PENDAHULUAN
Indonesia adalah salah satu negara di Asia Tenggara dengan epidemi infeksi
HIV yang berkembang paling cepat. Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 di
Provinsi Bali, infeksi HIV sudah tersebar di 345 kabupaten/kota di seluruh
provinsi di Indonesia. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, tercatat jumlah kumulatif infeksi HIV hingga 2015 sebanyak
191.073 kasus, dimana 61% penderitanya adalah perempuan yang sebagian besar
adalah ibu rumah tangga.4
Menurut data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Jawa
Tengah tahun 2011, Jawa Tengah menempati urutan ke 6 terbesar dengan kasus
AIDS terbanyak setelah propinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat,
dan Bali, yaitu sebanyak 1630 kasus. Sedangkan jumlah kasus HIV/AIDS di Jawa
Tengah pada tahun 2011 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebanyak
1276 kasus dari 874 kasus pada tahun sebelumnya, dimana kota Semarang berada
pada urutan pertama dengan kasus terbanyak pada ibu rumah tangga.5
1
Saat ini di Indonesia telah tersedia layanan pencegahan penularan dari ibu
ke anak, yaitu melalui layanan PMTCT (Prevention Mother to Child
Transmission). Layanan PMTCT ini terdiri dari 4 prong yaitu mencegah
terjadinya penularan HIV pada perempuan usia produktif, mencegah kehamilan
yang tidak direncanakan pada Ibu HIV, mencegah terjadinya penularan HIV dari
ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya, memberikan dukungan
psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta bayi dan
keluarga. 5
2
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Melakukan wawancara dengan pemegang program PMTCT untuk
mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
b. Mengunjungi Ibu hamil baik yang berisiko tinggi terkena HIV dan
AIDS ataupun yang kurang berisiko menderita HIV (prong 3),
kemudian menanyakan dengan kuesioner, diberikan motivasi untuk
melakukan pemeriksaan VCT (di Bidan Sekitar)
c. Memberikan konseling bagi ibu hamil yang berisiko HIV/ AIDS
mengenai pencegahan penyakit (prong 2)
1.4 Manfaat
a. Menambah pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS mengenai
penyebab, gejala, cara penularan, pencegahan, dan pengobatan penyakit.
b. Memberikan informasi bagi masyarakat tentang pelayanan PMTCT yang
dilaksanakan di Praktek Bidan Swasta
c. Menambah pengetahuan bagi mahasiswa mengenai program pelayanan
PMTCT.
d. Sebagai bahan masukan untuk peningkatan pelayanan PMTCT di Praktek
Bidan Swasta.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
sebanyak 103.759 kasus. Jumlah kasus HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta
sebanyak 23.792 kasus diikuti Jawa Timur sebanyak 13.599 kasus, Papua
sebanyak 10.881 kasus, Jawa Barat sebanyak 7.621 kasus dan Bali sebanyak
6.819 kasus.8
Sampai dengan tahun 2004 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak
2.682 kasus, tahun 2005 sebanyak 2.639 kasus, tahun 2006 sebanyak 2.873 kasus,
tahun 2007 sebanyak 2.947 kasus, tahun 2008 sebanyak 4.969 kasus, tahun 2009
sebanyak 3.863 kasus, tahun 2010 sebanyak 5.744 kasus, tahun 2011 sebanyak
4.162 kasus dan tahun 2012 sebanyak 5686 kasus. Januari-Maret 2013 sebanyak
460 kasus. Jumlah kumulatif kasus AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Maret
2013 sebanyak 43.347 kasus.8
Berdasarkan jumlah kumulatif kasus AIDS, kasus tertinggi terdapat pada
kelompok umur 20-29 tahun (30,7%), kemudian diikuti kelompok umur 30-39
tahun (21,8%), 40-49 tahun (10%), 15-19 tahun (3,3%), dan 50-59 tahun (3%).
Sedangkan dari jenis kelamin, kasus AIDS pada laki-laki sebanyak 55,4% dan
perempuan 28,9%. Sementara 15,8% tidak melaporkan jenis kelamin.8
Jumlah kasus AIDS tertinggi adalah pada wiraswasta sebanyak 3.841
kasus, diikuti ibu rumah tangga sebanyak 2.982 kasus, tenaga non profesional
(karyawan) sebanyak 2.882 kasus, petani/peternak/nelayan sebanyak 1.051 kasus,
buruh kasar sebanyak 1.002 kasus, anak sekolah/mahasiswa sebanayak 885 kasus
dan penjaja seks sebanyak 702 kasus.8
5
Jika tidak dilakukan intervensi terhadap ibu hamil HIV positif, resiko
penularan HIV dari ibu ke bayi berkisar antara 25-45%.Ada 2 faktor utama yang
menjelaskan faktor resiko penularan HIV dari ibu ke bayi.7
1. Faktor ibu dan bayi
2. Faktor cara penularan
Faktor Ibu dan Bayi9
Faktor Ibu
Jumlah virus (viral load)
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan dan
jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat
mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV
menjadi sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml)
dan sebaliknya jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml.
Jumlah sel CD4 Ibu
Dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke
bayinya. Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin
besar.
Status gizi selama hamil.
Berat badan rendah serta kekurangan vitamin dan mineral selama hamil
meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi yang dapat
meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.
Penyakit infeksi selama hamil Penyakit infeksi seperti sifilis, Infeksi
Menular Seksual, infeksi saluran reproduksi lainnya, malaria, dan
tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan
HIV ke bayi.
Gangguan pada payudara Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain,
seperti mastitis, abses, dan luka di puting payudara dapat meningkatkan
risiko penularan HIV melalui ASI.
6
Faktor Bayi
Bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah diduga
lebih rentan untuk tertular HIVdikarenakan sistem organtubuh bayi tersebut
belum berkembang baik, seperti sistem kulit dan mukosa, dan lain-lain.
Seorang bayi dari ibu HIV positif bisa jadi tetap HIV negatif selama masa
kehamilan dan proses persalinan, tetaopi mungkin akan terinfeksi HIV melalui
pemberian ASI. HIV terdapat di dalam ASI, meskipun konsentrasinya jauh lebih
kecil dibandingkan HIV di dalam darah. Antara 10-20% bayi yang dilahirkan oleh
ibu HIV positif akan terinfeksi HIV melalui pemberian asi (hingga 18 bulan atau
lebih).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat risiko penularan HIV melalui pemberian ASI, yaitu
Umur Bayi
Risiko penularan melalui ASI akan lebih besar pada bayi yang baru lahir.
Antara 50-70% dari semua penularan HIV melalui ASI terjadi pada usia
enam bulan pertama bayi. Setelah tahun kedua umur bayi, risiko penularan
menjadi lebih rendah.
Luka di mulut Bayi
Bayi yang memiliki luka di mulutnya memiliki risiko untuk tertular HIV
lebih besar ketika diberikan ASI.
Faktor Obstetrik
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor
obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama
persalinan adalah:
Jenis persalinan
Risiko penularan persalinan per vaginam lebih besar daripada persalinan
melalui bedah sesar (sectio caesaria).
Lama persalinan
Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari
ibu ke anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara
7
bayi dengan darah dan lendir ibu.
Tabel 2.1Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke bayi
Penularan HIV dari ibu ke anak pada umumnya terjadi pada saat
persalinan dan pada saat menyusui. Risiko penularan HIV pada ibu yang tidak
mendapatkan penanganan PPIA saat hamil diperkirakan sekitar 15-45%. Risiko
penularan 15-30% terjadi pada saat hamil dan bersalin, sedangkan peningkatan
risiko transmisi HIV sebesar 10-20% dapat terjadi pada masa nifas dan menyusui.
Apabila ibu tidak menyusui bayinya, risiko penularan HIV menjadi 20-
30% danakan berkurang jika ibu mendapatkan pengobatan ARV. Pemberian ARV
jangkapendek dan ASI eksklusif memiliki risiko penularan HIV sebesar 15-25%
dan risikopenularan sebesar 5-15% apabila ibu tidak menyusui (PASI). Akan
tetapi, denganterapi antiretroviral (ART) jangka panjang, risiko penularan HIV
dari ibu ke anak dapat diturunkan lagi hingga 1-5%, dan ibu yang menyusui
8
secara eksklusif memiliki risiko yang sama untuk menularkan HIV ke anaknya
dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui.
Tabel 2.2 Waktu dan Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak
9
2. Mengurangi dampak epidemi HIV terhadap ibu dan bayi
Dampak akhir dari epidemi HIV berupa berkurangnya kemampuan
produksi dan peningkatan beban biaya hidup yang harus ditanggung oleh
ODHA dan masyarakat Indonesia di masa mendatang karena morbiditas dan
mortalitas terhadap Ibu dan Bayi.Epidemi HIV terutama terhadap Ibu dan
Bayi tesebut sangatlah penting dan perlu diperhatikan, dipikirkan dan
diantisipasi sejak dini untuk menghindari terjadinya dampak akhir tersebut.
10
Berbagai bentuk layanan yang diberikan klinik KIA, seperti :
imunisasi untuk ibu, pemeriksaan IMS terutama sifilis, pemberian
suplemen zat besi, dapat meningkatkan status kesehatan semua ibu hamil,
termasuk ibu hamil HIV positif. Hendaknya klinik KIA juga menjangkau
dan melayani suami atau pasangannya sehingga timbul keterlibatan aktif
para suami atau pasangannya dalam upaya pencegahan penularan HIV dari
ibu ke anak.
11
3. Pemberian terapi Antiretroviral
12
Dalam pemberian informasi dan edukasi, tenaga kesehatan
harusmenyampaikan adanya risiko penularan HIV melalui pemberian
ASI dibandingkan dengan susu formula. Namun juga tidak boleh lupa
menerangkan persayaratan untuk dapat diberikan susu formula. Susu
formula dapat diberikan hanya bila memenuhi persyaratan AFASS, yaitu
Acceptable, Feasible, Affordable, Sustainable, dan Safe.
• Acceptable (mudah diterima) berarti tidak ada hambatan sosial budaya
bagi ibu untuk memberikan susu formula untuk bayi;
• Feasible (mudah dilakukan) berarti ibu dan keluarga punya waktu,
pengetahuan, dan keterampilan yang memadai untuk menyiapkan dan
memberikan susu formula kepada bayi;
• Affordable (terjangkau) berarti ibu dan keluarga mampu menyediakan
susu formula;
• Sustainable (berkelanjutan) berarti susu formula harus diberikan setiap
hari sampai 6 bulan dan diberikan dalam bentuk segar, serta suplai dan
distribusi susu formula tersebut dijamin keberadaannya;
• Safe (aman penggunaannya) berarti susu formula harus disimpan,
disiapkan dandiberikan secara benar dan higienis
6. Mengatur Kehamilan dan Mengakhiri Reproduksi
7. Pemberian Profilaksis pada anak
Pemberian ARV profilaksis dimulai pada hari ke-1 hingga 6 minggu.
Rejimen ARV yang diberikan adalah AZT 4 mg/KgBB diberikan 2 kali
dalam satu hari.
8. Pemeriksaan Diagnostik pada Bayi yang Lahir dari Ibu HIV Positif.
Penentuan status HIV pada bayi dilakukan dengan dua cara yaitu secara
serologis atau virologis. Pemeriksaan serologis dilakukan setelah usia 18
bulan atau dapat dilakukan lebih awal pada usia 9-12 bulan dengan
catatan bila hasilnya positif maka harus diulang pada usia 18 bulan.
13
Pemeriksaan virologis harus dilakukan minimal 2 kali dan dapat dimulai
pada usia 2 minggu serta diulang 4 minggu kemudian. Penentuan status
HIV pada bayi ini harus dilakukan setelah ASI dihentikan minimal 6
minggu.
14
Mobilisasi masyarakat untuk membantu masyarakat
mendapatkan akses terhadap informasi tentang
HIV/AIDS.
- Melibatkan petugas lapangan (kader PKK, bidan,
dan lainnya) untuk memberikan informasi
pencegahan HIV dan IMS kepada masyarakat untuk
membantu klien mendapatkan akses layanan
kesehatan.
Konseling untuk perempuan HIV negatif. Ibu hamil yang
hasilnya tesnya HIV negatif perlu didukung agar status
dirinya tetap HIV negatif.
- Menganjurkan agar pasangannya menjalani tes HIV.
2. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif.
Pemberian alat kontrasepsi yang aman dan efektif serta
konseling yang berkualitas akan membantu ODHA dalam melakukan
seks yang aman, mempertimbangkan jumlah anak yang
dilahirkannya, serta menghindari lahirnya anak yang terinfeksi HIV.
Untuk mencegah kehamilan alat kontrasepsi yang dianjurkan adalah
kondom, karena bersifat proteksi ganda.Kontrasepsi oral dan
kontrasepsi hormon jangka panjang (suntik dan implan) bukan
kontraindikasi pada ODHA.
Pemakaian AKDR tidak dianjurkan karena bisa menyebabkan
infeksi asenderen.Jika ibu HIV positif tetap ingin memiliki anak,
WHO menganjurkan jarak antar kelahiran minimal 2 tahun.
Perempuan dengan HIV yang tidak ingin hamil dapat
menggunakan kontrasepsiyang sesuai dengan kondisinya dan
15
disertai penggunaan kondom untuk mencegahpenularan HIV dan
IMS. 7
Perempuan dengan HIV yang memutuskan untuk tidak
mempunyai anak lagidisarankan untuk menggunakan kontrasepsi
mantap dan tetap menggunakan kondom.7
16
ibu hamil dengan faktor risiko yang hasil tesnya indeterminate, tes
diagnostikHIV dapat diulang dengan bahan baru yang diambil
minimal 14 hari setelah yangpertama dan setidaknya tes ulang
menjelang persalinan (32-36 minggu).7
17
4. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu
HIV positif, beserta bayi dan keluarganya.
Upaya PMTCT tidak terhenti setelah ibu melahirkan.Karena
ibu tersebut terus menjalani hidup dengan HIV di tubuhnya, maka
membutuhkan dukungan psikologis, sosial dan perawatan sepanjang
waktu. Jika bayi dari ibu tersebut tidak terinfeksi HIV, tetap perlu
dipikirkan tentang masa depannya, karena kemungkinan tidak lama
lagi akan menjadi yatim dan piatu. Sedangkan bila bayi terinfeksi
HIV, perlu mendapatkan pengobatan ARV seperti ODHA lainnya.
Dengan dukungan psikososial yang baik, ibu HIV positif akan
bersikap optimis dan bersemangat mengisi kehidupannya.
Diharapkan ia mampu bertindak bijaksana dan positif untuk
senantiasa menjaga kesehatan diri dan anaknya, dan berperilaku
sehat agar tidak terjadi penularan HIV dari dirinya ke orang lain.
18
Alur Mobile PMTCT
Tes
Positif Negatif
19
Partisipasi Pria IBU
Mobilisasi Masyarakat
20
BAB III
PROFIL PMTCT GRIYA ASA
21
Indonesia (PKBI) Kota Semarang, merupakan cabang PKBI Jawa Tengah,
berdiri 23 Desember 1970, yang mempunyai program utama kesehatan
reproduksi. Secarahistoris, Kantor Griya Asa PKBI Kota Semarang berdiri pada
tahun 2002. Saat itu, PKBI Kota Semarang mendapat kepercayaan dari PKBI
Jawa Tengah untuk melaksanakan program ASA-FHI yang berlokasi di Jalan
Argorejo X/17 Kalibanteng Kulon Semarang Barat, tepat berada di tengah-tengah
resosialisasi Argorejo. 6
22
III.1.4 Struktur Organisasi Griya Asa PKBI Kota Semarang
Kantor Griya Asa PKBI Kota Semarang membawahi beberapa seksi, agar
tidak terjadi tumpang tindih tugas serta tercipta rasa tanggungjawab dari seluruh
pengurus perlu adanya pembagian kerja dan koordinasi yang baik dan benar.
Maka disusunlah struktur organisasi. Adapun struktur kepengurusan Griya Asa
PKBI Kota Semarang sebagaiberikut: 6
Struktur Organisasi Griya Asa PKBI Kota Semarang
Pembina : dr. Bambang Dharmawan
Ketua : dr. Dwi Yoga Yulianto
DirekturPelaksana : Ardik Ferry
Manajer Program : M. RisyaIslami
Sekretaris : AnangWahyudi
Bendahara : Merry
Koord. Lapangan : Ari Istiyadi
Staff Klinik : Taufiq H., Maria Diah, M. Afifun, Lina.
Staff PMTCT : Istiqomah, Nurul ‘Aini
Staff Relawan : UlfaNur ‘Izza, Mihlatul Latifah, Yohana, Rosyid,
Amri, Anita, Andi, Asti, Hasan, Rafael, Rochiem,
Untung, Umar.
23
a. Program Grisa (Griya Asa) yang kegiatannya meliputi:
1) Penjangkauan laki-laki risiko tinggi (high risk man) atau yang lebih
dikenal dengan laki-laki pelanggan pekerja seks.Bentuk kegiatannya
berupa penyuluhan dan anjuran pemeriksaan kepada para tamu atau
para pelanggan pekerja seks.
2) Penjangkauan lelaki suka lelaki (LSL). Bentuk kegiatannya berupa
penyuluhan kepada para tamu WPS.
3) Penjangkauan waria dan wanita pekerja seks (WPS). Penjangkauan ini
berisi informasi tentang HIV/AIDS dan pencegahannya, pemberian
kondom secara rutin, serta memberikan rujukan kepada pasien yang
sudah terinfeksi HIV/AIDS.
c. Klinik
1) Layanan VCT (Voluntary Counseling Test), untuk mengetahui apakah
WPS tertular HIV atautidak, dan dilaksanakansetiap 3 bulan sekali.
2) Screening IMS (Infeksi Menular Seksual), yang dilaksanakan setiap
seminggu sekali, untuk mengetahui kesehatan alat reproduksi WPS.
3) Home visit atau kunjungan kerumah, dengan cara pembimbing
mendatangi rumah klien dan berdialog dengan klien.
4) Layanan konseling yang dilakukan saat VCT berlangsung. Konseling
ini menjembatani dan memberikan dukungan kepada klien saat
menghadapi hasil tes VCT.
5) Layanan konseling pernikahan dan perencanaan keluarga, yang
ditujukan kepada pasangan yang ingin melaksanakan pernikahan.
6) Layanan konseling kontrasepsi (KB).
7) Layanan konseling seksualitas remaja.
24
Griya Asa PKBI Kota Semarang juga menjalin kerjasama dengan instansi-
instansi lain yang berkaitan, yaitu:
a. Dinas Sosial
b. Dinas Kesehatan
c. KPA (Komisi Pemberantasan AIDS)
d. Puskesmas dan Rumah Sakit
a. Tujuan PMTCT
Tujuan PMTCT adalah untuk mencegah penularan HIV dari Bumil positif
ke bayinya yaitu melalui kegiatan pelatihan pada Bidan Praktek Swasta se
Kota Semarang, penjangkauan kepada bumil risti, pemanfaatan klinik
VCT oleh Bumil risti.
25
c. Langkah-langkah PMTCT
1. Persiapan dengan sosialisasi pada bidan praktek swasta sebanyak 10
bidan.
2. Penjangkauan bumil risti oleh petugas lapangan
3. Kunjungan bumil risti ke klinik VCT
4. Laporan hasil
e. Target
1. Semua ibu hamil yang sedang atau pernah menderita IMS harus
menjalani VCT.
2. Semua ibu hamil dengan suami yang menderita IMS harus menjalani
VCT
f. Kendala
Sulitnya menjangkau bumil pada kelompok yang dianggap risiko rendah
dengan kondisi ekonomi menengah keatas. Selain itu, ibu hamildengan
HIV positif terkadang masih menyangkal keadaannya.
26
BAB IV
HASIL KEGIATAN
IV.1 Aktivitas
Pertemuan : 18 April 2018 di Praktik Bidan Yohana
Pelaksana : Staff PKBI Kota Semarang dan Mahasiswa kepaniteraan
klinik IKM FK UPN ‘Veteran’ Jakarta
27
yang didapatkan positifpada tanggal 18 April 2018, kemudian pengambilan
sampel darah untuk dilakukannya screening.
28
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien G1P0A0 ,Hamil 24 minggu (HPHT 22 Oktober 2017, HPL 29 Juli 2018),
ANC (+) di praktek Bidan Yohana, TT 3x, USG (-). TD: 130/80 mmHg
Riwayat Obstetri
G1P0A0
1. Hamil ini
Riwayat Ginekologi
Usia pasien saat pertama kali haid adalah 13 tahun. Haid teratur, tidak ada
nyeri saat haid. Pasien mengatakan sebelum hamil maupun saat hamil ini pasien
pernah mengalami keputihan namun masih dalam batas normal yakni tidak
berbau, tidak berwarna dan tidak gatal. Rasa nyeri saat berkemih maupun riwayat
nyeri di daerah pinggang disangkal. Pasien belum pernah menggunakan KB.
29
Pengetahuan
Pasien mengetahui apa itupenyakit HIV/AIDS, cara penularannya dan
beberapa gejala penyakit HIV/AIDS namun tidak lengkap. Pasien tidak
mengetahui cara penularan penyakit HIV/AIDS dari ibu ke anak.Pasien
mengetahui sedikit tentang penyakit IMS dan gejalanya, namun kurang. Pasien
mengetahui cara pencegahan penyakit HIV/AIDS dan IMS.
Penilaian Risiko
Individu
Kurangnya pengetahuan penyakit HIV/AIDS tentang cara penularan
terutama dari ibu ke anak, cara pencegahannya dan gejalanya.
Pasien hamil 24 minggu namun belum melaksanakan VCT
Pasien memiliki tekanan darah diatas rata-rata
Kelompok
Rekomendasi
Memberikan informasi tentang Kesehatan Kehamilan, IMS, HIV beserta
penyebab, gejala, cara penularan, cara penularan ke bayi, pencegahan, dan
komplikasi, serta cara menjaga higienitas alat reproduksi dengan caradirect
education oleh petugas kesehatan.
Memotivasi pasangan dari ibu hamil untuk melakukan VCT.
Memberikan informasi dan edukasi bagaimana tindak lanjut jika hasil test
didapatkan hasil yang positif
Memberikan informasi tentang kesehatan kehamilan, persiapan dan proses
persalinan dan omplikasi yang mungkin terjadi
30
IV.4 Laporan Kasus Tidak Berisiko Responden 2
Identitas Pasien
Nama : Ny NA
Umur : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat : Bledar Anggur
KeluhanSaatKehamilan:
Pusing/sakit kepala (+), lemas (+), mual (+), muntah (-), batuk lama (-), sakit saat
kencing(-), keluar darah dari jalan lahir (-), kaki bengkak (-), keputihan (-) putih,
gatal di daerahkelamin (-), benjolan di daerah kelamin (-)
31
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat tekanan darah tinggi sebelum dan saat kehamilan (-)
Riwayat asma disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat transfusi disangkal
Riwayat infeksi selama kehamilan disangkal
RiwayatObstetri
G1P0A0
1. Hamil ini
Riwayat Ginekologi
Usia pasien saat pertama kali haid adalah 15 tahun. Haid teratur, tidak ada
nyeri saat haid. Pasien mengatakan sebelum hamil maupun saat hamil ini pasien
pernah memiliki keluhan keputihan, menurut pasien keputihan yang dialami tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak gatal. Rasa nyeri saat berkemih maupun riwayat
nyeri di daerah pinggang disangkal.Pasien belum pernah menggunakan KB
32
Pengetahuan
Pasien mengetahui tentang penyakit HIV/AIDS, gejala penyakit, cara
penularan dan cara pencegahan namun masih kurang. Pasien tidak mengetahui
cara penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi. Pasien mengetahui tentang penyakit
IMS dan cara penularannya. Pasien kurang mengetahui tentang kesehatan
kehamilan.
PenilaianRisiko
Individu
Kurangnyapengetahuantentang HIV/AIDS mengenai gejala, penularan,
pencegahan dan resikopenularan HIV/AIDS kebayi yang dikandungnya,
serta IMS lainnya
Pasien kurang mengetahui tentang kesehatan kehamilan
Dari hasil pemeriksaan laboratorium, Hb pasien dibawah normal dan usia
kehamilan pasien 20 minggu
Kelompok
Tidak terdapat risiko penularan dari suami pasien
Rekomendasi
Memberikan informasi tentang Kesehatan Kehamilan, IMS, HIV beserta
penyebab, gejala, cara penularan, cara penularan ke bayi, pencegahan, dan
komplikasi, serta cara menjaga higienitas alat reproduksi dengan cara direct
education oleh petugas kesehatan.
Memotivasi ibu hamil untuk melakukan skrining IMS
Memotivasi ibu hamil untuk menganjurkan pasangannya melakukan
skrining IMS dan VCT.
Mengedukasi tentang gizi pada ibu hamil kepada pasien
Memberikan informasi kepada pasien tentang persiapan dan proses
persalinan, dan apa saja komplikasi yang mungkin terjadi
33
IV.5 Laporan Kasus Tidak Berisiko Responden 3
Identitas Pasien
Nama : Ny AT
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat : Bledar Anggur
KeluhanSaatKehamilan:
Pusing/sakitkepala (-),lemas(+),mual (-), muntah (-), batuk lama (-), sakit saat
kencing(-), keluar darah dari jalan lahir (-), kaki bengkak (-), keputihan (-) putih,
gatal di daerahkelamin (-), benjolan di daerahkelamin (-)
RiwayatPenyakitSekarang:
Pasien G1P0A0 ,Hamil 37minggu (HPHT Juli 2017, HPL April 2018 ), ANC (+) di
prakek bidan Yohana, TT 1x, USG (+)
34
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat tekanan darah tinggi sebelum dan saat kehamilan (-)
Riwayat asma disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat transfusi disangkal
Riwayat infeksi selama kehamilan disangkal
Riwayat Obstetri
G1P0A0 Hamil ini
Riwayat Ginekologi
Usia pasien saat pertama kali haid adalah 14 tahun. Haid teratur, tidak ada
nyeri saat haid. Pasien mengatakan sebelum hamil tidak pernah menalami
keputihan atau infeksi pada daerah kemaluan, saat hamil usia 7 bulan ini pasien
pernah memiliki keluhan keputihan, menurut pasien keputihan yang dialami tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak gatal. Rasa nyeri saat berkemih maupun riwayat
nyeri di daerah pinggang disangkal. Pasien belum pernah menggunakan KB
35
Pengetahuan
Pasien mengetahui tentang penyakit HIV/AIDS, gejala penyakit, cara
penularan dan cara pencegahan namun masih kurang. Pasien tidak mengetahui
cara penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi. Pasien kurang tentang penyakit IMS
dan cara penularannya. Pasien kurang mengetahui tentang kesehatan kehamilan.
PenilaianRisiko
Individu
Kurangnya pengetahuan tentang HIV/AIDS mengenai gejala, penularan,
pencegahan dan resikopenularan HIV/AIDS kebayi yang dikandungnya,
serta IMS lainnya
Pasien kurang mengetahui tentang kesehatan kehamilan
Dari hasil pemeriksaan laboratorium, Hb pasien dibawah normal dan usia
kehamilan pasien 37 minggu
Kelompok
Terdapat risiko penularan dari suami pasien
Rekomendasi
Memberikan informasi tentang Kesehatan Kehamilan, IMS, HIV beserta
penyebab, gejala, cara penularan, cara penularan ke bayi, pencegahan, dan
komplikasi, serta cara menjaga higienitas alat reproduksi dengan cara direct
education oleh petugas kesehatan.
Memotivasi ibu hamil untuk melakukan skrining IMS
Memotivasi ibu hamil untuk menganjurkan pasangannya melakukan
skrining IMS dan VCT.
Mengedukasi tentang gizi pada ibu hamil kepada pasien
Memberikan informasi kepada pasien tentang persiapan dan proses
persalinan, dan apa saja komplikasi yang mungkin terjadi
36
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
37
4. Memberikan konseling pranikah terhadap setiap calon pasangan suami-
istri mengenai HIV dan AIDS.
5. Memberikan dukungan psikologis pada ibu hamil dengan HIV positif.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Z. Djoerban, S. Djauri. Infeksi tropical. Hiv aids. Buku ajar Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. Edisi IV. Jilid III. Hal. 1803-1807.
2. World Health Organization (WHO) (2016) HIV/AIDS [online]. Sumber:
http://www.who.int/topics/hiv_aids/en/ (Diakses 22 April 2018)
3. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) (2015) AIDS
by the numbers. Geneva: WHO Library Cataloguing-in-Publication Data
4. Kementerian Kesehatan RI (2015) Laporan Situasi Perkembangan HIV &
AIDS di Indonesia tahun 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
5. KPAP Jateng. 2013. Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS
2011- 2014. Jakarta: KPA.
6. Darmawan B. Profil Griya ASA. Semarang: PKBI Jawa Tengah
7. Kementrian Kesehatan RI (2011), Pedoman Pencegahan penularan HIV
dari Ibu ke Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
8. Laporan Perkembangan HIV-AIDS Triwulan I Tahun 20s13. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI; 2013.
9. Kementrian Kesehatan RI (2013), Pedoman Pencegahan Penularan HIV
dari Ibu Ke Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
39
LAMPIRAN
40