Anda di halaman 1dari 18

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara menetap diatas atau sama dengan
140/90 mmHg. Berbagai factor resiko yang sudah dikenal seperti gaya hidup tidak aktif,
merokok, dislipidemi, kelebihan berat badan terutama kelebihan lingkar perut dan stress
mempunyai peran sebesar 90-95% dalam terjadinya hipertensi.1

Dalam panduan penanganan hipertensi, perubahan gaya hidup direkomendasikan


meliputi diet sehat (makanan tinggi buah, sayuran, produk susu rendah lemak, rendah lemak
jenuh, kolesterol, dan rendah garam), aktivitas fisik teratur, konsumsi alcohol risiko rendah,
,memperoleh dan mempertahankan berat badan ideal, lingkar pinggang ideal dan lingkungan
bebas asap rokok.1

Sampai saat ini hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal, antara lain
meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum mendapat
pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta
adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.2

1.2 Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai penyakit Hipertensi,
yang umumnya terjadi pada usia dewasa. Belakangan penderita Hipertensi di dalam masyarakat
meningkat karena faktor pola hidup yang makin memburuk, misalnya saja kurangnya
berolahraga, makan makanan atau minum minuman yang tidak sehat (asin dan berlemak) dan
sebagainya.

1
1.3 Tujuan
Dengan melakukan kegiatan kunjungan langsung kepada pasien puskesmas, diharapkan
dapat menambah wawasan mengenai Hipertensi yang ada pada kasus di lapangan. Kasus di
lapangan dapat saja memiliki variasi dan sedikit berbeda dengan teori yang ada, namun dengan
sedikit dasar, pencegahan dan penanganan terhadap Hipertensi ini tidak lagi asing. Dengan
mengetahui kejadian Hipertensi di lapangan, diharapkan menambah pengetahuan yang lebih baik
mengenai Hipertensi ditinjau dari sisi kemasyarakatannya.

1.4 Sasaran
Sasaran yang kita tuju adalah “pasien” yang merupakan penderita Hipertensi, dan juga
sekelompok masyarakat atau komunitas yang harus kita berikan edukasi guna mencegah
peningkatan penderita penyakit Hipertensi.

2
BAB II
ISI

2.1 Materi

Menurut WHO adalah peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 140
mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg secara konsisten dalam
beberapa waktu. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi
esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer, untuk membedakannya
dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui.2

2.2 Metode

Metode yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data ini adalah dengan melakukan
kunjungan langsung ke rumah pasien dengan mendapat alamat dan data dasar dari Puskesmas
Wanakerta Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang.

2.3 Kerangka Teori

2.3.1 Klasifikasi Hipertensi

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang
dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat I, dan derajat II.2

Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7


Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prahipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi derajat 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi derajat 2 >160 >100

3
2.3.2 Etiologi dan Patofisiologi

Etiologi

Pada 90-95% orang mengalami peningkatan tekanan darah (hipertensi esensial)


yang sebabnya tidak diketahui yang ditingkatkan oleh gaya hidup yang kurang aktif,
merokok, berat badan berlebih, diet tinggi lemak, konsumsi alcohol dan stress.1 Pada 5-
10% orang (hipertensi sekunder) mempunyai penyakit lain yang mendasari menyebabkan
tingginya tekanan darah dan memerlukan pengobatan segera.1

Terdapat faktor-faktor risiko yang berperan dalam hipertensi. Faktor resiko yang
dapat diubah dan tidak dapat diubah.

Faktor – Faktor yang dapat diubah termasuk gaya hidup, antara lain :

- Merokok
- Kurang aktivitas fisik
- Kelebihan berat badan
- Diet tinggi lemak
- Asupan garam berlebih
- Konsumsi alcohol berlebih

Faktor – Faktor yang tidak dapat diubah, antara lain :

- Riwayat keluarga dengan hipertensi


- Usia > 45 tahun pada pria dan >55 tahun pada
wanita
- Etnik / suku bangsa

4
Patofisiologi

Pengaturan Tekanan Darah

Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu

- Curah jantung
Hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup, sedangkan isi
sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena dan kekuatan kontraksi miokard.
- Resistensi vascular
Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastisitas
dinding pembuluh darah dan viskositas darah.

Semua parameter di atas dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sistem saraf
simpatis dan parasimpatis., sistem rennin-angiotensin-aldosteron (SRAA) dan faktor
lokal berupa bahan-bahan vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah.3

Sistem saraf simpatis bersifat presif yaitu cenderung meningkatkan tekanan darah
dengan :

- Meningkatkan frekuensi denyut jantung,


- Memperkuat kontraktilitas miokard
- Meningkatkan resistensi pembuluh darah

Sistem saraf parasimpatis bersifat depresif, yaitu menurunkan tekanan darah dengan :

- Menurunkan frekuensi denyut jantung.

SRAA juga bersifat presif berdasarkan efek vasokonstriksi angiotensin II dan


perangsangan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan natrium di ginjal sehingga
meningkatkan volume darah. Selain itu terdapat sinergisme antara sistem simpatis dan
SRAA yang saling memperkuat efek masing-masing.3

Sel endotel pembuluh darah memproduksi berbagai bahan vasoaktif yang


sebagiannya bersifat vasokonstriktor seperti :

5
- Endotelin, tromboksan, A2 dan angiotensin II lokal, dan sebagian lagi
bersifat vasodilator seperti endothelium-derived relaxing factor yang dikenal
dengan nitric oxide (NO) dan prostasiklin (PG12).
Selain itu jantung, terutama atrium kanan memproduksi hormone yang disebut
atriopeptin (atrial natriuretic peptide, ANP) yang bersifat diuretic, natriuretik, dan
vasodilator yang cenderung menurunkan tekanan darah.3

Obat-obat antihipertensi bekerja dengan berbagai mekanisme yang


berbeda, namun berakhir pada penurunan curah jantung atau resistensi
perifer atau keduanya.

Mekanisme hipertensi tidak dapat dijelaskan dengan satu penyebab khusus,


melainkan sebagai akibat interaksi dinamis antara faktor genetik, lingkungan dan faktor
lainnya. Tekanan darah dirumuskan sebagai perkalian antara curah jantung dan atau
tekanan perifer yang akan meningkatkan tekanan darah. Retensi sodium, turunnya filtrasi
ginjal, meningkatnya rangsangan saraf simpatis, meningkatnya aktifitas renin angiotensin
alosteron, perubahan membran sel, hiperinsulinemia, disfungsi endotel merupakan
beberapa faktor yang terlibat dalam mekanisme hipertensi.4,5

Mekanisme patofisiologi hipertensi salah satunya dipengaruhi oleh sistem renin


angiotensin aldosteron, dimana hampir semua golongan obat anti hipertensi bekerja
dengan mempengaruhi sistem tersebut. Renin angiotensin aldosteron adalah sistem
endogen komplek yang berkaitan dengan pengaturan tekanan darah arteri. Aktivasi dan
regulasi sistem renin angiotensin aldosterouran Tekanan Darah diatur terutama oleh
ginjal. Sistem renin angiotensi aldosteron mengatur keseimbangan cairan, natrium dan
kalium. Sistem ini secara signifikan berpengaruh pada aliran pembuluh darah dan aktivasi
sistem saraf simpatik serta homeostatik regulasi tekanan darah. 4

6
2.3.3 Tanda dan Gejala
Peningkatan tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada
hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang
timbul dapat berbeda-beda.

Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala
setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung
(Julius, 2008). Sebagian besar manifestasi klinis timbul setelah mengalami hipertensi
bertahun-tahun, dan berupa :

- Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium
- Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi
- Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat
- Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus
- Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler 2,4
Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dikedua lengan.


mencari kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, payah jantung
kongestif, diseksi aorta). Palpasi denyut nadi, auskultasi untuk mendengar ada atau tidak
bruit pembuluh darah besar, bising jantung dan ronki paru.5,6

Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar WHO dengan alat
sphygomanometer. Untuk menegakan diagnosis hipertensi perlu dilakukan pengukuran
tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah
<160/100mmHg.2

7
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi :

- Hematologi lengkap
- Gula darah
- Profil lemak
- Fungsi ginjal : Urea N, kreatinin, asam urat, albumin urin kuantitatif
- Gangguan elektrolit : Natrium, kalium
- hsCRP
- EKG6
-

2.3.3 Diagnosis

Diagnosa Hipertensi

Tekanan darah diukur setelah seseorang duduk atau berbaring selama 5 menit.
Angka 140/90 mmHg atau lebih dapat diartikan sebagai hipertensi, terapi diagnosis tidak
dapat ditegakkan hanya berdasarkan 1x pengukuran.

Jika pada pengukuran pertama tinggi, maka dapat diukur kembali dan kemudian
diukur sebanyak 2x dengan jarak 1 minggu untuk meyakinkan adanya hipertensi. Hasil
pengukuran bukan hanya menentukan adanya tekanan darah tinggi, tetapi juga digunakan
untuk menggolongkan beratnya hipertensi.

Setelah diagnosis ditegakkan :

Dilakukan pemeriksaan terhadap organ utama terutama pembuluh darah, jantung, otak,
ginjal.

- Retina : dapat menunjukan adanya efek dari hipertensi terhadap arteriola


(pembuluh darah kecil). Diperiksan dengan menggunakan oftalmoskop. Dengan
menentukan derajat kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya
hipertensi.
- Jantung : Pembesaran jantung, bisa ditemukan pada EKG, dan foto thorax

8
- Ginjal : Adanya sel darah dan albumin dalam urin, bisa menjadi petunjuk ada
kerusakan ginjal

Jika penyebabnya feokromositoma, maka dalam urin dapat ditemukan bahan – bahan
hasil penguraian hormone epinefrin dan norepinefrin.

2.3.4 Penatalaksanaan

2.3.4.1 Non Medika Mentosa

Modalitas yang ada pada penatalaksanaan diabetes mellitus terdiri dari: pertama terapi
non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola
makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi
berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus menerus,
kedua terapi farmakologis, yang meliputi pemberian obat ati diabetes oral dan injeksi insulin.
Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika penerapan terapi non farmakologis yang
telah dilakukan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah sebagaimana yang diharapkan.
Pemberian terapi farmakologis tetap tidak meninggalkan terapi nom farmakologis yang telah
diterapkan sebelumnya.1,6

2.3.4.2 Medikamentosa

Penggulangan hipertensi dengan obat dilakukan bila dengan perubahan pola hidup
tekanan darah belum mencapai target (<140/90mmHg) atau < 130/80 mmHg pada
diabetes atau penyakit ginjal kronik pemilihan obat berdasarkan ada/tidaknya indikasi
khusus. Bila tidak ada indikasi khusus pilihan obat juga tergantung dari derajat hipertensi
(grade 1 atau 2).
Alogaritma penanggulangan hipertensi:

9
Indikasi khusus Diuretic B blocker ACEI ARB CCB Anti
aldosteron
Gagal jantung + + + + +
Pasca infark miokard + + +
Resiko tinggi PJK + + + +
DM + + + + +
Penyakit Ginjal Kronik + +
Cegah stroke berulang + +

2.3.5 Pencegahan
Pencegahan primer
Pencegahan primer berupa kegiatan untuk menghentikan atau mengurangi faktor risiko
hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi. Pencegahan primer dilaksanakan melalui berbagai
upaya, seperti promosi kesehatan mengenai peningkatan perilaku hidup sehat, yakni diet yang
sehat dengan cara makan cukup sayur dan buah, rendah garam dan lemak, rajin melakukan
aktivitas dan tidak merokok.

10
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan penyakit.
Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan secara dini.
Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier dilaksanakan agar penderita hipertensi terhindar dari komplikasi yang lebih
lanjut, serta untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang lama ketahanan hidup.
Dalam pencegahan tertier, kegiatan difokuskan kepada mempertahankan kualitas hidup
penderita. Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan hipertensi
yang tepat, serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak memberikan
komplikasi seperti penyakit ginjal kronik, stroke, dan jantung. Penanganan respons cepat juga
menjadi hal yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat penyakit hipertensi dapat
terkendali dengan baik.

11
Data dan Pembahasan
Puskesmas: Puskesmas Wanakerta Kecamatan Telukjambe Barat – Kabupaten Karawang
I. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. Apiah
b. Umur : 59 tahun
c. Jenis Kelamin : Wanita
d. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
e. Pendidikan : SD (tamat)
f. Alamat : Ds.Wanajaya
g. Telepon : tidak punya
II. Riwayat Biologis Keluarga
a. Keadaan Kesehatan sekarang : kurang baik
Keadaan kesehatan dikatakan kurang baik karena pasien sedang mersakan sedikit
sesak
b. Kebersihan Perorangan : kurang
Kebersihan pasien dapat dikatakan kurang karena yang terlihat dari hygiene rambut,
tangan dan kaki kurang diperhatikan serta dijaga. Gigi geligi dan pakaian yang
digunakan pun tampak kurang bersih.
c. Keluhan yang sering diderita : sakit kepala, badan terasa pegal-pegal
d. Penyakit keturunan : tidak ada
e. Penyakit kronis/menular : tidak ada
f. Kecacatan anggota keluarga : tidak ada
g. Pola Makan : Cukup
Pola makan pasien dapat dikatakan cukup karena pasien makan tidak melebihi porsi
makan dengan frekuensi makan sehari 3 kali.
h. Pola istirahat : Baik
i. Jumlah Anggota Keluarga : 4 orang
Terdiri dari suami pasien, saudara perempuan pasien dan satu anak laki-laki pasien.

12
III. Psikologis Keluarga
a. Kebiasaan buruk : suami dan anak pasien merokok.
b. Pengambil keputusan : pengambil keputusan adalah suami pasien.
c. Ketergantungan obat : tidak ada ketergantungan obat.
Keluarga tersebut hanya mengkonsumsi obat atas anjuran dari puskesmas atau dokter
praktik umum di sekitar rumah.
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan: ke klinik swasta dekat daerah tersebut.
e. Pola Rekreasi : Kurang
IV. Keadaan Rumah/Lingkungan
a. Jenis bangunan : Rumah permanen
b. Lantai rumah : Keramik
c. Luas rumah : ± 5 x 10 m
d. Penerangan : cukup
e. Kebersihan : cukup
Kebersihan rumah pasien dapat digolongkan ke cukup karena rumah pasien tidak terlalu
bersih. Selain itu, kursi, dinding, plafon dan horden rumah pasien agak berdebu dan sedikit
berantakan.
f. Ventilasi : kurang
Ventilasi untuk keluar masuk cahaya dan udara sangat kurang.
g. Dapur : Ada
h. Jamban keluarga : Tidak ada
i. Sumber Air minum : air PAM.
j. Sumber Pencemaran air : tidak ada
Karena sumber air minum pasien dari dari air PAM yang tersalurkan dengan baik.
k. Pemanfaatan pekarangan : tidak ada
Karena rumah pasien berupa rumah yang tidak terlalu besar, maka pemanfaatan
pekarangan pasien tidak ada.
l. Sistem pembuangan air limbah : tidak ada
m. Tempat pembuangan sampah : ada
n. Sanitasi lingkungan : sedang

13
V. Spiritual Keluarga
a. Kegiatan beribadah : baik
Dapat dikatakan baik, karena pasien yang beragama Islam, menjalankan sholat 5
waktu.
b. Keyakinan tentang Kesehatan: cukup
VI. Keadaan Sosial Keluarga
a. Tingkat pendidikan : rendah karena tamatan SD.
b. Hubungan anggota keluarga : baik
c. Hubungan dengan orang lain : baik
Karena pasien sering dibantu dengan tetangga sekitar dan saling menengur sapa bila
berpapasan
d. Kegiatan organisasi social : kurang
Kurang, karena keterbatasan fisik yang dimiliki pasien
e. Keadaan ekonomi : sedang
Keadaan ekonomi pasien terlihat kurang, karena pasien tidak bekerja sejak ditinggal
suami sebagai pemberi nafkah
VII. Kultural Keluarga
a. Adat yang berpengaruh : Sunda. Pasien dilahirkan dan dibesarkan di rumah tersebut
dari kecil.
VIII. Daftar Anggota Keluarga
Nama Hubungan Jenis Keadaan Keadaan Gizi Penyebab
dengan Kelamin Kesehatan Kematian
KK

Bp. Ujang suami Laki-laki Baik Baik


Ibu Apiah istri Perempuan Hipertensi Baik -
Ibu Akiah Saudara Perempuan Baik Baik -

Dendi Anak Laki-laki Baik Baik

IX. Keluhan Utama : sering sakit kepala


X. Keluhan Tambahan : badan pegal-pegal
XI. Riwayat Penyakit Sekarang : Hipertensi

14
XII. Riwayat Penyakit Dahulu : tidak ada

XIII. Pemeriksaan Fisik


TD: 160/90
Nadi: 90
RR: 22
Suhu: 36,68o
XIV. Diagnosis Penyakit
WD: Hipertensi grade II
XV. Diagnosis Keluarga
Ibu menderita sakit Hipertensi grade II dan mendapat pengobatan dari puskesmas.
XVI. Anjuran penatalaksanaan penyakit :
a. Promotif :
- Harus rutin memeriksakan diri ke bidan/klinik terdekat, guna mengontrol kadar
tekanan darah untuk mencegah terjadinya komplikasi.
b. Preventif :
- Atur pola makan/dietnya, perhatikan makanan berlemak tinggi, dan kadar garam
- Banyak berolahraga dan beraktivitas fisik
c. Kuratif :
- Captopril ( anti hipertensi)
d. Rehabilitatif :
- Edukasi (tentang penyakit, gejala penyakit, cara menangani dan cara pencegahan)
- Exercise
- Nutrisi dengan gizi yang lengkap dan pengaturan makanan mencegah peningkatan
kadar tekanan darah
- Penggunaan obat – obat long term control hipertensi

15
XVII. Prognosis:

- Penyakit :

Prognosis penyakit hipertensi pasien ini dapat dikatakan ad bonam, karena adanya rasa
kesadaran untuk sembuh dan mau menjaga pola makannya, dan juga terus
mengkonsumsi obat yang diberikan bidan.

- Keluarga : kondisi kesehatan anggota keluarga yang lain dalam keadaan baik.

- Masyarakat : Ad bonam, bukan penyakit menular.

16
Bab III
Penutup

3.1 Kesimpulan
Dari hasil kunjungan ke rumah pasien (Ibu Apiah) di Desa Wanajaya, Kecamatan
Telukjambe Barat, Pasien menderita penyakit Hipertensi grade II dan dengan melakukan
pendekatan kedokteran keluarga diketahui tidak ada riwayat keturunan dalam keluarga.

Dalam menegakkan diagnosis, pasien ini menjelaskan beberapa gejala yang membantu
dalam penegakkan diagnosis, seperti sering sakit kepala, dan badan pegal-pegal. Namun karena
tingginya kesadaran pasien tentang kesehatan diri, maka pasien sering mengontrol kesehatannya
ke bidan desa dan teratur mengkonsumsi obat-obat yang diberikan bidan desa.

3.2 Saran
Saran saya untuk pasien adalah menjaga pola makan dengan menghindari makanan
dengan lemak tinggi, kadar gula dan garam yang tinggi dan mengkonsumsi makanan bergizi.
Kemudian, menjaga pola hidup terutama olahraga dan melakukan aktivitas fisik mengkontrol
tekanan darah. Tidak lupa juga untuk meminum obat-obat yang sudah diberikan sesuai anjuran
guna mengontrol kadar tekanan darah pasien dan mengurangi resiko terjadinya komplikasi.

Saran untuk keluarga pasien juga sama, terutama untuk anak pasien, perlu menjaga
kesehatan dengan berolahraga dan kurangi konsumsi makanan tinggi lemak, garam dll. karena
usia > 40tahun mempunyai resiko untuk terkena penyakit degeneratif, akan lebih baik untuk
menjaga kesehatan. Selain itu, keluarga perlu memotivasi dan senantiasa terus mengingatkan
pasien untuk rutin berobat dan teratur meminum obat.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Hipertensi Indonesia. Konsesus Penatalaksanaan Hipertensi Dengan


Modifikasi Gaya Hidup. Jakarta : InaSH, 2011.
2. Yogiantoro, Mohammad. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi V Jilid III. Jakarta : Interna Publishing, 2009.
3. Nafrialdi. Antihipertensi dalam Buku Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, 2008
4. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Teknis Penemuan dan Penatalaksanaan Penyakit
Hipertensi. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I. , 2006.
5. Perhimpunan Hipertensi Indonesia. Ringkasan Eksklusif Penaggulangan Hipertensi.
Jakarta : InaSH, 2007.
6. Prodia. Pemeriksaan laboratorium untuk penyandang hipertensi. Diunduh dari
http://prodia.co.id/tips-kesehatan/pemeriksaan-laboratorium-untuk-penyandang-
hipertensi . Depok, 29 Mei 2013.
7. Roesma, Jose. Krisis Hipertensi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III.
Jakarta : Interna Publishing, 2009.
8. Irawan, Cosphiadi. Tri Edi Juli Tarigan dan Maruhum B. Marbun. Krisis Hipertensi
dalam Buku Panduan Tatalaksana Kegawatdaruratan Di Bidang Ilmu Penyakit Dalam
edisi !. Jakarta : Interna Publishing, 2009.

18

Anda mungkin juga menyukai