Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KONSEP DINI HARGA DIRI RENDAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh: Kelompok 3

Arya Andika Saputra 16.IK.462

Hisni Raudhati 16.IK.471

Masliani 16.IK.481

Muji Palhadad 16.IK.484

Neky Mawaddah 16.IK.485

Siti Muhibba 16.IK.496

Siti Nabella E.Q 16.IK.497

Siti Naly Maimunah 16.IK.498

Syiva Hermawinda 16.IK.499

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA BANJARMASIN
TAHUN 2018
A. Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri
atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal
karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri. ( Yosep,2009)
Menurut Keliat (2010), Harga diri rendah adalah kondisi seseorang yang
menilai keberadaan dirinya lebih rendah dibandingkan orang lain yang
berfikir adalah hal negatif diri sendiri sebagai individu yang gagal, tidak
mampu, dan tidak berprestasi.
Menurut Fitria (2009) harga diri rendah dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian (kehilangan,
perubahan).
2. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu
lama.

B. Etiologi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri
seseorang. Dalam tinjuan life span history klien. Penyebab terjadinya harga
diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal
sering gagal di sekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul
saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari
kemampuannya ( Yosep,2009).
Menurut Stuart & Sundeen (2006), faktor-faktor yang mengakibatkan
harga diri rendah kronik meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi
sebagai berikut :
1. Faktor predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada
orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe peran
gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi
ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan
perubahan struktur sosial.
d. Faktor biologis, adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi
kerja hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada
keseimbangan neurotransmiter di otak, contoh kadar serotonin yang
menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada
pasien depresi kecendrungan harga diri rendah kronis semakin besar
karena klien lebih dikuasai oleh pikiran – pikiran negatif dan tidak
berdaya,
2. Faktor presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi
yang dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan. Situasi atau
stressor dapat mempengaruhi komponen,
Stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya
bagian tubuh, tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan
struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, prosedur tindakan
dan pengobatan. Sedangkan stressor yang dapat mempengaruhi harga diri
dan ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang
tua dan orang yang berarti, pola asuh yang tidak tepat misalnya selalu
dituntut, dituruti, persaingan denga saudara, kasalahan dan kegagalan
bertanggung jawab sendiri.
Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal :
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi. Ada tiga
jenis transisi peran :
1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan, perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individua tau keluarga dan
norma – norma budaya, nilai- nilai, serta tekanan untuk
menyesuaikan diri.
2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau
berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3) Transisi peran sehat – sakit terjadi akibat pergeseran keadaan
sehat ke keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh
kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, betuk, penampilan,
atau fungsi tubuh, perubahan fisik yang berhubungan dengan
tumbuh kembang normal. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi
semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri,
peran dan harga diri.

C. Tanda dan gejala


1. Mengejek dan mengkritik diri
2. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri,
3. Mengalami gejala fisik, missal : tekanan darah tinggi, gangguan
penggunaan zat
4. Menunda keputusan
5. Sulit bergaul
6. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas
7. Menarik diri dari realitas, cemas, panik, cemburu, curiga, halusinasi
8. Merusak diri : harga diri rendah menyokong klien untuk mengakhiri
hidup
9. Merusak atau melukai orang lain
10. Perasaan tidak mampu
11. Pandangan hidup yang pesimitis
12. Tidak menerima pujian
13. Penuruna produktivitas
14. Penolakann terhadap kemampuan diri
15. Kurang memperhatikan perawata diri
16. Berpakaian tidak rapi
17. Berkurang selera makan
18. Tidak berani menatap lawan bicara
19. Lebih banyak menunduk
20. Bicara lambat dengan nada suara lemah

D. Proses Terjadinya Masalah


Harga diri rendah kronis merupakan proses kelanjutan dari harga diri
rendah situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena
individu tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang perilaku
lien sebleumnya bahkan mungkin kecendrungan lingkungan yang selalu
memberi respon negatif untuk mendorong individu menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis disebabkan banyak faktor. Awalnya individu
berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu
berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbl pikiran
bahwa diri meras tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan
peran dalah kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak
memberi dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi
secara terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami harga diri
rendah kronis.
Rentang Respon :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Keracunan Depersona


diri rendah identitas lisasi

1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan
dapat diterima.
b. Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai pengalaman
yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif
maupun yang negatif dari dirinya.(Eko P, 2014)
2. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia
tidak mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
a. Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai
dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
b. Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas
sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
c. Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu
mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu
berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa percaya
diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan orang lain.
(Eko P,2014)
E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka panjang pendek
atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanann ego untuk
melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.
Pertaahanan tersebut mencakup berikut ini :
1. Jangka pendek :
a. Aktivitas yang memberikan pelarian semestara dari krisis identitas
diri (misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton tv secara
obsesif)
b. Aktivitas yang memberikan identitas pengganti semestara (misalnya,
ikut serta dalam klub sosial, agama, politik, kelompok, gerakan, atau
geng)
c. Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan
diri yang tidak menentu (misalnya, olahraga yang kompetitif,
prestasi akademik, kontes untuk mendapatkan popularitas).
2. Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini :
a. Penutupan identitas : adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh
orang terdekat tanpa memerhatikan keinginan,aspirasi,atau potensi
diri individu.
b. Identitas negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan
harapan yang diterima masyarakat.
Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi, disosiasi,isolasi,
proyeksi, pengalihan (displacement, berbalik marah terhadap diri sendiri, dan
amuk). (Stuart,2006)

F. Pohon Masalah
Isolasi sosial

Gangguan Konsep Diri: Harga diri rendah

Peran diri tidak efektif.


G. Penatalaksanaan
Terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah dikembangkan
sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya lebih
manusiawi dari pada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
1. Psikofarmaka
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang
hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2 golongan
yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical).
Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine
HCL (psikotropik untuk menstabilkan senyawa otak), dan Haloperidol
(mengobati kondisi gugup). Obat yang termasuk generasi kedua
misalnya, Risperidone (untuk ansietas), Aripiprazole (untuk antipsikotik).
(Hawari,2001)
2. Psikoterapi
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi
dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter, maksudnya supaya
ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005)
3. Terapi Modalitas
Terapi modalitas/ perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrenia yang ditunjukan pada kemampuan dan kekurangan pasien.
Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri
dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal. Terapi kelompok
bagi skizofrenia biasnya memusatkan pada rencana dan masalah dalam
hubungan kehidupan yang nyata.( Eko P,2014)
4. Terapi Kejang Listrik (Electro Confulsive Terapi)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmal secara
artifisial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang
dipasang satu atau dua temples. Terapi kejang listrik diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau
injeksi, dosis terapi kejang listrik 4 – 5 joule/detik. (Maramis, 2005)

H. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
Adapun isi pengkajian tersebut adalah :
a. Keluhan utama atau alsan masuk
Apa yang menyebabkan klien atau keluarga dating, atau dirawat di
Rumah Sakit, apakah sudah tahu penyakit sebelumnya, apa yang
sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah ini.
b. Faktor predisposisi
c. Faktor presipitasi
d. Konsep diri klien meliputi :
1) Gambaran diri : presepsi klien trhadap tubuhnya, bagian tubuh
yang disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak
disukai dan bagian tubuh yang disukai
2) Ideal diri : persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya
berprilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai
personal tertentu
3) Harga diri : penilai individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan mengalisis sebagai seberapa prilaku dirinya
dengan ideal diri
4) Identitas : prinsip pengorganisasian kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan,
konsentrasi, dan keunikan individu
5) Peran : serangkaian pola prilaku yang diharapkanoleh
lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di
berbagai kelompok sosial.
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah
b. Gangguan konsep diri: Harga diri rendah berhubungan dengan
koping individu inefektif
3. Rencana Asuhan Keperawatan

TUJUAN INTERVENSI
Tujuan umum : Pasien Bina hubungan saling percaya dengan
memiliki konsep diri yang mengungkapkan prinsip komumikasi
positif. terapeutik:
Tujuan khusus : 1. Sapa pasien dengan ramah baik verbal
maupun non verbal
TUK 1 : 2. Perkenalkan diri dengan sopan
Pasien dapat membina 3. Tanyakan nama lengkap pasien dan nama
hubungan saling percaya panggilan yang disukai pasien
dengan perawat kriteria 4. Jelaskan tujuan pertemuan
hasil: Pasien
menunjukkan ekspresi : 5. Jujur dan menepati janji
1. Wajah bersahabat, 6. Tunjukkan sikap empati dan menerima
menunjukkan rasa pasien apa adanya
senang, ada kontak 7. Beri perhatian kepada pasien dan
mata, mau berjabat perhatikan kebutuhan dasar pasien
tangan, mau menyebut
nama, mau menjawab
salam, pasien mau
duduk, berdampingan
dengan perawat, mau
mengutarakan masalah
yang dihadapi

TUK 2 : 1. Diskusikan kemampuan aspek positif ,


Pasien dapat keluarga dan lingkungan yang dimiliki
mengidentifikasi pasien
kemampuan dan aspek 2. Bersama pasien membuat daftar tentang :
positif yang dimiliki a Aspek positif pasien, keluarga, dan
Kriteria hasil: interaksi lingkungan
pasien dapat menyebutkan b Kemampuan yang dimiliki pasien
: 3. Utamakan memberi pujian yang realistik
1. Kemampuan yang dan hindarkan penilaian negative
dimiliki pasien
2. Aspek positif keluarga
3. Aspek positif
lingkungan
TUK 3 : 1. Diskusikan dengan pasien kemampuan
Pasien dapat menilai yang masih dapat dilaksanakan dan
kemampuan yang dimiiki digunakan selama sakit
untuk digunakan Kriteria 2. Diskusikan kemampuan yang dapat
hasil: pasien dapat dilanjutkan penggunaannya
menyebutkan kemampuan
yang dapat digunakan

TUK 4 : 1. Rencanakan bersama pasien aktivitas yang


Pasien dapat dapat dilakukan setiap hari sesuai
(menetapkan) kemampuan
merencanakan kegiatan a. Kegiatan mandiri
sesuai dengan kemampuan b. Kegiatan dengan bantuan
yang dimiliki Kriteria
c. Kegiatan yang membutuhkan bantuan
hasil: pasien mampu
total
membuat rencana kegiatan
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
harian
toleransi kondisi pasien
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan
yang boleh pasien lakukan

TUK 5 : 1. Beri kesempatan pada pasien untuk


Pasien dapat melakukan mencoba kegiatan yang telah
kegiatan sesuai dengan direncanakan
rencana yang telah dibuat 2. Pantau kegiatan yang dilaksanakan pasien
Kriteria hasil: pasien 3. Beri pujian atas keberhasilan
dapat melakukan kegiatan pasien
jadwal yang telah dibuat 4. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan
kegiatan setelah pasien pulang
TUK 6 : 1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga
Pasien dapat tentang cara merawat pasien dengan harga
memanfaatkan system diri rendah
pendukung yang ada 2. Bantu keluarga memberikan
Kriteria hasil: pasien dukungan selama pasien dirawat
memanfaatkan system 3. Bantu keluaga menyiapkan lingkungan
pendukung yang ada di rumah
keluarga
TUK 7 : Diskusikan dengan pasien dan keluarga
Pasien dapat tentang dosis ,frekuensi dan manfaat obat
memanfaatkan obat 1. Anjurkan pasien meminta sendiri obat
dengan baik Kriteria hasil: pada perawat, dan merasakan manfaatnya
1. Pasien dan keluarga 2. Anjurkan pasien dengan bertanya kepada
dapat menyebutkan dokter tentang efek dan efek samping obat
manfaat,dosis dan efek yang dirasakan.
samping obat 3. Diskusikan akibat berhentinya tanpa
2. Pasien dapat konsultasi
mendemonstrasikan 4. Bantu pasien menggunakan obat dengan
penggunaan obat prinsip 5 benar
3. Pasien termotivasi
untuk berbicara
dengan perawat
apabila dirasakan ada
efek samping obat
4. Pasien memahami
akibat berhentinya
obat
5. Pasien dapat
menyebutkan prinsip 5
benar penggunaan obat

(Eko prabowo,konsep dan aplikasi asuhan keperawatan jiwa,2014:213-214)


DAFTAR PUSTAKA

Herdman. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Iskandar, M. D. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika


Aditama.

Keliat. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa : edisi 2. Jakarta: EGC.

Keliat, C. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Yogyakarta: EGC.

Prabowo, E. (2014). Konsep&Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA.


Yogyakarta : Nuhamedika.

Sundeen, S. &. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Townsend. (2008). Nursing Diagnosis in Psuchiatric Nursing a Pocket Guide for


Care Plan Construction. jakarta: EGC.

Sari, Kartika. (2015).Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa.


Jakarta: CV.Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai