Apakah anda mengira, memperingatkan ummat dari bid’ah itu demi kepentingan sebuah
organisasi?
Apakah anda mengira, memperingatkan ummat tentang bahaya bid’ah itu demi kepentingan
sebuah partai politik?
Apakah anda mengira, memperingatkan ummat tentang amalan-amalan bid’ah itu demi
mendapatkan secuil harta dunia?
Apakah anda mengira, memperingatkan ummat tentang jeleknya bid’ah itu demi
mempertahankan tradisi nenek moyang?
Apakah anda mengira, memperingatkan ummat tentang kerugian pelaku bid’ah itu agar dikenal
sebagai orang alim yang paling pandai?
Apakah anda mengira, memperingatkan ummat agar meninggalkan bid’ah itu demi membela
tokoh Fulan dan Allan?
Demi Allah, sama sekali tidak. Bahkan nyatanya para pelaris kebid’ahan lah yang memiliki
tendensi-tendensi demikian. Dan sungguh, kita hendaknya enggan dan takut berbuat bid’ah
karena takut kepada Allah Ta’ala.
Apakah anda tidak takut berbuat bid’ah? Padahal Allah Ta’ala menyatakan bahwa ajaran Islam
sudah sempurna, tidak butuh penambahan. Membuat amalan-amalan ibadah baru sama saja
dengan memberikan ‘catatan kaki’ pada firman Allah Ta’ala:
Apakah anda tidak takut berbuat bid’ah? Padahal Allah Ta’ala melarang kita berselisih
ketika Qur’an dan sunnah sudah sangat jelas dalam menjelaskan ajaran agama ini
secara sempurna, dari masalah tauhid hingga adab buang air besar, sama sekali tidak
perlu penambahan lagi. Allah Ta’ala berfirman:
Ash Shabuni berkata: “Maksud ayat ini adalah, janganlah berlaku seperti orang Yahudi
dan Nasrani yang mereka berpecah-belah dalam masalah agama karena mengikuti
hawa nafsu mereka padahal ayat-ayat yang datang kepada mereka sudah sangat jelas”
(Shafwatut Tafasir, 202).
Apakah anda tidak takut berbuat bid’ah? Padahal Allah Ta’ala mengancam orang-orang
yang menyelisihi perintah-Nya dan sunnah Nabi-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
“Hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintah Allah itu takut akan ditimpa fitnah
(cobaan) atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An Nuur: 63)
Ketika Imam Malik ditanya tentang orang yang merasa bahwa ber-ihram sebelum miqat
itu lebih bagus, padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah mensyari’atkan
bahwa ihram dimulai dari miqat, maka Imam Malik pun berkata: “Ini menyelisihi perintah
Allah dan Rasul-Nya, dan aku khawatir orang itu akan tertimpa fitnah di dunia dan adzab
yang pedih sebagaimana dalam ayat.. (beliau menyebutkan ayat di atas)” (Al I’tisham,
174). Menjelaskan perkataan Imam Malik ini, Asy Syathibi berkata: “Fitnah yang
dimaksud Imam Malik dalam menafsirkan ayat ini berhubungan dengan kebiasaan dan
kaidah ahlul bid’ah, yaitu karena mengedepankan akal, mereka tidak menjadikan firman
Allah dan sunnah Rasulullah sebagai petunjuk bagi mereka” (Al I’tisham, 174).
Apakah anda tidak takut berbuat bid’ah? Padahal Allah memerintahkan hamba-Nya
untuk mengikuti tuntunan Rasul-Nya. Allah Ta’ala pun mengancam orang yang
menyelisihi tuntunan Rasul-Nya dengan siksaan yang keras. Allah Ta’ala berfirman:
ا عشظديِهَد اَملظععقاَ ظ
ب عوُعماَ آعتاَهَكهَم اَلررهَسوُهَل عفهَخهَذوُههَ عوُعماَ عنعهاَهَكمم ععمنهَه عفاَمنعتهَهوُاَ عوُاَرتهَقوُاَ ر ع
ا إظرن ر ع
“Apa yang datang dari Rasulullah, maka ambilah. Dan apa yang dilarangnya bagimu,
maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya” (QS. Al Hasyr: 7)
Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang berbuat bid’ah. Tidak anda takut
terhadap siksaan Allah yang keras karena melakukan yang dilarang Rasulullah?
Apakah anda tidak takut berbuat bid’ah? Padahal Allah mengancam neraka bagi hamba-
Nya yang mengambil cara beragama bukan dari Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
َصيِررا
ت عم ظ عوُعممن هَيِعشاَظقظق اَلررهَسوُعل ظممن عبمعظد عماَ عتعبريِعن علهَه اَملهَهعدىَ عوُعيِرتظبمع عغميِعر عسظبيِظل اَملهَم مؤظمظنيِعن هَنعوُليَظه عماَ عتعوُرلىَّ عوُهَن م
صلظظه عجعهرنعم عوُعساَعء م
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali” (QS. An Nisa: 115)
Ibnu Katsir menjelaskan: “Maksud ayat ini, barang siapa yang menjalani cara beragama
yang bukan berasal dari Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam maka ia telah
menempatkan dirinya di suatu irisan (syiqq), sedangkan syariat Islam di irisan yang lain.
Itu ia lakukan setelah kebenaran telah jelas baginya” (Tafsir Al Qur’an Al Azhim, 2/412)
Apakah anda tidak takut berbuat bid’ah? Padahal Allah mencela orang yang membuat-
buat syari’at baru yang dalam agama dan menyebut orang-orang yang mengajarkan
syari’at baru, lalu ditaati, sebagai sesembahan selain Allah. Sebagaimana perbuatan
orang-orang musyrik. Allah Ta’ala berfirman:
ب أعظليِمم
ضعي عبميِعنهَهمم عوُإظرن اَلرظاَلظظميِعن علهَهمم عععذاَ م شعرعكاَهَء عشعرهَعوُاَ علهَهمم ظمعن اَليَديِظن عماَ علمم عيِأمعذمن ظبظه ر
ا هَ عكلظعمهَة اَملعف م
صظل علقهَ ظ َأعمم علهَهمم ه
Ibnu Katsir berkata: “Mereka (orang-orang musyrik) tidak mengikuti apa yang telah
disyariatkan Allah melalui agama Allah yang lurus ini. Bahkan mereka mengikuti syariat
dari setan-setan yang berupa jin dan manusia. Mereka mengharamkan apa yang
diharamkan oleh setan tersebut, yaitu bahiirah, saaibah, washilah dan haam. Mereka
menghalalkan bangkai, darah dan judi, dan kesesatan serta kebatilan yang lain. Semua
itu dibuat-buat secara bodoh oleh mereka, yaitu berupa penghalalan (yg haram),
pengharaman (yang halal), ibadah-ibadah yang batil dan perkatan-perkataan yang
rusak” (Tafsir Al Qur’an Al Azhim, 7/198)
Apakah anda tidak takut berbuat bid’ah? Padahal Allah telah mencap sesat orang-orang
yang ketika tuntunan Islam sudah ada, mereka malah mempunyai pilihan lain. Bisa jadi
pilihan lain ini datang dari ustadz-nya, kiai-nya, syaikh-nya, dari akalnya, atau dari yang
lain. Allah Ta’ala berfirman:
ص ر
اع عوُعرهَسوُعلهَه عفعقمد خعيِعرةهَ ظممن أعممظرظهمم عوُعممن عيِمع ظ
ا هَ عوُعرهَسوُل هَهَه أعممرراَ أعمن عيِهَكوُعن علهَههَم اَمل ظ
ضىَّ ر
عوُعماَ عكاَعن لظهَم مؤظمةَن عوُعلَ هَم مؤظمعنةَة إظعذاَ عق ع
َضعلرلَ هَمظبيِرنا ضرل ع ع
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, mereka
memiliki pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS. Al Ahzab: 36)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata: “Tidak layak bagi seorang mu’min dan
mu’minah, jika Allah sudah menetapkan sesuatu dengan tegas, lalu ia memiliki pilihan
yang lain. Yaitu pilihan untuk melakukannya atau tidak, padahal ia sadar secara pasti
bahwa Rasulullah itu lebih pantas diikuti dari pada dirinya. Maka hendaknya janganlah
menjadikan hawa nafsu sebagai penghalang antara dirinya dengan Allah dan Rasul-
Nya” (Taisiir Kariimirrahman, 665)
Apakah anda tidak takut berbuat bid’ah? Padahal Allah mengabarkan ada sebagian
hamba-Nya yang berbuat kesesatan namun mereka merasa itu amalan kebaikan. Dan
demikianlah bid’ah, tidak ada satupun pelaku bid’ah kecuali ia merasa amalan bid’ahnya
itu adalah kebaikan. Allah Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang bukan berasal dari urusan
(agama) kami, maka amalan itu tertolak” (Muttafaq ‘alaihi)
Tidakkah anda takut amalan-amalan yang anda anggap baik, padahal tidak ada
tuntunannya dalam agama, kemudian anda mengamalkannya sampai berpeluh-peluh,
ternyata hanya sia-sia belaka di hadapan Allah ? Oleh karena itu saudaraku, takutlah
kepada Allah dan jauhi perbuatan bid’ah.
Artikel www.muslim.or.id
Bahkan pelaku bid`ah bisa terjun kepada syirik , tauhidnya hilang dan kebanyakan
begitu . Apalagi bila membuat kebid`ahan dalam ibadah , lihat ayat sbb :
قهَمل إظرنعماَ أععناَ عبعشمر يَممثل هَهَكمم هَيِوُعحىَّ إظعلري أعرنعماَ إظعلهَههَكمم إظعلمه عوُاَ ظ
حمد عفعمن عكاَعن عيِمرهَجوُ لظعقاَء عريَبظه عفملعيِمععممل عععملر ع
صاَظلحاَ ر عوُعلَ هَيِمشظرمك ظبظععباَعدظة
عريَبظه أععحداَر
18.110. Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang
diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa".
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Tuhannya".Kahfi 110
Dalam ayat itu , Allah juga melarang syirik dalam beribadah, artinya ibadah itu harus ada
perintahnya dari Allah , dalil dari ayat atau tuntunan Nabi SAW . Bila ber ibadah tanpa
dalil ayat atau hadis , tapi sekedar karangan ulama saja atau orang awam , maka tidak
diperkenankan , termasuk sesat dan menyesatkan anda dan orang lain .
Bahkan juga tidak boleh syirik dalam hal hukum . Ya`ni , jangan sampai menggunakan
hukum manusia . Allah berfirman :
خعرظة عوُعلهَه اَملهَحمكهَم عوُإظعلميِظه هَتمرعجهَعوُعن َعوُهَهعوُ ا هَ لَع إعلعه إلَر هَهعوُ علهَه اَملعحممهَد ظفي ماَ ه
لوُعلىَّ عوُاَمل ظ ظ ظ
Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah
segala puji di dunia dan di akhirat, dan milikNya segala hukum dan hanya kepada-
Nyalah kamu dikembalikan.
Juga tidak boleh berpendapat dalam hal agama tapi simpan pendapatmu dan
kedepankan dalil. Dan ia termasuk kedustaan atas nama Allah . Allah berfirman :
ض اَملععقاَظوُيِل علععخمذعناَ ظممنهَه ظباَملعيِظميِظن هَثرم لععقعطمععناَ ظممنهَه اَملعوُظتيِعن عفعماَ ظممنهَكمم ظممن أععحةَد ععمنهَه عحاَ ظ
جظزيِعن عوُلعموُ عتعقروُعل ععلعميِعناَ عبمع ع
Seandainya dia (Muhammad) berkata bohong atas (nama) Kami, Niscaya Kami pegang
dia dengan tangan kanan. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya.
Tidak seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat
nadi itu.[1]
Bila anda mengatakan sunah , maka harus berdasarkan dalil. Anda mengatakan
sampai pahala bacaan kepada mayatpun harus berlandaskan dalil. Jadi pendapat
pribadi jangan di campur ke dalam agama , nantinya akan rancu dan termasuk iftira`
atau bikin kedustaan pada Allah .
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara
dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah
beruntung.[2]