Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome). Artinya bahwa HIV memungkinkan untuk menjadi
pencetus terjadinya AIDS. Sampai saat ini masih ditemukan beberapa kontraversi
tentang ketepatan mekanisme perusakan sistem imun oleh HIV.1

Indonesia adalah salah satu negara di Asia Tenggara dengan epidemi infeksi
HIV yang berkembang paling cepat. Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 di
Provinsi Bali, infeksi HIV sudah tersebar di 345 kabupaten/kota di seluruh
provinsi di Indonesia. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, tercatat jumlah kumulatif infeksi HIV hingga 2015 sebanyak
191.073 kasus, dimana 61% penderitanya adalah perempuan yang sebagian besar
adalah ibu rumah tangga.4
Menurut data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Jawa
Tengah tahun 2011, Jawa Tengah menempati urutan ke 6 terbesar dengan kasus
AIDS terbanyak setelah propinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat,
dan Bali, yaitu sebanyak 1630 kasus. Sedangkan jumlah kasus HIV/AIDS di Jawa
Tengah pada tahun 2011 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebanyak
1276 kasus dari 874 kasus pada tahun sebelumnya, dimana kota Semarang berada
pada urutan pertama dengan kasus terbanyak pada ibu rumah tangga.5

1
Saat ini di Indonesia telah tersedia layanan pencegahan penularan dari ibu
ke anak, yaitu melalui layanan PMTCT (Prevention Mother to Child
Transmission). Layanan PMTCT ini terdiri dari 4 prong yaitu mencegah
terjadinya penularan HIV pada perempuan usia produktif, mencegah kehamilan
yang tidak direncanakan pada Ibu HIV, mencegah terjadinya penularan HIV dari
ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya, memberikan dukungan
psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan
keluarga. 5

Di Indonesia, terdapat setidaknya 261 layanan PMTCT, dan hamper


sebagian besar terdapat di Jawa Tengah yaitu sebanyak 28 buah. Salah satu
fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan PMTCT di Jawa Tengah adalah
klinik Griya Asa. Griya ASA Semarang yang mempunyai visi mewujudkan suatu
kondisi masyarakat yang bebas HIV/AIDS ini pun turut mengadakan program
PMTCT mengingat semakin tingginya angka penularan dari ibu ke bayi yang
bertujuan untuk menurunkan angka penularan tersebut, baik pada saat kehamilan,
persalinan ataupun menyusui. Hal inilah yang mendorong penulis untuk
mengatahui pelaksanaan program PMTCT di Praktek Bidan Swasta, Tlogosari,
Pedurungan, Semarang.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah pelaksanaan program PMTCT di bidan praktek swasta (BPS)
kota Semarang?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pelaksanaan program serta manfaat dari kegiatan PMTCT untuk


menurunkan angka penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi.

2
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Melakukan wawancara dengan pemegang program PMTCT untuk
mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
b. Mengunjungi Ibu hamil baik yang berisiko tinggi terkena HIV dan
AIDS ataupun yang kurang berisiko menderita HIV (prong 3),
kemudian menanyakan dengan kuesioner, diberikan motivasi untuk
melakukan pemeriksaan VCT (di Bidan Sekitar)
c. Memberikan konseling bagi ibu hamil yang berisiko HIV/ AIDS
mengenai pencegahan penyakit (prong 2)

1.4 Manfaat
a. Menambah pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS mengenai
penyebab, gejala, cara penularan, pencegahan, dan pengobatan penyakit.
b. Memberikan informasi bagi masyarakat tentang pelayanan PMTCT yang
dilaksanakan di Praktek Bidan Swasta
c. Menambah pengetahuan bagi mahasiswa mengenai program pelayanan
PMTCT.
d. Sebagai bahan masukan untuk peningkatan pelayanan PMTCT di Praktek
Bidan Swasta.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 HIV / AIDS


II.1.1 Definisi HIV / AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan
penyakit AIDS yang termasuk kelompok retrovirus. Seseorang yang terinfeksi
HIV, akan mengalami infeksi seumur hidup. Kebanyakan orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) tetap asimtomatik (tanpa tanda dan gejala dari suatu
penyakit) untuk jangka waktu lama. Meski demikian, sebetulnya mereka telah
dapat menulari orang lain.7
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome.
“Acquired” artinya tidak diturunkan, tetapi didapat; “Immune” adalah sistem daya
tangkal atau kekebalan tubuh terhadap penyakit; “Deficiency” artinya tidak cukup
atau kurang; dan “Syndrome” adalah kumpulan tanda dan gejala penyakit. AIDS
adalah bentuk lanjut dari infeksi HIV, yang merupakan kumpulan gejala
menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV berjalan sangat progresif
merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga penderita tidak dapat menahan
serangan infeksi jamur, bakteri atau virus. Kebanyakan orang dengan HIV akan
meninggal dalam beberapa tahun setelah tanda pertama AIDS muncul bila tidak
ada pelayanan dan terapi yang diberikan.7

II.1.2 Epidemiologi HIV / AIDS


Laporan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan menyebutkan bahwa sampai
dengan tahun 2005 jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 859 kasus, tahun
2006 sebanyak 7.195 kasus, tahun 2007 sebanyak 6.048 kasus, tahun 2008
sebanyak 10.362 kasus, tahun 2009 sebanyak 9.793 kasus, tahun 2010 sebanyak
21.591 kasus, tahun 2011 sebanyak 21.031 kasus, tahun 2012 sebanyak 21.511
kasus. Jumlah kasus HIV baru selama Januari-Maret 2013 sebanyak 5369
kasus.Jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan sampai dengan Maret 2013

4
sebanyak 103.759 kasus. Jumlah kasus HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta
sebanyak 23.792 kasus diikuti Jawa Timur sebanyak 13.599 kasus, Papua
sebanyak 10.881 kasus, Jawa Barat sebanyak 7.621 kasus dan Bali sebanyak
6.819 kasus.8
Sampai dengan tahun 2004 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak
2.682 kasus, tahun 2005 sebanyak 2.639 kasus, tahun 2006 sebanyak 2.873 kasus,
tahun 2007 sebanyak 2.947 kasus, tahun 2008 sebanyak 4.969 kasus, tahun 2009
sebanyak 3.863 kasus, tahun 2010 sebanyak 5.744 kasus, tahun 2011 sebanyak
4.162 kasus dan tahun 2012 sebanyak 5686 kasus. Januari-Maret 2013 sebanyak
460 kasus. Jumlah kumulatif kasus AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Maret
2013 sebanyak 43.347 kasus.8
Berdasarkan jumlah kumulatif kasus AIDS, kasus tertinggi terdapat pada
kelompok umur 20-29 tahun (30,7%), kemudian diikuti kelompok umur 30-39
tahun (21,8%), 40-49 tahun (10%), 15-19 tahun (3,3%), dan 50-59 tahun (3%).
Sedangkan dari jenis kelamin, kasus AIDS pada laki-laki sebanyak 55,4% dan
perempuan 28,9%. Sementara 15,8% tidak melaporkan jenis kelamin.8
Jumlah kasus AIDS tertinggi adalah pada wiraswasta sebanyak 3.841
kasus, diikuti ibu rumah tangga sebanyak 2.982 kasus, tenaga non profesional
(karyawan) sebanyak 2.882 kasus, petani/peternak/nelayan sebanyak 1.051 kasus,
buruh kasar sebanyak 1.002 kasus, anak sekolah/mahasiswa sebanayak 885 kasus
dan penjaja seks sebanyak 702 kasus.8

II.1.3 Cara Penularan HIV dari Ibu ke Anak


Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya. Virus dapat
ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama hamil, saat
persalinan dan menyusui. Tanpa pengobatan yang tepat dan dini, setengah dari
anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum ulang tahun kedua.9
Penularan HIV umumnya terjadi pada saat persalinan ketika kemungkinan
terjadi percampuran darah ibu dan lendir ibu dengan bayi.Tetapi sebagian besar
bayi dari ibu HIV positif tidak tertular HIV.7

5
Jika tidak dilakukan intervensi terhadap ibu hamil HIV positif, resiko
penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar antara 25-45%.Ada 2 faktor utama yang
menjelaskan faktor resiko penularan HIV dari ibu ke bayi.7
1. Faktor ibu dan bayi
2. Faktor cara penularan
Faktor Ibu dan Bayi9
Faktor Ibu
 Jumlah virus (viral load)
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan dan
jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat
mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV
menjadi sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml)
dan sebaliknya jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml.
 Jumlah sel CD4 Ibu
Dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke
bayinya. Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin
besar.
 Status gizi selama hamil.
Berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama hamil
meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi yang dapat
meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.
 Penyakit infeksi selama hamil Penyakit infeksi seperti sifilis, Infeksi
Menular Seksual, infeksi saluran reproduksi lainnya, malaria, dan
tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan
HIV ke bayi.
 Gangguan pada payudara Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain,
seperti mastitis, abses, dan luka di puting payudara dapat meningkatkan
risiko penularan HIV melalui ASI.

6
Faktor Bayi
Bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah diduga
lebih rentan untuk tertular HIVdikarenakan sistem organtubuh bayi tersebut
belum berkembang baik, seperti sistem kulit dan mukosa, dan lain-lain.
Seorang bayi dari ibu HIV positif bisa jadi tetap HIV negatif selama masa
kehamilan dan proses persalinan, tetaopi mungkin akan terinfeksi HIV melalui
pemberian ASI. HIV terdapat di dalam ASI, meskipun konsentrasinya jauh lebih
kecil dibandingkan HIV di dalam darah. Antara 10-20% bayi yang dilahirkan oleh
ibu HIV positif akan terinfeksi HIV melalui pemberian asi (hingga 18 bulan atau
lebih).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat risiko penularan HIV melalui pemberian ASI, yaitu
 Umur Bayi
Risiko penularan melalui ASI akan lebih besar pada bayi yang baru lahir.
Antara 50-70% dari semua penularan HIV melalui ASI terjadi pada usia
enam bulan pertama bayi. Setelah tahun kedua umur bayi, risiko penularan
menjadi lebih rendah.
 Luka di mulut Bayi
Bayi yang memiliki luka di mulutnya memiliki risiko untuk tertular HIV
lebih besar ketika diberikan ASI.

Faktor Obstetrik
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor
obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama
persalinan adalah:
 Jenis persalinan
Risiko penularan persalinan per vaginam lebih besar daripada persalinan
melalui bedah sesar (sectio caesaria).
 Lama persalinan
Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari
ibu ke anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara

7
bayi dengan darah dan lendir ibu.

 Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko


penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang
dari 4 jam.

Tabel 2.1Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke bayi

Faktor Cara Penularan7


Pada saat hamil, sirkulasi darah janin dan sirkulasi darah ibu dipisahkan
oleh beberapa lapis sel yang terdapat di plasenta. Plasenta melindungi janin dari
infeksi HIV. Tetapi, jika terjadi peradangan, infeksi ataupun kerusakan pada
plasenta, maka HIV bisa menembus plasenta, sehingga terjadi penularan HIV dari
ibu ke anak.

Penularan HIV dari ibu ke anak pada umumnya terjadi pada saat
persalinan dan pada saat menyusui. Risiko penularan HIV pada ibu yang tidak
mendapatkan penanganan PPIA saat hamil diperkirakan sekitar 15-45%. Risiko
penularan 15-30% terjadi pada saat hamil dan bersalin, sedangkan peningkatan
risiko transmisi HIV sebesar 10-20% dapat terjadi pada masa nifas dan menyusui.

Apabila ibu tidak menyusui bayinya, risiko penularan HIV menjadi 20-
30% danakan berkurang jika ibu mendapatkan pengobatan ARV. Pemberian ARV
jangkapendek dan ASI eksklusif memiliki risiko penularan HIV sebesar 15-25%
dan risikopenularan sebesar 5-15% apabila ibu tidak menyusui (PASI). Akan
tetapi, denganterapi antiretroviral (ART) jangka panjang, risiko penularan HIV
dari ibu ke anak dapat diturunkan lagi hingga 1-5%, dan ibu yang menyusui

8
secara eksklusif memiliki risiko yang sama untuk menularkan HIV ke anaknya
dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui.

Tabel 2.2 Waktu dan Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak

II.2 Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PMTCT)


II.2.1 Definisi PMTCT
PMTCT (Prevention of Mother to Child HIV Transmission) adalah suatu
upaya untuk mencegah infeksi HIV pada perempuan, serta mencegah penularan
HIV dari ibu hamil ke bayinya. PMTCT terdiri dari:9
1. Prong I mencegah Wanita Usia Subur tertular HIV
2. Prong II merencanakan kehamilan bagi ODHA perempuan
3. Prong III menemukan kasus HIV pada bumil
4. Prong IV adalah CST

II.2.2 Tujuan Program PMTCT9


Program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi bertujuan untuk :
1. Mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi
Sebagian besar infeksi HIV ditemukan pada perempuan dalam usia
reproduksi aktif dan sebagian besar kasus infeksi HIV pada bayi disebabkan
penularan dari Ibu. Infeksi yang ditularkan dari ibu ini kelak dapat
mengganggu kesehatan anak terutama dalam hal tumbuh kembang
anak.Anak yang terinfeksi HIV memiliki keterbatasan pada daya tahan
tubuhnya yang menjadikan anak mudah lelah juga mengalami kesulitan
berekspresi dalam hal fisik. Di sisi lain, setiap anak juga berhak hidup
sehat, memiliki panjang umur, dan mengembangkan potensi terbaik yang
dimilikinya. Untuk itu tentu memerlukan upaya intervensi dini yang baik,
mudah dan mampu laksana guna menekan proses penularan tersebut.

9
2. Mengurangi dampak epidemi HIV terhadap ibu dan bayi
Dampak akhir dari epidemi HIV berupa berkurangnya kemampuan
produksi dan peningkatan beban biaya hidup yang harus ditanggung oleh
ODHA dan masyarakat Indonesia di masa mendatang karena morbiditas dan
mortalitas terhadap Ibu dan Bayi.Epidemi HIV terutama terhadap Ibu dan
Bayi tesebut sangatlah penting dan perlu diperhatikan, dipikirkan dan
diantisipasi sejak dini untuk menghindari terjadinya dampak akhir tersebut.

II.2.3 Sasaran Program PMTCT9


1. Peningkatan Kemampuan Manajemen Pengelola Program PMTCT.
2. Peningkatan akses informasi mengenai PMTCT.
3. Peningkatan akses intervensi PMTCT pada ibu hamil, bersalin dan
nifas.
4. Peningkatan akses pelayanan Dukungan Perawatan dan Pengobatan
(Care, Support dan Treatment) bagi ibu dan bayi.

II.2.4 Bentuk – Bentuk Intervensi PMTCT9


1. Pelayanan Ibu dan Anak yang bersifat kompherensif
Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang komprehensif
meliputi layananpra persalinan dan pasca persalinan serta kesehatan anak.
Pelayanan KIA bisa menjadi awal atau pintu masuk upaya pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak bagi seorang ibu hamil. Pemberian
informasi pada ibu hamil dan suaminya ketika datang ke klinik KIA akan
meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan mereka tentang kemungkinan
adanya risiko penularan HIV diantara mereka, termasuk juga risiko
lanjutan berupa penularan HIV dari ibu ke anak. Harapannya, dengan
kesadarannya sendiri mereka akan sukarela melakukan konseling dan tes
HIV. Namun tes HIV atas inisiatif petugas harus ditawarkan kepada semua
ibu hamil.

10
Berbagai bentuk layanan yang diberikan klinik KIA, seperti :
imunisasi untuk ibu, pemeriksaan IMS terutama sifilis, pemberian
suplemen zat besi, dapat meningkatkan status kesehatan semua ibu hamil,
termasuk ibu hamil HIV positif. Hendaknya klinik KIA juga menjangkau
dan melayani suami atau pasangannya sehingga timbul keterlibatan aktif
para suami atau pasangannya dalam upaya pencegahan penularan HIV dari
ibu ke anak.

2. Tes HIV dan Konseling atas Inisiasi Petugas Kesehatan


Tes HIV dan Konseling atas Inisiasi Petugas Kesehatan atau
Provider Initiated HIV Testing and Counceling (PITC) adalah suatu tes
dan konseling HIV yang diprakarsai oleh petugas kesehatan kepada
pengunjung sarana layanan kesehatan sebagai bagian dari standar
pelayanan medis.
Tujuan utamanya adalah untuk membuat keputusan klinis dan/atau
menentukan pelayanan medis khusus yang tidak mungkin dilaksanakan
tanpa mengetahui status HIV seseorang, seperti pada saat pemberian ART.
Apabila seseorang yang datang ke sarana layanan kesehatan menunjukan
adanya gejala yang mengarah ke HIV, maka tanggung jawab dasar dari
petugas kesehatan adalah menawarkan tes dan konseling HIV kepada
pasien tersebut sebagai bagian dari tatalaksana klinis. PITC juga bertujuan
untuk mengidentifikasi infeksi HIV yang tidak tampak pada pasien dan
pengunjung layanan kesehatan. Oleh karenanya kadang tes dan konseling
HIV juga ditawarkan kepada pasien dengan gejala yang mungkin tidak
terkaitdengan HIV sekalipun. Dalam hal ini, tes dan konseling HIV
ditawarkan kepada semua pasien yang berkunjung ke sarana kesehatan.

11
3. Pemberian terapi Antiretroviral

Pemberian Terapi Antiretroviral Pada ODHA dewasa, penentuan


saat yang tepat memulai terapi obat antiretroviral (ART) selain dengan
menggunakan stadium klinis, diperlukan pemeriksaan CD4. Pada
kebijakan PPIA 2011, ART diberikan kepada semua perempuan hamil
HIV positif tanpa harus memeriksakan kondisi CD4-nya lebih dahulu.
Penentuan stadium HIV-AIDS pada ibu hamil dapat dilakukan
berdasarkan kondisi klinis pasien dengan atau tanpa pemeriksaan CD4.

4. Persalinan yang aman


Pemilihan persalinan yang aman diputuskan oleh ibu setelah
mendapatkan konseling berdasarkan penilaian dari tenaga kesehatan.
Pilihan persalinan meliputi persalinan pervaginam maupun per
abdominam (seksio sesarea).
5. Tatalaksana dan Pemberian Makanan Terbaik Bagi Bayi Dan Anak
Pemilihan makanan bayi harus didahului dengan konseling tentang
risiko penularan melalui makanan bayi. Konseling ini harus diberikan
sebelum persalinan. Pilihan apapun yang diambil oleh seorang ibu harus
kita dukung. Pengambilan keputusan dapat dilakukan oleh ibu setelah
mendapat informasi dan konseling secara lengkap.
Anjuran utama bagi ibu HIV positif adalah untuk tidak menyusui
bayinya dan menggantikannya dengan susu formula. Namun, di banyak
negara berkembang hal tersebut ternyata sulit dijalankan karena
keterbatasan dana untuk membeli susu formula, sulit untuk mendapatkan
air bersih dan botol susu yang bersih dan adanya norma-norma sosial di
masyarakat tertentu yang mengharuskan ibu menyusui bayinya.
Menyikapi kondisi tersebut, panduan WHO menyebutkan bahwa bayi
dari ibu HIV positif boleh diberikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan.

12
Dalam pemberian informasi dan edukasi, tenaga kesehatan
harusmenyampaikan adanya risiko penularan HIV melalui pemberian
ASI dibandingkan dengan susu formula. Namun juga tidak boleh lupa
menerangkan persayaratan untuk dapat diberikan susu formula. Susu
formula dapat diberikan hanya bila memenuhi persyaratan AFASS, yaitu
Acceptable, Feasible, Affordable, Sustainable, dan Safe.
• Acceptable (mudah diterima) berarti tidak ada hambatan sosial budaya
bagi ibu untuk memberikan susu formula untuk bayi;
• Feasible (mudah dilakukan) berarti ibu dan keluarga punya waktu,
pengetahuan, dan keterampilan yang memadai untuk menyiapkan dan
memberikan susu formula kepada bayi;
• Affordable (terjangkau) berarti ibu dan keluarga mampu menyediakan
susu formula;
• Sustainable (berkelanjutan) berarti susu formula harus diberikan setiap
hari sampai 6 bulan dan diberikan dalam bentuk segar, serta suplai dan
distribusi susu formula tersebut dijamin keberadaannya;
• Safe (aman penggunaannya) berarti susu formula harus disimpan,
disiapkan dandiberikan secara benar dan higienis
6. Mengatur Kehamilan dan Mengakhiri Reproduksi
7. Pemberian Profilaksis pada anak
Pemberian ARV profilaksis dimulai pada hari ke-1 hingga 6 minggu.
Rejimen ARV yang diberikan adalah AZT 4 mg/KgBB diberikan 2 kali
dalam satu hari.
8. Pemeriksaan Diagnostik pada Bayi yang Lahir dari Ibu HIV Positif.
Penentuan status HIV pada bayi dilakukan dengan dua cara yaitu secara
serologis atau virologis. Pemeriksaan serologis dilakukan setelah usia 18
bulan atau dapat dilakukan lebih awal pada usia 9-12 bulan dengan
catatan bila hasilnya positif maka harus diulang pada usia 18 bulan.

13
Pemeriksaan virologis harus dilakukan minimal 2 kali dan dapat dimulai
pada usia 2 minggu serta diulang 4 minggu kemudian. Penentuan status
HIV pada bayi ini harus dilakukan setelah ASI dihentikan minimal 6
minggu.

II.2.5 Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi melalui 4 Prong7


1. Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia
reproduksi. Untuk menghindari penularan HIV digunakan konsep
ABCDE yang terdiri dari:
a. A(Abstinence): Absen seks atau tidak melakukan hubungan
seksual bagi orang yang belum menikah.
b. B(Be faithful): Bersikap saling setia kepada satu pasangan
seks (tidak berganti-ganti).
c. C(Condom): Cegah dengan kondom. Kondom harus dipakai
oleh pasangan apabila salah satu atau keduanya diketahui
terinfeksi HIV.
d. D(Drug No): Dilarang menggunakan napza, terutama napza
suntik dengan jarum bekas secara bergantian.
e. E(Education):Edukasi, beberapa kegiatan yang dapat
dilakukan dalam upaya pencegahan primer antara lain :
 Menyebar luaskan informasi mengenai HIV/AIDS.
- Meningkatkan kesadaran perempuan tentang
bagaimana cara menghindari penularan HIV dan
IMS.
- Menjelaskan manfaat dari konseling dan tes HIV
secara sukarela.
 Mengadakan penyuluhan HIV/AIDS secara
berkelompok.
- Mempelajari tentang pengurangan risiko penularan
HIV dan IMS (termasuk penggunaan kondom).
- Bagaimana bernegosiasi seks aman (penggunaan
kondom) dengan pasangan.

14
 Mobilisasi masyarakat untuk membantu masyarakat
mendapatkan akses terhadap informasi tentang
HIV/AIDS.
- Melibatkan petugas lapangan (kader PKK, bidan,
dan lainnya) untuk memberikan informasi
pencegahan HIV dan IMS kepada masyarakat untuk
membantu klien mendapatkan akses layanan
kesehatan.
 Konseling untuk perempuan HIV negatif. Ibu hamil yang
hasilnya tesnya HIV negatif perlu didukung agar status
dirinya tetap HIV negatif.
- Menganjurkan agar pasangannya menjalani tes HIV.
2. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif.
Pemberian alat kontrasepsi yang aman dan efektif serta
konseling yang berkualitas akan membantu ODHA dalam melakukan
seks yang aman, mempertimbangkan jumlah anak yang
dilahirkannya, serta menghindari lahirnya anak yang terinfeksi HIV.
Untuk mencegah kehamilan alat kontrasepsi yang dianjurkan adalah
kondom, karena bersifat proteksi ganda.Kontrasepsi oral dan
kontrasepsi hormon jangka panjang (suntik dan implan) bukan
kontraindikasi pada ODHA.
Pemakaian AKDR tidak dianjurkan karena bisa menyebabkan
infeksi asenderen.Jika ibu HIV positif tetap ingin memiliki anak,
WHO menganjurkan jarak antar kelahiran minimal 2 tahun.
 Perempuan dengan HIV yang tidak ingin hamil dapat
menggunakan kontrasepsiyang sesuai dengan kondisinya dan

15
disertai penggunaan kondom untuk mencegahpenularan HIV dan
IMS. 7
 Perempuan dengan HIV yang memutuskan untuk tidak
mempunyai anak lagidisarankan untuk menggunakan kontrasepsi
mantap dan tetap menggunakan kondom.7

3. Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu HIV positif kepada


bayi yang dikandungnya. Bentuk intervensi berupa:
a. Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif.
b. Layanan konseling dan tes HIV secara sukarela (VCT).
c. Pemberian obat antiretrovirus (ARV).
d. Konseling tentang HIV dan makanan bayi, serta pemberian
makanan bayi.
e. Persalinan yang aman
 Diagnosis HIV7
Pemeriksaan diagnostik infeksi HIV dapat dilakukan secara
virologis (mendeteksiantigen DNA atau RNA) dan serologis
(mendeteksi antibodi HIV) pada spesimendarah. Pemeriksaan
diagnostik infeksi HIV yang dilakukan di Indonesia
umumnyaadalah pemeriksaan serologis menggunakan tes cepat
(Rapid Test HIV) atau ELISA.Pemeriksaan diagnostik tersebut
dilakukan secara serial dengan menggunakan tigareagen HIV yang
berbeda dalam hal preparasi antigen, prinsip tes, dan jenis
antigenyang memenuhi kriteria sensitivitas dan spesifitas. Hasil
pemeriksaan dinyatakanreaktif jika hasil tes dengan reagen 1 (A1),
reagen 2 (A2), dan reagen 3 (A3)ketiganya positif (Strategi 3).
Pemilihan jenis reagen yang digunakan berdasarkansensitivitas dan
spesifisitas, merujuk pada Standar Pelayanan
LaboratoriumKesehatan Pemeriksa HIV dan Infeksi Oportunistik,
Kementerian Kesehatan(SK Menkes No. 241 tahun 2006).Untuk

16
ibu hamil dengan faktor risiko yang hasil tesnya indeterminate, tes
diagnostikHIV dapat diulang dengan bahan baru yang diambil
minimal 14 hari setelah yangpertama dan setidaknya tes ulang
menjelang persalinan (32-36 minggu).7

Gambar 2.1 Alur Diagnosis HIV ( Strategi III)

17
4. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu
HIV positif, beserta bayi dan keluarganya.
Upaya PMTCT tidak terhenti setelah ibu melahirkan.Karena
ibu tersebut terus menjalani hidup dengan HIV di tubuhnya, maka
membutuhkan dukungan psikologis, sosial dan perawatan sepanjang
waktu. Jika bayi dari ibu tersebut tidak terinfeksi HIV, tetap perlu
dipikirkan tentang masa depannya, karena kemungkinan tidak lama
lagi akan menjadi yatim dan piatu. Sedangkan bila bayi terinfeksi
HIV, perlu mendapatkan pengobatan ARV seperti ODHA lainnya.
Dengan dukungan psikososial yang baik, ibu HIV positif akan
bersikap optimis dan bersemangat mengisi kehidupannya.
Diharapkan ia mampu bertindak bijaksana dan positif untuk
senantiasa menjaga kesehatan diri dan anaknya, dan berperilaku
sehat agar tidak terjadi penularan HIV dari dirinya ke orang lain.

18
Alur Mobile PMTCT

Pasien Registrasi Penyuluhan Konseling


datang

Tidak berisiko Berisiko

Tes

Positif Negatif

Konseling pasca tes Konseling pasca tes

Konseling lanjutan CST Pendampingan

Bagan 2.1. Alur Mobile PMCT

19
Partisipasi Pria IBU
Mobilisasi Masyarakat

Pelayanan KIA untuk Penyuluhan Kesehatan


Ibu Hamil di Klinik dan PMTCT
KIA, Puskesmas

Informasi Konseling dan Tes HIV Sukarela/VCT

Tak Bersedia dikonseling Bersedia dikonseling


Pra Tes Pra Tes

Tidak bersedia dites HIV Bersedia dites HIV

Konseling untuk tetap HIV Pemeriksaan Laboratorium


negatif dan evaluasi berkala

Konseling Pasca Tes

Hasil Tes HIV Negatif Hasil Tes HIV positif

Konseling dan Pemberian


antiretroviral

Konseling dan Pemberian


Makanan Bayi

Persalinan yang Aman

Dukungan Psikososial dan


Perawatan bagi Ibu HIV
positif dan bayinya
Bagan2.2 Alur Proses Ibu Hamil Menjalani Kegiatan Prong 3 dalam Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Bayi

20
BAB III
PROFIL PMTCT GRIYA ASA

III.1 Gambaran Umum Griya Asa PKBI Kota Semarang


III.1.1 Sejarah Berdirinya PKBI
Berdiri sejak 23 Desember 1957, Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI) merupakan LSM tertua yang memelopori gerakan Keluarga
Berencana di Indonesia. Lahirnya PKBI dilatarbelakangi oleh keprihatinan para
pendiri PKBI, yang terdiri dari sekelompok tokoh masyarakat dan ahli kesehatan,
terhadap berbagai masalah kependudukan dan tingginya angka kematian ibu di
Indonesia.6
Banyaknya perempuan hamil dan melahirkan berimplikasi terhadap
kesehatan perempuan. Angka kematian ibu dan bayi baru lahir sangat tinggi. Hal
ini semakin mendorong para pendiri PKBI untuk membentuk wadah gerakan
keluarga berencana di Indonesia. 6
Diawali dengan diskusi dengan Mrs. Dorothy Brush, anggota Field Service
IPPF, disusul oleh kunjungan Dr. Abraham Stone, kepala Margareth Sanger
Research Institute New York, maka Dr. Soeharto, ketika itu sebagai dokter pribadi
Presiden Soekarno, mulai menjajagi kemungkinan-kemungkinan untuk
mendirikan sebuah organisasi keluarga berencana. Akhirnya pada tanggal 23
Desember 1957 Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) resmi
berdiri. 6

III.1.2Griya Asa PKBI Kota Semarang 6


Perkumpulan Keluarga Berencana Griya Asa PKBI Kota Semarang
merupakan suatu program dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) PKBI Kota
Semarang, yang bergerak di bidang KeluargaBerencana (KB), pencegahan Infeksi
Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS di Kota Semarang. Griya Asa PKBI Kota
Semarang telah mendampingi wanita yang dikategorikan kelompok risiko tinggi
di wilayah Kota Semarang. 6

21
Indonesia (PKBI) Kota Semarang, merupakan cabang PKBI Jawa Tengah,
berdiri 23 Desember 1970, yang mempunyai program utama kesehatan
reproduksi. Secarahistoris, Kantor Griya Asa PKBI Kota Semarang berdiri pada
tahun 2002. Saat itu, PKBI Kota Semarang mendapat kepercayaan dari PKBI
Jawa Tengah untuk melaksanakan program ASA-FHI yang berlokasi di Jalan
Argorejo X/17 Kalibanteng Kulon Semarang Barat, tepat berada di tengah-tengah
resosialisasi Argorejo. 6

Adapun tujuannya adalah membantu pemerintah dalam program KB, serta


pencegahan penularan IMS dan HIV/AIDS yang setiap tahun jumlahnya semakin
meningkat. Data penyusun respon bulanDesember 2006 terdapat 1574 wanita
yang dikategorikan kelompok risiko tinggi baik di dalam lokalisasi maupun non
lokalisasi. Sehubungan dengan hal tersebut, mulai tahun 2007 Griya ASA PKBI
Kota Semarang memperluas cakupan untuk menjangkau seluruh wanita kelompok
risiko tinggi dan kliennya di Kota Semarang yang terdiri dari wanita penjaja
seksual di lokalisasi (Sunan Kuning dan Gambilangu-Semarang) panggilan,
pramusada panti pijat, dan bar karaoke. 6

III.1.3 Visi dan Misi Griya Asa PKBI Kota Semarang


a. Visi
Menjadi Klinik Pelopor yang profesional, kredibel, ramah dan mandiri
dalam bidang Kesehatan Reproduksi dengan dukungan staf yang
profesional.
b. Misi
a. Meningkatkan profesionalitas staf Klinik Griya ASA baik dari segi
medis, pelayanan berorientasi klien, management, dan marketing.
b. Mengembangkan akses pelayanan Kesehatan reproduksi.
c. Memperluas akses informasi kesehatan reproduksi.
d. Mengembangkan upaya pencegahan dan penanggulangan ims dan
HIV/AIDS.

22
III.1.4 Struktur Organisasi Griya Asa PKBI Kota Semarang
Kantor Griya Asa PKBI Kota Semarang membawahi beberapa seksi, agar
tidak terjadi tumpang tindih tugas serta tercipta rasa tanggungjawab dari seluruh
pengurus perlu adanya pembagian kerja dan koordinasi yang baik dan benar.
Maka disusunlah struktur organisasi. Adapun struktur kepengurusan Griya Asa
PKBI Kota Semarang sebagaiberikut: 6
Struktur Organisasi Griya Asa PKBI Kota Semarang
Pembina : dr. Bambang Dharmawan
Ketua : dr. Dwi Yoga Yulianto
DirekturPelaksana : Ardik Ferry
Manajer Program : M. RisyaIslami
Sekretaris : AnangWahyudi
Bendahara : Merry
Koord. Lapangan : Ari Istiyadi
Staff Klinik : Taufiq H., Maria Diah, M. Afifun, Lina.
Staff PMTCT : Istiqomah, Nurul ‘Aini
Staff Relawan : UlfaNur ‘Izza, Mihlatul Latifah, Yohana, Rosyid,
Amri, Anita, Andi, Asti, Hasan, Rafael, Rochiem,
Untung, Umar.

III.2 Upaya Griya Asa PKBI Kota Semarang


III.2.1 Program-Program Griya ASA
Dalam rangka menekan dan mencegah semakin meluasnya penularan virus
HIV/AIDS di Kota Semarang khususnya bagi WPS di resosialisasi Argorejo
Kalibanteng, Griya Asa PKBI Kota Semarang mempunyai beberapaupaya yang
telah dilakukan. Upaya tersebut tertuang dalam sebuah program kerja Griya Asa
PKBI Kota Semarang. Adapun program kerjanya sebagai berikut: 6

23
a. Program Grisa (Griya Asa) yang kegiatannya meliputi:
1) Penjangkauan laki-laki risiko tinggi (high risk man) atau yang lebih
dikenal dengan laki-laki pelanggan pekerja seks.Bentuk kegiatannya
berupa penyuluhan dan anjuran pemeriksaan kepada para tamu atau
para pelanggan pekerja seks.
2) Penjangkauan lelaki suka lelaki (LSL). Bentuk kegiatannya berupa
penyuluhan kepada para tamu WPS.
3) Penjangkauan waria dan wanita pekerja seks (WPS). Penjangkauan ini
berisi informasi tentang HIV/AIDS dan pencegahannya, pemberian
kondom secara rutin, serta memberikan rujukan kepada pasien yang
sudah terinfeksi HIV/AIDS.

b. Program PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission)


Layanan ini dikhususkan untuk para ibu hamil yang positif terjangkit
HIV. Program layanan ini didesain untuk menurunkan risiko
penularan dari ibu HIV positif kepada bayinya. Bentuk layanannya
berupa klinik pemeriksaan.

c. Klinik
1) Layanan VCT (Voluntary Counseling Test), untuk mengetahui apakah
WPS tertular HIV atautidak, dan dilaksanakansetiap 3 bulan sekali.
2) Screening IMS (Infeksi Menular Seksual), yang dilaksanakan setiap
seminggu sekali, untuk mengetahui kesehatan alat reproduksi WPS.
3) Home visit atau kunjungan kerumah, dengan cara pembimbing
mendatangi rumah klien dan berdialog dengan klien.
4) Layanan konseling yang dilakukan saat VCT berlangsung. Konseling
ini menjembatani dan memberikan dukungan kepada klien saat
menghadapi hasil tes VCT.
5) Layanan konseling pernikahan dan perencanaan keluarga, yang
ditujukan kepada pasangan yang ingin melaksanakan pernikahan.
6) Layanan konseling kontrasepsi (KB).
7) Layanan konseling seksualitas remaja.

24
Griya Asa PKBI Kota Semarang juga menjalin kerjasama dengan instansi-
instansi lain yang berkaitan, yaitu:
a. Dinas Sosial
b. Dinas Kesehatan
c. KPA (Komisi Pemberantasan AIDS)
d. Puskesmas dan Rumah Sakit

III.2.2 PMTCT di Griya Asa


Griya PMTCT berdiri 10 Juli 2006. Program ini menjangkau ibu hamil
berisiko tinggi tertular HIV (suami potensial risiko tinggi), ibu hamil tidak
berisiko tinggi, ibu hamil dengan keluhan IMS, ODHA perempuan merencanakan
kehamilan, dan bayi yang dilahirkan ODHA yang tidaktertular HIV. Program ini
juga bekerjasama dengan Bidan Praktek Swasta (BPS), Puskesmas, dan Rumah
Sakit. 6

a. Tujuan PMTCT
Tujuan PMTCT adalah untuk mencegah penularan HIV dari Bumil positif
ke bayinya yaitu melalui kegiatan pelatihan pada Bidan Praktek Swasta se
Kota Semarang, penjangkauan kepada bumil risti, pemanfaatan klinik
VCT oleh Bumil risti.

b. Harapan Pada PMTCT


Harapan pada PMTCT adalah terlaksananya kerjasama dengan Bidan
Praktek Swasta dalam penjangkauan bumil risti, terlaksananya kegiatan
penjangkauan bumil risti sebanyak 100 orang dalam sebulan, dan
terlaksananya VCT bumil risti 30 orang dalam sebulan.

25
c. Langkah-langkah PMTCT
1. Persiapan dengan sosialisasi pada bidan praktek swasta sebanyak 10
bidan.
2. Penjangkauan bumil risti oleh petugas lapangan
3. Kunjungan bumil risti ke klinik VCT
4. Laporan hasil

d. Sasaran Kegiatan PMTCT


1. Bidanpraktekswasta (BPS) di kota Semarang sebanyak 460 orang
2. Bumil risti yang periksa hamil ke BPS
3. Bumil risti melakukan VCT

e. Target
1. Semua ibu hamil yang sedang atau pernah menderita IMS harus
menjalani VCT.
2. Semua ibu hamil dengan suami yang menderita IMS harus menjalani
VCT

f. Kendala
Sulitnya menjangkau bumil pada kelompok yang dianggap risiko rendah
dengan kondisi ekonomi menengah keatas. Selain itu, ibu hamildengan
HIV positif terkadang masih menyangkal keadaannya.

26
BAB IV
HASIL KEGIATAN

IV.1 Aktivitas
Pertemuan : 18 April 2018 di Praktik Bidan Yohana
Pelaksana : Staff PKBI Kota Semarang dan Mahasiswa kepaniteraan
klinik IKM FK UPN ‘Veteran’ Jakarta

Tabel 4.1 Identitas Responden.


Nama
No. Nama Suami Status Risiko HIV
Bumil

1. Ny. AS Tn. GC Non Risiko Tinggi

2. Ny. NA Tn. FS Non Risiko Tinggi

3. Ny. AT Tn. RF Non Risiko Tinggi

IV.2 Intervensi dan Kebijakan

PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission) merupakan


program pencegahan untuk menurunkan laju penularan HIV/AIDS dari ibu
ke anak baik pada saat hamil, melahirkan, maupun menyusui. Hal pertama
yang dilakukan adalah menggali informasi mengenai identitas, riwayat
penyakit, riwayat seksual, riwayat obstetric dan gynecology serta perilaku
dan kebiasaan hidup yang beresiko tinggi.
Dari hasil wawancara kedua ibu hamil tersebut didapatkan 3 ibu
hamil tidak memiliki resiko tinggi penularan infeksi menular seksual
ataupun HIV/AIDS karena perilaku hidup mereka yang baik. Walaupun dari
wawancara hasilnya baik, petugas tetap menyarankan untuk melakukan
VCT (Voluntery Conseling and Testing) kemudian memberikan informasi
mengenai HIV/AIDS dan apa yang harus dilakukan selanjutnya jika hasil

27
yang didapatkan positifpada tanggal 18 April 2018, kemudian pengambilan
sampel darah untuk dilakukannya screening.

IV.3 Laporan Kasus Non Risiko Tinggi Responden 1


Identitas Pasien
Nama : Ny AS
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : Perguruan Tinggi
Pekerjaan : Guru
Alamat : Jl. Wates RT 10/RW 02

Identitas Pasangan Pasien


Nama : Tn GC
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : Perguruan Tinggi
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Jl. Wates RT 10/RW 02

Keluhan Saat Kehamilan:


Pusing/ sakit kepala (-), mual (+), muntah (+), batuk lama (-), sakit saat kencing
(-), keluar darah dari jalan lahir (-), kaki bengkak (-), keputihan (-), gatal di daerah
kelamin (-), benjolan di daerah kelamin (-)

28
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien G1P0A0 ,Hamil 24 minggu (HPHT 22 Oktober 2017, HPL 29 Juli 2018),
ANC (+) di praktek Bidan Yohana, TT 3x, USG (-). TD: 130/80 mmHg

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat tekanan darah tinggi sebelum dan saat kehamilan (+)
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat transfusi disangkal
 Riwayat infeksi selama kehamilan disangkal

Riwayat Obstetri
G1P0A0
1. Hamil ini

Riwayat Ginekologi
Usia pasien saat pertama kali haid adalah 13 tahun. Haid teratur, tidak ada
nyeri saat haid. Pasien mengatakan sebelum hamil maupun saat hamil ini pasien
pernah mengalami keputihan namun masih dalam batas normal yakni tidak
berbau, tidak berwarna dan tidak gatal. Rasa nyeri saat berkemih maupun riwayat
nyeri di daerah pinggang disangkal. Pasien belum pernah menggunakan KB.

Riwayat Pernikahan, Pekerjaan, dan Kebiasaan


Pasien menikah sekali. Pernikahan saat pasien berusia 22 tahun,
pernikahan telah berlangsung selama 3 tahun. Sebelum menikah pasien dan suami
tidak menjalani konseling pra-nikah termasuk pemeriksaan kesehatan. Pasien
tidak merokok dan tidak minum minuman beralkohol. Pasien tidak pernah
mengkonsumsi obat-obatan terlarang yang diminum maupun disuntik. Menurut
pasien, suami pasien tidak merokok dan tidak minum minuman beralkohol dan
tidak mengonsumsi obat-obatan terlarang. Pasien dan suami pasien belum pernah
menerima transfusi darah selama hidupnya.

29
Pengetahuan
Pasien mengetahui apa itupenyakit HIV/AIDS, cara penularannya dan
beberapa gejala penyakit HIV/AIDS namun tidak lengkap. Pasien tidak
mengetahui cara penularan penyakit HIV/AIDS dari ibu ke anak.Pasien
mengetahui sedikit tentang penyakit IMS dan gejalanya, namun kurang. Pasien
mengetahui cara pencegahan penyakit HIV/AIDS dan IMS.

Penilaian Risiko
Individu
 Kurangnya pengetahuan penyakit HIV/AIDS tentang cara penularan
terutama dari ibu ke anak, cara pencegahannya dan gejalanya.
 Pasien hamil 24 minggu namun belum melaksanakan VCT
 Pasien memiliki tekanan darah diatas rata-rata

Kelompok

 Tidak terdapat risiko penularan dari suami pasien

Rekomendasi
 Memberikan informasi tentang Kesehatan Kehamilan, IMS, HIV beserta
penyebab, gejala, cara penularan, cara penularan ke bayi, pencegahan, dan
komplikasi, serta cara menjaga higienitas alat reproduksi dengan caradirect
education oleh petugas kesehatan.
 Memotivasi pasangan dari ibu hamil untuk melakukan VCT.
 Memberikan informasi dan edukasi bagaimana tindak lanjut jika hasil test
didapatkan hasil yang positif
 Memberikan informasi tentang kesehatan kehamilan, persiapan dan proses
persalinan dan omplikasi yang mungkin terjadi

30
IV.4 Laporan Kasus Tidak Berisiko Responden 2
Identitas Pasien
Nama : Ny NA
Umur : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat : Bledar Anggur

Identitas Pasangan Pasien


Nama : Tn. FS
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Bledar Anggur

KeluhanSaatKehamilan:
Pusing/sakit kepala (+), lemas (+), mual (+), muntah (-), batuk lama (-), sakit saat
kencing(-), keluar darah dari jalan lahir (-), kaki bengkak (-), keputihan (-) putih,
gatal di daerahkelamin (-), benjolan di daerah kelamin (-)

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien G1P0A0 ,Hamil 20 minggu (HPHT November 2017, HPL Agustus 2018 ),
ANC (+) di prakek bidan Yohana, TT 1x, USG (-)

31
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat tekanan darah tinggi sebelum dan saat kehamilan (-)
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat transfusi disangkal
 Riwayat infeksi selama kehamilan disangkal

RiwayatObstetri
G1P0A0
1. Hamil ini

Riwayat Ginekologi
Usia pasien saat pertama kali haid adalah 15 tahun. Haid teratur, tidak ada
nyeri saat haid. Pasien mengatakan sebelum hamil maupun saat hamil ini pasien
pernah memiliki keluhan keputihan, menurut pasien keputihan yang dialami tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak gatal. Rasa nyeri saat berkemih maupun riwayat
nyeri di daerah pinggang disangkal.Pasien belum pernah menggunakan KB

Riwayat Pernikahan, Pekerjaan, dan Kebiasaan


Pasien menikah sekali. Pernikahan saat pasien berusia 21 tahun,
pernikahan telah berlangsung selama 1 tahun. Sebelum menikah pasien dan suami
tidak menjalani konseling pra-nikah termasuk pemeriksaan kesehatan. Hubungan
intim dilakukan pertama kali setelah menikah dengan suami. Pasien tidak
merokok, tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang yang diminum
maupun disuntik, dan tidak minum minuman beralkohol. Menurut pasien, suami
pasien tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol dan tidak mengonsumsi
obat-obatan terlarang. Suami dan pasien belum pernah mendapatkan transfusi
darah.

32
Pengetahuan
Pasien mengetahui tentang penyakit HIV/AIDS, gejala penyakit, cara
penularan dan cara pencegahan namun masih kurang. Pasien tidak mengetahui
cara penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi. Pasien mengetahui tentang penyakit
IMS dan cara penularannya. Pasien kurang mengetahui tentang kesehatan
kehamilan.

PenilaianRisiko
Individu
 Kurangnyapengetahuantentang HIV/AIDS mengenai gejala, penularan,
pencegahan dan resikopenularan HIV/AIDS kebayi yang dikandungnya,
serta IMS lainnya
 Pasien kurang mengetahui tentang kesehatan kehamilan
 Dari hasil pemeriksaan laboratorium, Hb pasien dibawah normal dan usia
kehamilan pasien 20 minggu

Kelompok
 Tidak terdapat risiko penularan dari suami pasien

Rekomendasi
 Memberikan informasi tentang Kesehatan Kehamilan, IMS, HIV beserta
penyebab, gejala, cara penularan, cara penularan ke bayi, pencegahan, dan
komplikasi, serta cara menjaga higienitas alat reproduksi dengan cara direct
education oleh petugas kesehatan.
 Memotivasi ibu hamil untuk melakukan skrining IMS
 Memotivasi ibu hamil untuk menganjurkan pasangannya melakukan
skrining IMS dan VCT.
 Mengedukasi tentang gizi pada ibu hamil kepada pasien
 Memberikan informasi kepada pasien tentang persiapan dan proses
persalinan, dan apa saja komplikasi yang mungkin terjadi

33
IV.5 Laporan Kasus Tidak Berisiko Responden 3
Identitas Pasien
Nama : Ny AT
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat : Bledar Anggur

Identitas Pasangan Pasien


Nama : Tn. RF
Umur : 24tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Bledar Anggur

KeluhanSaatKehamilan:
Pusing/sakitkepala (-),lemas(+),mual (-), muntah (-), batuk lama (-), sakit saat
kencing(-), keluar darah dari jalan lahir (-), kaki bengkak (-), keputihan (-) putih,
gatal di daerahkelamin (-), benjolan di daerahkelamin (-)

RiwayatPenyakitSekarang:
Pasien G1P0A0 ,Hamil 37minggu (HPHT Juli 2017, HPL April 2018 ), ANC (+) di
prakek bidan Yohana, TT 1x, USG (+)

34
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat tekanan darah tinggi sebelum dan saat kehamilan (-)
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat transfusi disangkal
 Riwayat infeksi selama kehamilan disangkal

Riwayat Obstetri
G1P0A0 Hamil ini

Riwayat Ginekologi
Usia pasien saat pertama kali haid adalah 14 tahun. Haid teratur, tidak ada
nyeri saat haid. Pasien mengatakan sebelum hamil tidak pernah menalami
keputihan atau infeksi pada daerah kemaluan, saat hamil usia 7 bulan ini pasien
pernah memiliki keluhan keputihan, menurut pasien keputihan yang dialami tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak gatal. Rasa nyeri saat berkemih maupun riwayat
nyeri di daerah pinggang disangkal. Pasien belum pernah menggunakan KB

Riwayat Pernikahan, Pekerjaan, dan Kebiasaan


Pasien menikah sekali. Pernikahan saat pasien berusia 21 tahun,
pernikahan telah berlangsung selama 6 bulan, pasien mengatakan dirinya telah
hamil di luar nikah. Sebelum menikah pasien dan suami tidak menjalani konseling
pra-nikah termasuk pemeriksaan kesehatan. Hubungan intim dilakukan pertama
kali sebelum menikah dengan laki-laki yang saat ini menjadi suaminya. Pasien
tidak merokok, tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang yang diminum
maupun disuntik, dan tidak minum minuman beralkohol. Menurut pasien, suami
pasien merokok, pernah sesekali meminum minuman beralkohol, namun tidak
mengonsumsi obat-obatan terlarang. Suami dan pasien belum pernah
mendapatkan transfusi darah.

35
Pengetahuan
Pasien mengetahui tentang penyakit HIV/AIDS, gejala penyakit, cara
penularan dan cara pencegahan namun masih kurang. Pasien tidak mengetahui
cara penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi. Pasien kurang tentang penyakit IMS
dan cara penularannya. Pasien kurang mengetahui tentang kesehatan kehamilan.

PenilaianRisiko
Individu
 Kurangnya pengetahuan tentang HIV/AIDS mengenai gejala, penularan,
pencegahan dan resikopenularan HIV/AIDS kebayi yang dikandungnya,
serta IMS lainnya
 Pasien kurang mengetahui tentang kesehatan kehamilan
 Dari hasil pemeriksaan laboratorium, Hb pasien dibawah normal dan usia
kehamilan pasien 37 minggu

Kelompok
 Terdapat risiko penularan dari suami pasien

Rekomendasi
 Memberikan informasi tentang Kesehatan Kehamilan, IMS, HIV beserta
penyebab, gejala, cara penularan, cara penularan ke bayi, pencegahan, dan
komplikasi, serta cara menjaga higienitas alat reproduksi dengan cara direct
education oleh petugas kesehatan.
 Memotivasi ibu hamil untuk melakukan skrining IMS
 Memotivasi ibu hamil untuk menganjurkan pasangannya melakukan
skrining IMS dan VCT.
 Mengedukasi tentang gizi pada ibu hamil kepada pasien
 Memberikan informasi kepada pasien tentang persiapan dan proses
persalinan, dan apa saja komplikasi yang mungkin terjadi

36
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil kegiatan yang dilakukan di klinik Bidan Yohana di


Tlogosari Kulon didapatkan 3 ibu hamil tidak memiliki resiko tinggi penularan
infeksi menular seksual ataupun HIV dan AIDS karena perilaku hidup mereka
yang baik, mereka tidak memiliki riwayat IMS sebelumnya, tidak pernah
mengalami infeksi selama kehamilan dan suami tidak pernah menderita IMS
ataupun HIV. Walaupun dari wawancara hasilnya baik, petugas tetap
menyarankan untuk melakukan VCT (Voluntery Conseling and Testing) secara
rutin setiap 3 bulan sekali, yaitu memberikan informasi mengenai HIV/AIDS.

Berdasarkan hasil wawancara yang didapatkan pengetahuan pasien masih


kurang mengenai penyakit HIV dan AIDS, cara pencegahan, cara penularan,
resiko penularan HIV dan AIDS ke bayi yang dikandungnya serta kurangnya
pengetahuan mengenai gonore dan penyakit IMS lainnya.

Ketiga responden bersedia untuk dilakukannya skrining terhadap HIV


secara sukarela tanpa paksaan.

V.2 Saran

V.2.1 Bagi Klinik Bidan Yohana di Tlogosari Kulon

1. Memberikan pembinaan atau penyuluhan mengenai HIV dan AIDS, IMS,


dan kesehatan dalam kehamilan serta cara penularan penyakit tersebut ke
janin yang dikandungnya kepada masyarakat.
2. MelakukanVCT rutin untuk pasangan suami-istri yang berisiko tinggi (
pernah menderita IMS sebelumnya, menderita HIV , mengalami infeksi
selama kehamilan) tertular HIV/AIDS.
3. Melakukan VCT rutin untuk pasangan suami-istri yang merencanakan
kehamilan.

37
4. Memberikan konseling pranikah terhadap setiap calon pasangan suami-
istri mengenai HIV dan AIDS.
5. Memberikan dukungan psikologis pada ibu hamil dengan HIV positif.

V.2.2 Bagi Responden dan Suaminya

1. Responden melakukan pemeriksaan mengenai kesehatan reproduksinya


serta lebih peduli dan hati-hati mengenai kesehatan reproduksi.
2. Responden rutin memeriksakan kehamilannya sampai bayi lahir.

3. Responden dan pasangan rutin melakukan VCT untuk memastikan status


HIV/AIDS nya.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Z. Djoerban, S. Djauri. Infeksi tropical. Hiv aids. Buku ajar Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Edisi IV. Jilid III. Hal. 1803-1807.
2. World Health Organization (WHO) (2016) HIV/AIDS [online]. Sumber:
http://www.who.int/topics/hiv_aids/en/ (Diakses 22 April 2018)
3. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) (2015) AIDS
by the numbers. Geneva: WHO Library Cataloguing-in-Publication Data
4. Kementerian Kesehatan RI (2015) Laporan Situasi Perkembangan HIV &
AIDS di Indonesia tahun 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
5. KPAP Jateng. 2013. Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS
2011- 2014. Jakarta: KPA.
6. Darmawan B. Profil Griya ASA. Semarang: PKBI Jawa Tengah
7. Kementrian Kesehatan RI (2011), Pedoman Pencegahan penularan HIV
dari Ibu ke Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
8. Laporan Perkembangan HIV-AIDS Triwulan I Tahun 20s13. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI; 2013.
9. Kementrian Kesehatan RI (2013), Pedoman Pencegahan Penularan HIV
dari Ibu Ke Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

39
LAMPIRAN

40

Anda mungkin juga menyukai