:
http://aksarasindo.blogspot.co.id/2013/03/pendekatan-fenomenologi-dalam-ranah.html

Anda mungkin juga menyukai