Anda di halaman 1dari 594

CBT COMBO

PEMBAHASAN TO 1 PATOFISIOLOGI
OPTIMAPREP
BATCH I UKMPPD 2016
dr. Widya, dr. Cemara, dr. Yolina, dr. Retno, dr. Yusuf, dr. Reza

OFFICE ADDRESS:

Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :


(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
phone number : 021 8317064 Phone number : 061 8229229
pin BB 2A8E2925 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694 www.Optimaprep.Com
ILMU PENYAKIT DALAM
1. Tuberkulosis
• Tuberkulosis primer
– M. tb  saluran napas  sarang/afek primer di bagian paru mana
pun  saluran getah bening  kgb hilus (limfadenitis regional).
– Dapat sembuh tanpa bekas atau terdapat garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus.
– Morfologi: radang puth keabuan, perkejuan sental.

• Tuberkulosis postprimer
– Muncul bertahun-tahun setelah tb primer, di segmen apikal lobus
superior atau lobus inferior.
– Dapat sembuh tanpa bekas atau sembuh dengan jaringan fibrosis,
pengapuran, atau kavitas yang menciut & terlihat seperti bintang.
– Morfologi: fokus putih keabuan-kuning berbatas tegas, perkejuan
sentral, & fbrosis perifer.

• Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpuan Dokter Paru Indonesia. 2006
• Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed.
1. Tuberkulosis
1. Tuberkulosis

Gejala respiratori: batuk ≥2 minggu, batuk darah,


Gejala Klinis sesak napas, nyeri dada. Gejala sistemik: demam,
malaise, keringat malam, turun berat badan

Kelainan paru di lobus superior (apeks & segmen posterior),


PF apeks lobus inferior: suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda penarikan paru,
diafragma, dan mediastinum

Lesi aktif: Bayangan berawan/nodular di apeks & posterior


Roentgen lobus superior, segmen superior lobus inferior, Kavitas,
Bayangan bercak milier, efusi pleura. Lesi inaktif: fibrotik,
kalsifikasi, schwarte/penebalan pleura.

Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI: 2006.


Suspek TB paru

Pemeriksaan dahak sewaktu-pagi-sewaktu

BTA: + + + / + + - BTA: + - - BTA: - - -

Antibiotik spektrum luas,


nonOAT, nonkuinolon

Tidak ada ada


perbaikan perbaikan

Foto toraks & Pemeriksaan dahak


pertimbangan dokter mikroskopis

BTA: ≥ 1+ BTA: - - -

Foto toraks &


pertimbangan dokter

TB Bukan TB
Pelatihan DOTS. Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI; 2008.
1. Tuberkulosis
Tipe Pasien Definisi
Baru Belum pernah/sudah pernah OAT <1 bulan
Kambuh/relaps Pernah sembuh atau OAT lengkap, kembali BTA +
Defaulted/drop out OAT >1 bulan, tidak mengambil obat ≥2 bulan
Gagal Telah berobat tapi BTA tetap + pada akhir bulan ke-5
Kronik BTA + dengan OAT kategori 2
Bekas TB BTA -, Ro: tidak aktif
Paduan Obat Tipe Pasien
Kategori 1: Pasien baru, TB paru BTA (-), TB ekstra paru.
2RHZE/4(RH)3
Kategori 2 Kambuh, gagal, default/drop out
2RHZES/RHZE/5(RHE)3
Kategori anak Anak dengan skor TB ≥6
2RHZ/4RH
Profilaksis anak Anak dengan kontak penderita TB BTA (+)
6INH 5-10 mg/kgBB
2. Penyakit Paru

Scanlon PD. The pathogenesis and pathology of COPD. Adv stud med. 2004.
2. Penyakit Paru
A. Gambaran Klinis PPOK
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi
saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisis (PPOK dini umumnya tidak ada kelainan)


• Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai

1. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011


2. Penyakit Paru
Pemeriksaan fisis PPOK
• Palpasi: pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi: pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah
• Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh, gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
tungkai

• Pink puffer
– Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed – lips
breathing
• Blue bloater
– Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di
basal paru, sianosis sentral dan perifer
• Pursed - lips breathing
– Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini
terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

1. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011


2. Penyakit Paru

Spirometri penyakit obstruktif


paru:
• FEV1 ↓
• Vital capacity ↓
• Hiperinflasi mengakibatkan:
– Residual volume ↑ Normal COPD
– Functional residual capacity ↑
Nilai FEV1 pascabronkodilator <80% prediksi memastikan ada
hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel.
1. Color Atlas of Patophysiology. 1st ed. Thieme: 2000.
2. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine. Lange: 2003.
3. Murray & Nadel’s Textbook of respiratory medicine. 4th ed. Elsevier: 2005.
4. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011
2. Penyakit Paru
• Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau
faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi.

• Gejala eksaserbasi :
– Sesak bertambah
– Produksi sputum meningkat
– Perubahan warna sputum

• Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :


a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi
saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan
batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20%
baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline

1. PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2011


2. Penyakit Paru
3. Asma
• Definisi:
– Gangguan inflamasi kronik
saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya.
– Inflamasi kronik mengakibatkan
hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik
berulang:
• mengi, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk-batuk terutama
malam dan atau dini hari.
– Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan napas yang
luas, bervariasi & seringkali
bersifat reversibel.
PDPI, Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
GINA 2005
3. Asma
• Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan
dengan cuaca.

• Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah


dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.

• Riwayat penyakit / gejala :


– Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan
– Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
– Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
– Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
– Respons terhadap pemberian bronkodilator

• Tanda klinis: sesak napas, mengi, & hiperinflasi. Serangan berat: sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, penggunaan otot bantu napas.

PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004


3. Asma
• Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
– Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau
VEP1 < 80% nilai prediksi.
– Reversibilitas: perbaikan VEP1 ≥ 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/ oral) 2 minggu.
– Menilai derajat berat asma

• Manfaat arus puncak ekspirasi dengan spirometri atau peak


expiratory flow meter:
– Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE > 15% setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau
respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu
– Variabilitas, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti
APE harian selama 1-2 minggu. Juga dapat digunakan menilai derajat
asma.

PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004


4. Anemia
4. Anaemia

Hoffbrand essential hematology.


4. Anaemia

Harrison’s principles of internal medicine.


4. Anemia
MCV & MCH ↓

GDT

Besi serum

Besi serum ↑ Besi serum N/↑ Besi serum ↓

Besi sumsum tulang  Pemeriksaan Hb F/A2 Kadar ferritin

Ferritin↓ Ferritin N/↑

Anemia sideroblastik Talasemia, Kelainan Hb Defisiensi besi penyakit kronik


5. Anemia Makrositik
• Vegetarian diet:
– Konsumsi protein total lebih rendah dari omnivora, tetapi
memenuhi kebutuhan
– Kadar feritin rendah, tetapi tidak habis
– Serum vitamin B12 umumnya lebih rendah
– Asupan kalsium rendah
– Asupan vitamin D rendah

• Gejala & tanda defisiensi vitamin B12:


– Anemia megaloblastik, pansitopenia
– Parestesia, iritabilita, gangguan memori ringan, depresi, psikosis
– Glossitis, angular cheilosis
– Peningkatan risiko infark miokard & stroke

Modern Nutrition in Health & Disease.


5. Anaemia Makrositik
Apakah terdapat hipersegmentasi netrofil atau
makroovalosit di GDT?

Ya Tidak

Anemia megaloblastik ; Anemia


Periksa vitamin B12 dan folat nonmegaloblastik

Retikulosit

Defisiensi Tidak Defisiensi


vitamin B12 defisiensi folat  N/

•Diet kurang
Uji Schilling: Peny. Sintesis
•Malabsorpsi dipicu obat •Toksisitas alkohol
membaik DNA herediter
Obat yang •Reseksi jejunum •Hipotiroidisme
dgn faktor
mengganggu •Tropical sprue, sensiivitas •Penyakit hati
intrinsik •Anemia hemolitik
DNA thd gluten.
•Peningkatan kebutuhan: •Anemia hemoragik
Bila bukan sebab
kehamilan, hemolisis kronik
Ya Tidak diatas: periksa
sumsum tulang
Anemia Peny. Ileal, pembedahan
pernisiosa, Pertumbuhan berlebihan •MDS
Reseksi bakteri usus halus •Aplasia eritrosit
gaster Cacing pita •Anemia sideroblastik didapat
Malabsorpsi karena obat •Anemia diseritropoeitik herediter
tipe I, tipe III
6. Sindrom Koroner Akut
• Gejala khas
– Rasa tertekan/berat di bawah dada, menjalar ke lengan
kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati.
– Dapat disertai berkeringat, mual/muntah, nyeri perut, sesak napas, & pingsan.

• Gejala tidak khas:


– Nyeri dirasakan di daerah penjalaran (lengan kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati).
– Gejala lain berupa rasa gangguan pencernaan, sesak napas atau rasa lemah
yang sulit dijabarkan.
– Terjadi pada pasien usia 25-40 tahun / >75thn / wanita / diabetes / penyakit
ginjal kronik/demensia.

• Angina stabil:
– Umumnya dicetuskan aktivtas fisik atau emosi (stres, marah, takut),
berlangsung 2-5 menit,
– Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat &
nitrogliserin sublingual.

Penatalaksanaan STEMI, PERKI


6. Angina Pektoris

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
6. Sindrom Koroner Akut

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
6. Sindrom Koroner Akut
ACC/AHA, acute coronary syndrome
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
7. Diabetes Mellitus

Basic & clinical endocrinology. Color atlas of pathophysiology


7. Diabetes Mellitus

Basic & clinical endocrinology. Color atlas of pathophysiology


Human physiology.
7. Diabetes
7. Diabetes Melitus – Komplikasi akut
7. Diabetes Melitus – Komplikasi akut

American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus.


Diabetes care, Vol 24, No 1, January 2001
7. Diabetes Melitus – Komplikasi kronik

Harrison’s principles of internal medicine.


8. Penyakit Endokrin
• Struma: pembesaran kelenjar tiroid.
• Defek biosintesis tiroksin & defisiensi iodin:
– hormon tiroid rendah  TSH meningkat  stimulasi tiroid sebagai
kompensasi  struma.

Human Physiology.
Human Physiology.
Guyton and Hall textbook of medical physiology.
8. Penyakit Endokrin
8. Penyakit Endokrin
Hipertiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine


8. Penyakit Endokrin
Wayne’s index untuk
diagnosis hipertiroidisme:
• Skor > 19:
– hipertiroidisme.
• Skor < 11:
– eutiroidism.
• Skor antara 11-19:
– equivocal
8. Penyakit Endokrin

Hipotiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine


9. Metabolik Endokrin

Human Physiology
9. Penyakit Endokrin
• Klasifikasi klinis insufisiensi
adrenal:
– Insufisiensi adrenal primer
(Addison’s disease):
gangguan pada korteks
adrenal
– Insufisiensi adrenal sekunder:
sekresi ACTH menurun.
– Insufisiensi adrenal tersier:
sekresi CRH menurun.
Hiperpigmentasi daerah
friksi

Hiperpigmentasi mukosa
9. Penyakit Endokrin
• Krisis Adrenal = krisis Addison = krisis adrenal akut =
insufisiensi adrenal akut
– Definisi: kegagalan akut/mendadak korteks adrenal untuk
menghasilkan kortisol yang mencukupi kebutuhan
fisiologis. Dapat dipresipitasi oleh stres fisiologi pada
pasien yang rentan.

– Gejala/tanda: lemah, apati, anoreksia, mual/muntah,


hipotensi & syok, demam, hipoglikemia

– Perlu dipikirkan pada pasien dengan:


• Riwayat insufisiensi adrenal
• Hipopituitarism (defisiensi hormon hipofisis apapun)
• Sebelumnya menggunakan steroid jangka panjang
9. Penyakit Endokrin
10. Penyakit Ginjal

Kidney International Supplements (2012) 2, 8–12; doi:10.1038/kisup.2012.7


10. Penyakit Ginjal
Gangguan pada:
10. Penyakit Ginjal

Kidney International Supplements (2012) 2, 8–12; doi:10.1038/kisup.2012.7


10. Penyakit Ginjal
Diagnosis Characteristic
Acute glomerulonephritis an abrupt onset of hematuria & proteinuria with
reduced GFR & renal salt and water retention, followed
by full recovery of renal function.
Rapidly progressive recovery from the acute disorder does not occur.
glomerulonephritis Worsening renal function results in irreversible and
complete renal failure over weeks to months.
Chronic glomerulonephritis renal impairment after acute glomerulonephritis
progresses slowly over a period of years & eventually
results in chronic renal failure.
Nephrotic syndrome manifested as marked proteinuria, particularly
albuminuria (> 3.5 g/24 24 hour), hypoalbuminemia,
edema, hyperlipidemia, and fat bodies in the urine.

Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine. 5th ed.


11. Nyeri Sendi
Gout:
– Transient attacks of acute
arthritis initiated by
crystallization of urates
within & about joints,

– leading eventually to
chronic gouty arthritis &
the appearance of tophi.

– Tophi: large aggregates of


urate crystals & the
surrounding
inflammatory reaction.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed.


McGraw-Hill; 2011.
Robbins’ pathologic basis of disease. 2007.
Acute Gout Tophy in chronic gout
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.
11. Nyeri Sendi

• Osteoarthritis:  Gout arthritis:


– space narrowing (white arrow),  Acute gouty arthritis: soft tissue swelling.
– osteophytes/spur (arrowhead),  Advanced gout: the erosion are slightly
removed from the joint space, have a
– subchondral cysts, rounded or oval shape, & are
characterized by a hypertrophic calcified
– subchondral "overhanging edge." The joint space may
sclerosis/eburnation (black be preserved or show osteoarthritic type
arrow). narrowing.
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.
Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
11. Nyeri Sendi
• The management of acute
gout is to provide rapid & safe
pain relief.
– NSAID,
– Colchicine.
– Corticosteroid if NSAID is
contraindicated.

• Preventing further attacks by


uric acid lowering agent:
– Allopurinol
– Probenecid

• Uric acid lowering agent


shouldn’t be given on acute
attack, unless the patient has
consumed it since 2 weeks
before.
Current diagnosis & treatment in rheumatology. 2nd ed. McGraw-Hill; 2007.
Ciri OA RA Gout Spondilitis
Ankilosa
Prevalens Female>male, >50
tahun, obesitas
Arthritis
Female>male
40-70 tahun
Male>female, >30
thn, hiperurisemia
Male>female,
dekade 2-3
Awitan gradual gradual akut Variabel

Inflamasi - + + +

Patologi Degenerasi Pannus Mikrotophi Enthesitis

Jumlah Sendi Poli Poli Mono-poli Oligo/poli

Tipe Sendi Kecil/besar Kecil Kecil-besar Besar

Predileksi Pinggul, lutut, MCP, PIP, MTP, kaki, Sacroiliac


punggung, 1st CMC, pergelangan pergelangan kaki & Spine
DIP, PIP tangan/kaki, kaki tangan Perifer besar

Temuan Sendi Bouchard’s nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberden’s nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Perubahan Osteofit Osteopenia erosi Erosi
tulang erosi ankilosis

Temuan - Nodul subkutan, Tophi, Uveitis, IBD,


Extraartikular pulmonari cardiac olecranon bursitis, konjungtivitis, insuf
splenomegaly batu ginjal aorta, psoriasis

Lab Normal RF +, anti CCP Asam urat


12. Penyakit Hepatobilier
PF ukuran hati:
• Mulai perkusi dibawah payudara
kanan pada linea midclavicula,
awalnya suara sonor dari paru.
• Lalu perkusi beberapa
sentimeter ke bawah sampai
suara perkusi lebih pekak dan
perhitungan mulai dari titik ini.
• Teruskan kebawah sampai ada
perubahan suara perkusi. Titik ini
merupakan titik akhir dan
kemudian diukur dari titik awal
sampai titik akhir.
• Panjang ukuran disebut liver
span yang mempunyai angka
normal 6-12 cm.
12. Penyakit Hepatobilier
12. Penyakit Hepatobilier
• Hepatoma
– Faktor risiko: infeksi hepatitis kronik, aflatoxin, sirosis.
– Sering asimtomatik dengan hasil lab normal atau
sedikit abnormal.
– Peningkatan AFP ditemukan pada ≥ 50% kasus.
– PF:
• hepatomegali yang keras, bisa ada nyeri tekan, tanda
penyakit hati kronik, atau normal.
• Adanya bruit atau friction rub pada liver menandakan
adanya tumor.

Current diagnosis & treatment in gastroenterology.


13. Gagal Jantung
• Heart failure is present
when:
– the heart is unable to pump
blood forward at a sufficient
rate to meet the metabolic
demands of the body
(forward failure), or

– Is able to do so only if the


cardiac filling pressures are
abnormally high (backward
failure),

– or both.

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
13. Gagal Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. LWW; 2011.


13. Gagal Jantung

• Framingham criteria:
– ≥ 2 major or 1 major + 2 minor
– Minor criteria are acceptable only if they cannot be
attributed to another medical condition (e.g., pulmonary
hypertension, chronic lung disease, cirrhosis, ascites,
nephrotic syndrome).
14. Penyakit katup Jantung
14. Penyakit katup Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
14. Penyakit katup Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
15. Penyakit Hepatobilier
• Kolelitiasis:
– Nyeri kanan atas/epigastrik
mendadak, hilang dalam 30
menit-3 jam, mual, setelah makan
berlemak.
• Kolesistitis:
– Nyeri kanan atas 
bahu/punggung, mual, muntah,
demam
– Nyeri tekan kanan atas (murphy
sign)
• Koledokolitiasis:
– Nyeri kanan atas, ikterik, pruritis,
mual.
• Kolangitis:
– Triad Charcot: nyeri kanan atas,
ikterik, demam/menggigil
– Reynold pentad: charcot + syok &
mitral stenosis
Pathophysiology of disease. 2nd ed. Springer; 2006.
15. Penyakit Hepatobilier
Lokasi Nyeri Anamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan Diagnosis Terapi
Fisis Penunjang
Nyeri epigastrik Membaik dgn Tidak spesifik Urea breath test Dispepsia PPI:
Kembung makan (ulkus (+): H. pylori ome/lansoprazol
duodenum), Endoskopi: H. pylori:
Memburuk dgn eritema (gastritis klaritromisin+amok
makan (ulkus akut) silin+PPI
gastrikum) atropi (gastritis
kronik)
luka sd submukosa
(ulkus)
Nyeri epigastrik Gejala: mual & Nyeri tekan & Peningkatan enzim Pankreatitis Resusitasi cairan
menjalar ke muntah, Demam defans, perdarahan amylase & lipase di Nutrisi enteral
punggung Penyebab: alkohol retroperitoneal darah Analgesik
(30%), batu (Cullen:
empedu (35%) periumbilikal, Gray
Turner: pinggang),
Hipotensi
Nyeri kanan atas/ Prodromal Ikterus, Transaminase, Hepatitis Akut Suportif
epigastrium (demam, malaise, Hepatomegali Serologi HAV,
mual)  kuning. HBSAg, Anti HBS
Nyeri kanan atas/ Risk: Female, Fat, Nyeri tekan USG: hiperekoik Kolelitiasis Kolesistektomi
epigastrium Fourty, Hamil abdomen dgn acoustic Asam
Prepitasi makanan Berlangsung 30-180 window ursodeoksikolat
berlemak, Mual, menit
TIDAK Demam
Nyeri epigastrik/ Mual/muntah, Murphy Sign USG: penebalan Kolesistitis Resusitasi cairan
kanan atas Demam dinding kandung AB: sefalosporin
menjalar ke bahu/ empedu (double gen. 3 +
punggung rims) metronidazol
Kolesistektomi
ILMU BEDAH, ANASTESIOLOGI DAN
RADIOLOGI
16. Phimosis
Phimosis Paraphimosis
• Prepusium tidak dapat • Prepusium tidak dapat
ditarik kearah proksimal ditarik kembali dan
• Fisiologis pada neonatus terjepit di sulkus
koronarius
• Komplikasiinfeksi
• Gawat darurat bila
– Balanitis
– Obstruksi vena
– Postitis superfisial  edema dan
– Balanopostitis nyeri  Nekrosis glans
• Treatment penis
– Dexamethasone 0.1% (6 • Treatment
weeks) for spontaneous – Manual reposition
retraction – Dorsum incision
– Dorsum incisionbila
telah ada komplikasi
Hydrocele
Anorchia  the absence of both testes at birth
• Normal outside genitals before puberty
• Failure to start puberty at the correct time
• Empty scrotum
• Lack of secondary sex characteristics
• penis and pubic hair growth
• deepening of the voice
• increase in muscle mass

Congenital urethrocutaneous fistula


• Fistula pada ventral penis, dapat berkaitan
dengan kelainan genitalia yang lain
(epispadia atau hipospadia

Superior vesica fissure(Exstrophy bladder variants)


• Widely separated pubic symphysis
• The umbilicus is low or elongated
• A small superior bladder opening or a patch of isolated
bladder mucosa
• Infraumbilica
• Genitalia are intact
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002167/
http://emedicine.medscape.com/article/ http://en.wikipedia.org/wiki/

Male Genital Disorders


Disorders Etiology Clinical
Testicular torsion Intra/extra-vaginal Sudden onset of severe testicular pain followed by
torsion inguinal and/or scrotal swelling. Gastrointestinal
upset with nausea and vomiting.
Hidrocele Congenital anomaly, accumulation of fluids around a testicle, swollen
blood blockage in the testicle,Transillumination +
spermatic cord
Inflammation or
injury

Varicocoele Vein insufficiency Scrotal pain or heaviness, swelling. Varicocele is


often described as feeling like a bag of worms
Hernia skrotalis persistent patency of Mass in scrotum when coughing or crying
the processus
vaginalis
Chriptorchimus Congenital anomaly Hypoplastic hemiscrotum, testis is found in other
area, hidden or palpated as a mass in inguinal.
Complication:testicular neoplasm, subfertility,
testicular torsion and inguinal hernia
17. Shock: Classification
• Hypovolemic shock
– Terjadi karena turunnya volume darah yang bersirkulasi dibandingkan
kapasitas total pembuluh darah, dicirikan dengan penurunakan diastolic
filling pressures
• Cardiogenic shock
– Kegagalan pompa jantung akibat berkurangnya kontraktilitas myoardium
atau fungsi myokardium atau kelainan anatomi jantung, dicirikan dengan
peningkatan diastolic filling pressures and volumes
• Extra-cardiac obstructive shock
– Terjadi karena adanya obstruksi aliran darah balik ke jantung, dicirikan
dengan impairment of diastolic filling or excessive afterload
• Distributive shock
– Disebabkan oleh hilangnya kontrol vasomotor yang menyebabkan dilatasi
arteriol dan venula, dicirikan dengan peningkatan cardiac output dan
menurunnya SVR (Systemic vascular resistance)
CARDIOGENIC
• Myopathic • Pharmacologic : Calcium
• Blunt Cardiac Injury (trauma) channel blockers
• Myocarditis • Mechanical
• Cardiomyopathy • Valvular failure (stenotic or
• Post-ischemic myocardial regurgitant)
stunning • Hypertropic cardiomyopathy
• Septic myocardial depression • Ventricular septal defect
• Arrhythmic
• Bradycardia
• Tachycardia

optimized by optima
EXTRACARDIAC OBSTRUCTIVE
• Impaired diastolic filling (decreased • Impaired systolic contraction
ventricular preload) (increased ventricular afterload)
– Direct venous obstruction (vena – Right ventricle
cava) • Pulmonary embolus
• intrathoracic obstructive (massive)
tumors • Acute pulmonary
– Increased intrathoracic pressure hypertension
• Tension pneumothorax – Left ventricle
• Mechanical ventilation (with • embolus
excessive pressure or volume • Aortic dissection
depletion)
• Asthma
– Decreased cardiac compliance
• Constrictive pericarditis
• Cardiac tamponade

optimized by optima
DISTRIBUTIVE
• Septic (bacterial, fungal, viral, rickettsial)
• Toxic shock syndrome
• Anaphylactic, anaphylactoid
• Neurogenic (spinal shock)
• Endocrinologic
– Adrenal crisis
– Thyroid storm
• Toxic (e.g., nitroprusside, bretylium)

optimized by optima
optimized by optima
Hypovolemic shock
• Shock caused by  Loss of circulating blood
decreased preload due to volume (Plasma)
intravascular volume loss
(1/5 of blood volume)  Normal Blood Volume:
– Results in decreased CO
– SVR is typically increased in
- 7% IBW in adults
an effort to compensate
– Causes: - 9% IBW in kids
• Hemorrhagic – trauma, GI
bleed, hemorrhagic
pancreatitis, fractures
• Fluid loss induced –
Diarrhea, vomiting, burns
Hypovolemic
• Hemorrhagic • Interstitial fluid redistribution
– Trauma – Thermal injury
– Gastrointestinal – Trauma
– Retroperitoneal – Anaphylaxis
• Fluid depletion • Increased vascular capacitance
(nonhemorrhagic) (venodilatation)
• External fluid loss – Sepsis
– Dehydration – Anaphylaxis
– Vomiting – Toxins/drugs
– Diarrhea
– Polyuria

optimized by optima
Hemorrhaegic Shock
Volume Perdarahan Fraktur Femur

• Femur bone anatomy


– Terletak dekat dengan
pembukuh darah besar
(femoral artery)
• Pada fraktur femur
kehilangan darah
sampai 1,500 ml per
femur
Fluid Resuscitation
Crystalloids Non-protein colloids
• Sama efektifnya dengan albumin • Digunakan sebagai second-line
pada pasien post-operative agents pada pasien yang tidak
• Merupakan pilihan cairan merespon dengan pemberian
resusitasi awal he initial kristaloid
resuscitation fluid untuk: • Dapat digunakan pada pasien
– Hemorrhagic shock / edema perifer atau edema paru
traumatic injury dengan kebocoran kapiler
– Syok septik • Lebih dipilih daripada albumin
– Hepatic resection karena lebih murah
– Thermal injury
– Cardiac surgery
– Dialysis induced hypotension
Resuscitation
• Cairan kristaloid menyamakan tekanan
intravaskuler dan intersisial dengan cepat
• Pemulihan/restorasi stabilitas hemostatik yang
adekuat akan membutuhkan volume RL yang
banyak
• Sudah diobservasi secara empirik, kurang
lebih 300 cc kristaloid dibutuhkan untuk
mengkompensasi setiap kehilangan darah 100
cc (3:1 rule)
• Target resusitasi
cairan:
– Euvolemia
– Improve perfusion
– Improve oxygen
delivery

British Consensus Guidelines on


Intravenous Fluid Therapy for Adult
Surgical Patients 2011
18. Management of Trauma Patient
Airway Management
• Simple management Pasien tidak sadar:
maneuvers •GCS <9
– Suction •Obstruksi karena
– Chin lift – Lidah
– Jaw thrust – Aspirasi
• “Definitive airway:” Cuffed tube – Benda asing
in tracheaendotracheal tube – Trauma Maksilofasial
– Trauma leher
•Management:
– Careful endoscopic exam
– Careful and gentle intubation, or
– Surgical airway?
• Modifikasi untuk pasien dengan kecurigaan trauma medula
spinalis:
1. Tongue/jaw lift
2. Modified jaw thrust
Sumbatan Jalan Napas
• Mengorok Oropharyngeal Airway
• Obstruksi jalan napas • Semicircular, disposable and
atas karena lidah made of hard plastic.
• Gurgling Guedel and Berman are the
frequent types.
• due to obstruction of
upper airway by liquids • Guedel  tubular dan
memiliki lubang ditengah.
(blood, vomit)
• Tx: Suction • Berman  solid and has
channeled sides.
• Wheezing • Menarik lidah menjauh dari
• due to narrowing of the dinding faring posterior
lower airways • Mencegah lidah untuk
jatuh ke hipofaring
PATENT Vs COLLAPSED AIRWAY

2006 American Academy of Sleep medicine


19. GIT Congenital Malformation
Disorder Clinical Presentation
Hirschprung Congenital aganglionic megacolon (Auerbach's Plexus)
Fails to pass meconium within 24-48 hours after birth,chronic constipation
since birth, bowel obstruction with bilious vomiting, abdominal distention,
poor feeding, and failure to thrive, Chronic Enterocolitis.
RT:Explosive stools .
Criterion standardfull-thickness rectal biopsy.
Treatment  remove the poorly functioning aganglionic bowel and create
an anastomosis to the distal rectum with the healthy innervated bowel
(with or without an initial diversion)

Anal Atresia Anal opening (-), The anal opening in the wrong place,abdominal
distention, failed to pass meconium,meconium excretion from the fistula
(perineum, rectovagina, rectovesica, rectovestibuler).
Low lesionthe colon remains close to the skin stenosis anus, or the
rectum ending in a blind pouch.
High lesionthe colon is higher up in the pelvis fistula
Hypertrophic Hypertrophy and hyperplasia of the muscular layers of the pylorus
Pyloric functional gastric outlet obstruction
Stenosis Projectile vomiting, visible peristalsis, and a palpable pyloric tumor(Olive
Disorder Clinical Presentation

Oesophagus Congenitally interrupted esophagus


Atresia Drools and has substantial mucus, with excessive oral secretions,.
Bluish coloration to the skin (cyanosis) with attempted feedings
Coughing, gagging, and choking, respiratory distressPoor feeding
Intestine Atresia Malformation where there is a narrowing or absence of a portion
of the intestine
Abdominal distension (inflation), fails to pass stools, Bilious
vomiting

http://en.wikipedia.org/wiki/ http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth
Congenital Malformation
Disorder Definition Radiologic Findings

Hirschprung Congenital Barium Enema: a transition zone that


aganglionic separates the small- to normal-diameter
megacolon aganglionic bowel from the dilated bowel
above
Intussusception A part of the Intussusception found in air or barium
intestine has enema
invaginated into
another section of
intestine
Duodenal Dueodenum Plain X-ray: Double Bubble sign
atresia
Anal Atresia birth defects in Knee chest position/invertogram: to
which the rectum is determined the distance of rectum stump
malformed to the skin (anal dimple)

http://emedicine.medscape.com/
Atresia anii

Duodenal atresia

Intussusception

Hirschprung

http://emedicine.medscape.com/ Learningradiology.om
http://emedicine.medscape.com/article/2047916

20. Chest Trauma


Disorders Etiology Clinical

Hemothorax lacerated blood Anxiety/Restlessness,Tachypnea,Signs of


vessel in thorax Shock,Tachycardia
Frothy, Bloody Sputum
Diminished Breath Sounds on Affected
Side,Flat Neck Veins, Dullness to percussion

Simple/Closed Blunt trauma Opening in lung tissue that leaks air into
Pneumothorax spontaneous chest cavity, Chest Pain,Dyspnea,Tachypnea
Decreased Breath Sounds on Affected
Side,hipersonor
Open Pneumothorx Penetrating Opening in chest cavity that allows air to
chest wound enter pleural cavity, Dyspnea,Sudden sharp
pain,Subcutaneous Emphysema
Decreased lung sounds on affected side
Red Bubbles on Exhalation from wound
(Sucking chest wound)
Disorders Etiology Clinical
Tension Anxiety/Restlessness, Severe ,Poor Color
Penumothorax Dyspnea,Tachypnea,Tachycardia
Absent Breath sounds on affected side,
Accessory Muscle Use, JV Distention
Narrowing Pulse Pressures,Hypotension
Tracheal Deviation, hypersonor

Flail Chest Trauma a segment of the rib cage breaks becomes


detached from the rest of the chest wall, 3 ribs
broken in 2 or more places,painful when
breathing,Paradoxical breathing

Pleural Efusion congestive heart Dyspnea, cough, chest pain, which results from
failure, pleural irritation, Dullness to percussion,
pneumonia, decreased tactile fremitus, and asymmetrical
malignancy, or chest expansion, with diminished or delayed
pulmonary expansion on the side of the effusion, decreased
embolism tactile fremitus, and asymmetrical chest
infection expansion, diminished or delayed expansion on
the side of the effusion

Pneumonia Infection, Fever,dysnea,cough,rales in ausultation


inflammation
Tension Pneumothoraks
Treatment
• ABC’s dengan c-spine
control sesuai indikasi
• Needle Decompression
pada bagian yang
• Udara yang terkumpul terkena
di rongga pleura tidak
dapat keluar lagi • Oksigen aliran
• Tekanan pada tinggibag valve mask
mediastinum,paru dan • Atasi syok karena
pembuluh darah besar kehilangan darah
meningkat
• Menyebabkan paru • Memberitahukan RS dan
pada bagian yang unit trauma secepatnya
terkena kolaps

http://www.trauma.org/index.php/main/article/199/
http://emedicine.medscape.com/article/424547

Needle Decompression

• Tandai sela iga 2-3 garis


midklavikularis
• Asepsis-antisepsis
• Tusukkan jarum ( 14G atau lebih
besar) diatas iga ke 3 (saraf,
arteri, vena berjalan di sepanjang
bag.bawah iga)
• Lepaskan Stylette dan dengarkan
adanya suara udara yang keluar
• Place Flutter valve over catheter
• Reassess for Improvement
http://emedicine.medscape.com/ Saat darah semakin banyak, akan menimbulkan
Rongga pleura terisi oleh darah tekanan pada jantung dan pembuluh darah
besar di rongga dada

Treatment for Hemothorax


• ABC’s dengan c-spine control sesuai indikasi
• Amankan Airway dengan bantuan ventilasi
bila dibutuhkan
• Atasi syok karena kehilangan darah
• Pertimbangkan posisi LLD bila tidak di
kontraindikasikan
• Transport Secepatnya
• Memberitahukan RS dan unit trauma
secepatnya
• Needle decompressionBila ada indikasi
Upright chest radiograph:
• Chest tubesegera setelah pasien stabil blunting at the costophrenic angle or
an air-fluid interface
http://emedicine.medscape.com/

Open Pneumothorax
Inhale Th/ :
Inhale • ABC’s dengan c-spine
control sesuai indikasi
• Oksigen aliran
tinggibag valve mask
• Suara napas berkurang
pada dada yang terkena
• Pasang occlusive
Luka pada dinding dada menyebabkan paru dressing pada luka
kolaps karena peningkatan tekanan pada
rongga pleura
• Memberitahukan RS dan
Dapat mengancam jiwa dan memburuk unit trauma secepatnya
dengan cepat
http://www.cssolutions.biz

Occlusive dressing
http://emedicine.medscape.com/article/433779
Flail chest:
FLAIL CHEST • Beberapa tulang iga
• Beberapa garis fraktur pada
satu tulang iga

The first rib is often fractured


posteriorly (black arrows). If multiple
Fraktur segmental dari tulang-tulang iga yang rib fractures occur along the midlateral
berdekatan, sehingga ada bagian dari dinding (red arrows) or anterior chest wall
dada yang bergerak secara independen (blue arrows), a flail chest (dotted
black lines) may result.
http://emedicine.medscape.com/

Treatment
ABC’s dengan c-spine control sesuai indikasi
Analgesik kuat
intercostal blocks
Hindari analgesik narkotik
Ventilation membaik tidal volume meningkat, oksigen darah
meningkat
Ventilasi tekanan positif
Hindari barotrauma
Chest tubes bila dibutuhkan
Perbaiki posisi pasien
Posisikan pasien pada posisi yang paling nyaman dan membantu
mengurangi nyeriPasien miring pada sisi yang terkena
Aggressive pulmonary toilet
Surgical fixation  rarely needed
Rawat inap24 hours observasion
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
Cardiac Tamponade
Gejala Pemeriksaan Fisik
• Takipnea dan DOE, rest • Takikardi
air hunger • Hypotension shock
• Weakness • Elevated JVP with blunted
• Presyncope y descent
• Dysphagia • Muffled heart sounds
• Batu • Pulsus paradoxus
• Anorexia – Bunyi jantung masih
terdengar namun nadi
• (Chest pain) radialis tidak teraba saat
inspirasi
• (Pericardial friction rub)
http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20274-Pericardial%20effusion/perieffusioncorrect.html

“Water bottle configuration"


bayangan pembesaran jantung
yang simetris
• Dicurigai Tamponade jantung:
– Echocardiography
– Pericardiocentesis
• Dilakukan segera untuk
diagnosis dan terapi
• Needle pericardiocentesis
– Sering kali merupakan pilihan
terbaik saat terdapat kecurigaan
adanya tamponade jantung atau
terdapat penyebab yang
diketahui untuk timbulnya
tamponade jantung

http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
21. Buerger’s Disease
(Thrombangiitis Obliterans)
• Secara khusus dihubungkan dengan merokok
• Terjadi Oklusi pada arteri muskular, dengan predileksi pada
pembuluh darah tibial
• Presentation
– Nyeri saat beristirahat
– Gangrene
– Ulceration
• Recurrent superficial thrombophlebitis (“phlebitis migrans”)
• Dewasa muda, perokok berat, tidak ada faktor risiko
aterosklerosis yang lain
• Angiography - diffuse occlusion of distal extremity vessels
• Progresivitas – dari distal ke proximal
• Remisi klinis dengan penghentian merokok
Buerger’s treatment
• Rawat RS
• Memastikan diagnosis dan arterial imaging.
• Vasoactive dilation is done during initial
admission to hospital, along with debridement of
any gangrenous tissue.
• Tatalaksana selanjutnya diberikan bergantung
keparahan dan derajat nyeri
• Penghentian rokok menurunkan insidens
amputasi dan meningkatkan patensi dan limb
salvage pada pasien yang melalui surgical
revascularisation
Vasoactive drugs
• Nifedipine dilatasi perifer dan meningkatkan
aliran darah distal
– Diberikan bersamaan dengan penghentian rokok,
antibiotik dan iloprost
• Pentoxifylline and cilostazol have had good
effects, although there are few supportive data.
Pentoxifylline has been shown to improve pain
and healing in ischaemic ulcers. Cilostazol could
be tried in conjunction with or following failure of
other medical therapies (e.g., nifedipine).

http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/1148/treatment/step-by-
step.html
Arteritis Takayasu
• Vaskulitis dari pembuluh darah besar, yang melibatkan
aorta dan cabang-cabang utamanya
• Lebih sering pada wanita dan bergejala sebelum usia 40 thn
• Typical symptoms
– Klaudikatio ekstremitas saat beraktivitas
– Nyeri dada
– Gejala sistemikpenurunan berat badan, malaise, demam
subfebris, myalgia.
• On examination
– Bruit pada karotis, aorta abdominal atau a.subclavia
– Perbedaan TD
• Antara sisi kanan dan kiri
• Antara ektremitas atas dan bawah
– Murmur karena aorta regurgitasibila terdapat dilatasi dari
cabang aorta
Classification

• Type I Hanya cabang dari arkus aorta


• Type IIa Aorta asenden dan atau pada arkus aorta. Cabang
dari arkus aorta juga dapat terkena. Bagian aorta yang lain tidak
terkena.
• Type IIb Aorta torakalis desenden dengan atau tanpa
keterlibatan aorta asenden, arkus aorta dan cabang-cabangnya.
Aorta abdominal tidak terkena.
• Type III Aorta torakalis desenden, aorta abdominal dan atau
a.renalis. Aorta asenden dan arkus aorta tidak terkena.
• Type IV hanya aorta abdominal dan a.renalis
• Type V  a generalized type, with combined features of the
other types.
IIB

Branches of the aortic arch

IIA

Abdominal aorta,
renal arteries, or
both
Ascending aorta,
aortic arch, and its uvahealth.com
Type IIa region Thoracic
branches
plus thoracic descending aorta,
descending abdominal aorta,
aorta renal arteries, or a
combination

intechopen.com http://www.ispub.com/journal/the-internet-journal-of-cardiology/volume-7-number-2/
Acute Limb Ischemia
Chronic Limb
Ischemia
http://en.wikipedia.org/wiki/Burn

22. Luka Bakar

prick test (+)


• Berat luka bakar:
• Ringan: derajat 1 luas <
15% a/ derajat II < 2%
• Sedang: derajat II 10-
15% a/ derajat III 5-
10%
• Berat: derajat II > 20%
atau derajat III > 10%
atau mengenai wajah,
tangan-kaki, kelamin,
persendian,
pernapasan
To estimate scattered burns: patient's
palm surface = 1% total body surface Total Body
area
Surface Area

Parkland formula = baxter formula

http://www.traumaburn.org/referring/fluid.shtml
23. Hernia
HERNIA HIATALHERNIA DIAFRAGMATIKA

/VENTRAL HERNIA
Tipe Hernia Definisi

Reponible Kantong hernia dapat dimasukkan kembali ke dalam rongga


peritoneum secara manual atau spontan
Irreponible Kantong hernia tidak dapat dimasukkan kembali ke dalam rongga
peritoneum
Incarserated Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
hernia
Strangulated Obstruksi dari pasase usus dan Obstruksi vaskular dari kantong
herniatanda-tanda iskemik usus: bengkak,nyeri,merah, demam

• Indirek mengikuti kanalis inguinalis


• Karena adanya prosesus vaginalis
persistent
• The processus vaginalis outpouching
of peritoneum attached to the testicle
that trails behind as it descends
retroperitoneally into the scrotum.

DirekTimbul karena adanya defek atau


kelemahan pada fasia transversalis dari
trigonum Hesselbach
http://emedicine.medscape.com/article/
• Gejala hernia
strangulata :
– Nyeri amat sangat dan
kemerahan
– Nyeri yang makin lama
makin berat
– Demam
– Takikardi
– Mual dan muntah
– Obstruksi
http://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx
?ContentTypeID=134&ContentID=35
Inguinal hernia
•Most common
•Most difficult to understand

•Congenital ~ indirect
•Acquired ~ direct or indirect

•Indirect Hernia
•has peritoneal sac
•lateral to epigastric vessels

•Direct Hernia
•usually no peritoneal sac
•through Hasselbach triangle,
medial to epigastric vessels
Torsio Testis
Gejala dan tanda:
• Nyeri hebat pada skrotum yang mendadak
• Pembengkakan skrotum
• Nyeri abdomen
• Mual dan muntah
• Testis terletak lebih tinggi dari biasanya atau
pada posisi yang tidak biasa
Epididymitis
• Inflamasi dari epididimis
• Bila ada keterlibatan
testisepididymoorchit
is
• Biasanya disebabkan
oleh STD
• Common sexually
transmitted pathogen,
Chlamydia
PRESENTATION TREATMENT
• Nyeri skrotum yang • ORAL ANTIBIOTIC.
menjalar ke lipat paha dan
pinggang. • SCROTAL ELEVATION,
• Pembengkakan skrotum bed rest,&use of
karena inflamasi atau
hidrokel NSAID.
• Gejala dari uretritis, • admission & IV drugs
sistitis, prostatitis.
used.
• O/E tendered red scrotal
swelling. • in STD treat partner.
• Elevation of scrotum
relieves painphren sign • in chronic pain do
(+) epididymectomy.
24. Acute Achilles Tendon Rupture
• Adults 40-50 y.o.
primarily affected (M>F)
• Athletic activities,
usually with sudden
starting or stopping
• “Snap” in heel with pain,
which may subside
quickly
Diagnosis

• Weakness in
plantarflexion
• Gap in tendon
• Palpable swelling
• Positive Thompson test
http://emedicine.medscape.com/article/1922965-overview
http://www.qualitycarept.com/Injuries-Conditions/Foot/Foot-
Issues/Achilles-Tendon-Problems/a~253/article.html
http://urology.iupui.edu/papers/reconstructive_bph/s0094014305001163.pdf

25. Trauma Uretra


• Curiga adanya trauma
pada traktus urinarius
bag.bawah, bila:
– Terdapat trauma
disekitar traktus
urinarius terutama
fraktur pelvis
– Retensi urin setelah
kecelakaan
– Darah pada muara OUE
– Ekimosis dan hematom
perineal
Uretra Anterior:
• Anatomy:
– Bulbous urethra
Uretra Posterior :
– Pendulous urethra • Anatomy
– Fossa navicularis – Prostatic urethra
• Etiologi: – Membranous urethra
– Straddle type injuries • Etiologi:
– Intrumentasi – Fraktur tulang Pelvis
– Fractur penis • Gejala klinis:
• Gejala Klinis: – Darah pada muara OUE
– Disuria, hematuria – Nyeri Pelvis/suprapubis
– Hematom skrotal – Perineal/scrotal hematom
– Hematom perineal akan timbul bila terjadi robekan – RT Prostat letak tinggi atau
pada fasia Buck’s sampai ke dalam fasia melayang
Colles‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum • Radiologi:
– will be present if the injury has disrupted Buck’s – Pelvic photo
fascia and tracks deep to Colles’ fascia, creating a
– Urethrogram
characteristic ‘‘butterfly’’ hematoma in the
perineum • Therapy:
• Therapy: – Cystostomi
– Cystostomi – Delayed Repair
– Immediate Repair
• Don't pass a diagnostic • Retrograde
catheter up the patient's urethrography
urethra because: – Modalitas pencitraan yang
– The information it will give utama untuk mengevaluasi
will be unreliable. uretra pada kasus trauma
– May contaminate the dan inflamasi pada uretra
haematoma round the
injury.
– May damage the slender
bridge of tissue that joins
the two halves of his
injured urethra

Posterior urethral rupture above the


intact urogenital diaphragm
following blunt trauma

http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary
26. Epispadia
EpispadiaOUE berada di dorsum penis
• Penis lebar, pendek dan melengkung
keatas (dorsal chordee)
• Penis menempel pada tulang pelvis
• Tulang pelvis terpisah lebar
• Classification:
• the glans (glanular)
• along the shaft of the penis (penile)
• near the pubic bone (penopubic)

http://www.genitalsurgerybelgrade.com/urogenital_surgery
_detail.php?Epispadias-4
http://emedicine.medscape.com/article/1015227

Hipospadia

Hypospadia
• OUE berada pada ventral penis
• Three anatomical
characteristics
• An ectopic urethral
meatus
• An incomplete prepuce
• Chordee ventral
shortening and curvature
27. Osteomielitis
• Peradangan pada tulang dan sumsum
tulang(bone marrow) disebabkan oleh kuman.
• Walaupun tulang normalnya tahan terhadap
kolonisasi bakteri, trauma, operasi, adanya
benda asing atau prostese dapat
menyebabkan rusaknya integritas tulang
sehingga akan menyebabkan infeksi pada
tulang
http://emedicine.medscape.com/a
rticle/1348767-overview#a0112
Pathogenesis
Waldvogel, 1971 Symptoms
• Nonspecific symptoms
1. Hematogenous – Demam
– Menggigil
2. Contiguous – Malaise
focus of – Letargi
– Iritabilitas
infection • The classic signs of
inflammation, including local
3. Direct pain, swelling, or redness,
may also occur and normally
inoculation disappear within 5-7 days
• S aureus Bakteri penyebab yang paling
sering ditemukan, diikuti dengan
Pseudomonas dan Enterobacteriaceae.
• Bakteri yang lebih jarang adalah anaerobe
gram-negative bacilli.
• Intravenous drug users may acquire
pseudomonal infections
http://www.hawaii.edu/medicin
e/pediatrics/pedtext/s19c04.htm
l

• Osteomielitis akut hematogenus memiliki


predileksi pada tulang panjang.
• The ends of the bone near the growth plate
(the metaphysis) is made of a maze like bone
called cancellous bone.
• It is here in the rapidly growing metaphysis
that osteomyelitis often develops
Osteosarkoma
• Pemeriksaan radiologis pada daerah yang
dicurigai terinfeksi, tidak menunjukkan arean
radiolusen yang biasa ditemukan pd
osteomielitis.
• Conventional features
– Destruction of normal trabecular bone pattern
– a mixture of radiodense and radiolucent areas
– periosteal new bone formation
– formation of Codman's triangle (triangular elevation
of periosteum)
Codman triangles (white Osteosarcoma of the distal femur,
arrow); and the large soft demonstating dense tumor bone formation
tissue mass (black arrow) and a sunburst pattern of periosteal reaction.
The Canadian Journal of Diagnosis / May 2001
28. Triage
Triage Priorities
1. Red- prioritas utama
Urutan Penanganan
– memerlukan penanganan
segeraberkaitan dengan kondisi • Pertama : wanita dengan
sirkulasi atau respirasi peritonitis e.c
2. Yellow- prioritas kedua
appendisitis perforata
– Dapat menunggu lebih lama, sebelum
• Kedua : anak dengan
transport (45 minutes) invaginasi
3. Green- Dapat berjalan • Ketiga : orang tua
– Dapat menunggu beberapa jam untuk
dengan volvulus
transport • Keempat : pria dengan
4. Black- Meninggal
hernia incaserata
– Akan meninggal dalam penanganan
• Kelima : wanita dengan
emergensi memiliki luka yang kolesistitis akut
mematikan

*** mark triage priorities (tape, tag)


Triage Category: Red
• Red (Highest) Priority: • Gangguan Airway dan
Pasien yang breathing
memerlukan • Perdarahan banyak dan
tidak terkontrol
penanganan segera dan
transport secepat- • Decreased level of
consciousness
cepatnya
• Severe medical problems
• Shock (hypoperfusion)
• Severe burns
Yellow Green
• Yellow (Second) Priority:
Pasien yang penanganan • Green (Low) Priority:
dan traportnya dapat Pasien yang
ditunda sementara waktu penanganan dan
• Luka bakar tanpa gangguan
airway transportnya dapat
• Trauma tulang atau sendi ditunda sampai yang
besar atau trauma multiple terakhir
tulang
• Fraktur Minor
• Trauma tulang belakang
dengan atau tanpa • Trauma jaringan lunak
kerusakan medula spinalis Minor
Immediate

Patients Delayed START


Deceased
Simple Triage And Rapid Treatment
• It is a simple step-by-step • If you can walk, go stand
triage and treatment over there!
method to be used by the
first rescuers responding • All of Ya’ll, go over there!
to a multi casualty (Texas version )
incident. It allows these
rescuers to identify
victims at greatest risk for • Mark green
early death and to
provide basic stabilization
maneuvers
START Algorithm (Airway/Breathing)

RESPIRATIONS/VENTILATIONS

NONE
YES

REPOSITION AIRWAY

ASSESS RESPIRATIONS/VENTILATIONS

NONE YES > 30/MINUTE <30/MINUTE


ASSESS
DECEASED IMMEDIATE IMMEDIATE PERFUSION
Immediate

Patients Delayed

Deceased
START Algorithm (Circulation)

PERFUSION

<2 SECONDS > 2 SECONDS


ASSESS CONTROL
MENTAL STATUS BLEEDING

IMMEDIATE

Immediate

Patients Delayed

Deceased
START Algorithm (Disability)

MENTAL STATUS

FOLLOWS FAILS TO FOLLOW


SIMPLE SIMPLE
COMMANDS COMMANDS

DELAYED IMMEDIATE

Immediate

Patients Delayed

Deceased
29. The Breast
Tumors Onset Feature
Breast cancer 30-menopause Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu),
Peau d’orange , hard, Painful, not clear border,
infiltrative, discharge/blood, Retraction of the
nipple,Axillary mass
Fibroadenoma < 30 years They are solid, round, rubbery lumps that move freely in
mammae the breast when pushed upon and are usually painless.
Fibrocystic 20 to 40 years lumps in both breasts that increase in size and
mammae tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally
have nipple discharge
Mastitis 18-50 years Localized breast erythema, warmth, and pain. May be
lactating and may have recently missed feedings.fever.
Philloides 30-55 years intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm,
Tumors smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the
tumor may become reddish and warm to the touch.
Grow fast.
Duct Papilloma 45-50 years occurs mainly in large ducts, present with a serous or
bloody nipple discharge
• Treatment FAM:
– Watchfull waiting
– Traditional open excisional biopsy
• Biopsy
– Pengambilan sampel sel atau jaringan untuk
diperiksa
– Untuk menentukan adanya suatu penyakit
Pemeriksaan Radiologis Payudara
• USG Mamae
– Tujuan utama USG mamae adalah untuk
membedakan massa solid dan kistik
– Sebagai pelengkap pemeriksaan klinis dan
mamografi
– Merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk
wanita usia muda (<35) dan berperan dalam
penilaian hasil mamografi ‘ dense’ breast
Mammography
• Skrening wanita usia 50thn atau lebih yang
asimptomatik
• Skrening wanita usia 35 thn atau lebih yang
asimtomatik dan memiliki resiko tinggi terkena
kanker payudara :
– Wanita yang memiliki saudara dengan kanker
payudara yang terdiagnosis premenopaus
– Wanita dengan temuan histologis yang memiliki resiko
ganas pada operasi sebelumnya, spt atypical ductal
hyperplasia
• Untuk pemeriksaan wanita usia 35 thn atau lebih
yang simptomatik dengan adanya massa pada
payudara atau gejala klinis kanker payudara yang
lain

www.rad.washington.edu
Types of Biopsy Definitions
Excisional biopsy Bila seluruh massa atau area yang dicurigai dapat diangkat
Incisional biopsy Bila hanya sebagian jarinngan sebagai sampel, yang dapat
or core biopsy diangkat, dengan tetap mempertahankan gambaran
histologis jaringan dan sel yang diambil
Needle aspiration Bila sampel jaringan atau cairan diambil dengan jarum tanpa
biopsy mempertahankan gambaran histologisnya

Terminology Definitions
Enucleation Pengangkatan massa tanpa memotong atau mengiris massa
tersebuteye enucleation
Debulking Operasi pengangkatan bagian dari tumor ganas yang tidak
dapat diangkat semuanya, untuk meningkatkan efektivitas
dari radiasi atau kemoterapi
Extirpation Pengangkatan massa dari suatu organ atau jaringan
30. Ileus Obstruksi
Obstruction
Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan karena
adanya kelainan struktural sehingga menghalangi gerak
peristaltik usus.
Partial or complete
Simple or strangulated
Ileus
Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari gerakan
peristaltik usus
Penyebab- Usus Halus
Luminal Mural Extraluminal
Benda asing Neoplasims Postoperative
Bezoars lipoma adhesions
Batu Empedu polyps
Sisa-sisa leiyomayoma Congenital
makanan hematoma adhesions
A. Lumbricoides
lymphoma
carcimoid Hernia
carinoma
secondary Tumors Volvulus
Crohns
TB
Stricture
Intussusception
Congenital
1. Anamnesis
The Universal Features
Nyeri kolik (Colicky abdominal pain), muntah, konstipasi (absolute),
distensi abdominal.
Anamnesis Lengkap

High Distal small bowel Colonic


•Pain is rapid •Pain: central and colicky • Preexisting change in
•Vomitus is feculunt bowel habit
•Vomiting copious and •Distension is severe •Colicky in the lower
contains bile jejunal content abdomin
•Visible peristalsis
•May continue to pass •Vomiting is late
•Abdominal distension is •Distension prominent
flatus and feacus before
limited or localized
absolute constipation •Cecum ? distended

•Rapid dehydration
Persistent pain may be a sign of strangulation
Relative and absolute constipation
2. Pemeriksaan Fisik
General Abdominal Others

•Vital signs: •Abdominal distension and it’s Systemic


pattern examination
P, BP, RR, T, Sat
•Hernial orifices If deemed necessary.
•dehydration
•Visible peristalsis •CNS
•Anaemia, jaundice, LN
•Cecal distension •Vascular
•Assessment of vomitus •Tenderness, guarding and rebound •Gynaecological
if possible •Organomegaly •muscuoloskeltal
•Full lung and heart •Bising Usus
examination –High pitched (metallic sound)
–Meningkat
–Menghilang
•Rectal examination

• Darm konturterlihatnya bentuk


usus pada dinding abdomen
• Darm Steifung—terlihatnya gerakan
peristaltik pada dinding abdomen
Pemeriksaan Radiologis
Posisi: Supine, tegak dan LLD
Pola udara dalam usus:
• Gastric,
• Colonic and 1-2 small bowel
Fluid Levels:
• Gastric
• 1-2 small bowel
Periksa udara pada 4 area:
1. Caecal
2. Hepatobiliary
3. Udara bebas dibawah diaphragma
4. Rectum
Periksa adanya kalsifikasi
Periksa adanya massa, psoas shadow
Periksa adanya feses
The Difference between small
and large bowel obstruction
Large bowel Small Bowel
•Peripheral ( diameter 8 cm max) •Central ( diameter 5 cm max)
•Presence of haustration •Vulvulae coniventae
•Ileum: may appear tubeless
Radiologi: Supine dan tegak(LLD)
A. Sensitivitas: 60% (sampai 90%)
B. Yang dapat ditemukan:
1. Distensi usus pada proksimal dari obstruksi
2. Usus kolaps pada distal dari obstruksi
3. Posisi tegak atau LLD: Air-fluid levels
4. Posisi Supine
a. Sharply angulated distended bowel loops
b. Step-ladder arrangement or parallel bowel
loops
Tatalaksana Awal di UGD
Indikasi operasi segera
• ResusitasiABC bila pasien tidak
stabil
• Air way (O2 60-100%) • Adanya
• Infus 2 akses vena bila
dibutuhkan strangulasicontoh:
• Infus kristaloid  sesuai hernia
kondis pasien
• Pemeriksaan laboratorium • Adanya tanda-tanda
• Dekompresi dengan Naso-gastric peritonitis yang
tube
• Pemasangan kateter
disebabkan karena
urinmonitor output urin setiap perforasi atau iskemia
jambalans cairan ketat
• Antibiotik IV (tidak ada bukti yang
jelas)
• Pemasangan CVPBila
dikhawatirkan akan terjadi
pemberian cairan yang berlebih
• Follow-up hasil lab dan Koreksi
ketidakseimbangan elektrolit
• Perawatan di intermediate care
• Rectal tubes hanya dilakukan
pada Sigmoid volvulus.
Pneumoperitoneum
• Definisi pneumoperitoneum
– Adanya udara pada rongga
peritoneum
• Penyebab tersering adalah
adanya perforasi organ
berongga:
– Perforasi ulkus
– Perforasi usus
ILMU PENYAKIT MATA
31. TAJAM PENGLIHATAN
• Bila tajam penglihatan 6/6: dapat melihat huruf pada jarak
6 meter, yang oleh orang normal dapat dilihat pada jarak 6
mtr
• Bila tidak dapat melihat huruf terbesar pada kartu Snellen :
dilakukan uji hitung jari pemeriksa dengan dasar putih. Jari
dapat terlihat oleh orang normal pada jarak 60 mtr
• Bila pasien tidak dapat menghitung jari pada jarak 1 mtr →
uji lambaian tangan. Orang normal dapat melihat lambaian
tangan pada jarak 300mtr. Bila mata hanya dapat melihat
pada jarak 1mtr : visus 1/300
• Bila hanya mengenal adanya sinar : 1/~
• Bila tidak mengenal adanya sinar: visus 0 atau buta total

Ilmu Penyakit Mata,Sidarta Ilyas


32. KELAINAN REFRAKSI
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
• struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler 
refraksi (kornea, • uveitis posterior • Katarak
sklera konjungtiva •
uvea, atau perdarahan vitreous • Glaukoma
• tidak • Ablasio retina • retinopati
seluruh mata)
menghalangi • oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal • retinitis
• neuritis optik pigmentosa
• Keratitis
• Konjungtivitis murni • neuropati optik akut • kelainan refraksi
• Keratokonjungtivitis
• Trakoma karena obat (misalnya
• Ulkus Kornea
• mata kering, etambutol), migrain,
• Uveitis
tumor otak
xeroftalmia • glaukoma akut
• Pterigium • Endoftalmitis
• Pinguekula • panoftalmitis
• Episkleritis
• skleritis
4. REFRACTIVE DISORDER
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA
• MIOPIA  bayangan difokuskan di • Normal aksis mata 23 mm (untuk
depan retina, ketika mata tidak setiap milimeter tambahan
panjang sumbu, mata kira-kira
dalam kondisi berakomodasi
lebih miopik 3 dioptri)
(dalam kondisi cahaya atau benda
• Normal kekuatan refraksi kornea
yang jauh) (+43 D) (setiap 1 mm penambahan
• Etiologi: diameter kurvatura kornea, mata
– Aksis bola mata terlalu panjang  lebih miopik 6D)
miopia aksial • Normal kekuatan refraksi lensa
– Miopia refraktif  media refraksi yang
(+18D)
lebih refraktif dari rata-rata: • People with high myopia
kelengkungan kornea terlalu besar – more likely to have retinal detachments
and primary open angle glaucoma
• Dapat ditolong dengan
– more likely to experience floaters
menggunakan kacamata negatif
(cekung)
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA
• Miopia secara klinis :
– Simpleks: kelainan fundus ringan, < -6D
– Patologis: Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif, adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada
pemeriksaan oftalmoskopik, > -6D
• Miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa :
– Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
– Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
– Berat : lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
• Miopia berdasarkan umur :
– Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
– Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.
– Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 thn.
– Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
MYOPIA
JENIS MIOPIA
Simple myopia An eye with simple myopia is an otherwise normal eye that is
either too long for its optical power or, less commonly, too
optically powerful for its axial length. Simple myopia, which is
much more common than the other types of myopia, is generally
less than 6 diopters (D); in many
patients it is less than 4 or 5 D.
Nocturnal Myopia Occurring only in dim illumination, nocturnal or night myopia is
due
primarily to inlevels of light
Pseudomyopia the result of an increase in ocular refractive power due to
overstimulation of the eye's accommodative mechanism or
ciliary spasm

Degenerative Myopia A high degree of myopia associated with degenerative changes in


the posterior segment of the eye
Induced Myopia Induced or acquired myopia is the result of exposure to various
pharmaceutical agents, variation in blood sugar levels, nuclear
sclerosis of the crystalline lens, or other anomalous conditions.

http:/ / www.aoa.org/ documents/ CPG-15.pdf


KELAINAN REFRAKSI – KOREKSI MIOPIA
Myopia
pia • Pada miopia, pemilihan
• Pada miopia, pemilihan kekuatan
kekuatan lensa untuk
lensa untuk koreksi prinsipnya adalah
koreksi prinsipnya adalah
dengan dioptri yang terkecil dengan
dengan dioptri yang terkecil
visual acuity terbaik.
dengan visual acuity terbaik.
• Pemberian lensa dgn kekuatan yg
• Pemberian lensa dgn
lebih besar akan memecah berkas
kekuatan yg lebih besar
cahaya terlalu kuat sehingga bayangan
akan memecah berkas
jatuh di belakang retina, akibatnya
lensa matacahaya
harus terlalu kuat sehingga
berakomodasi agar
bayanganbayangan jatuh di belakang
jatuh di retina.
retina, akibatnya lensa mata
• Sedangkan lensa dgn kekuatan yg
harus berakomodasi agar
lebih kecil akan memecah berkas
cahaya danbayangan jatuh
jatuh tepat di retina.
di retina tanpa
• Sedangkan lensa dgn
lensa mata perlu berakomodasi lagi.
kekuatan yg lebih kecil akan
memecah berkas cahaya
dan jatuh tepat di retina
tanpa lensa mata perlu
33. Konjungtivitis
Conjunctivitis is swelling (inflammation) or infection of
the membrane lining the eyelids (conjunctiva)

Pathology Etiology Feature Treatment


Bacterial staphylococci Acute onset of redness, grittiness, topical antibiotics
streptococci, burning sensation, usually bilateral Artificial tears
gonocci eyelids difficult to open on waking,
Corynebacter diffuse conjungtival injection,
ium strains mucopurulent discharge, Papillae
(+)
Viral Adenovirus Unilateral watery eye, redness, Days 3-5 of → worst, clear
herpes discomfort, photophobia, eyelid up in 7–14 days without
simplex virus edema & pre-auricular treatment
or varicella- lymphadenopathy, follicular Artificial tears →relieve
zoster virus conjungtivitis, pseudomembrane dryness and inflammation
(+/-) (swelling)
Antiviral →herpes simplex
virus or varicella-zoster
http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/treatment.html virus
Pathology Etiology Feature Treatment
Fungal Candida spp. can Not common, mostly occur in Topical antifungal
cause immunocompromised patient,
conjunctivitis after topical corticosteroid and
Blastomyces antibacterial therapy to an
dermatitidis inflamed eye
Sporothrix
schenckii
Vernal Allergy Chronic conjungtival bilateral Removal allergen
inflammation, associated atopic Topical antihistamine
family history, itching, Vasoconstrictors
photophobia, foreign body
sensation, blepharospasm,
cobblestone pappilae, Horner-
trantas dots
Inclusion Chlamydia several weeks/months of red, Doxycycline 100 mg PO
trachomatis irritable eye with mucopurulent bid for 21 days OR
sticky discharge, acute or Erythromycin 250 mg
subacute onset, ocular irritation, PO qid for 21 days
foreign body sensation, watering, Topical antibiotics
unilateral ,swollen lids,chemosis
,Follicles
Konjungtivitis Alergi
• Allergic conjunctivitis may be divided into 5
major subcategories.
• Seasonal allergic conjunctivitis (SAC) and
perennial allergic conjunctivitis (PAC) are
commonly grouped together.
• Vernal keratoconjunctivitis (VKC), atopic
keratoconjunctivitis (AKC), and giant papillary
conjunctivitis (GPC) constitute the remaining
subtypes of allergic conjunctivitis.
Konjungtivitis Atopi
• Biasanya ada riwayat atopi • Terapi topikal jangka
• Gejala + Tanda: sensasi panjang: cell mast stabilizer
terbakar, sekret mukoid • Antihistamin oral
mata merah, fotofobia • Steroid topikal jangka
• Terdapat papila-papila halus pendek dapat meredakan
yang terutama ada di tarsus gejala
inferior
• Jarang ditemukan papila
raksasa
• Karena eksaserbasi datang
berulanga kali 
neovaskularisasi kornea,
sikatriks
KONJUNGTIVITIS VERNAL
• Nama lain:
– spring catarrh
– seasonal conjunctivitis
– warm weather conjunctivitis
• Etiologi: reaksi hipersensitivitas bilateral (alergen sulit
diidentifikasi)
• Epidemiologi:
– Dimulai pada masa prepubertal, bertahan selama 5-10
tahun sejak awitan
– Laki-laki > perempuan
– Paling sering pada Afrika Sub-Sahara & Timur Tengah
– Temperate climate > warm climate > cold climate (hampir
tidak ada)
Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.
• Gejala & tanda:
– Rasa gatal yang hebat, dapat
disertai fotofobia
– Sekret ropy
– Riwayat alergi pada RPD/RPK
– Tampilan seperti susu pada
konjungtiva
– Gambaran cobblestone
(papila raksasa berpermukaan
rata pada konjungtiva tarsal)
– Tanda Maxwell-Lyons (sekret
menyerupai benang &
pseudomembran fibrinosa • Komplikasi:
halus pada tarsal atas, pada • Blefaritis & konjungtivitis
pajanan thdp panas)
stafilokokus
– Bercak Trantas (bercak
keputihan pada limbus saat
fase aktif penyakit)
– Dapat terjadi ulkus kornea
superfisial
Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.
Tatalaksana Konjungtivitis Alergi
• Self-limiting • Jangka panjang & prevensi
• Akut: sekunder:
• Antihistamin topikal
• Steroid topikal (+sistemik • Stabilisator sel mast Sodium
kromolin 4%: sebagai
bila perlu), jangka pengganti steroid bila gejala
pendek  mengurangi sudah dapat dikontrol
gatal (waspada efek • Tidur di ruangan yang sejuk
dengan AC
samping: glaukoma, • Siklosporin 2% topikal (kasus
katarak, dll.) berat & tidak responsif)

• Vasokonstriktor topikal • Desensitisasi thdp antigen


(belum menunjukkan hasil
• Kompres dingin & ice baik)
pack

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.


Table. Major Differentiating Factors Between VKC and AKC

Characteristics VKC AKC


Age at onset Generally presents at a younger age -
than AKC
Sex Males are affected preferentially. No sex predilection
Seasonal variation Typically occurs during spring months Generally perennial
Discharge Thick mucoid discharge Watery and clear discharge
Conjuntiva Cobblestone papillae
Conjunctival - Higher incidence of
scarring conjunctival scarring
Horner-Trantas dots Horner-Trantas dots and shield ulcers Presence of Horner-Trantas
are commonly seen. dots is rare.
Corneal Not present Deep corneal
neovascularization neovascularization tends to
develop
Presence of Conjunctival scraping reveals Presence of eosinophils is less
eosinophils in eosinophils to a greater degree in VKC likely
conjunctival than in AKC
scraping
http://sdhawan.com/ophthalmology/lens&cataract.pdf E-mail: sdhawan@sdhawan.com

34. Cataract
• Any opacity of the lens or loss of transparency of the lens that causes
diminution or impairment of vision
• Classification : based on etiological, morphological, stage of maturity
• Etiological classification :
 Senile
 Traumatic (penetrating, concussion, infrared irradiation, electrocution)
 Metabolic (diabetes, hypoglicemia, galactosemia, galactokinase deficiency,
hypocalcemia)
 Toxic (corticosteroids, chlorpromazine, miotics, gold, amiodarone)
 Complicated (anterior uveitis, hereditary retinal and vitreoretinal disorder, high myopia,
intraocular neoplasia
 Maternal infections (rubella, toxoplasmosis, CMV)
 Maternal drug ingestion (thalidomide, corticosteroids)
 Presenile cataract (myotonic dystrophy, atopic dermatitis)
 Syndromes with cataract (down’s syndrome, werner’s syndrome, lowe’s syndrome)
 Hereditary
 Secondary cataract
• Morphological classification : • Sign & symptoms:
 Capsular – Near-sightedness (myopia
 Subcapsular shift) Early in the
 Nuclear development of age-related
cataract, the power of the
 Cortical lens may be increased
 Lamellar – Reduce the perception of
 Sutural blue colorsgradual
• Chronological classification: yellowing and opacification of
 Congenital (since birth) the lens
 Infantile ( first year of life) – Gradual vision loss
 Juvenile (1-13years) – Almost always one eye is
 Presenile (13-35 years) affected earlier than the
other
 Senile
– Shadow test +
Klasifikasi morfologi katarak

Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011


Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

KATARAK-SENILIS
• Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang • 4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at
terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 this stage, lens may become swollen due to
tahun
continued hydration  ‘intumescent cataract’),
matur, hipermatur
• Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak • Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan
• Etiologi :belum diketahui secara kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
pastimultifaktorial: • Penyulit : Glaukoma, uveitis
 Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan • Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
pengaruh genetik
 Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi
yang sangat kuat mempunyai efek buruk
terhadap serabu-serabut lensa.
 Faktor imunologik
 Gangguan yang bersifat lokal pada lensa,
seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi
cahaya matahari.
 Gangguan metabolisme umum
BEDAH KATARAK
Lensa diangkat dari mata (ekstraksi lensa) dengan prosedur intrakapsular atau
ekstrakapsular:
•Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK) :
 Mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsulnya
 Tidak boleh dilakukan pada pasien usia <40thn, yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular
•Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK):
 Dilakukan pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dapat keluar melalui robekan tersebut
 Dilakukan pada pasien muda, dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intraokuler posterior, perencanaan implastasi
sekunder lensa intraokuler, kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma,
mata dengan predisposisi terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya pasien
mengalami ablasio retina, mata dengan makular edema, pasca bedah ablasi.
•Fakofragmentasi dan Fakoemulsifikasi : teknik ekstrakapsular menggunakan
getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi
lumbus yang kecil

Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata


5. KELAINAN REFRAKSI
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
• struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler 
refraksi (kornea, • uveitis posterior • Katarak
sklera konjungtiva •
uvea, atau perdarahan vitreous • Glaukoma
• tidak • Ablasio retina • retinopati
seluruh mata)
menghalangi • oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal • retinitis
• neuritis optik pigmentosa
• Keratitis
• Konjungtivitis murni • neuropati optik akut • kelainan refraksi
• Keratokonjungtivitis
• Trakoma karena obat (misalnya
• Ulkus Kornea
• mata kering, etambutol), migrain,
• Uveitis
tumor otak
xeroftalmia • glaukoma akut
• Pterigium • Endoftalmitis
• Pinguekula • panoftalmitis
• Episkleritis
• skleritis
35. UVEITIS
Radang uvea:
• mengenai bagian
depan atau
selaput pelangi
(iris) iritis
• mengenai bagian
tengah (badan
silier) siklitis
• mengenai
selaput hitam
bagian belakang
mata koroiditis
• Biasanya iritis
disertai dengan
siklitis = uveitis
anterior/iridosikl
itis
UVEITIS
• Dibedakan dalam bentuk
granulomatosa akut-kronis dan
• Tanda :
non-granulomatosa akut- kronis – pupil kecil akibat rangsangan
proses radang pada otot
• Bersifat idiopatik, ataupun terkait sfingter pupil
penyakit autoimun, atau terkait
penyakit sistemik – edema iris
• Biasanya berjalan 6-8 minggu – Terdapat flare atau efek tindal
di dalam bilik mata depan
• Dapat kambuh dan atau menjadi
menahun – Bila sangat akut dapat terlihat
hifema atau hipopion
• Gejala akut:
– mata sakit
– Presipitat halus pada kornea
– Merah
– Fotofobia
– penglihatan turun ringan
– mata berair

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi
peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop
(slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).

Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006


UVEITIS
• Tatalaksana :
– Steroid topikal dan
sistemik
– Siklopegik
– Pengobatan spesifik bila
diketahui kuman penyebab
• Penyulit: Glaukoma
sekunder karena adanya
sinekia posterior yang
menyebabkan iris
bombans  peningkatan
TIO
NEUROLOGI
36. Myasthenia Gravis
37. Migrain

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
• Migren: nyeri kepala primer dengan kualitas vaskular (berdenyut), diawali
unilateral yang diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan
depresi
• Penyebab Idiopatik (belum diketahui hingga saat ini) :
• Gangguan neurobiologis
• Perubahan sensitivitas sistem saraf
• Avikasi sistem trigeminalvaskular
• Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1.

Faktor Predisposisi
• Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/
perubahan hormonal.
• Puasa dan terlambat makan
• Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buahbuahan.
• Cahaya kilat atau berkelip
• Banyak tidur atau kurang tidur
• Faktor herediter
• Faktor kepribadian
Kriteria Diagnosis Migrain
Alur Tatalaksana Migrain Akut

Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
Penatalaksanaan Migrain
• Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi
sensoris berlebihan.
• Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan
dikompres dingin

Pengobatan Abortif :
1. Analgesik spesifik analgesik khusus untuk nyeri kepala.
– Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat atau respon buruk dengan NSAID.
Contoh: Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan Triptan (agonis selektif
reseptor serotonin / 5-HT1)
– Ergotamin dan DHE migren sedang sampai berat apabila analgesik non
spesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping.
– Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
ergotamin sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal ginjal.

IDI. Panduan praktik klinis bagia dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Ed I.2013
2. Analgesik non-spesifik
Yakni: analgesik yang dapat digunakan pada nyeri selain nyeri kepala

Respon terapi dalam 2 jam (nyeri kepala residual ringan atau hilang
dalam 2 jam)
• Aspirin 600-900 mg + metoclopramide
• Asetaminofen 1000 mg
• Ibuprofen 200-400 mg

Terapi Profilaksis (The U.S. Headache Consortium’s)


• Diberikan pada orang yang memiliki KI atau intoleransi terhadap terapiabortif
• Nyeri kepala muncul lebih dari 2 hari/minggu
• Nyeri kepala yang berat dan mempengaruhi kualitas hidup (walau telah diberi
terapi abortif)
• Gejala migrain jarang including hemiplegic migraine, basilar migraine, migraine
with prolonged aura, or migrainous infarction
• Terapi preventif jangka pendek pasien akan terkena faktor risiko yang telah
dikenal dalam jangka waktu tertentu, misalnya migren menstrual.
• Terapi preventif kronis diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung
respon pasien.
Terapi Profilaksis
38. CNS Manifestations of HIV
• Space Occupying Lesions • Diffuse Disease
– Toxoplasmosis (most – Cryptococcal Meningitis
– Acute Infection
common)
– HIV Dementia
– Lymphoma – Tuberculous Meningitis
– CNS Syphilis
– PML – Toxoplasma encephalitis

– Tuberculoma Cytomegalovirus encephalitis

– Cryptococcoma
– Pyogenic abscess
– Nocardia
– CNS Syphilis (gumma)
• Two key things to ALWAYS remember in the
management of HIV infected patients
– HIV infection does not prevent the development
of a non-HIV related problem
– Opportunistic problems are related to the CD4 (+)
cell count.
• If the count is > 200-300, the problem is probably not
related to the HIV infection.
Sn’s or Sx’s of
CNS
Disease

Glucose
CD 4 > 200 CD 4 < 200

Calcium
Evaluate for Non-
Sodium
HIV Related If Focal Signs If No Focal Signs
Diagnosis
Blood Gas
Drugs
Image Lumbar Puncture

India Ink
Imaging Negative
Cryptococcal Ag
Cytology
Imaging Positive
TB culture
Routine Culture
Treat for
Toxoplasmosis ?
Approach to Patient
(cont)
Treat for
Toxoplasmosis

Response No Response

Continue
Treat for TB
Treatment

Response No Response

Continue
Brain Biopsy
Treatment
Approach to the Patient
• Try to avoid the use of steroids because the
“diagnostic” test is response to therapy
• If there is significant neurological deficit
and/or concerns about herniation then
– Have no choice but to use steroids
– May want to treat for several things
• If a brain biopsy is not obtainable
Toxoplasmosis
• The most common in the west of the CNS space occupying
lesions in a person with a CD4 count <200 (usually < 100)
– Prevalence of toxoplasma CNS disease is unknown in Botswana
– Seroprevalence is low
• Reactivation disease
– Cat feces
– Meat
• Presentation is typically sub acute and focal
– May be seizures
• Multiple ring enhancing lesions
– 1/3 single lesion
• CSF is normal or non-specific
Toxoplasmosis
• Other than a biopsy there is no good
diagnostic test
– Antibody testing is very non-specific and
occasionally insensitive
– Usual “diagnostic” test is response to Rx
• Expect response to treatment in 2 weeks
Toxoplasmosis
• Things that make toxo unlikely
– Negative toxo serology
– Patient taking Co-trimoxazole prophylaxis
– CD4 count > 100
• Treatment
– Pyrimethamine (50-100 mg QD) plus leucovorin and Sulfadiazine (1 gm
QID)
– Alternatives
• Fansidar 2-3 daily
• Atovoquone 750 mg QID
• Azithromycin 1200 mg QD
• Clindamycin 600 QID
• Co-trimoxazole 10mg/kg/day of trimethoprim
• Dapsone 100 mg QD
39. Stroke
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012)
• Transient Ischemic Attack (TIA):defisit neurologik fokal akut yang timbul
karena iskemia otaksepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat
dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologik fokal akut
yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih dair 24 jam dan
menghilang tanpa sisa dalam waktu 1 – 3 minggu.
• Stroke in Evolution (Progressing Stroke): deficit neurologik fokal akut
karenagangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan me
ncapai maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
• Stroke in ResolutionStroke in resolution: deficit neurologik fokal akut
karenagangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan da
n mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
• Completed Stroke (infark serebri): defisit neurologi fokal akut karena
oklusi ataugangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi
stabil tanpamemburuk lagi
40. Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
• By far the most common entrapment
neuropathy, especially of the upper extremity.
• Caused by compression of the Median Nerve
at the wrist by the Transverse Carpal
Ligament.
• “Classic” patient is a 40-something y/o female
complaining of dominant-hand weakness,
clumsiness, or stiffness with nocturnal
dysesthesias (waking up at night due to
painful hand numbness).
CTS statistics
• As many as 1 in 10 Americans will experience CTS
at some point in their lives.
• Female to Male ration = 4:1
• More than 50% of patients with CTS have
bilateral involvement, though symptoms are
usually worse in dominant hand.
• Associated with repetitive wrist/hand motions.
– Secretaries, computer use, writers, shop workers, etc.
CTS signs/symptoms
• Nocturnal dysesthesia: Patients will complain
of waking up due to “painful numbness” of
their hand. They will “shake it out,” or run
water over it, or rub hands together to try to
relieve the symptoms.
• Subjective complaints regularly include
involvement of the underside of the forearm,
and can even radiate proximal to the elbow!
• Onset usually insidious, present for months.
CTS signs/symptoms
• Complaints of hand weakness are common;
may include “stiffness,” “clumsiness,” and
difficulty with gripping/holding things in
affected hand.
• Pain, numbness, burning, loss of sensation in a
median nerve-distribution of the palm.
– Subjective complaints involving any of the first
three fingers carries an 80% sensitivity!!!
CTS signs/symptoms
• Most CTS complaints are secondary to
sensation changes; even fine motor skill loss is
usually more due to loss of sensation than
motor weakness.
• Muscle atrophy is classically appreciated in
the “APB,” Abductor Pollicis Brevis muscle,
which provides bulk to the thenar emenince.
– Muscle wasting, however, is a LATE finding of CTS.
Therefore, just because a patient’s thenar
eminence and/or motor exam is normal, does not
r/o CTS!
Median Nerve Supply
• A cool pneumonic to remember the palmar
muscles that are innervated by the Median
Nerve: Meat-LOAF
– Meat – Median nerve
– L – lumbricals 1 and 2
– O – opponens pollicis
– A – abductor pollicis brevis
– F – flexor pollicis brevis
Phalen’s Test
• Performed by maximally flexing the wrist;
between 30 seconds to 1 minute of this will
worsen or reproduce pain or tingling in 80% of
cases of CTS.
• It is POSITIVE if symptoms are worsened or
reproduced.
– It is NEGATIVE, of course, if they are not.
Tinel’s Sign
• Test for by percussing over the carpal tunnel.
• Tinel’s sign is PRESENT if paresthesias or pain
in median nerve distribution are produced by
this action.
– The sign is ABSENT if not.
CTS
• In most cases, a diagnosis of CTS can be
reasonably arrived at through a thorough
history and physical exam. Even so, there are
diagnostic tests which are used to help
confirm the diagnosis and rule out other
possible diagnoses.
EMG and NCV in CTS
• Electromyography (EMG) looks at the
electrical activity of muscles, both at rest and
during contraction.
• EMG is abnormal in ~ 70% of cases of CTS.
• Nerve Conduction Velocities (NCV) measure
the speed and efficiency with which nerves
are transmitting electrical signals.
• NCV is abnormal in ~75-85% of CTS cases.
Differential Diagnoses that can mimic CTS

• Cervical radiculopathy
• Thoracic Outlet Syndrome
• Pronator Teres Syndrome
• Reflex Sympathetic Dystrophy
• Diabetic neuropathy
Conditions that have been associated with
CTS
• Multiple Myeloma
• Rheumatoid Arthritis
• Pregnancy
• Amyloidosis
• A/V dialysis shunts
• Endocrine/Pituitary abnormalities
– Hypothyroidism
– acromegaly
CTS treatment
• Most cases of CTS can be adequately treated with
conservative (i.e. non-surgical) management.
– Rest
– NSAIDs, steroid injections
– Neutral-position splints
• Surgical management is generally reserved for:
– CTS refractory to conservative management.
– CTS with severe sensory loss and/or thenar atrophy.
Surgical treatment of CTS
• Surgery for CTS involves either open or
endoscopic approach with the same goal:
surgical division of the Transverse Carpal
Ligament.
• Approximately 90% of surgically-treated
patients report satisfactory results, with either
improvement or resolution of symptoms of
CTS.
– Complication rate ~ 2%
ILMU PSKIATRI
41. Sign & Symptom
Symptoms Description
Illusion Perceptual misinterpretation of a real external stimulus.

Delusion False belief, based on incorrect inference about external reality,


that is firmly held despite objective and obvious contradictory
proof or evidence and despite the fact that other members of
the culture do not share the belief.
Incoherence Communication that is disconnected, disorganized, or
incomprehensible.
Depersonalization Sensation of unreality concerning oneself, parts of oneself, or
one's environment that occurs under extreme stress or fatigue.

Derealization Sensation of changed reality or that one's surroundings have


altered.

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.


Symptoms Description
Hallucination False sensory perception occurring in the absence of any relevant
external stimulation of the sensory modality involved.
Idea of Reference Misinterpretation of incidents and events in the outside world as
having direct personal reference to oneself; occasionally observed
in normal persons, but frequently seen in paranoid patients.
Dereism Mental activity that follows a totally subjective and idiosyncratic
system of logic and fails to take the facts of reality or experience
into consideration. Characteristic of schizophrenia.
Loosening of a disorder in the logical progression of thoughts, manifested as a
associations failure to communicate verbally adequately; unrelated and
unconnected ideas shift from one subject to another
Idea of reference Misinterpretation of incidents and events in the outside world as
having direct personal reference to oneself. If present with
sufficient frequency or intensity or if organized and systematized,
they constitute delusions of reference.
Circumstantiality Disturbance in the associative thought and speech processes in
which a patient digresses into unnecessary details and
inappropriate thoughts before communicating the central idea.
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.
ISI PIKIR
• Waham/delusi
– satu perasaan keyakinan atau kepercayaan yang keliru,
berdasarkan simpulan yang keliru tentang kenyataan eksternal,
tidak konsisten dengan intelegensia dan latar belakang budaya
pasien, dan tidak bisa diubah lewat penalaran atau dengan jalan
penyajian fakta.
• Jenis-jenis waham:
1. waham bizarre: keyakinan yang keliru, mustahil dan
aneh (contoh: makhluk angkasa luar menanamkan
elektroda di otak manusia)
2. waham sistematik: keyakinan yang keliru atau
keyakinan yang tergabung dengan satu tema/kejadian
(contoh: orang yang dikejar-kejar polisi atau mafia)
3. waham nihilistik: perasaan yang keliru bahwa diri dan
lingkungannya atau dunia tidak ada atau menuju
kiamat
Jenis-jenis waham:
4. waham somatik: keyakinan yang keliru melibatkan fungsi
tubuh (contoh: yakin otaknya meleleh)
5. waham paranoid:
a. waham kebesaran: keyakinan atau kepercayaan,
biasanya psikotik sifatnya, bahwa dirinya adalah orang
yang sangat kuat, sangat berkuasa atau sangat besar
b. waham kejaran (persekutorik): satu delusi yang
menandai seorang paranoid, yang mengira bahwa
dirinya adalah korban dari usaha untuk melukainya, atau
yang mendorong agar dia gagal dalam tindakannya.
Keyakinan bahwa dokter dan keluarga berkomplot untuk
merugikan, merusak, mencederai, atau menghancurkan
diri pasien
Jenis-jenis waham:
c. waham rujukan (delusion of reference): satu
kepercayaan keliru yang meyakini bahwa tingkah laku
orang lain itu pasti akan memfitnah, membahayakan,
atau akan menjahati dirinya
d. waham dikendalikan: keyakinan yang keliru bahwa
keinginan, pikiran, atau perasaannya dikendalikan oleh
kekuatan dari luar. Termasuk di dalamnya:
• thought withdrawal: waham bahwa pikirannya ditarik oleh
orang lain atau kekuatan lain
• thought insertion: waham bahwa pikirannya disisipi oleh orang
lain atau kekuatan lain
• thought broadcasting: waham bahwa pikirannya dapat diketahui
oleh orang lain, tersiar di udara
• thought control: waham bahwa pikirannya dikendalikan oleh
orang lain atau kekuatan lain
Jenis-jenis waham:

6. waham cemburu: keyakinan yang keliru yang


berasal dari cemburu patologis tentang
pasangan yang tidak setia
7. erotomania: keyakinan yang keliru, biasanya
pada wanita, merasa yakin bahwa seseorang
sangat mencintainya
8. waham curiga : kecurigaan yang berlebihan atau
irasional dan tidak percaya dengan orang lain
42. Gangguan Afektif
Diagnosis Karakteristik
Skizofrenia Terdapat gejala waham, halusinasi, perubahan perilaku yang telah
berlangsung minimal 1 bulan.
Waham Waham merupakan satu-satunya ciri khas yang mencolok & harus
menetap sudah ada minimal 3 bulan.
Siklotimia Ketidakstabilan menetap dari afek, meliputi banyak periode depresi
ringan & hipomania, di antaranya tidak ada yg cukup parah atau lama
untuk memenuhi gangguan afektif ipolar atau depresi.
Distimia Afek depresif yang berlangsung sangat lama, tapi tidak penah
cukup parah untuk memenuhi kriteria depresi. Penderita biasanya
masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari, namun tidak dapat
menikmati aktivitas yang mereka lakukan.
Skizoafektif gejala skizofrenia & afektif muncul bersamaan & sama-sama
menonjol.

Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Gangguan Afektif
Mania
• Mood harus meningkat, ekspansif, atau iritabel, dan abnormal
untuk individu yang bersangkutan. Perubahan mood minimal
berlangsung 1 minggu.
• Gejala:
– 1) peningkatan aktivitas,
– 2) banyak bicara,
– 3) flight of idea,
– 4) hilangnya inhibisi dari norma sosial,
– 5) berkurangnya kebutuhan tidur,
– 6) harga diri atau ide-ide kebesaran yang berlebihan,
– 7) distraktibillitas atau perubahan aktivitas atau rencana yang konstan,
– 8) perilaku berisiko atau ceroboh tanpa menyadari akibatnya,
– 9) peningkatan energi seksual.

Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Depresi
(Major Depressive Disorder)
• Gejala utama: • Gejala lainnya:
1. afek depresif, 1. konsentrasi menurun,
2. hilang minat & 2. harga diri & kepercayaan diri
berkurang,
kegembiraan,
3. rasa bersalah & tidak berguna
3. mudah lelah & yang tidak beralasan,
menurunnya 4. merasa masa depan suram &
aktivitas. pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
PPDGJ
Depresi
• Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu

• Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain, >2


minggu.

• Episode depresif berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain > 2


minggu. Jika gejala amat berat & awitannya cepat,
diagnosis boleh ditegakkan meski kurang dari 2 minggu.

• Episode depresif berat dengan gejala psikotik: episode


depresif berat + waham, halusinasi, atau stupor depresif.

PPDGJ
Gangguan Afektif
• Gangguan Afektif Bipolar:
– episode berulang minimal 2 kali,
– pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek &
penambahan energi dan aktivitas,
– pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan
energi & aktivitas.
– Biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.
– Tipe:
• Afektif bipolar, episode kini hipomanik
• Afektif bipolar episode kini manik tanpa/dengan gejala psikotik
• Afektif bipolar episode kini depresif ringan atau sedang
• Afektif bipolar episode kini depresif berat tanpa/dengan gejala
psikotik
• Afektif bipolar episode kini campuran

Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Gangguan Afektif
• Pada gangguan afektif dengan ciri psikotik, waham
bersifat mood-congruent (konsisten dengan
depresi/manik)
• Depresi: waham tentang dosa, kemiskinan,
malapetaka, & pasien merasa bertanggung jawab.
• Manik: waham tentang kekuasaan, uang, utusan
Tuhan.
Diagnosis Gejala Psikotik Gangguan Afektif
Skizofrenia Ada Durasi singkat
Skizoafektif Ada, dengan atau tanpa Hanya ada bila gejala
gangguan afektif psikotik (+)
Gangguan afektif dengan Hanya ada selama Ada, walau tanpa gejala
ciri psikotik gangguan afektif (+) psikotik
Gangguan Depresif Berulang
• Memenuhi kriteria diagnostik depresi
• Sekurang-kurangnya memiliki 2 episode masing-
masing minimal selama 2 minggu dengan sela
waktu beberapa bulan tanpa fangguan suasana
mood yang bermakna
• Tipe:
– Episode kini Ringan
– Episode kini sedang
– Episode kini berat tanpa gejala psikotik
– Episode kini berat dengan gejala psikotik
43. Gangguan Neurotik

• Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala


obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua-
duanya, harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya 2 minggu berturut-turut.

• Merupakan sumber penderitaan atau


mengganggu aktivitas penderita
• Gejala-gejala obsesif : Predominan Tindakan Kompulsif
1. Harus disadari sebagai (Obsessional Rituals)
pikiran atau impuls diri • Tindakan kompulsif umumnya
sendiri; berkaitan dengan : kebersihan
2. Sedikitnya ada 1 (mencuci tangan), memeriksa
pikiran/tindakan yang
berulang untuk meyakinkan
tidak berhasil dilawan;
bahwa suatu situasi yang
3. Pikiran untuk melakukan
tindakan tsb bukan hal dianggap berpotensi bahaya
yang memberi kepuasan tidak terjadi, atau masalah
atau kesenangan kerapian & keteraturan.
4. Gagasan, pikiran, atau
impuls tsb harus
merupakan pengulangan • Dilatarbelakangi perasaan
yang tidak menyenangkan takut terhadap bahaya yang
mengancam dirinya atau
bersumber dari dirinya
Pathophysiology OCD
Neurobiologic
Serotonin
• inhibitory neurotransmitter emotion and
mood
• Functions
• regulation of mood
• appetite, sleep
• muscle contraction
• some cognitive functions  memory
and learning
Dopamine
• inhibitory neurotransmitter that blocks
the functioning of neurons
• functions
• important roles in behavior and
cognition
• Motivation
• punishment and reward
• sexual gratification, sleep
Neurotransmitter utama dalam • mood, attention
tubuh dan fungsinya • working memory, and learning
Neurotransmitter yang berperan dalam OCD:
• Serotoninaktivitas berkurang (Neurotransmitter utama yang berperan dalam OCD)
• Dopaminaktivitas meningkat
• Glutamatdipikirkan ikut berperan dalam proses OCD, terjadi peningkatan kadar
glutamat pada pasien OCD
http://www.cnsforum.com/educationalresources/imagebank/brain_struc_anxiety/neuro_biol_ocd_2
• Terapi OCD:
– Terapi dengan SSRI
menunjukkan
perbaikan dari
gejala OCD
– Diperkirakan
neurotransitter
yang berperan
utama dalam OCD
adalah serotonin
Ansietas
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan
perasaan akan datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa
adanya provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang
relatif bebas dari gejala di antara serangan panik.
Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau
situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit,
cedera, dan kematian.
Gangguan Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku
penyesuaian dalam waktu <3 bulan dari awitan stresor. Tidak
berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang lain.
Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus disertai ketegangan motorik
menyeluruh (gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas
otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan
gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).
Gangguan Fobik
Diagnosis Karakteristik
Fobia Khas Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau
situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera,
dan kematian.
Fobia sosial Rasa takut yang berlebihan akan dipermalukan atau melakukan
hal yang memalukan pada berbagai situasi sosial, seperti bicara
di depan umum, berkemih di toilet umum, atau makan di
tempat umum.
Agorafobia Kecemasan timbul di tempat atau situasi di mana menyelamatkan
diri sulit dilakukan atau tidak tersedia pertolongan pada saat
terjadi serangan panik. Situasi tersebut mencakup berada di luar
rumah seorang diri, di keramaian, atau bepergian dengan bus,
kereta, atau mobil.

PPDGJ
44. Skizofrenia
Kriteria umum diagnosis skizofrenia:
• Harus ada minimal 1 gejala berikut:
– Thought echoisi pikirannya berulang dikepalanya
– Thought insertion or withdrawalisi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya
– Thought broadcastingisi pikirannya keluar sehingga orang lain/ umum mengetahuinya
– Delusion of controlwaham tentang dirinya dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya
– Delusion of influencewaham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari
luar
– Delusion of passivitywaham tentang dirinya tak berdaya terhadap suatu kekuatan dari luar
– Delusion of perceptionpengalaman inderawi yang tidak wajar
– Halusinasi auditorik

• Atau minimal 2 gejala berikut:


– Halusinasi dari panca-indera apa saja
– Arus pikiran yang terputus
– Perilaku katatonik
– Gejala negatif: apatis, bicara jarang, respons emosi menumpul

• Gejala-gejala tersebut telah berlangsung minimal 1 bulan.

Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Skizofrenia Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal
1 bulan
Paranoid merasa terancam/dikendalikan
Hebefrenik 15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,
senyum sendiri
Katatonik stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea
Skizotipal perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik,
pikiran obsesif berulang
Waham menetap hanya waham
Psikotik akut gejala psikotik <2 minggu.
Skizoafektif gejala skizofrenia & afektif bersamaan
Residual Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang
memenuhi skizofrenia
Simpleks Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek
tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).

PPDGJ
Psikofarmaka
• Antipsikotik:
– 1st gen: klorpromazin, haloperidol.
– 2nd gen: klozapin, risperidone, olanzapine
• Depresi:
– Selective serotonin reuptake inhibitor: Fluoxetine,
sertraline, paroxetine.
– Tricyclic: amitriptiline, doxepine, imipramine
• Manik: lithium, carbamazepine, asam valproat
• Anxiolitik: benzodiazepine, buspirone,
45. Gangguan Kepribadian
Gangguan Kepribadian

Diagnosis Ciri
Paranoid curiga, sensitif, dendam.
Skizoid tidak peduli, afek datar, tidak ingin berteman.
Dissosial tidak peduli perasaan, tidak bertanggung jawab,
tidak merasa bersalah, tidak mampu memelihara
hubungan
Histrionik teatrikal, labil, terlalu peduli fisik.
Anankastik perfeksionis, kaku, memaksa orang lain.
Cemas menghindar tegang, peka kritik & penolakan, menghindari
aktivitas sosial
Dependen bergantung pada orang lain

PPDGJ
ILMU KULIT DAN KELAMIN
46. Pioderma
• Folikulitis: peradangan folikel rambut
yang ditandai dengan papul eritema
perifolikuler dan rasa gatal atau perih.

• Furunkel: Folikulitis + jaringan


sekitarnya berupa papul, vesikel atau
pustul perifolikuler dengan eritema di
sekitarnya dan disertai rasa nyeri.

• Furunkulosis: beberapa furunkel yang


tersebar.

• Karbunkel: kumpulan dari beberapa


furunkel, ditandai dengan beberapa
furunkel yang berkonfluensi
membentuk nodus bersupurasi di
beberapa puncak.
• Impetigo krustosa: peradangan yang
memberikan gambaran vesikel yang dengan
cepat berubah menjadi pustul dan pecah
sehingga menjadi krusta kering kekuningan
seperti madu. Predileksi spesifik lesi
terdapat di sekitar lubang hidung, mulut,
telinga atau anus.

• Impetigo bulosa: peradangan berbentuk


vesikobulosa dengan lesi bula hipopion
(bula berisi pus).

• Ektima: peradangan yang menimbulkan


kehilangan jaringan dermis bagian atas
(ulkus dangkal).
Pioderma
• Pemeriksaan Penunjang
– Pemeriksaan dari apusan cairan sekret dari dasar lesi dengan
pewarnaan Gram  bakteri pyogenes yaitu Streptococcus beta
hemolyticus grup A (GABHS), atau terkadang Streptococcus
aureus
– Pemeriksaan darah rutin kadang kadang ditemukan lekositosis.

• Komplikasi
• Erisipelas, selulitis, ulkus, limfangitis, bakteremia

• Terapi:
• Antibiotika topikal: salep mupirosin, salep basitrasin
• Antibiotika oral golongan beta laktam, sefalosporin
47. Infeksi Parasit Cacing
• Gejala:
– Cacing tambang: mual, muntah, diare, dan nyeri ulu hati; pusing, nyeri
kepala; lemas dan lelah; anemia; dan gatal di daerah masuknya cacing.
– Cacing gelang: rasa tidak enak pada perut (gangguan lambung); kejang
perut, diselingi diare; kehilangan berat badan; dan demam.
– Cacing cambuk: nyeri ulu hati, kehilangan nafsu makan, diare, anemia
– Cacing pita:
– Cacing kremi: gatal di sekitar dubur (terutama pada malam hari pada saat
cacing betina meletakkan telurnya), gelisah dan sukar tidur
• Terapi
• Komplikasi
Oksiuriasis (Cacing Kremi)
• Gejala
– Gatal di sekitar dubur
(terutama pada malam
hari pada saat cacing
betina meletakkan
telurnya), gelisah dan
sukar tidur.
Askariasis (Cacing Gelang)
• Gejala
– Rasa tidak enak pada
perut (gangguan
lambung); kejang perut,
diselingi diare;
kehilangan berat badan;
dan demam.
Nekatoriasis (Cacing Tambang)

• Gejala:
– Mual, muntah, diare &
nyeri ulu hati; pusing,
nyeri kepala; lemas dan
lelah; anemia
Trikuriasis (Cacing Cambuk)
• Gejala:
– nyeri ulu hati, kehilangan
nafsu makan, diare,
anemia
Taeniasis (Cacing Pita)

• Gejala:
– mual, konstipasi, diare; sakit perut; lemah; kehilangan nafsu
makan; sakit kepala; berat badan turun
Albendazole
• Terapi cacing gelang, cacing cambuk, cacing kremi, cacing tambang.
• Cara kerja : membunuh cacing, menghancurkan telur dan larva cacing
dengan jalan menghambat pengambilan glukosa oleh cacing sehingga
produksi ATP (adenosine tri phosphate) sebagai sumber energi untuk
mempertahankan hidup cacing berkurang  kematian cacing.
• Kontra Indikasi:
– Ibu hamil (teratogenik), menyusui
– Gangguan fungsi hati & ginjal, anak < 2 tahun
• Dosis sediaan : 400 mg per tablet.
– Dewasa dan anak diatas 2 tahun : 400 mg sehari sebagai dosis tunggal.
– Tablet dapat dikunyah, ditelan atau digerus lalu dicampur dengan
makanan.
• Efek samping : perasaan kurang nyaman pada saluran cerna dan sakit
kepala, mulut terasa kering
Pirantel Pamoat
• Indikasi: cacing tambang, cacing gelang, dan cacing kremi
• Cara kerja: Melumpuhkan cacing  mudah keluar bersama tinja
• Dapat diminum dalam keadaan perut kosong, atau diminum
bersama makanan, susu, atau jus
• Dosis tunggal, sekali minum  10 mg/kg BB, tidak boleh melebihi
1 gram
– Jika berat badan 50 kg, dosisnya menjadi 500 mg.
– Bentuk sediaannya adalah 125 mg per tablet, 250 mg per
tablet, dan 250 mg per ml sirup
48.
49. Filariasis
• Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae, dibagi menjadi 3
berdasarkan habitat cacing dewasa di hospes:
– Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca
– Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi, Brugia timori
– Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella ozzardi
• Fase gejala filariasis limfatik:
– Mikrofilaremia asimtomatik
– Adenolimfangitis akut: limfadenopati yang nyeri, limfangitis
retrograde, demam, tropical pulmonary eosinophilia (batuk, mengi,
anoreksia, malaise, sesak)
– Limfedema ireversibel kronik
• Grading limfedema (WHO, 1992):
– Grade 1 - Pitting edema reversible with limb elevation
– Grade 2 - Nonpitting edema irreversible with limb elevation
– Grade 3 - Severe swelling with sclerosis and skin changes

Wayangankar S. Filariasis. http://emedicine.medscape.com/article/217776-overview


WHO. World Health Organization global programme to eliminate lymphatic filariasis. WHO Press; 2010.
Pemeriksaan & tatalaksana filariasis
limfatik
• Pemeriksaan penunjang:
– Deteksi mikrofilaria di darah
– Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel
– Antibodi filaria, eosinofilia
– Biopsi KGB
• Pengobatan:
– Tirah baring, elevasi tungkai, kompres
– Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole)
– Suportif
– Pengobatan massal dengan albendazole+ivermectin (untuk
endemik Onchocerca volvulus) atau albendazole+DEC (untuk
nonendemik Onchocerca volvulus) guna mencegah transmisi
– Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal)
– Diet rendah lemak dalam kasus kiluria
Panjang:lebar kepala sama
Wuchereria bancroftiiInti teratur
Tidak terdapat inti di ekor

Perbandingan panjang:lebar
kepala 2:1
Brugia malayi
Inti tidak teratur
Inti di ekor 2-5 buah

Perbandingan panjang:lebar
Brugia timori kepala 3:1
Inti tidak teratur
Inti di ekor 5-8 buah
50. Psoriasis vulgaris
• Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar berlapis-lapis dan
transparan
• Predileksi: skalp, perbatasan skalp-muka, ekstremitas ekstensor (siku &
lutut), lumbosakral
• Khas: fenomena tetesan lilin, Auspitz sign, Kobner sign
• Patofisiologi:
– Genetik: berkaitan dengan HLA
– Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen dermal, dan
keratinosit
– Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolisme, obat,
alkohol, dan merokok
• Tata laksana:
– Topikal: preparat ter, kortikosteroid, ditranol, tazaroen, emolien, dll
– Sistemik: KS, sitostatik (metotreksat), levodopa, etretinat, dll
– PUVA (UVA + psoralen)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Tanda Penjelasan
Fenomena tetesan Skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan,
lilin seperti lilin yang digores, akibat berubahnya indeks bias.
Fenomena Auspitz Tampak serum atau darah berbintik-bintik akibat papilomatosis
dengan cara pengerokan skuama yang berlapis-lapis hingga
habis.
Fenomena Kobner Kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang timbul
akibat trauma pada kulit sehat penderita psoriasis, kira-kira
muncul setelah 3 minggu.
Tipe Psoriasis
Tipe
Plak Psoriasis Bentuk paling umum, lesi meninggi dasar kemerahan dan
tertutup sisik putih (sel kulit mati). Biasa muncul di kulit
kepala, lutut, siku, punggung, dan kulit yang sering terkena
trauma. Terasa gatal dan nyeri, dapat retak dan berdarah
Psoriasis Gutata Tersering kedua. Lesi berbentuk titik/ plak kecil. Dimulai pada
masa anak-dewasa muda, dapat merupakan kelanjutan dari
infeksi streptokokus.
Inverse Psoriasis Lesi berwarna merah, pada lipatan kulit. Tampak licin dan
mengkilat. Dapt muncul bersama tipe lain
Psoriasis Pustular Pustul berwarna putih (bula steril) dikelilingi dasar kemerahan.
Isi pus adalah sel darah putih. Tidak menular. Paling sering
muncul di tangan dan kaki
Nail Psoriasis Perubahan warna kuku menjadi kuning-kecoklatan,
permukaan menjadi tidak rata (sering berbentuk pit kecil
multipel)
ILMU KESEHATAN ANAK
51. Demam Dengue (DF)
• Disebabkan oleh virus flavivirus dengan 4 serotipe DE-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4 melalui nyamuk aedes aegypti atau
aedes albopictus
• DEN-3 merupakan serotipe yang banyak berhubungan
dengan kasus berat, diikuti dengan serotipe DEN-2
• Demam akut 2-7 hari dengan 2 atau lebih gejala berikut:
– Nyeri kepala
– Nyeri retroorbita
– Myalgia/arthralgia
– Ruam
– Manifestasi perdarahan
– Leukopenia
Guideline WHO 1997
KLASIFIKASI DBD
Derajat (WHO 1997):
• Derajat I : Demam dengan test rumple leed
positif.
• Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan
spontan dikulit atau perdarahan lain.
• Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/
hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan
pasien menjadi gelisah.
• Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak
teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
WHO. SEARO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in
small hospitals. 1999.
Fig. 1. DV-induced cytokine cascade. DV replicates in macrophage and is presented to recruit CD4􏰣 cells which produce hCF. hCF induces a cytokine
cascade that may lead to Th1-type response causing a mild illness, the DF or to a Th2-type response resulting in various grades of severe illness, the
DHF. Thin line, positive induction; Interrupted line, inhibition; Thick line, damaging effect.
molecular mechanisms that contribute
to dengue-induced thrombocytopenia
Pemeriksaan Penunjang
Rumple leede test
• A tourniquet test used to determine the presence of
vitamin C deficiency or thrombocytopenia
• A circle 2.5 cm in diameter, the upper edge of which is
4 cm below the crease of the elbow, is drawn on the
inner aspect of the forearm, pressure midway between
the systolic and diastolic blood pressure is applied
above the elbow for 15 minutes
• Count petechiae within the circle is made:
– 10  normal
– 10-20  marginal
– more than 20  abnormal.
Pemantauan Rawat
Alur
Perawatan
Pediatric Vital Signs
Heart Rate
Age (beats/min
)
Premature 120-170 *
0-3 mo 100-150 *
3-6 mo 90-120
6-12 mo 80-120
1-3 yr 70-110
http://web.missouri.edu/~proste/lab/vitals-peds.pdf
3-6 yr 65-110
6-12 yr 60-95
12 > yr 55-85
REFERENCE:
Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011.
* From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett,
American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45.
† From American Heart Association ECC Guidelines, 2000.
Hematocrit Range in Pediatric

1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric reference ranges (3rd ed.). Washington, DC: AACC Press.
http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/354/362846/London%20App.%20B.pdf
52. Ikterus neonatorum

- Pewarnaan kuning pada sklera dan kulit yang


disebabkan oleh penumpukan bilirubin
- Terlihat pada kulit bila kadar >5 mg/dl
- Terlihat pada >50% neonatus
- Pada bayi prematur > bayi cukup bulan
Gambar 8. metabolisme bilirubin dalam
tubuh. Perhatikan fungsi hepatosit yang
melakukan konjugasi bilirubin indirek menjadi
bilirubin direk. Adanya ikterik merupakan
manifestasi gangguan di prehepatik, intrahepatik
atau ekstrahepatik. (Chandrasoma P, Taylor CR.
Concise Pathology. 3rd edition. McGrawHill.
http://www.accessmedicine.com diunduh tanggal
25 Juli 2013)
Ikterus Neonatorum
• Ikterus neonatorum: fisiologis vs non fisiologis.
• Ikterus fisiologis:
– Awitan terjadi setelah 24 jam
– Memuncak dalam 3-5 hari, menurun dalam 7 hari (pada NCB)
– Ikterus fisiologis berlebihan → ketika bilirubin serum puncak adalah 7-15
mg/dl pada NCB
• Ikterus non fisiologis:
– Awitan terjadi sebelum usia 24 jam
– Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam
– Tingkat cutoff > 15 mg/dl pada NCB
– Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB
– Tanda penyakit lain
• Gangguan obstruktif menyebabkan hiperbilirubinemia direk. Ditandai
bilirubin direk > 1 mg/dl jika bil tot <5 mg/dl atau bil direk >20% dr total
bilirubin. Penyebab: kolestasis, atresia bilier, kista duktus koledokus.

Indrasanto E. Hiperbilirubinemia pada neonatus.


Kramer’s Rule
Penilaian klinis ikterus (kramer)

Daerah tubuh Kadar bilirubin mg/dl


Muka 4 -8
Dada/punggung 5 -12
Perut dan paha 8 -16

Tangan dan kaki 11-18

Telapak tangan/kaki >15


20
18
16
14
12
fisiologis
10
non- fisiologis
8
6
4
2
0
hari 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari 6 hari 7

• Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1


– Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh, penyakit hemolitik,
atau sferositosis. Penyebab lebih jarang: infeksi kongenital,
defisiensi G6PD
• Ikterus yang berkembang cepat setelah usia 48 jam
– Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD. Penyebab lebih
jarang: inkompatibilitas ABO, Rh, sferositosis.
Panduan foto terapi

AAP, 2004
Panduan transfusi tukar

AAP, 2004
53. Kejang demam
• Kejang yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh di atas 38,4° C
tanpa adanya infeksi SSP atau gangguan elektrolit pada anak di atas
usia 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya (ILAE,
1993)
• Umumnya berusia 6 bulan – 5 tahun
• Kejang demam sederhana (simpleks)
– Berlangsung singkat, tonik klonik, umum, tidak berulang dalam 24 jam
• Kejang demam kompleks
– Lama kejang > 15 menit
– Kejang fokal atau parsial menjadi umum
– Berulang dalam 24 jam
• Diagnosis banding: meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, APCD
(pada infant), epilepsi

Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. IDAI. 2006


Pemeriksaan Penunjang
• Dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab demam/
kejang: DPL, GDS, elektrolit, urinalisis, kultur darah/urin/feses
• Pungsi lumbal dilakukan utk menyingkirkan meningitis
• sangat dianjurkan untuk usia < 12 bulan dan dianjurkan untuk usia 12-
18 bulan, > 18 bln  tidak rutin dilakukan
• Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekanan
intrakranial
– EEG tidak direkomendasikan, tetapi masih dapat dilakukan
pada kejang demam yang tidak khas, mis: KDK pada anak
berusia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal
– CT scan/ MRI hanya jika ada indikasi, mis: kelainan neurologis
fokal yang menetap, edema papil, dst
Profilaksis Intermiten untuk
Pencegahan Kejang Demam
• Faktor risiko berulangnya kejang demam:
– Riwayat kejang demam dalam keluarga
– Usia kurang dari 12 bulan
– Temperatur yang rendah saat kejang
– Cepatnya kejang setelah demam
• Pada saat demam
– Parasetamol 10-15 mg/kg diberikan 4 kali/hari
– Diazepam oral 0,3 mg/kg setiap 8 jam, atau per rektal 0,5
mg/kg setiap 8 jam pada suhu >38,5:C
Pengobatan Jangka Panjang Kejang
Demam
• Fenobarbital 3-6 mg/kg/hari atau asam valproat 15-40 mg/kg/hari
 fenobarbital biasanya tidak digunakan krn terkait ES autisme
• Dianjurkan pengobatan rumatan:
– Kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang (paresis Tod’s,
CP, hidrosefalus)
– Kejang lama > 15 menit
– Kejang fokal
• Dipertimbangkan pengobatan rumatan :
– Kejang berulang dalam 24 jam
– Bayi usia < 12 bulan
– Kejang demam kompleks berulang > 4 kali
• Lama pengobatan rumatan 1 tahun bebas kejang, dihentikan bertahap
dalam 1-2 bulan
Generalized epilepsy with febrile Febrile seizures plus
seizures plus (GEFS+)
• A syndromic autosomal dominant • This is similar to febrile seizures,
disorder where afflicted individuals
can exhibit numerous epilepsy but the child has seizures beyond
phenotypes. the normal age range.
• Generalised epilepsy with febrile • The seizures are always
seizures plus (GEFS+) is an unusual
epilepsy syndrome. associated with a high
• It describes families who have temperature.
several members from different • The seizures usually stop by the
generations with epileptic seizures. time the child reaches the age of
• The epileptic seizures nearly always
start after a family member has had 10 or 12.
febrile convulsions.
• In GEFS+ families, children may go
on to have febrile seizures well
beyond this age.
• They may also develop other
seizure types not associated with a
high temperature.
54. Tatalaksana kejang akut
• Pertahankan fungsi vital (airway, breathing,
circulation)
• Identifikasi dan terapi faktor penyebab dan
faktor presipitasi
• Menghentikan aktivitas kejang
55. Indeks Eritrosit
• Indeks eritrosit/ indeks • mean corpuscular volume (MCV)
kospouskuleradalah batasan untuk
– Volume/ ukuran eritrosit :
ukuran dan isi hemoglobin eritrosit.
mikrositik (ukuran kecil),
• terdiri atas :
normositik (ukuran normal),
– (MCV : mean corpuscular volume) dan makrositik (ukuran
– (MCH : mean corpuscular besar).
hemoglobin)
– (MCHC : mean corpuscular
• mean corpuscular hemoglobin
hemoglobin) (MCH)
– (RDW : RBC distribution width atau – bobot hemoglobin di dalam
luas distribusi eritrosit)  perbedaan eritrosit tanpa
ukuran
memperhatikan ukurannya.
• Indeks eritrosit dipergunakan secara
luas dalam mengklasifikasi anemia • mean corpuscular hemoglobin
atau sebagai penunjang dalam concentration (MCHC)
membedakan berbagai macam – konsentrasi hemoglobin per
anemia. unit volume eritrosit.
Retikulosit
• Retikulosit : eritrosit muda yang sitoplasmanya masih
mengandung sejumlah besar sisa-sisa ribosome dan RNA
yang berasal dari sisa inti dari prekursornya (sel darah
muda).
• Jumlah retikulosit yg meningkat menunjukkan kemampuan
respon sumsum tulang ketika anemia (misal perdarahan)
• Indikator aktivitas sumsum tulang, banyaknya retikulosit
dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis yang
hampir akurat.
– Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan
akselerasi produksi eritrosit dalam sumsum tulang.
– hitung retikulosit yang rendah dapat mengindikasikan keadan
hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik.
Hipokrom: MCH ˂ normal Hiperkrom:
MCH ˃ normal
Mikrositik: MCV ˂ normal
Makrositik: MCV ˃ normal
Parameter Kadar normal Satuan
Hb 6 bln - 2 thn: 10,5-13,5 g/dL
2-6 thn: 11-14,7
6-12 thn: 11,5-15,5
12-18 thn: 13-16 (L); 12-16 (P)
Ht 2 thn: 33-42 %
Leukosit 2 thn: 6000-17.500 /μL
Trombosit 150.000-400.000 /μL
MCV 2 thn: 70-86 fL
MCH 2 thn: 23-31 pg/sel
MCHC 2 thn: 30-36 %Hb/sel
Anemia Mikrositik Hipokrom
Red Cell Morphology
Penyakit (tambahan)
Hereditary, Lipid
disorders, splenectomy

Hb C disease, post
splenectomy

Myeloid metaplasia

Uremia, following
heparin injection, def
pyruvate kinase

Thalassemia, anemia
megaloblastic, iron
deficiency
Anemia mikrositik Anemia makrositik
• Defisiensi besi (nutritional, • Sumsum tulang megaloblastik
perdarahan kronis) • Defisiensi vitamin B12
• Defisiensi asam folat
• Keracunan kronik logam
• Asiduria orotik herediter
(lead)
• Thiamine-responsive anemia
• Sindrom thalassemia • Sumsum tulang tidak
• Anemia sideroblastik megaloblastik
• Inflamasi kronik • Anemia aplastik
• Sindrom diamond-blackfan
• Hipotiroidism
• Penyakit hati
• Infiltrasi sumsum tulang
• Anemia diseritropoietik
Anemia normositik
• Anemia hemolitik kongenital
• Mutasi hemoglobin
• Defek enzim sel darah merah
• Kelainan membran sel darah merah
• Anemia hemolitik didapat
• Antibody-mediated
• Anemia hemolitik mikroangiopatik
• Anemia hemolitik sekunder pada infeksi akut
• Kehilangan darah akut
• Splenic pooling
• Penyakit ginjal kronik
Anemia Defisiensi Fe (IDA)

Stage Iron Depletion Iron Deficiency Iron Deficiency


I II Anemia
III
Iron Store ↓ ↓↓ ↓↓↓
(Ferritin)
Serum Iron Normal ↓ ↓↓
Hb Normal Normal MCV, MCH MCHC ↓

Windiastuti E. Anemia in children.


Anemia Defisiensi Besi
Anemia in Infant
• Anemia (WHO):
– A hemoglobin (Hb) concentration 2 SDs below the mean
Hb concentration for a normal population of the same
gender and age range
• US National Health and Nutrition Examination Survey
(1999 – 2002)→ anemia:
– Hb concentration of less than 11.0 g/dL for both male and
female children aged 12 through 35 months

Robert D. Barker, Frank R. Greer, and The Committee of Nutrition. Diagnosis and Prevention of Iron Defiency and Iron Anemia in Infants and Young Children (0-3 years of Age.
Pediatrics 2010; 126; 1040.
Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi. Maria Abdulsalam, Albert Daniel. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002
Tatalaksana IDA
• Atasi penyakit yang mendasari
• Nutrisi yang cukup
• Besi elemental
– 3-6 mg/kg/hari dibagi 2 dosis, sebelum makan. Dilanjutkan hingga 2
bulan setelah anemia terkoreksi dan penyakit etiologi teratasi.
• Transfusi PRC dibutuhkan bila Hb <6 g/dl; atau Hb ≥6 g/dl dengan
penyerta (dehidrasi, persiapan operasi, infeksi berat, gagal jantung,
distress pernafasan)
• Pencegahan
– Primer
• Diet: makanan yang kaya besi dan vitamin C
• ASI eksklusif. Suplemen besi dimulai pada 4-6 bulan (non prematur) atau 2
bulan (prematur)
– Sekunder: skrining

Harper JL. Iron deficiency anemia. http://emedicine.medscape.com/article/202333-overview


Tatalaksana
• Fe oral
– Aman, murah, dan efektif
– Enteric coated iron tablets  tidak dianjurkan karena
penyerapan di duodenum dan jejunum
– Beberapa makanan dan obat menghambat penyerapan
• Jangan bersamaan dengan makanan, beberapa antibiotik, teh,
kopi, suplemen kalsium, susu. (besi diminum 1 jam sebelum atau 2
jam setelahnya)
• Konsumsi suplemen besi 2 jam sebelum atau 4 jam setelah
antasida
• Tablet besi paling baik diserap di kondisi asam  konsumsi
bersama 250 mg tablet vit C atau jus jeruk meningkatkan
penyerapan
Tatalaksana
– Absorbsi besi yang terbaik adalah pada saat
lambung kosong,
– Jika terjadi efek samping GI, pemberian besi dapat
dilakukan pada saat makan atau segera setelah
makan meskipun akan mengurangi absorbsi obat
sekitar 40%-50%
– Efek samping:
• Mual, muntah, konstipasi, nyeri lambung
• Warna feses menjadi hitam, gigi menghitam (reversibel)
Skrining
• The American Academy of • Pemeriksaan tersebut dilakukan
Pediatrics (AAP) dan CDC di pada populasi dengan risiko
Amerika menganjurkan tinggi:
melakukan pemeriksaan (Hb) dan – kondisi prematur
(Ht) setidaknya satu kali pada usia – berat lahir rendah
9-12 bulan dan diulang 6 bulan – riwayat mendapat perawatan lama
kemudian pada usia 15-18 bulan di unit neonatologi
atau pemeriksaan tambahan – anak dengan riwayat perdarahan
setiap 1 tahun sekali pada usia 2- – infeksi kronis
5 tahun. – etnik tertentu dengan prevalens
• Pada bayi prematur atau dengan anemia yang tinggi
berat lahir rendah yang tidak – mendapat asi ekslusif tanpa
mendapat formula yang suplementasi
difortifikasi besi perlu – mendapat susu sapi segar pada
dipertimbangkan untuk usia dini
melakukan pemeriksaan Hb – dan faktor risiko sosial lain.
sebelum usia 6 bulan

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia


Suplemen Besi

Rekomendasi Ikatan Dokter Indonesia


56. FEVER
FEVER is a typical pathological process which arises up for higher warm-blooded
animals and man at influence on the organism of pyrogenic irritants.

Fever, or pyrexia, describes an elevation in body temperature that


is caused by an upward displacement of the thermostatic set
point of the hypothalamic thermoregulatory center.
Temperature is one of the most frequent physiologic responses
to be monitored during illness.

II. SAVING OF THE


PROMOTED TEMPERATURE
(ST. FASTIGII)
I. INCREASE OF III. DECLINE OF
TEMPERATURE TEMPERATURE
(ST. INCREMENTI) (ST. DECREMENTI).
Fevers that are regulated by the hypothalamus
usually do not rise above 41°C (105.8°F),
suggesting a built-in thermostatic safety
mechanism. Temperatures above that level are
usually the result of superimposed activity, such
as convulsions, hyperthermic states, or direct
impairment of the temperature control center.
Temperatures differ in various parts of
the body, with core temperatures being
higher than those at the skin surface.

The rectal temperature is used as a measure


of core temperature and is considered the
most accurate parameter. Rectal
temperatures usually range from 37.3°C
(99.1°F) to 37.6°C (99.6°F).

The oral temperature, taken sublingually, is


usually 0.2°C (0.36°F) to 0.51°C (0.9°F) lower
than the rectal temperature.

The axillary temperature also can be used as


an estimate of core temperature.
However, the parts of the axillary fossa must
be pressed closely together for an extended
period (5 to 10 minutes for a glass
thermometer) because this method requires
considerable heat to accumulate before the
final temperature is reached.

Ear-based thermometry uses an infrared


sensor to measure the flow of heat from the
tympanic membrane and ear canal.
HYPOTHALAMIC CONTROL OF TEMPERATURE

THERMOSTAT

SET POINT

HEAT HEAT
PRODUCTION EMISSION

IL -1
Mechanism of
Fever
A. Febris Continua (Continous fever) in which the
elevated °t for the some time persists at a high level, the
difference between the morning and evening °t not
exceed 1°C. (Typhoid fever, croupous pneumonia, typhus)

B. Febris Remittens (Remittent fever) in which the


difference between the morning and evening °t exceeds
1°C, but the °t never falls to normal level. (Typhoid fever,
catarrhal pneumonia, sepsis, etc.)

C. Febris Intermittens (Intermittent fever) which is


characterized by regular alternation of brief attacks of
fever (paroxysms) with feverless periods (apyrexia). High
°t persists for several h, drops to normal and then rises
again. The length of the feverless periods may vary
(Malaria). Attacks – occurs every 3rd day (f. quartana),
every 2nd day (f. tertiana) or every day (f. quotidiana)
D. Febris Recurrens (Recurrent fever) which is
characterized by longer periods of pyrexia then
intermittent f. (5-6 days). The duration of these periods
corresponds to that of the periods of normal °t (Borreliosis
– relapsing fever; Treponematoses, Tularemia,
Meningococcemia, Malaria, rat-bite fever).

E. Febris Hectica (Hectic fever) in which the swings are 3 to 5 °C (Sepsis, severe Tbc, malignant tumors)

F. Febris Inversa (Inverse fever) is a fever with perverted course, for ex. elevation of °t in the morning and a
drop in the evening (Sepsis, Tbc)
Tatalaksana Demam Pada Anak
• Demam merupakan reaksi normal tubuh yang
bermanfaat melawan mikroorganisme.
• Tujuan utama obat antipiretik adalah
membuat anak merasa nyaman, bukan
mempertahankan suhu yang normal.
• Penurunan suhu tubuh dapat dibantu dengan
penggunaan obat penurun panas (antipiretik),
terapi fisik (nonfarmakologi) seperti istirahat
baring, kompres hangat, dan banyak minum.

Mulya Rahma Karyanti (Divisi Infeksi dan Pediatri Tropis RSCM)


Antipiretik
• Indikasi: suhu >38oC (aksila).
• Parasetamol merupakan pilihan lini pertama
• Parasetamol 10-15 mg/kg diberikan 4 kali/hari
• Dengan menurunkan suhu tubuh maka aktivitas dan kesiagaan anak membaik, dan
perbaikan mood dan nafsu makan juga semakin membaik.
• Acetaminophen is approved for use in children as young as 2 months old, but should
never be given to a child under 3 months without first speaking to a doctor.
• Ibuprofen is approved for use in children as young as 6 months.
• Aspirin should never be given to children under 18 years of age, unless specifically
recommended by a doctor, because of the risk of a rare but possibly fatal illness called
Reye’s Syndrome.
Tirah baring
• Aktifitas fisik yang tinggi dapat meningkatkan suhu tubuh anak dengan demam dan
tanpa demam.
• Penelitian case control dari 1082 anak dengan demam, ditemukan bahwa tirah baring
tidak menurunkan suhu secara signifikan

Mulya Rahma Karyanti (Divisi Infeksi dan Pediatri Tropis RSCM)


Kompres air hangat (tepid sponging):
• Penggunaan kompres air hangat di lipat ketiak dan lipat
selangkangan (inguinal) selama 10-15 menit akan
membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar
lewat pori-pori kulit melalui proses penguapan.
• Kompres bisa dilakukan jika suhu tubuh tetap tinggi walau
sudah diberikan obat demam.
• Misalkan suhu meningkat lebih dari 40 derajat Celsius,
berikan obat penurun panas terlebih dahulu untuk
menurunkan pusat pengatur suhu di hipotalamus,
kemudian dilanjutkan kompres air hangat.
Kompres dingin:
• Kompres dingin tidak direkomendasikan untuk
mengatasi demam karena dapat meningkatkan pusat
pengatur suhu (set point) hipotalamus, mengakibatkan
badan menggigil sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh.
Kompres alkohol:
• Kompres dengan menggunakan etil alkohol 70% /
isopropil alkohol dalam air tidak efektif menurunkan
suhu
57. Resusitasi Neonatus
Kattwinkel J, Perlman JM. Part 15: neonatal resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909 –S919
Rekomendasi utama untuk resusitasi
neonatus:
• Penilaian setelah langkah awal ditentukan oleh penilaian simultan
dua tanda vital yaitu frekuensi denyut jantung dan pernapasan.
• Oksimeter digunakan untuk menilai oksigenasi karena penilaian
warna kulit tidak dapat diandalkan.
• Untuk bayi yang lahir cukup bulan sebaiknya resusitasi dilakukan
dengan udara dibanding dengan oksigen 100%.
• Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan udara
(blended oxygen , dan pangaturan konsentrasi dipandu berdasarkan
oksimetri.
• Bukti yang ada tidak cukup mendukung atau menolak dilakukannya
pengisapan trakea secara rutin pada bayi dengan air ketuban
bercampur mekonium, bahkan pada bayi dalam keadaan depresi.
• Penjepitan talipusat harus ditunda sedikitnya sampai satu menit
untuk bayi yang tidak membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup
untuk merekomendasikan lama waktu untuk penjepitan talipusat
pada bayi yang memerlukan resusitasi.
Pemberian Oksigen
• Target saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai
resusitasi dengan udara atau oksigen campuran
(blended oxygen) dan dilakukan titrasi konsentrasi
oksigen untuk mencapai SpO2 sesuai target.
• Jika oksigen campuran tidak tersedia, resusitasi dimulai
dengan udara kamar.
• Jika bayi bradikardia (kurang dari 60 per menit) setelah
90 detik resusitasi dengan oksigen konsentrasi rendah,
konsentrasi oksigen ditingkatkan sampai 100% hingga
didapatkan frekuensi denyut jantung normal.
Teknik Ventilasi dan Kompresi
• Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
• Jika bayi tetap apnu atau megap-megap, atau jika
frekuensi denyut jantung kurang dari 100 per menit
setelah langkah awal resusitasi, VTP dimulai.
• Pernapasan awal dan bantuan ventilasi
• Bantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi
napas 40 – 60 kali per menit untuk mencapai dan
mempertahankan frekuensi denyut jantung lebih dari
100 per menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat
ialah perbaikan cepat dari frekuensi denyut jantung.

Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
Teknik Ventilasi dan Kompresi
• Kompresi dada
• Indikasi kompresi dada ialah jika frekuensi denyut jantung kurang dari 60
per menit setelah ventilasi adekuat dengan oksigen selama 30 detik.
Untuk neonatus, rasio kompresi: ventilasi = 3:1 (1/2 detik untuk masing-
masing).
• Pernapasan, frekuensi denyut jantung, dan oksigenasi harus dinilai secara
periodik dan kompresi – ventilasi tetap dilakukan sampai frekuensi denyut
jantung sama atau lebih dari 60 per menit.
• Kompresi dada dilakukan pada 1/3 bawah sternum dengan kedalaman 1/3
dari diameter antero-posterior dada.
• Teknik kompresi: (1) teknik kompresi dua ibu jari dengan jari-jari
melingkari dada dan menyokong bagian punggung, (2) teknik kompresi
dengan dua jari dimana tangan lain menahan bagian punggung
• Pada kompresi, dada harus dapat berekspansi penuh sebelum kompresi
berikutnya, namun jari yang melakukan kompresi tidak boleh
meninggalkan posisi di dada.

Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
Kapan menghentikan resusitasi?
• Pada bayi baru lahir tanpa adanya denyut
jantung, dianggap layak untuk menghentikan
resusitasi jika detak jantung tetap tidak terdeteksi
setelah dilakukan resusitasi selama 10 menit
(kelas IIb, LOE C).
• Keputusan untuk tetap meneruskan usaha
resusitasi bisa dipertimbangkan setelah
memperhatikan beberapa faktor seperti etiologi
dari henti hantung pasien, usia gestasi, adanya
komplikasi, dan pertimbangan dari orangtua
mengenai risiko morbiditas.

Kattwinkel, John et al. Part 15: Neonatal Resuscitation: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and
Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3):S909–S919.
58. Malnutrisi Energi Protein
• Malnutrisi: Ketidakseimbangan seluler antara asupan dan kebutuhan
energi dan nutrien tubuh untuk tumbuh dan mempertahankan fungsinya
(WHO)
• Dibagi menjadi 3:
– Overnutrition (overweight, obesitas)
– Undernutrition (gizi kurang, gizi buruk)
– Defisiensi nutrien spesifik
• Malnutrisi energi protein (MEP):
– MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang)
– MEP derajat berat (gizi buruk)
• Malnutrisi energi protein berdasarkan klinis:
– Marasmus
– Kwashiorkor
– Marasmik-kwashiorkor

Sjarif DR. Nutrition management of well infant, children, and


adolescents.
Scheinfeld NS. Protein-energy malnutrition.
http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview
Marasmus

 wajah seperti orang tua


 kulit terlihat longgar
 tulang rusuk tampak
terlihat jelas
 kulit paha berkeriput
 terlihat tulang belakang
lebih menonjol dan kulit
di pantat berkeriput
( baggy pant )
Kwashiorkor

 edema
 rambut kemerahan, mudah
dicabut
 kurang aktif, rewel/cengeng
 pengurusan otot
 Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
Marasmik-kwashiorkor
• Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor secara bersamaan
Kriteria Gizi Kurang dan Gizi Buruk
• Z-score → menggunakan • BB/IBW (Ideal Body Weight)
kurva WHO weight-for- → menggunakan kurva CDC
height • ≥80-90%  mild
• <-2 – moderate wasted malnutrition
• <-3 – severe wasted  gizi • ≥70-80%  moderate
buruk malnutrition
• ≤70%  severe
• Lingkar Lengan Atas < 11,5 malnutrition  Gizi Buruk
cm
Kwashiorkor
Protein 

Serum Albumin 

Tekanan osmotik koloid serum 

Edema
Marasmus
Karbohidrat 

Pemecahan lemah + pemecahan protein

Lemak subkutan 

Muscle wasting, kulit keriput

Turgor kulit berkurang


Emergency Signs in Severe
Malnutrition
• Dibutuhkan tindakan resusitasi
• Tanda gangguan airway and breathing :
– Tanda obstruksi
– Sianosis
– Distress pernapasan
• Tanda dehidrasi berat → rehidrasi secara ORAL.
Dehidrasi berat sulit dinilai pada malnutrisi berat.
Terdapat risiko overhidrasi
• Tanda syok : letargis, penurunan kesadaran
– Berikan rehidrasi parenteral (Resusitasi Cairan)
Cause difference
Marasmus Kwashiorkor
Marasmus is multi nutritional Kwashiorkor occurs due to the lack of
deficiency proteins in a person's diet
Marasmus usually affects very young Kwashiorkor affects slightly older
children children mainly children who are
weaned away from their mother's
milk
Marasmus is usually the result of a Kwashiorkor can occur rapidly
gradual process
10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk
No Tindakan Stabilisasi Transisi Rehabilitasi
Tindaklanjut H 1-2 H 3-7 H 8-14 mg
3-6 mg 7-26
1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia

3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Perbaiki gangguan elektrolit

5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. nutrien mikro tanpa Fe + Fe

7. Makanan stab & trans

8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi

10. Siapkan tindak lanjut


59. SHOCK & HYPOTENSION
• “Shock” is a clinical state in which blood flow and delivery of tissue nutrients do
not meet tissue metabolic demand.
• Shock may occur with increased, normal, or decreased cardiac output or blood
pressure.
• Characterized as compensated or decompensated.
• “Decompensated shock” : clinical state of tissue perfusion that is inadequate to
meet metabolic demand and hypotension (ie, a systolic blood pressure [SBP] less
than the 5th percentile for age).
• For the PALS guidelines, hypotension is characterized by the following:

For term neonates (0 to 28 days of age), SBP <60 mm Hg


For infants from 1 month to 12 months, SBP <70 mm Hg
For children >1 year to 10 years, SBP <70+(2×age in years)
Beyond 10 years, hypotension is defined as an SBP <90 mm Hg

• Note that these blood pressure thresholds will overlap with normal values,
including the 5% of normal children who have an SBP lower than the 5th percentile
for age.
Stages of sepsis based on American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine
Consensus Panel guidelines
http://emedicine.medscape.com/article/169640-overview
Pediatric Vital Signs
Heart Rate Blood Pressure Respiratory Rate
Age
(beats/min) (mm Hg) (breaths/min)
Premature 120-170 * 55-75/35-45† 40-70†
0-3 mo 100-150 * 65-85/45-55 35-55
3-6 mo 90-120 70-90/50-65 30-45
6-12 mo 80-120 80-100/55-65 25-40
1-3 yr 70-110 90-105/55-70 20-30
3-6 yr 65-110 95-110/60-75 20-25
6-12 yr 60-95 100-120/60/75 14/22
12 > yr 55-85 110-135/65/85 12-18
REFERENCE:
Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011.
* From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett,
American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45.
† From American Heart Association ECC Guidelines, 2000.
SYMPTOMS OF SHOCK
• Early (ie, compensated) shock is • Oligouria:
– Children > 2 yrs old (Urine output <
shock without hypotension (ie, 1.0 mL/kg/hr for > 2 hrs)
shock with a “normal” blood – Children < 2 yrs old (Urine output <
pressure)  detected by 2.0 mL/kg/hr for > 2 hrs)
• Bradycardia is indicative of
– evaluation of heart rate, advanced shock, and it is often
– presence and strength of associated with hypotension.
peripheral pulses • When cardiac output and
– adequacy of end-organ systemic perfusion are
perfusion (mental status, compromised:
capillary refill, skin – peripheral pulses is decreased,
temperature, and urine – capillary refill time may be
prolonged,
output and determining the – skin temperature is often cool
presence metabolic acidosis)

Part 10: Pediatric Advanced Life Support. Circulation. 2000;102:I-291-I-342


Pediatric Vital Signs
Heart Rate Blood Pressure Respiratory Rate
Age
(beats/min) (mm Hg) (breaths/min)
Premature 120-170 * 55-75/35-45† 40-70†
0-3 mo 100-150 * 65-85/45-55 35-55
3-6 mo 90-120 70-90/50-65 30-45
6-12 mo 80-120 80-100/55-65 25-40
1-3 yr 70-110 90-105/55-70 20-30
3-6 yr 65-110 95-110/60-75 20-25
6-12 yr 60-95 100-120/60/75 14/22
12 > yr 55-85 110-135/65/85 12-18
REFERENCE:
Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011.
* From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett,
American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45.
† From American Heart Association ECC Guidelines, 2000.
Management of Pediatric Septic Shock
http://www.scienceinschool.org/repository/images/diabetes_glucose_large.jpg

60. PHYSIOLOGY OF INSULIN


http://apbrwww5.apsu.edu/thompsonj/Anatomy%20&%20Physiology/2010/2010%20Ex
am%20Reviews/Exam%205%20Final%20Review/insulin.Fig.25.18.jpg
DIABETES MELLITUS TYPE I
• Autoimmune destruction of pancreatic islet β
cells
• Factors contribute to the pathogenesis DM
Type I:
– Genetic  provide both susceptibility to, and
protection from dm Type I
– Environmental
• Infections
• Chemicals
• Seasonality
• geographic locations

Ramin Alemzadeh, David T. Wyat. Diabetes Mellitus in Children. Nelson Textbook of Pediatrics
Diabetes Melitus Tipe 1
(Insulin-dependent diabetes mellitus)
• Merupakan kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme
glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik.
• Etiologi: Suatu proses autoimun yang merusak sel β
pankreas sehingga produksi insulin berkurang, bahkan
terhenti. Dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan.
• Insidensi tertinggi pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun
• Komplikasi : Hipoglikemia, KETOASIDOSIS DIABETIKUM,
retinopathy , nephropathy and hypertension, peripheral
and autonomic neuropathy, macrovascular disease
• Manifestasi Klinik:
– Poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
– Pada keadaan akut yang berat: muntah, nyeri perut, napas cepat
dan dalam, dehidrasi, gangguan kesadaran
PATHOGENESIS DM Tipe 1

http://www.msdlatinamerica.com/diabetes/files/5dd56fc20582fb58eef8a00bf267aa84.gif
Pemeriksaan Fisik dan Tanda Klinis
Catatan:
Pemeriksaan Penunjang
Diabetes Melitus Tipe 1
• Tatalaksana :
– Pengobatan dilakukan seumur hidup
– Diet DM
– Kontrol Metabolik dengan Insulin
– olahraga
– Edukasi pertolongan pertama pada kedaruratan seperti hipoglikemia
dan ketoasidosis
– Pemantauan mandiri
Diagnostic Considerations
• Maturity onset diabetes of the young (MODY) or Monogenic Diabetes
(mutation in a single gene). Always consider the diagnosis of MODY in
the following circumstances:
– A strong family history of diabetes across 2 or more generations -
The age of diagnosis usually falls with each successive generation
– Persistently low insulin requirements, particularly with good blood
glucose control. MODY respond better to oral hypoglycemic agents
– Development of diabetes from birth or within the first 9 months of
life
– Absence of obesity (although overweight or obese people can get
MODY) or other problems associated with type 2 diabetes
or metabolic syndrome (e.g., hypertension, hyperlipidemia,
polycystic ovary syndrome)
61. Edema
Tekanan
40. Vaskular
Tekanan vaskular
• NDF= Net Driving Force
Sindrom Nefrotik
• Spektrum gejala yang ditandai dengan protein loss
yang masif dari ginjal
• Gejala klasik: proteinuria, edema, hiperlipidemia,
hipoalbuminemia
• Gejala lain : hipertensi, hematuria, dan penurunan
fungsi ginjal
• Primer vs sekunder
• Terapi: kortikosteroid (prednison, prednisolon)
Lane JC. Pediatric nephrotic syndrome.
http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview
Diagnosis
• Anamnesis : Bengkak di kedua kelopak mata,
perut, tungkai atau seluruh tubuh. Penurunan
jumlah urin. Urin dapat keruh/kemerahan
• Pemeriksaan Fisik : Edema palpebra, tungkai,
ascites, edema skrotum/labia. Terkadang
ditemukan hipertensi
• Pemeriksaan Penunjang : Proteinuria masif ≥ 2+,
rasio albumin kreatinin urin > 2, dapat disertai
hematuria. Hipoalbumin (<2.5g/dl),
hiperkolesterolemia (>200 mg/dl). Penurunan
fungsi ginjal dapat ditemukan.
Nefrotik vs Nefritik
62. Glomerulonefritis akut Pasca
Streptokokus
• Glomerulonefritis akut ditandai dengan edema, hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana
terjadi inflamasi pada glomerulus
• Acute poststreptococcal glomerulonephritis is the archetype of
acute GN
• GNA pasca streptokokus terjadi setelah infeksi GABHS nefritogenik
→ deposit kompleks imun di glomerulus
• Diagnosis
– Anamnesis: Riwayat ISPA atau infeksi kulit 1-2 minggu sebelumnya,
hematuri nyata, kejang atau penurunan kesadaran, oliguri/anuri
– PF: Edema di kedua kelopak mata dan tungkai, hipertensi, lesi bekas
infeksi, gejala hipervolemia seperti gagal jantung atau edema paru
– Penunjang: Fungsi ginjal, komplemen C3, urinalisis, ASTO
• Terapi: Antibiotik (penisilin, eritromisin), antihipertensi, diuretik

Geetha D. Poststreptococcal glomerulonephritis. http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview


Mekanisme GNAPS
• Terperangkapnya kompleks antigen-antibodi
dalam glomerulus yang kemudian akan merusak
glomerulus
• Proses autoimun kuman Streptokokus yang
bersifat nefritogenik dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak protein
glomerulus (molecular mimicry)
• Streptokokus nefritogenik dan membran basalis
glomerulus mempunyai komponen antigen yang
sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membran basalis glomerulus.
Sindrom Nefritik Akut
Pemeriksaan Penunjang
• Urinalisis
– Proteinuria, hematuria, dan adanya silinder eritrosit
• Peningkatan ureum dan kreatinin
• ASTO meningkat (ASTO: the antibody made
against streptolysin O, an immunogenic, oxygen-
labile hemolytic toxin produced by most strains of
group A)
• Komplemen C3 menurun pada minggu pertama
• Hiperkalemia, asidosis metabolik,
hiperfosfatemia, dan hipokalsemia pada
komplikasi gagal ginjal akut
Penatalaksanaan
• The major goal is to control edema and blood pressure
• During the acute phase of the disease, restrict salt and water. If significant edema
or hypertension develops, administer diuretics.
– Loop diuretics (Furosemide 1 mg/kg/kali, 2-3 kali per hari)
– For hypertension not controlled by diuretics, usually calcium channel blockers or angiotensin-
converting enzyme inhibitors are useful
• Restricting physical activity is appropriate in the first few days of the illness but is
unnecessary once the patient feels well
• Specific therapy:
– Treat patients, family members, and any close personal contacts who are infected.
– Throat cultures should be performed on all these individuals. Treat with oral penicillin G (250 mg qid
for 7-10 d) or with erythromycin (250 mg qid for 7-10 d) for patients allergic to penicillin
– This helps prevent nephritis in carriers and helps prevent the spread of nephritogenic strains to
others
• Indications for dialysis include life-threatening hyperkalemia and clinical
manifestations of uremia
63. HEMOSTASIS
Hemostasis („hemo”=blood;; ta=„remain”) is the
stoppage of bleeding, which is vitally important when
blood vessels are damaged.
Following an injury to blood vessels several actions
may help prevent blood loss, including:

Formation of a clot
Hemostasis
1. Fase vaskular: vasokonstriksi
2. Fase platelet: agregasi dan adhesi
trombosit
3. Fase koagulasi: ada jalur
ekstrinsik, jalur intrinsik dan
bersatu di common
pathway
4. Fase retraksi
5. Fase destruksi / fibrinolisis

http://www.bangkokhealth.com/index.php/health/health-
general/first-aid/451-ขบวนการห้ามเลือด-hemostasis.html
Coagulation factors

Components of coagulation factor:


~ fibrinogen factor I
~ prothrombin factor II
~ tissue factor (thromboplastin) factor III
~ Ca-ion (Ca++) factor IV
~ pro-accelerin (labile factor) factor V
~ pro-convertin (stable factor) factor VII
~ anti-hemophilic factor factor VIII
~ Christmas-factor factor IX
~ Stuart-Prower factor factor X
~ plasma tromboplastin antecedent factor XI
~ Hageman factor factor XII
~ fibrin stabilizing factor(Laki-Roland) factor XIII

Kuliah Hemostasis FKUI.


KELAINAN PEMBEKUAN DARAH
• BLEEDING TIME : It indicates how well platelets interact with blood
vessel walls to form blood clots.
• Bleeding time is the interval between the moment when bleeding
starts and the moment when bleeding stops.
• Bleeding time is used most often to detect qualitative defects of
platelets.
• Normal bleeding time (Duke’s method) is ito 4 minutes.
• Bleeding time is prolonged in purpuras, but normal in coagulation
disorders like haemophilia.
• Purpuras can be due to
– Platelet defects - Thrombocytopenic purpura (ITP & TTP)
– Vascular defects - Senile purpura, Henoch Schonlein purpura
• Platelets are important in preventing small vessel bleeding by
causing vaso constriction and platelet plug formation.

http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
KELAINAN PEMBEKUAN DARAH
• CLOTTING TIME: is the interval between the moment when
bleeding starts and the moment when the fibrin thread is
first seen.
• Normal value is 3to 10 minutes.
• Bleeding time and clotting time are not the same. Bleeding
time depends on the integrity of platelets and vessel walls,
whereas clotting time depends on the availability of
coagulation factors.
• In coagulation disorders like haemophilia, clotting time is
prolonged but bleeding time remains normal.
• Clotting time is also prolonged in conditions like vitamin K
deficiency, liver diseases, disseminated intravascular
coagulation, overdosage of anticoagulants etc.

http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
PT & APTT
• activated partial thromboplastin time (aPTT)
 untuk mengevaluasi jalur intrinsik kaskade
koagulasi
• prothrombin time (PT)  untuk mengevaluasi
jalur ekstrinsik kaskade koagulasi
http://practical-haemostasis.com/Screening%20Tests/aptt.html
Bleeding

Mild Severe

intervention

stopped
continues

prolonged delayed

Platelet disorder Coagulation disorder


Kuliah Hemostasis FKUI.
Spontaneous bleeding
(without injury)

superficial, multiple deep, solitary


petechiae, hematoma,
purpura, hemarthrosis
ecchymoses

platelet disorder coagulation disorder


Kuliah Hemostasis FKUI.
Simple schematic diagram to diagnose hemostasic disorders

Kuliah Hemostasis FKUI.


Kelainan Pembekuan Darah

http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg
Bleeding Disorder
64-65. Diare
• Diare akut: berlangsung < 1 • Disentri: diare
minggu, umumnya karena infeksi mengandung lendir dan
– Diare akut cair darah
– Diare akut berdarah • Diare primer: infeksi
• Diare berlanjut: diare infeksi yang memang terjadi pada
berlanjut > 1 minggu saluran cerna (misal:
• Diare Persisten: Bila diare infeksi Salmonella)
melanjut tidak sembuh dan • Diare sekunder: diare
melewati 14 hari atau lebih sebagai gejala ikutan dari
• Diare kronik: diare karena sebab berbagai penyakit
apapun yang berlangsung 14 hari sistemik seperti pada
atau lebih bronkopnemonia,
ensefalitis dan lain-lain
Diare dan Dehidrasi
• Evaluasi Diare dan Dehidrasi
– Anamnesis
• Frekuensi BAB
• Lamanya diare
• Adanya darah dalam tinja
• Muntah
• Pengobatan yang baru diminum (antibiotik dan obat lainnya)
– Pemeriksaan Fisik
• Evaluasi tanda dehidrasi (rewel/gelisah, kesadaran, mata cekung,
turgor kulit, kehausan/malas minum)
• Darah dalam tinja
• Tanda-tanda gizi buruk
• Perut kembung
• Tanda invaginasi (massa intraabdomen, tinja lendir dan darah)
Dehidrasi pada anak
Penanganan
• Rehidrasi: dapat diberikan oral/parenteral tergantung
status dehidrasinya
– Tanpa dehidrasi TERAPI A
• 5 cc/kg ORS setiap habis muntah
• 10cc/kg ORS setiap habis mencret
– Dehidrasi ringan sedang TERAPI B
• 75 cc/kg ORS dalam 3 jam
• Bila per oral tidak memungkinkan, dapat diberikan parenteral
tergantung kebutuhan maintenance cairan + defisit cairan
– Dehidrasi berat (parenteral) TERAPI C
Pemberian Pertama Pemberian Berikut
Golongan Umur 30 ml/kgbb selama : 70 ml/kgbb selama :
Bayi ( < umur 12 bulan ) 1 jam 5 jam
Anak ( 12 bln – 5 tahun ) 30 menit 2.5 jam
Pilar penanganan diare (cont’d)
• Terapi nutrisi
– Pemberian ASI harus dilanjutkan
– Beri makan segera setelah anak mampu makan
– Jangan memuasakan anak
– Kadang-kadang makanan tertentu diperlukan selama diare
– Makan lebih banyak untuk mencegah malnutrisi
• Terapi medikamentosa
– Antibiotik, bila terdapat indikasi (eg. kolera, shigellosis, amebiasis, giardiasis)
– Probiotik
– Zinc
• Diberikan dalam dosis 20 mg untuk anak di atas 6 bulan, dan 10 mg untuk bayi berusia
kurang dari 6 bulan selama 10 hari
– Obat-obatan anti diare terbukti tidak bermanfaat
• Edukasi pada orang tua
– Tanda-tanda dehidrasi, cara membuat ORS, kapan dibawa ke RS, dsb.
ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
66. Pre Eklampsia
• Preeklampsia Ringan
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20
minggu
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam

• Preeklampsia Berat
– Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20
minggu
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai
keterlibatan organ lain:
• Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
• Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
• Sakit kepala , skotoma penglihatan
• Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
• Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
• Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan dasar dan Rujukan
Pre Eklampsia & Eklampsia
• Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
– Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum
usia kehamilan 20 minggu)
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20
minggu

• Eklampsia
– Kejang umum dan/atau koma
– Ada tanda dan gejala preeklampsia
– Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)

Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas


Kesehatan dasar dan Rujukan
Tatalaksana Preeklampsia-eklampsia
• Tatalaksana umum
– Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat masuk
rumah sakit

• Pertimbangkan persalinan atau terminasi kehamilan


– Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat dengan
janin yang belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu.
– Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah viable namun usia
kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan dianjurkan,
asalkan tidak terdapat kontraindikasi
– Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34 dan 37
minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat
hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin. Lakukan
pengawasan ketat.
– Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm,
persalinan dini dianjurkan.
– Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan yang
sudah aterm, induksi persalinan dianjurkan.

Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan
Tatalaksana Preeklampsia-eklampsia
• Antihipertensi
– Ibu dengan hipertensi berat perlu mendapat terapi antihipertensi
– Ibu dengan terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk
melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan.
– Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pasca persalinan berat
– Antihipertensi yang diberikan nifedipin, nikardipin, dan metildopa. Jangan
berikan ARB inhibitor, ACE inhibitor dan klortiazid pada ibu hamil

• Pemeriksaan penunjang tambahan


– Hitung darah perifer lengkap
– Golongan darah AB0, Rh, dan uji pencocokan silang.
– Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
– Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
– Fungsi koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
– USG (terutama jika ada indikasi gawat janin atau pertumbuhan janin
terhambat)

Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Dasar dan Rujukan
Tatalaksana Khusus
• Edema paru
– Edema paru dapat diketahui dari adanya sesak napas,
hipertensi, batuk berbusa, ronki basah halus pada basal
paru pada ibu dengan preeklampsia berat.
– Tatalaksana
• Posisikan ibu dalam posisi tegak
• Oksigen
• Furosemide 40 mg IV
• Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam)
pemberian furosemid dapat diulang.
• Ukur Keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk
• Sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low
platelets) dilakukan dengan terminasi kehamilan

Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Dasar dan Rujukan, 2013
Tatalaksana Eklampsia

• Pencegahan dan Tatalaksana Kejang


– Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
• Magnesium sulfat diberikan sebagai tatalaksana kejang
pada eklampsia dan pencegahan kejang pada
preeklampsia berat. Dosis pemberian magnesium sulfat
intravena adalah 4 gram selama 20 menit untuk dosis
awal dilanjutkan 6 gram selama 6 jam untuk dosis
rumatan. Magnesium sulfat dapat diberikan IM dengan
dosis 5 gram pada bokong kiri dan 5 gram pada bokong
kanan.
• Syarat pemberian magnesium sulfat adalah terdapat
refleks patella, tersedia kalsium glukonas, dan jumlah
urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam
Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Dasar dan Rujukan
67.
• Operasi
• Tindakan operasi laparoskopi dengan insisi
kecil
• Bila terjadi ruptur  operasi emergensi
68. Keluarga Berencana
A
• Metode Kontrasepsi
– Barrier
– Hormonal
– IUD
– Operasi/ sterilisasi
– Alami
– Darurat
KB: Metode Barrier
• Menghalangi bertemunya
sperma dan sel telur
• Efektivitas: 98 %
• Mencegah penularan PMS
• Efek samping
– Dapat memicu reaksi alergi
lateks, ISK dan keputihan
(diafragma)
• Harus sedia sebelum
berhubungan
KB: Metode Hormonal
Kombinasi Progestin
• Cara kerja • Cara Kerja
– ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga
penetrasi sperma terganggu, atrofi pada
– Mencegah ovulasi, mengentalkan lendir
endometrium sehingga implantasi terganggu, serviks  penetrasi sperma terganggu,
dan menghambat transportasi gamet oleh menjadikan selaput rahim tipis & atrofi,
tuba. menghambat transportasi gamet oleh
• Efek samping tuba.
• Perubahan pola haid, sakit kepala, pusing, kenaikan
BB, perut kembung, perubahan suasana perasaan, • Efek Samping
dan penurunan hasrat seksual. – Perubahan pola haid, sakit kepala,
• Kontra indikasi pusing, perubahan suasana perasaan,
• Gangguan KV, menyusui Eksklusif, perdarahan nyeri payudara, nyeri perut, dan mual
pervaginam yang belum diketahui penyebabnya,
hepatitis, perokok, riwayat diabetes > 20th, kanker • Kontra Indikasi
payudara atau dicurigai, migraine dan gejala
neurologic fokal (epilepsi/riwayat epilepsi), tidak – Serupa dengan kombinasi
dapat menggunakan pil secara teratur setiap hari.
Pil dan Suntikan Kombinasi
• Jenis Pil Kombinasi
– Monofasik (21 tab): E/P dalam dosis yang
sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif
(placebo).
– Bifasik (21 tab): E/P dengan dua dosis yang
berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.
– Trifasik (21 tab) : E/P dengan tiga dosis yang
berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif

• Jenis Suntikan Kombinasi


– 25mg Depo Medroksiprogesteron Asetat + 5
mg Estradiol Sipionat, IM sebulan sekali
– 50mg Noretindron Enantat + 5 mg Estradiol
Valerat, IM sebulan sekali
Pil dan Suntikan Progestin
• Pil Progestin
– Isi 35 pil: 300 µg levonorgestrel atau 350
µg noretindron
– Isi 28 pil: 75 µg norgestrel
– Contoh
• Micrinor, NOR-QD, noriday, norod (0,35 mg
noretindron)
• Microval, noregeston, microlut (0,03 mg
levonogestrol)
• Ourette, noegest (0,5 mg norgestrel)
• Exluton (0,5 mg linestrenol)
• Femulen (0,5 mg etinodial diassetat)

• Suntikan Progestin
– Depo Medroksiprogesteron Asetat (Depo
Provera)  150mg DMPA, IM di bokong/
3 bulan
– Depo Norestisteron Enantat (Depo
Norissterat)  200mg Noretdron
Enantat,IM di bokong/ 2 bulan
Implan
• Implan (Saifuddin, 2006)
• Cara Kerja
– Norplant: 36 mg levonorgestrel dan lama • menekan ovulasi,
kerjanya 5 tahun. mengentalkan lendir serviks,
menjadikan selaput rahim
tipis dan atrofi, dan
mengurangi transportasi
sperma
– Implanon: 68 mg ketodesogestrel dan lama
kerjanya 3 tahun. • Efek Samping
• Serupa dengan hormonal pil
dan suntikan

• Kontra Indikasi
• Serupa dengan hormonal
– Jadena dan Indoplant: 75 mg levonorgestrel pil dan suntikan
dengan lama kerja 3 tahun
KB: Metode IUD
• Cara Kerja
– Menghambat kemampuan sperma untuk
masuk ke tuba falopii
– Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum
mencapai kavum uteri
– Mencegah implantasi hasil konsepsi
kedalam rahim

• Efek Samping
– Nyeri perut, spotting, infeksi, gangguan
haid

• Kontra Indikasi
• Hamil, kelainan alat kandungan bagian dalam, perdarahan vagina yang tidak diketahui,
sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), tiga bulan terakhir sedang
mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik, penyakit trofoblas yang ganas,
diketahui menderita TBC pelvik, kanker alat genital, ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm

EPO. (2008). Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau Intra Uterine Device (IUD). Diambil pada tanggal 20 Mei 2008 dari
http://pikas.bkkbn.go.id/jabar/program_detail.php?prgid=2
KB: Metode Sterilisasi
Definisi
• Menutup tuba falopii (mengikat dan
memotong atau memasang cincin), sehingga
sperma tidak dapat bertemu dengan ovum
• oklusi vasa deferens sehingga alur
transportasi sperma terhambat dan proses
fertilisasi tidak terjadi

Efek Samping
• Nyeri pasca operasi

Kerugian
• Infertilitas bersifat permanen
KB: Metode Alami
• Menghitung masa subur
– Periode: (siklus menstruasi terpendek – 18) dan (siklus menstruasi terpanjang -
11)
– Menggunakan 3 – 6 bulan siklus menstruasi

• Mengukur suhu basal


tubuh (pagi hari)
• Saat ovulasi: suhu tubuh
akan meningkat 1-2° C
KB: Kontrasepsi Darurat
Manfaat dari penggunaan kontrasepsi darurat antara lain :
•Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
•Bukan sebagai pil penggugur kandungan
•Cara kerja Kondar adalah “fisiologis”, sehingga tidak mempengaruhi kesuburan dan siklus haid yang
akan datang
•Efek samping ringan dan berlangsung singkat
•Tidak ada pengaruh buruk di kemudian hari pada organ sistem reproduksi dan organ tubuh lainnya.
(Hanafi, 2004)

Indikasi
•Kesalahan penggunaan kontrasepsi
•Wanita korban perkosaan kurang dari 72 jam

Metode Menggunakan Mini Pill


•Dosis pertama diminum daam kurang dari 72 jam minum 1 pil
•Dilanjutkan dengan dosis kedua diminum 1 pil dari 12 jam setelah dosis awal
Pilihan Kontrasepsi untuk usia >35 tahun
Metode Catatan

Pil/suntik Kombinasi • Tidak untuk perokok


• Dapat digunakan sebagai terapi sulih hormon pada masa perimenopause
Kontrasepsi Progestin • Dapat digunakan pada masa perimenopause (40-50 tahun)
(implan, pil, suntikan) • Dapat untuk perokok
• Implan cocok untuk kontrasepsi jangka panjang yang belum siap dengan
kontap
AKDR • Tidak terpapar pada infeksi saluran reproduksi dan IMS
• Sangat efektif, tidak perlu tindak lanjut, efek jangka panjang
Kondom • Satu-satunya metode kontrasepsi yang dapat mencegah infeksi saluran
reproduksi dan IMS
• Perlu motivasi tinggi bagi pasangan untuk mencegah kehamilan

Kontrasepsi Mantap Benar-benar tidak ingin tambahan anak lagi


KONTRASEPSI PASCAPERSALINAN
• Pada klien yang tidak menyusui, masa infertilitas
rata-rata sekitar 6 minggu
• Pada klien yang menyusui, masa infertilitas lebih
lama, namun, kembalinya kesuburan tidak dapat
diperkirakan
• Metode yang langsung dapat digunakan adalah :
Spermisida
Kondom
Koitus Interuptus
Metode Kontrasepsi Pascapersalinan
Metode Waktu Pascapersalinan Ciri Khusus Catatan

MAL Mulai segera • Manfaat kesehatan bagi ibu • Harus benar-benar ASI eksklusif
dan bayi • Efektivitas berkurang jika sudah
mulai suplementasi

Kontrasepsi • Jangan sebelum 6-8mg • Akan mengurangi ASI • Merupakan pilihan terakhir bagi
Kombinasi pascapersalinan • Selama 6-8mg pascapersalinan klien yang menyusui
• Jika tidak menyusui mengganggu tumbuh • Dapat diberikan pada klien dgn
dapat dimulai 3mg kembang bayi riw.preeklamsia
pascapersalinan • Sesudah 3mg pascapersalinan
akan meningkatkan resiko
pembekuan darah

Kontrasepsi • Bila menyusui, jangan • Selama 6mg pertama • Perdarahan ireguler dapat
Progestin mulai sebelum 6mg pascapersalinan, progestin terjadi
pascapersalinan mempengaruhi tumbuh
• Bila tidak menyusui kembang bayi
dapat segera dimulai • Tidak ada pengaruh pada ASI
AKDR • Dapat dipasang • Tidak ada pengaruh terhadap • Insersi postplasental
langsung ASI memerlukan petugas terlatih
pascapersalinan • Efek samping lebih sedikit khusus
pada klien yang menyusui
Kondom/Sper • Dapat digunakan setiap Tidak pengaruh terhadap laktasi Sebaiknya dengan kondom dengan
misida saat pascapersalinan pelicin
Metode Kontrasepsi Pascapersalinan

Metode Waktu Pascapersalinan Ciri Khusus Catatan

Diafragma Tunggu sampai 6mg • Tidak ada pengaruh terhadap • Perlu pemeriksaan dalam oleh
pascapersalinan laktasi petugas

KB Alamiah • Tidak dianjurkan • Tidak ada pengaruh terhadap • Suhu basal tubuh kurang akurat
sampai siklus haid laktasi jika klien sering terbangun
kembali teratur malam untuk menyusui
Penanganan Efek Samping KB Suntik
• Pusing dan sakit kepala
– Anti prostaglandin untuk mengurangi keluhan, acetosal 500 mg 3 x 1
tablet/hari.

• Hematoma
– Kompres dingin pada daerah yang membiru selama 2 hari lalu
kompres hangat sehingga warna biru/kuning hilang.

• Keputihan
– Pengobatan medis biasanya tidak diperlukan. Bila cairan berlebihan
dapat diberikan preparat anti cholinergic seperti extrabelladona 10 mg
2 x 1 tablet untuk mengurangi cairan yang berlebihan. Perubahan
warna dan bau biasanya disebabkan oleh adanya infeksi.
69. Abortus A
• Definisi: Kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari
500 gram.

• Diagnosis  dengan bantuan USG


– Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah banyak
– Perut nyeri dan kaku
– Pengeluaran sebagian produk konsepsi
– Serviks dapat tertutup maupun terbuka
– Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya

• Faktor Predisposisi
– Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom)
– Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal seperti hipotiroidisme, diabetes
mellitus, malnutrisi, penggunaan obatobatan, merokok, konsumsi alkohol,
faktor immunologis dan defek anatomis seperti uterus didelfis,inkompetensia
serviks (penipisan dan pembukaan serviks sebelum waktu in partu, umumnya
pada trimester kedua) dan sinekhiae uteri karena sindrom Asherman.
– Faktor dari ayah: Kelainan sperma
DIAGNOSIS PERDARAHAN SERVIKS BESAR UTERUS GEJALA LAIN
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak Sesuai usia Tes kehamilan +
kehamilan Nyeri perut
Uterus lunak

Abortus insipiens Sedang-banyak Terbuka lunak Sesuai atau lebih Nyeri perut hebat
kecil Uterus lunak

Abortus inkomplit Sedikit-banyak Terbuka lunak Lebih kecil dari Nyeri perut kuat
usia kehamilan Jaringan +
Uterus lunak

Abortus komplit Sedikit-tidak ada Tertutup atau Lebih kecil dari Sedikit atau tanpa
terbuka lunak usia kehamilan nyeri perut
Jaringan keluar ±
Uterus kenyal

Abortus septik Perdarahan Lunak Membesar, nyeri Demam


berbau tekan leukositosis
Missed abortion Tidak ada Tertutup Lebih kecil dari Tidak terdapat
usia kehamilan gejala nyeri perut
Tidak disertai
ekspulsi jaringan
konsepsi
Abortus Imminens Abortus Insipiens Abortus Inkomplit

Abortus Komplit Missed Abortion


Abortus: Tatalaksana
• Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan
abortus dengan komplikasi, berikan kombinasi
antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48
jam:
– Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam
– Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
– Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
– Segera rujuk ibu ke rumah sakit .
– Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan
konseling kontrasepsi pasca keguguran.

– Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus.


Tatalaksana

Abortus Imminens Abortus Insipiens


• Pertahankan kehamilan. • Evakuasi isi uterus
• Tidak perlu pengobatan • Lakukan pemantauan pasca
khusus. tindakan setiap 30 menit selama
• Jangan melakukan aktivitas 2 jam. Bila kondisi ibu baik,
fisik berlebihan atau hubungan pindahkan ibu ke ruang rawat.
seksual
• Pemeriksaan PA jaringan
• Jika perdarahan berhenti,
pantau kondisi ibu selanjutnya • Evaluasi tanda vital, perdarahan
pada pemeriksaan antenatal pervaginam, tanda akut
(kadar Hb dan USG panggul abdomen, dan produksi urin
serial setiap 4 minggu) setiap 6 jam selama 24 jam.
• Jika perdarahan tidak berhenti, • Periksa kadar Hb setelah 24 jam.
nilai kondisi janin dengan USG. Bila hasil pemantauan baik dan
Nilai kemungkinan adanya kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
penyebab lain.
diperbolehkan pulang.
Tatalaksana
Abortus Inkomplit Abortus Komplit
• Evakuasi isi uterus (dengan jari atau • Tidak diperlukan evakuasi lagi.
AVM)
• Kehamilan > 16minggu, berikan infus 40 • Konseling untuk memberikan
IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% dukungan emosional dan
atau RL dengan kecepatan 40 tpm menawarkan KB pasca
untuk membantu pengeluaran hasil keguguran.
konsepsi.
• Evaluasi tanda vital pasca tindakan • Observasi keadaan ibu.
setiap 30 menit selama 2 jam. Bila • Apabila terdapat anemia
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang
rawat. sedang, berikan tablet sulfas
• Pemeriksaan PA jaringan ferosus 600 mg/hari selama 2
• Evaluasi tanda vital, perdarahan minggu, jika anemia berat
pervaginam, tanda akut abdomen, dan berikan transfusi darah.
produksi urin setiap 6 jam selama 24
jam. Periksa kadar hemoglobin setelah • Evaluasi keadaan ibu setelah 2
24 jam. BIla hasil pemantauan baik dan minggu.
kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang.
Missed Abortion: Tatalaksana
• Usia Kehamilan:
– <12 minggu: evakuasi dengan AVM atau sendok kuret.
– Antara 12-16 minggu: pastikan serviks terbuka, bila perlu lakukan
pematangan serviks sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan
evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret.
– 16-22 minggu: Lakukan pematangan serviks. Lakukan evakuasi dengan
infus oksitosin 20 U dalam 500 ml NaCl 0,9%/RL dengan kecepatan 40
tpm hingga terjadi ekspulsi hasil konsepsi.
• Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam.
Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
• Pemeriksaan PA jaringan.
• Evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen,
dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb
setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl,
ibu dapat diperbolehkan pulang.
70. Ginekologi
Kista Bartholin Kista pada kelenjar bartholin yang terletak di kiri-kanan bawah
vagina,di belakang labium mayor. Terjadi karena sumbatan muara
kelenjar e.c trauma atau infeksi
Kista Nabothi (ovula) Terbentuk karena proses metaplasia skuamosa, jaringan endoserviks
diganti dengan epitel berlapis gepeng. Ukuran bbrp mm, sedikit
menonjol dengan permukaan licin (tampak spt beras)
Polip Serviks Tumor dari endoserviks yang tumbuh berlebihan dan bertangkai,
ukuran bbrp mm, kemerahan, rapuh. Kadang tangkai panjang sampai
menonjol dari kanalis servikalis ke vagina dan bahkan sampai
introitus. Tangkai mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan polip
mengalami peradangan dengan metaplasia skuamosa atau ulserasi
dan perdarahan.
Karsinoma Serviks Tumor ganas dari jaringan serviks. Tampak massa yang berbenjol-
benjol, rapuh, mudah berdarah pada serviks. Pada tahap awal
menunjukkan suatu displasia atau lesi in-situ hingga invasif.
Mioma Geburt Mioma korpus uteri submukosa yang bertangkai, sering mengalami
nekrosis dan ulserasi.
Kista Gartner
• Suatu kista vagina yang disebabkan oleh sisa
jaringan embrional (duktus Wolffian).
• Biasanya didapatkan di dinding anterolateral
superior vagina.
• Ukuran pada umumnya < 2cm, namun dapat
berkembang hingga lebih besar.
• Gejala klinis disebabkan oleh karena ukuran kista
yang besar adalah dispareuni dan sulitnya
persalinan
• Pada pemeriksaan patologi anatomi didapatkan
epitelial kuboid yang selapis
KISTA BARTHOLIN
Kelenjar Bartholin: Kista Duktus Bartholin:
•Bulat, kelenjar seukuran kacang •Kista yang paling sering
terletak didalam perineum pintu •Disebabkan oleh obstruksi sekunder pada
duktus akibat inflamasi nonspesifik atau
masuk vagina arah jam 5 dan jam 7 trauma.
•Normal: tidak teraba • Kebanyakan asimptomatik
• Duktus panjang 2 cm, dan •Pengobatan tidak diperlukan pada wanita
terbuka pada celah antara selaput usia < 40 tahun kecuali terinfeksi atau
simptomatik
himen dan labia minora di dinding
•Terapi: “Marsupialization”.
lateral posterior vagina
•Pada wanita > 40 tahun: biopsi dilakukan
untuk menyingkirkan adenocarcinoma
kelenjar Bartholin
Kista Nabothi
• Terjadi bila kelenjar
penghasil mukus di
permukaan serviks
tersumbat epitel
skuamosa
• Benbentuk seperti
beras dengan
permukaan licin
71.
B
72. Hemorrhagia Antepartum
• Definisi
– Pendarahan yang terjadi setelah usia kehamilan
> 28 minggu. (Mochtar, 2002)
• Etiologi
– Plasenta previa, solusio plasenta, penyebab lain
Plasenta Previa
• Implantasi pada tempat abnormal sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir (OUI)

• Etiologi
– Endometrium di fundus belum siap menerima implantasi,
endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta
untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis
pada chorion leave yang persisten -Manuaba (1998)-
• Belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada grademultipara,
primigravida tua, bekas SC, bekas
operasi, kelainan janin dan
leiomioma uteri -Mansjoer (2001)-
Plasenta Previa
Klasifikasi Berdasarkan terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir (Chalik, 2002):

Totalis: menutupi seluruh OUI

Partialis: menutupi sebagian OUI

Marginalis: tepinya agak jauh letaknya


dan menutupi sebagian OUI

Gejala dan Tanda


• Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri
serta berulang
• Darah: merah segar
• Bagian terbawah janin belum masuk PAP
dan atau disertai dengan kelainan letak
karena letak plasenta previa berada di
bawah janin (Winkjosastro, 2002).
Plasenta Previa: Tatalaksana

Inspekulo + USG + Koreksi cairan dengan infus (NaCl 0,9%


atau RL).

SC tanpa memperhitungkan usia Waktu untuk mencapai 37


kehamilan minggu masih lama 
rawat jalan  kembali ke
rumah sakit jika terjadi
perdarahan.
Plasenta Previa: Tatalaksana
– Syarat terapi ekspektatif: – Rawat inap, tirah baring dan
• Kehamilan preterm dengan berikan antibiotika profilaksis.
perdarahan sedikit yang – Berikan tokolitik bila ada
kemudian berhenti dengan kontraksi: MgSO4 4 g IV dosis
atau tanpa pengobatan awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam,
tokolitik atau Nifedipin 3 x 20 mg/hari +
• Belum ada tanda inpartu betamethasone 12 mg IV dosis
tunggal untuk pematangan paru
• Keadaan umum ibu cukup
janin
baik (kadar Hb dalam batas
normal) – Anemia: sulfas ferosus / ferous
fumarat 60 mg PO selama 1
• Janin masih hidup dan
bulan.
kondisi janin baik
Solusio Plasenta
• Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
• Diagnosis
– Perdarahan kehitaman dan cair, syok tidak sesuai dengan jumlah darah keluar (tersembunyi), anemia
berat, gawat janin/ hilangnya DJJ, uterus tegang dan nyeri
• Faktor Predisposisi
– Hipertensi
– Versi luar
– Trauma abdomen
– Hidramnion
– Gemelli
– Defisiensi besi

Tatalaksana
• Perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan tanda- tanda awal syok pada ibu, lakukan persalinan
segera bergantung pembukaan serviks:
– Lengkap  ekstraksi vakum
– Belum ada/ lengkap  SC
– Kenyal, tebal, dan tertutup  SC

• Jika perdarahan ringan/ sedang dan belum terdapat tanda-tanda syok, tindakan bergantung pada denyut
jantung janin (DJJ):
• DJJ normal, lakukan seksio sesarea
• DJJ tidak terdengar namun nadi dan tekanan darah ibu normal: pertimbangkan persalinan pervaginam
• DJJ tidak terdengar dan nadi dan tekanan darah ibu bermasalah:
– pecahkan ketuban dengan kokher:
– Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin
• DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit): lakukan persalinan pervaginam segera, atau
SC bila tidak memungkinkan
B
73. Hiperemesis Gravidarum
Definisi
•Keluhan mual,muntah pada ibu hamil yang berat hingga mengganggu
aktivitas sehari-hari.
•Mulai setelah minggu ke-6 dan baik dengan sendirinya sekitar minggu
ke-12

Etiologi
•Kemungkinan kadar BhCG yang tinggi atau faktor psikologik

Predisposisi
•Primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda.

•Akibat mual muntah → dehidrasi → elektrolit berkurang,


hemokonsentrasi, aseton darah meningkat → kerusakan liver
Tingkatan Hiperemesis Gravidarum
• Tingkat 1 :
– lemah, napsu makan↓, BB↓, nyeri epigastrium, nadi↑,
turgor kulit berkurang, TD sistolik↓, lidah kering, mata
cekung.
• Tingkat 2 :
– apatis, nadi cepat dan kecil, lidah kering dan kotor, mata
sedikit ikterik, kadang suhu sedikit ↑, oliguria, aseton
tercium dalam hawa pernafasan.
• Tingkat 3 :
– KU lebih lemah lagi, muntah-muntah berhenti, kesadaran
menurun dari somnolen sampai koma, nadi lebih cepat, TD
lebih turun. Komplikasi fatal  Ensefalopati Wernicke :
nystagmus, diplopia, perubahan mental, ikterik
Tatalaksana Hiperemesis Gravidarum
• Tatalaksana umum Hiperemesis Gravidarum:
– Pertahankan kecukupan nutrisi ibu.
– Istirahat cukup dan hindari kelelahan

• Tatalaksana Medikamentosa
– Berikan 10 mg doksilamin + 10 mg piridoksin hingga 4 tablet per hari
(2 tablet saat akan tidur, 1 tablet saat pagi dan 1 tablet saat siang)
– Dimenhidrinat 50-100 mg per oral atau supositoria 4-6 kali sehari
ATAU prometazine 5-10 mg 3-4 kali sehari per oral atau supositoria
dapat diberikan bila doksilamin tidak berhasil
– Bila masih tidak teratasi dapat diberikan Ondansetron 8 mg per oral
tiap 12 jam atau Klorpromazin 10-25 mg per oral atau 50-100 mg IM
tiap 4-6 jam bila masih belum teratasi dan tidak terjadi dehidrasi.
Tatalaksana dehidrasi pada
Hiperemesis Gravidarum
• Atasi dehidrasi dan ketosis
 Berikan Infus Dx 10% + B kompleks IV
 Lanjutkan dengan infus yang mempunyai komposisi kalori dan elektrolit
yang memadai seperti: KaEN Mg 3, Trifuchsin dll.
• Balans cairan ketat hingga tidak dijumpai lagi ketosis dan defisit elektrolit
• Berikan suport psikologis
• Jika dijumpai keadaan patologis: atasi
• Nutrisi per oral diberikan bertahap dan jenis yang diberikan sesuai apa yang
dikehendaki pasien
• Infus dilepas bila kondisi pasien benar-benar telah segar dan dapat makan
dengan porsi wajar

http://emedicine.medscape.com/article/254751-
overview
74. HPP D
Etiologi (4T dan I) • Palpasi uterus
• Tone (tonus) – atonia – Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi
fundus uterus.
uteri • Memeriksa plasenta dan ketuban:
• Trauma – trauma – lengkap atau tidak.
traktus genital • Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk
• Tissue (jaringan)- mencari :
– Sisa plasenta dan ketuban.
retensi plasenta
– Robekan rahim.
• Thrombin – – Plasenta suksenturiata.
koagulopati • Inspekulo :
• Inversio Uteri – untuk melihat robekan pada serviks, vagina
dan varises yang pecah.
• Pemeriksaan laboratorium :
– periksa darah, hemoglobin, clot
observation test (COT), dan lain-lain.
PERDARAHAN POST-PARTUM
Gejala dan Tanda Gejala dan Tanda yang Diagnosis
yang Selalu Ada Kadang-Kadang Ada kemungkinan
•Uterus tidak berkontraksi dan lembek •Syok Atonia uteri
•Tidak ada penonjolan uterus supra simfisis
•Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan dini)
•Perdarahan segera setelah bayi lahir •Pucat Robekan jalan lahir
•Darah segar •Lemah
• Uterus kontraksi baik •Menggigil
•Plasenta lengkap •Presyok
•Teraba diskontinuitas portio atau dinding vagina
•Plasenta belum lahir setelah 30 menit •Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Retensio plasenta
•Perdarahan segera •Inversio uteri akibat tarikan
•Uterus kontraksi baik •Perdarahan lanjutan
•Sub-involusi uterus •Anemia Sisa fragmen
•Nyeri tekan perut bawah •Demam (bila terinfeksi) plasenta /
•Perdarahan post partum lanjut Endometritis
(terinfeksi)
•Tidak terdapat penonjolan suprasimfisis ataupun pada •Neurogenik syok Inversio Uteri
perut bawah •Pucat dan limbung
•Uterus tidak teraba saat palpasi
•Lumen vagina terisi massa kenyal dengan penampakan
plasenta bagian fetal dan tali pusat (bila belum lepas)
Tatalaksana
2 komponen utama:
1. Tatalaksana
perdarahan
obstetrik dan
kemungkinan syok
hipovolemik
2. Identifikasi dan
tatalaksana
penyebab utama
75. Kala Persalinan B
PERSALINAN dipengaruhi 3 FAKTOR “P” • PEMBAGIAN FASE / KALA
UTAMA PERSALINAN
1. Power Kala 1
His (kontraksi ritmis otot polos Pematangan dan pembukaan
uterus), kekuatan mengejan ibu, serviks sampai lengkap (kala
keadaan kardiovaskular respirasi pembukaan)
metabolik ibu. Kala 2
2. Passage Pengeluaran bayi (kala
Keadaan jalan lahir pengeluaran)
3. Passanger Kala 3
Keadaan janin (letak, presentasi, Pengeluaran plasenta (kala uri)
ukuran/berat janin, ada/tidak Kala 4
kelainan anatomik mayor) Masa 1 jam setelah partus,
(++ faktor2 “P” lainnya : terutama untuk observasi
psychology, physician, position)
Kala Persalinan
Sifat his pada berbagai fase persalinan
Kala 1 awal (fase laten)
Timbul tiap 10 menit dengan amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai
3 cm. Frekuensi dan amplitudo terus meningkat.

Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir


Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4 kali /
10 menit, lama 60-90 detik. Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).

Kala 2
Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit. Refleks mengejan terjadi juga
akibat stimulasi dari tekanan bagian terbawah janin (pada persalinan normal yaitu kepala)
yang menekan anus dan rektum. Tambahan tenaga meneran dari ibu, dengan kontraksi otot-
otot dinding abdomen dan diafragma, berusaha untuk mengeluarkan bayi.

Kala 3
Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun. Plasenta
dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap menempel (retensio)
dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan
Kala I
• Fase laten :
pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam).
• Fase aktif :
pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam. Fase aktif terbagi atas :
1. fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
76. Fisiologi Kehamilan
Tanda Awal Kehamilan Pemeriksaan Penunjang
• Serivks dan vagina kebiruan • HCG terdeteksi pada test
(Chadwick's sign) pack (kualitatif) atau Plano
• Perlunakan serviks Test (kuantitatif)
(Goodell'ssign)
• Perlunakan uterus (Ladin's sign USG
dan Hegar's sign) • Adanya kantong janin
• Puting berwarna lebih gelap
• Massa di pelvis atau abdomen
• Rasa tegang pada putting dan
payudara
• Mual terutama pagi hari
• Sering berkemih
77. KANKER SERVIKS C
• Keganasan pada serviks Faktor Risiko :
• Perubahan sel dari normal  • HPV (faktor utama) 50% oleh
HPV 16 & 18
pre kanker (displasia)  kanker
• Multipartner
• Insidens : usia 40-60 tahun
• Merokok
• Riwayat penyakit menular
seksual
• Berhubungan seks pertama
pada usia muda
• Kontrasepsi oral
• Multiparitas
• Status ekonomi sosial rendah
• Riwayat Keluarga
Kanker Serviks
Tanda dan Gejala Diagnosis
• IVA
• Perdarahan pervaginam • Sitologi servikal (Pap Test)
• Perdarahan menstruasi • Kolposkopi
lebih lama dan lebih • Biopsi serviks
banyak dari biasanya
• Perdarahan post
menopause atau
keputihan >>
• Perdarahan post koitus
• Nyeri saat berhubungan
• Keputihan (terutama
berbau busuk + darah)
• Massa pada serviks,
mudah berdarah

Gynecology Illustrated.; http://www.aafp.org


. Staging Kanker Serviks (IIIA)
78. Etiologi & Faktor Risiko Inversio
A
Etiologi Inversio Uteri
•Spontan: Grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan,
tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
•Tindakan : Cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual
plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.

Faktor yang mempermudah terjadinya inversio uteri


•Tonus otot rahim yang lemah
•Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan
dengan tangan, tarikan pada tali pusat)
•Canalis servikalis yang longgar.
•Patulous kanalis servikalis.

Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1: 20.000 persalinan


.
79. Anemia pada Kehamilan E
• Anemia adalah suatu kondisi di mana terdapat
kekurangan sel darah merah atau hemoglobin

• Diagnosis
– Kadar Hb < 11 gram/dL (trimester I dan III) atau < 10,5
gram/dL (pada trimester II)

• Faktor predisposisi
– Diet rendah zat besi, B12, dan asam folat
– Kelainan gastrointestinal
– Penyakit kronis
– Adanya riwayat keluarga
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan dasar dan Rujukan
Tatalaksana Anemia
• Tatalaksana umum anemia
– Lakukan pemeriksaan apusan darah tepi untuk melihat morfologi sel
darah merah.
– Bila fasilitas tidak tersedia berikan tablet 60 mg besi elemental dan
250 µg asam folat, 3 kali sehari evaluasi 90 hari.

• Tatalaksana khusus anemia


– Bila terdapat pemeriksaan apusan darah tepi, lakukan pengobatan
sesuai hasil apusan darah tepi.
– Anemia defisiensi besi (hipokromik mikrositer): 180 mg besi elemental
per hari
– Anemia defisiensi asam folat dan vitamin B12: asam folat 1 x 2 mg,
dan vitamin B12 1 x 250-1000µg
– Transfusi dilakukan bila Hb < 7 g/dL atau hematokrit < 20% atau Hb > 7
g/dL dengan gejala klinis pusing, pandangan berkunang-kunang atau
takikardia
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan dasar dan Rujukan
80. LASERASI PERINEUM A
• Robekan perineum yang terjadi pada saat bayi (spontan maupun dengan
menggunakan alat atau tindakan)
• Umumnya terjadi pada garis tengah, bisa menjadi luas apabila kepala lahir
terlalu cepat.
• Gejala :
 Perdarahan
 Darah segar yang mengalir setelah bayi lahir
 Uterus tidak berkontraksi dengan baik
• Penanganan : memperbaiki robekan, pemberian antibiotik
• Komplikasi :
 Perdarahan
 Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan pada vagina menembus
kandung kencing atau rectum. Jika kandung kencing luka, maka air kencing akan segera keluar
melalui vagina (fistula vesikovagina). Jika rektum luka, maka kotoran dapat keluar ke vagina
(fistula rektovagina)
 Hematoma
 Infeksi

Obstetri Patologi
Fistula Vaginorektal
• Etiologi: trauma t.u saat partus, IBD (Crohn
Disease), luka operasi, infeksi, keganasan

• PF:
– Keluar flatus atau feses dari vagina, vaginitis,
sistitis, vagina berbau

• Terapi: operasi
Bangser M. Obstetric fistula and stigma. Lancet. Feb 11 2006;367(9509):535-
6. [Medline].
Browning A, Menber B. Women with obstetric fistula in Ethiopia: a 6-month follow
up after surgical treatment. BJOG. Nov 2008;115(12):1564-9. [Medline].
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DAN FORENSIK
81. Cara pengambilan sampel
Cara sampling Random Keterangan
Simple Random Sampling pengambilan sampel dari semua anggota populasi dilakukan secara acak
tanpa memperhatikan strata/tingkatan yang ada dalam populasi itu

Stratified Sampling Penentuan tingkat berdasarkan karakteristik tertentu. Misalnya :


menurut usia, pendidikan, golongan pangkat, dan sebagainya

Cluster Sampling disebut juga sebagai teknik sampling daerah. Teknik ini digunakan
apabila populasi tersebar dalam beberapa daerah, propinsi, kabupaten,
kecamatan, dan seterusnya

Cara sampling Non-Random Keterangan


Systematical Sampling anggota sampel dipilh berdasarkan urutan tertentu. Misalnya setiap
kelipatan 10 atau 100 dari daftar pegawai disuatu kantor, pengambilan
sampel hanya nomor genap atau yang ganjil saja.
Porpusive Sampling sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya.

Snowball Sampling Dari sampel yang sedikit tersebut peneliti mencari informasi sampel lain
dari yang dijadikan sampel terdahulu, sehingga makin lama jumlah
sampelnya makin banyak
Quota Sampling anggota sampel pada suatu tingkat dipilih dengan jumlah tertentu
(kuota) dengan ciri-ciri tertentu
Convenience sampling mengambil sampel secara sembarang (kapanpun dan dimanapun
menemukan) asal memenuhi syarat sebagai sampel dari populasi
tertentu

Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta : Bumi aksara.
82. Desain Penelitian
• Dalam Epidemiologi terdapat dua jenis desain
penelitian epidemiologi, yaitu studi
deskriptif dan studi analitik.
• Desain study ini digunakan untuk
mempermudah dalam penelitian yang terkait
dengan berbagai faktor penyebab, akibat,
serta hubungan antar berbagai faktor.
Studi Deskriptif
Cross Sectional
Digunakan untuk membedakan dua kelompok. Unit pengamatan merupakan
individual dan populasinya merupakan populasi yang umum serta samplenya
random. Pengukuran variable independent (exposure) dan variable dependent
(outcome) dilakukan secara bersamaan sehingga sulit untuk mengetahui hubungan
antara exposure dan outcome.
Case Report
Merupakan study pada satu kasus yang sama atau kasus baru yang menggambarkan
suatu riwayat penyakit dan pengalaman klinis dari masing-masing kasus. Unit
pengamatan atau analisisnya individual. Desain study ini digunakan untuk melihat
distribusi suatu penyakit atau masalah kesehatan yang diteliti, memperoleh
informasi tentang kelompok resiko tinggi dan membuat hipotesis baru.
Case Series
Studi ini merupakan studi lanjutan dari case report. case report hanya terdiri dari
satu kasus saja, tetapi case series terdiri lebih dari satu kasus dan kurang dari
sepuluh kasus. Studi ini juga terkait pada sindrom atau penyakit baru. Unit
pengamatannya juga individual.
Studi Kolerasi
Disebut juga studi ekologi. Merupakan studi observasional dengan unit analisis/
pengamatannya agregat. Populasi merupakan beberapa kumpulan dari unit
pengamatan.
Studi Analitik
Case Control
Digunakan untuk meneliti faktor risiko/determinan dari suatu penyakit yang 'outcome'
jarang terjadi. penelitian dimulai dari pengukuran status keterpaparan pada subjek-
subjek yang diteliti kemudian dikelompokan. Bersifat retrospektif yang berarti melihat
pengamatan dengan cara mundur. terdiri dari dua kelompok yaitu sakit dan tidak sakit.
D --> E (macam-macam).
Kohort
Penelitian bersifat observasional tanpa intervensi. Penelitian dilakukan pada subjek-
subjek yang masih bebas dari outcome (Disease) tapi berisiko untuk dapat
mengalaminya. Pada studi ini dapat terlihat jelas hubungan antar exposure dengan
outcome. Biasanya studi ini dilakukan pada dua kelompok yaitu kelompok terpapar
dan tidak terpapar. Studi ini dapat bersifat prospektif, retrospektif ataupun historical
prospektif. Sample yang dipilih merupakan sample yang tidak random sehingga hanya
beberapa sample yang terkait dengan penelitian saja.
Intervensi
Biasanya dilakukan secara randomisasi. Peneliti melakukan intervensi terhadap
status "exposure" pada subjek-subjek yang diteliti. Pada studi ini dilakukan
pengecekan ulang dalam kurun waktu tertentu. Jenis intervensi ini ada dua yaitu
intervensi secara klinik atau individual dan intervensi secara komunitas misalnya pada
komunitas pemabuk, perokok dan sebagainya.
83. Uji Hipotesis
• Dalam pemilihan uji hipotesis bivariat, dapat diperhatikan 7 langkah
berikut:\
1. Skala pengukuran variabel: (kategorik/ numerik)
2. Jenis hipotesis: (komparatif atau korelatif)
– Komparatif: menggunakan kata “hubungan” atau “perbandingan”
– Korelatif: menggunakan kata “korelasi”
3. Masalah skala pengukuran
– Hipotesis komparatif
• Skala kategorik: variabel kategorik x kategorik
• Skala numerik: variabel kategorik x numerik
– Hipotesis korelatif
• Skala kategorik: salah satu variabel kategorik
• Skala numerik: variabel numerik x numerik
4. Pasangan: berpasangan atau tidak
5. Jumlah kelompok: 2 atau >2
6. Syarat uji parametrik dan non-parametrik
7. Prinsip tabel BxK atau PxK
Dua kelompok data dikatakan berpasangan karena:
1. Pengukuran berulang (pre dan post intervensi)
2. Matching (dicarikan pasangan dengan karakteristik yang
sama)
3. Cross over (uji silang obat A dan B)

Uji parametrik, syarat:


1. Masalah pengukuran harus numerik
2. Distribusi data normal
3. Varians data

Uji non-parametrik
1. masalah skala pengukuran: kategorik
2. Atau numerik yang tidak memenuhi syarat uji parametrik
• Apakah terdapat hubungan antara pemberian obat A
dengan kadar lipid (g/dl)?
1. Variabel yang dihubungkan: obat A dan plasebo
(kategorik) dengan kadar lipid (numerik)
2. Jenis hipotesis: komparatif (kata “membandingkan”
mengacu pada hipotesis komparatif
3. Skala variabel: numeric
4. Berpasangan/tidak berpasangan: tidak berpasangan
5. Jumlah kelompok: dua kelompok (obat A vs plasebo)
6. Parametrik test: distribusi normal
7. Tabel BxK: 2 x 2
84. Sistem Rujukan
• Sistem rujukan adalah suatu sistem
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
melaksanakan pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab atas kasus penyakit atau masalah
kesehatan yang diselenggarakan secara timbal
balik, baik vertical dalam arti dari satu strata
sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana
pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal
dalam arti antara strata sarana pelayanan
kesehatan yang sama.
Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan
• Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik,
pengobatan, tindakan medik (missal: operasi) dan
lain lain.
• Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk
pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
• Rujukan ilmu pengetahuan antara lain
mendatangkan tenaga yang lebih kompeten atau
melakukan bimbingan tenaga puskesmas dan
atau menyelenggarakan pelayanan medik
spesialis di puskesmas.
Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat
• Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan
fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat
audio visual, bantuan obat, vaksin, dan bahan bahan habis pakai
dan bahan makanan.
• Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenanga ahli untuk
penyidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah
hokum kesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan karena
bencana alam.
• Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan
dan tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat
(antara lain usaha kesehatan sekolah, usaha kesehatan kerja, usaha
kesehatan jiwa, pemeriksaan contoh air bersih) kepada dinas
kesehatan kabupaten / kota. Rujukan operasional diselenggarakan
apabila puskesmas tidak mampu.
85. Five Stars Doctor
1. Care Provider. 4. Community Leader.
Dalam memberikan pelayanan medis, seorang dokter Dalam kehidupan bermasyarakat dan
hendaknya: bernegara, seorang dokter hendaknya:
• Memperlakukan pasien secara holistik
• memandang Individu sebagai bagian integral dari • Dapat menempatkan dirinya sehingga
keluarga dan komunitas. mendapatkan kepercayaan masyarakat.
• Memberikan pelayanan yang bermutu, menyeluruh, • Mampu menemukan kebutuhan kesehatan
berkelanjutan dan manusiawi. bersama individu serta masyarakat.
• Dilandasi hubungan jangka panjang dan saling percaya. • Mampu melaksanakan program sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
2. Decision Maker.
Seorang dokter diharapkan memiliki: 5. Manajer.
• Kemampuan memilih teknologi Dalam hal manajerial, seorang dokter
• Penerapan teknologi penunjang secara etik. hendaknya:
• Cost Effectiveness • Mampu bekerja sama secara harmonis
dengan individu dan organisasi di luar dan
3. Communicator. di dalam lingkup pelayanan kesehatan,
Seorang dokter, dimanapun ia berada dan bertugas, sehingga dapat memenuhi kebutuhan
hendaknya:
pasien dan komunitas.
• Mampu mempromosikan Gaya Hidup Sehat.
• Mampu memanfaatkan data-data
• Mampu memberikan penjelasan dan edukasi yang
kesehatan secara tepat dan berhasil guna.
efektif.
• Mampu memberdayakan individu dan kelompok untuk
dapat tetap sehat.
86. Istilah Epidemiologi
EPIDEMI
• Kenaikkan kejadian suatu penyakit yang
berlangsung cepat dan dalam jumlah insidens
yang di perkirakan.
• Jenis epidemic yang di kenal:
– Common sources(exposure) epidemics,karena adanya
satu sumber penularan.
– Propagated(progressive)epidemic,karena adanya
banyak sumber penularan akibat person to person
transmission.
PANDEMI
• Pandemi adalah Penyakit yang berjangkit
menjalar ke beberapa Negara atau seluruh
benua. Contohnya :H1N1 2009 (Flu Babi)

ENDEMIK
• Endemik adalah penyakit menular yang terus menerus terjadi
di suatu tempat atau prevalensi suatu penyakit yang biasanya
terdapat di suatu tempat.
• Penyakit yang umum terjadi pada laju yang konstan namun
cukup tinggi pada suatu populasi disebut sebagai endemik,
contoh penyakit endemik adalah DBD.
SPORADIK
• Kejadian ini relative berlangsung singkat
umumnya berlangsung di beberapa tempat
dan pada waktu pengamatan masing-masing
kejadian tidak saling berhubungan, misalnya
dalam proses penyebarannya.
87. Family Type
1. Keluarga Inti ( nuclear family ), adalah keluarga yang dibentuk karena
ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan
anak- anak baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi.
2. Keluarga asal (family of origin), merupakan suatu unit keluarga tempat
asal seseorang dilahirkan.
3. Keluarga Besar ( extended family ), keluarga inti ditambah keluarga yang
lain (karena hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman,
sepupu termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga
tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis (guy/lesbian families).
4. Keluarga Berantai, keluarga yang terbentuk karena perceraiandan/atau
kematian pasangan yang dicintai dari wanita dan pria yang menikah lebih
dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.
5. Keluarga duda atau janda ( single family ), keluarga yang terjadi karena
perceraian dan/atau kematian pasangan yang dicintai.
6. Keluarga komposit ( composite family), keluarga dari perkawinan
poligami dan hidup bersama.
6. Keluarga kohabitasis ( Cohabitation ), dua orang menjadi satu keluarga
tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak. Di Indonesia bentuk
keluarga ini tidak lazim dan bertebtangan budaya timur. Namun, lambat
laun, keluarga kohabitasi ini mulai dapat diterima.
7. Keluarga inses (incest family), seiring dengan masuknya nilai-nilai global
dan pengaruh informasi yang sangat dahsyat, dijumpai bentuk keluarga
yang tidak lazim, misalnya anak perempuan menikah dengan ayah
kandungnya, ibu menikah dengan anak kandung laki-laki, paman
menikah dengan keponakannya, kakak menikah dengan adik dari satu
ayah dan satu ibu, dan ayah menikah dengan anak perempuan tirinya.
Walaupun tidak lazim dan melanggar nilai-nilai budaya, jumlah keluarga
inses semakin hari semakin besar. Halini dapat kita cermati melalui
pemberitaan dari berbagai media cetak dan elektronik.
8. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan berdasarkan ikatan
perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan, sedangkan
keluarga nontradisional tidak diikat oleh perkawinan. Contoh keluarga
tradisional adalah ayah-ibu dan anak hasil dari perkawinan atau adopsi.
Contoh keluarga nontradisional adalah sekelompok orang tinggal di
sebuah asrama
88. Tanatologi
Thanatologi adalah topik dalam ilmu kedokteran forensik yang mempelajari
hal mati serta perubahan yang terjadi pada tubuh setelah seseorang mati

Tanda Kematian tidak pasti :


1. Pernafasan berhenti lebih dari 10 menit
2. Sirkulasi berhenti lebih dari 15 menit
3. Kulit pucat
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan menggunakan air

Tanda Kematian Pasti


1. Lebam Mayat (Livor mortis)
2. Kaku Mayat (Rigor mortis)
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
4. Pembusukan (decomposition)

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Indonesia.
Lebam Mayat (Livor Mortis):
• Eristrosit menempati tempat terbawah akibat gaya gravitasi, mengisi vena dan
venula, membentuk bercak berwarna merah ungu (lividae) pada bagian terbawah
tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas keras.
• Muncul pada 20-30 menit post mortem, lengkap dan menetap setelah 8 – 12 jam

Kaku Mayat (Rigor Mortis):


• Setelah kematian otot tidak dapat lagi menghasilkan ATP dengan menggunakan
cadangan glikogen otot, tanpa adanya energi yang dihasilkan membuat aktin dan
miosin menggumpal dan otot menjadi kaku
• Mulai tampak 2 jam postmortem, dimulai dari otot-otot kecil ke arah dalam
(sentripetal).
• Penjalaran kraniokaudal. Menjadi lengkap setelah 8-10 jam

Pembusukan :
• Proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan kerja bakteri
(Clostridium welchii), terbentuk gas alkana, H2S dan HCN, serta asam amino dan
lemak
• Baru tampak 24 jam post mortem berupa warna kehijauan di perut kanan bawah
(caecum)
• Pembusukan sempurna setelah 36 – 48 jam post mortem

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
89. Kaidah Dasar Moral
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
• Selain menghormati martabat manusia, (nonmaleficence)
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih dari diikuti.
sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
Menghormati martabat manusia (respect ekonomi, pandangan politik, agama dan
for person) / Autonomy faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus diperlakukan kewarganegaraan, status perkawinan,
serta perbedaan jender tidak boleh dan
sebagai manusia yang memiliki otonomi tidak dapat mengubah sikap dokter
(hak untuk menentukan nasib diri sendiri), terhadap pasiennya.
• Setiap manusia yang otonominya berkurang • Tidak ada pertimbangan lain selain
atau hilang perlu mendapatkan kesehatan pasien yang menjadi perhatian
perlindungan. utama dokter.
• Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
90. Euthanasia
Euthanasia terdiri dari beberapa jenis. Berdasarkan dari cara pelaksanaannya,
euthanasia dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja oleh dokter
atau tenaga kesehatan untuk mencabut atau mengakhiri hidup sang pasien,
misalnya dengan memberikan obat-obat yang mematikan melalui suntikan, maupun
tablet. Pada euthanasia aktif ini, pasien secara langsung meninggal setelah diberikan
suntikan mati. Euthanasia aktif hanya diperbolehkan di Belanda, Belgia, dan
Luxemburg.
2. Euthanasia pasif
Euthanasia pasif dilakukan pada kondisi dimana seorang pasien secara tegas
menolak untuk menerima perawatan medis. Pada kondisi ini, sang pasien sudah
mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri
hidupnya. Dengan penolakan tersebut, ia membuat sebuah “codicil”, yaitu
pernyataan yang tertulis. Pada dasarnya eutanasia pasif adalah euthanasia yang
dilakukan atas permintaan sang pasien itu sendiri. Euthanasia pasif ini dapat
dilakukan melalui beberapa cara, misalnya dengan tidak memberikan bantuan
oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam bernapas, menolak untuk
melakukan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien,
dan sebagainya. Tindakan yang dilakukan tidak membuat pasien langsung mati
setelah diberhentikan asupan medisnya, tetapi secara perlahan-lahan.
Berdasarkan dari status pemberian izin, euthanasia dibagi
menjadi 2, yaitu:
1. Euthanasia secara tidak sukarela
Pelaksanaan euthanasia secara tidak sukarela ini
didasarkan pada keputusan dari seseorang yang tidak
berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu
keputusan, misalnya wali dari si pasien. Namun di sisi lain,
kondisi pasien sendiri tidak memungkinkan untuk
memberikan ijin, misalnya pasien mengalami koma atau
tidak sadar. Pada umumnya, pengambilan keputusan untuk
melakukan euthanasia didasarkan pada ketidaktegaan
seseorang melihat sang pasien kesakitan.
2. Euthanasia secara sukarela
Euthanasia secara sukarela merupakan euthanasia yang
dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri dalam keadaan
sadar.
91. Identifikasi Forensik
• Identifikasif orensik merupakan usaha untuk mengetahui
identitas seseorang yang ditujukan untuk kepentingan
forensik, yaitu kepentingan proses peradilan.
• Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama
pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak, membusuk,
hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru
hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta
potongan tubuh manusia atau kerangka.
• Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai
kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau
diragukan orangtua nya.
• Identitas seseorang yang dipastikan bila paling sedikit dua
metode yang digunakan memberikan hasil positif.
Dasar hukum dan undang-undang bidang kesehatan yang mengaturidentifikasi jenazah adalah :
A .Berkaitan dengan kewajiban dokter dalam membantu peradilan diatur dalam KUHAP pasal 133:
1. Dalam hal penyidik untuk membantu kepentingan peradilan menanganiseorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang di duga karenaperistiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokterdan atau ahli
lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang
dalam surat itu disebutkan dengan tegasuntuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau
pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirimkan kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label
yang memuatkan identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang diilekatkan pada ibu jari kaki
atau bagian lain badan mayat.

B. Undang-Undang Kesehatan Pasal 791.


• Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia juga kepadapejabat pegawai negeri sipil
tertentu di Departemen Kesehatan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam UU No.8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan
tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
• Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :
1. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan.
2. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan.
3. Meminta keteragan dan bahan bukti dari orang atau badan usaha.
4. Melakukan pemeriksaan atas surat atau dokumen lain.
5. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti.
6. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan.
7. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti sehubungan dengan tindak pidana
di bidang kesehatan.
Identifikasi Konvensional
• Metode visual, dengan memperhatikan dengan cermat atas korban,
terutama wajahnya oleh pihak keluarga atau rekan dekatnya.
Dilakukan bila keadaan tubuh dan terutama wajah korban masih
dalam keadaan baik dan belum terjadi pembusukan yang lanjut,
perlu diperhatikan faktor psikologis, emosi serta latar belakang
pendidikan.
• Perhiasan: seperti anting-anting, kalung, gelang serta cincin yang
ada pada tubuh korban.
• Dokumen: kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, paspor,
kartu golongan darah, tanda pembayaran dan lain sebagainya.
• Sidik jari, dapat dikatakan bahwa tidak ada dua orang yang
mempunyai sidik jari yang sama, walaupun kedua orang tersebut
kembar satu telur.
Identifikasi Medis
• Pemeriksaan ciri-ciri tubuh yang spesifik maupun yang non-spesifik
secaramedis melalui pemeriksaan luar dan dalam pada waktu otopsi.
Beberapa ciri yang spesifik, misalnya cacat bibir sumbing atau celah
palatum, bekas luka atau operasi luar (sikatrik atau keloid), hiperpig
mentasi daerah kulit tertentu, tahi lalat, tato, bekas fraktur atau adanya
pin pada bekas operasi tulang atau juga hilangnya bagian tubuh tertentu
dan lain-lain. Beberapa contoh cirinon-spesifik antara lain misalnya tinggi
badan, jenis kelamin, warna kulit, warna serta bentuk rambut dan mata,
bentuk-bentuk hidung, bibir dan sebagainya.
• Pemeriksaan ciri-ciri gigi melalui pemeriksaan odontologis.
• Pemeriksaan ciri-ciri badan atau rangka melalui pemeriksaan antropologis,
antroposkopi dan antropometri.
• Pemeriksaan golongan darah berbagai sistem: ABO, Rhesus, MN, Keel,
Duffy, HLA dan sebagainya.
• Pemeriksaan ciri-ciri biologi molekuler sidik DNA dan lain-lain.
Sidik Gigi
Sebagaimana diketahui bahwa gigi merupakan bagian tubuh manusia yang paling tahan terhadap pembusukan,
kebakaran dan reaksi kimia. Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memilikikeunggulan sebagai berikut :
1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan pengaruh lingkungan yang ekstrim.
2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan restorasi gigi menyebabkan identifikasi
dengan ketepatan yang tinggi.
3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan medis gigi (dental record ) dan data
radiologis.
4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan morfologis, yang mempunyai letak yang
terlindung dari otot-otot bibir dan pipi, sehingga apabila terjadi trauma akan mengenai otot-otot tersebut
terlebih dahulu.
5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan penelitian bahwa gigi manusia kemungkinan sama
satu banding dua miliar.
6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400ºC.
7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang terbunuh dan direndam dalam asam
pekat, jaringan ikatnya hancur, sedangkan giginya masih utuh.

Batasan dari forensik odontologi terdiri dari identifikasi dari mayatyang tidak dikenal melalui gigi, rahang dan
kraniofasial.
1. Penentuan umur dari gigi.
2. Pemeriksaan jejas gigit (bite-mark ).
3. Penentuan ras dari gigi.
4. Analisis dari trauma oro-fasial yang berhubungan dengan tindakan kekerasan.
5. Dental jurisprudence berupa keterangan saksi ahli.
6. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal.
92. Kerjasama Dokter dan Perusahaan Farmasi Ditinjau Dari
Kode Etik Kedokteran.

• Di dalam kode etik kedokteran Indonesia (KodekI) yang dikeluarkan oleh Majelis
KodeEtik Kedokteran tahun 2001, pada poin Kewajiban umum pasal 3 dinyatakan
bahwa dalammelakukan pekerjaannya seorang Dokter tidak boleh dipengaruhi
oleh sesuatu yangmemengaruhi kebebasan dan kemandirian profesi.
• Selanjutnya dalam penjelasan pasal 3 dirincikan bahwa perbuatan berikut
dipandang bertentangan dengan etik:
1. Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan pengetahuan dan
keterampilankedokteran dalam segala bentuk.
2. Menerima imbalan selain dari pada yang layak, sesuai dengan jasanya,kecuali
dengan keikhlasan dan pengetahuan dan atau kehendak pasien.
3. Membuat ikatan atau menerima imbalan dari perusahaan
farmasi/obat, perusahaan alat kesehatan/kedokteran atau badan lain yang dapat
memengaruhi pekerjaan dokter.
4. Melibatkan diri secara langsung atau tidak langsung untuk mempromosikanobat,
alat atau bahan lain guna kepentingan dan keuntungan pribadi dokter.

Berdasarkan butir-butir di atas, sangat jelas bahwa kerjasama dokter dengan


perusahaanfarmasi jelas-jelas melanggar kode etik kedokteran.
93. Traumatologi Perlukaan
• Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan
tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam atau
tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan
listrik atau gigitan hewan.
• Etiologi
1. Luka karena kekerasan mekanik (benda tajam,
tumpul, dan senjata api).
2. Luka karena kekerasan fisik (arus listrik, petir, suhu).
3. Luka karena kekerasan kimiawi (asam, basa, logam
berat)
Luka akibat kekerasan benda tumpul
(blunt force injury)
Benda tumpul bila mengenai tubuh dapat menyebabkan luka yaitu
luka lecet, memar dan luka robek atau luka robek atau luka terbuka,
dapat pula menyebabkan patah tulang.
1. Luka lecet (abrasion): luka yang superficial, kerusakan tubuh
terbatas hanya pada lapisan kulit yang paling luar/kulit ari.
2. Luka memar (contusion): suatu keadaan dimana terjadi
pengumpulan darah dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang
masih hidup, dikarenakan pecahnya pembuluh darah kapiler
akibat kekerasan benda tumpul.
3. Luka robek, retak, koyak (laceration): dapat terjadi bila kekerasan
yang terjadi sedemikian kuatnya hingga melampaui elastisitas kulit
atau otot, dan lebih dimungkinkan bila arah dari kekerasan tumpul
tersebut membentuk sudut dengan permukaan tubuh yang
terkena benda tumpul.
• Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan
benda tumpul dapat dibedakan dengan luka
terbuka akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari
sifat-sifatnya serta hubungan dengan jaringan
sekitar luka.
• Luka robek mempunyai tepi yang tidak teratur,
terdapat jembatan-jembatan jaringan yang
menghubungkan kedua tepi luka, akar rambut
tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di
daerah yang berambut, di sekitar luka robek
ssring tampak adanya luka lecet atau luka memar.
Luka akibat benda tajam
Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka seperti ini adalah benda yang memiliki
sisi tajam, baik berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti
golok, pisau, dan sebagainya hingga keeping kaca, gelas, logam, sembilu bahkan tepi
kertas atau rumput.
1. Luka iris / luka sayat (incised wound): luka karena alat yang tepinya tajam dan
timbulnya luka oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relatif ringan
kemudian digeserkan sepanjang kulit.
2. Luka tusuk (stab wound): Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata
tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus atau serong
pada permukaan tubuh. Contoh: belati, bayonet, keris, clurit, kikir, tanduk kerbau
Selain itu, pada luka tusuk , sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda
penyebabnya, apakah berupa pisau bermata satu atau bermata dua.
3. Luka bacok (chop wound): luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata
tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga yang
cukup besar. Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal.
4. Luka akibat benda yang mudah pecah (kaca): kekerasan oleh benda yang mudah
pecah (misalnya kaca), dapat mengakibatkan luka-luka campuran; yang terdiri
atas luka iris, luka tusuk, luka lecet.
94. Jenis Visum et Repertum
• Sebagai suatu hasil pemeriksaan dokter terhadap barang bukti yang diperuntukkan
untuk kepentingan peradilan, visum et repertum digolongkan menurut obyek yang
diperiksa sebagai berikut :
Visum et repertum untuk orang hidup.
– Visum et repertum biasa (definitif). Visum et repertum ini diberikan kepada pihak peminta
(penyidik) untuk korban yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.
– Visum et repertum sementara. Visum et repertum sementara diberikan apabila korban
memerlukan perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat diagnosis dan derajat
lukanya. Apabila sembuh dibuatkan visum et repertum lanjutan.
– Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak memerlukan perawatan lebih lanjut
karena sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.
Visum et repertum untuk orang mati (jenazah).
• Pada pembuatan visum et repertum ini, dalam hal korban mati maka penyidik
mengajukan permintaan tertulis kepada pihak Kedokteran Forensik untuk
dilakukan bedah mayat (outopsi).
– Visum et repertum Tempat Kejadian Perkara (TKP). Visum ini dibuat setelah dokter selesai
melaksanakan pemeriksaan di TKP.
– Visum et repertum penggalian jenazah. Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan
penggalian jenazah.
– Visum et repertum psikiatri yaitu visum pada terdakwa yang pada saat pemeriksaan di sidang
pengadilan menunjukkan gejala-gejala penyakit jiwa.
– Visum et repertum barang bukti, misalnya visum terhadap barang bukti yang ditemukan yang
ada hubungannya dengan tindak pidana, contohnya darah, bercak mani, selongsong peluru,
pisau.
95. Komunikasi Dokter - Pasien
Menurut Prof. Dr. L. Jan Slikerveer (Leiden University) terdapat 4 model
komunikasi dokter-pasien, yaitu:

Activity – Passivity Relationship


Dokter bertindak sebagai orang tua yang aktif memerintah ini itu, pasien
sebagai anak kecil yang hanya menurut dan tidak dapat mengungkapkan
berbagai keluhan rasa sakit yang dia rasakan yang menyebabkan dia berobat
ke dokter.
Guidance – Cooperation Relationship
Dalam berkomunikasi dokter bertindak sebagai orang tua dengan anak yang
sudah beranjak dewasa sebagai pasiennya. Dokter tetap penentu kebijakan
tunggal, namun bersifat arahan bukan perintah.
Mutual – Participation Relationship
Ibarat 2 orang yang bekerjasama. saling melengkapi satu sama lain. Dokter
bukanlah satu-satunya pihak aktif, karena pasien juga aktif dalam
menyampaikan keluhan.
Provider – Consumer Relationship
Pasien diibaratkan sebagai konsumen, dimana “konsumen adalah raja” dan
dokter adalah pelayan. Tugas dokter adalah memberikan pelayanan
terbaiknya untuk si konsumen
THT-KL
96. Otitis Externa
Tanda OE:
Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus ditekan.

• Otitis externa sirkumskripta (furuncle)


– Etiologi: Staph. aureus, Staph. albus
– Terbatas pada kelenjar minyak/rambut yg terobstruksi
– Hanya pada bagian kartilago telinga, tidak ada jaringan
penyambung di bawah kulit  sangat nyeri
– Th/: AB topikal. Jika menonjol & lunak: insisi & drainase

• Otitis eksterna difus (swimmer’s ear)


– Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
– Kondisi lembab & hangat  bakteri tumbuh
– Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri tekan (+),
eksudasi
– Jika edema berat  pendengaran berkurang
– Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Externa
• Malignant otitis externa (necrotizing OE)
– Elderly diabetics or immunocompromised.

– OE  cellulitis, chondritis, osteitis, osteomyelitis 


cranial neuropathies.

– The canal may be swollen & tender, red granulation


tissue is seen posteroinferiorly at the junction of
cartilage with bone, one-third inward.

– Itch rapidly followed by pain, secrete, & swelling of


canal ear.

– Th/: topical & systemic antibiotics & aggressive


debridement
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
97. Otitis Media

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Otitis Media
Otitis Media Akut
• Etiologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.
 Perjalanan penyakit otitis media akut:
1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema.
3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran
timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali
normal. Jika perforasi  sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Media
Otitis Media Akut
• Th:
– Oklusi tuba: dekongestan topikal
(ephedrin HCl) Hyperaemic stage
– Presupurasi: AB minimal 7 hari
(ampicylin/amoxcylin/
erythromicin) & analgesik.
– Supurasi: AB, miringotomi.
– Perforasi: ear wash H2O2 3% & AB.
– Resolusi: jika sekret tidak
berhenti AB dilanjutkan hingga 3
minggu.
Suppuration stage
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Media
Otitis media supuratif kronik
• Infeksi kronik dengan sekresi persisten/
hilang timbul (> 2 bulan) melalui membran
timpani yang tidak intak.

• Mekanisme perforasi kronik


mengakibatkan infeksi persisten:
– Kontaminasi bakteri ke telinga tengah
secara langsung melalui celah
– Tidak adanya membran timpani yang intak
menghilangkan efek "gas cushion" yang
normalnya mencegah refluks sekresi
nasofaring.

• Petunjuk diagnostik:
– Otorea rekuren/kronik
– Penurunan pendengaran
– Perforasi membran timpani
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Media
Otitis media efusi
– Obstruksi tuba Eustachius  tekanan
negatif  transudasi
– Penurunan pendengaran, tidak nyeri
jika tidak terinfeksi atau perubahan
tekanan yang cepat
– Jika masih ada udara  perubahan
posisi kepala menimbulkan sensasi
lembab dengan suara gelembung
– Bisa ada tinnitus, desiran/gemuruh
nada rendah, atau tinitus pulsatil dari
suara arteri.

1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otitis Media
Otitis Media with Effusion
• Chronic serous otitis media/glue ear/mucous OM
– If a serous effusion continues for weeks  the
mucous glands of the middle ear & eustachian
tube tend to proliferate & secrete more actively
 the fluid can progressively thicken “glue”
(gelatinous mucus).

– Findings:
• As fluid increases & thickens, with loss of any air
content, the drum may look darker, thick, or dull.
• The serous and mucous ear effusions are usually
sterile & do not cause the diffuse thick redness .
• Audiometry will document conductive hearing
loss.
– Th: myringotomy & inserting ventilation pipe
(Grommet)
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Menner, a pocket guide to ear. 2003.
Otitis Media

Chronic serous otitis media

1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


98. Rinitis Alergi
Rinitis Alergi

Allergic rhinitis management pocket reference 2008


Rinitis Alergi
Rhinitis
Benda Asing
Diagnosis Karakteristik
Rinitis alergi Riwayat atopi (+), gejala: bersin, hidung gatal, rinorea encer,
hidung tersumbat. Tanda: mukosa edema, basah, pucat atau
livid, dengan sekret encer.
Rinitis akut Panas, kering, gatal di hidung Bersin berulang, hidung
tersumbat, ingus encer+demam, sefalgia. Rinoskopi anterior:
mukosa merah & bengkak.
Rinosinusitis Hidung tersumbat, rinorea, post nasal drip, nyeri daerah sinus.
Rinoskopi anterior: mukosa edema & hiperemis.
Transiluminasi: sinus suram. Foto waters: air fluid level,
perselubungan, mukosa menebal.
Polip white-greyish/pale soft tissue containing fluid at meatus
medius. Symptoms: nasal obstruction, nasal discharge,
hyposmia, sneezing, pain, frontalache.
Deviasi septum Riwayat trauma hidung, nyeri kepala dan sekitar mata.
Rinoskopi anterior: deviasi bentuk C/S, dislokasi, krista, spina,
sinekia.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
99.Sistem Vestibular
Sistem Vestibular
Sistem Vestibular
• BPPV disebabkan oleh debris yang berasal dari
utrikulus (nama lama: otolith, nama baru: canalith)
masuk ke kanalis semisirkularis & melekat pada kupula
atau mengambang di dalam endolimf.

• Debris di kanalis semisirkularis bergerak karena


gravitasi & mendorong kupula  vertigo.

• Mayoritas BPPV disebabkan oleh debris di kanalis


semisirkularis posterior, tetapi juga dapat masuk ke
kanalis semisirkularis horizontal & superior.
Vertigo
Peripheral Vertigo Central Vertigo
Involving Inner ear, vestibular nerve Brainstem, cerebellum,
cerebrum
Onset Sudden Gradual
Nausea, vomitting Severe Varied
Hearing symptom Often Seldom
Neurologic symptom - Often
Compensation/resolution Fast Slow
Spontaneous nystagmus Horizontal, rotatoir Vertical
Positional nystagmus Latency (+), fatigue (+) Latency (-), no fatigue (-)
Calory nystagmus Paresis Normal
Vertigo
• Vertigo of peripheral origin
Condition Details
BPPV Brief, position-provoked vertigo episodes caused by abnormal
presence of particles in semisircular canal. Characteristic
nystagmus (latent, rotatory, fatigable) with Dix-Hallpike test.
Meniere’s disease An excess of endolymph, causing distension of endolymphatic
system (vertigo, tinnitus, sensorineural deafness). Therapy: low
salt diet, diuretic, surgery, transtympanic gentamycin
Vestibular neuronitis Vestibular nerve inflammation, most likely due to virus
Acute labyrinthitis Labyrinth inflammation caused by viral or bacterial infection
Labyinthine infarct Compromises blood flow to labyrinthine
Labyrinthine concussion Damage after head trauma
Perylimnph fistula Labyrinth membrane damage resultin in perylimph leakage
into middle ear
Vertigo
• Vertigo of central origin
Condition Details
Migraine Vertigo may precede migraines or occur
concurrently
Vascular disease Ischemia or hemorrhage in vertebrobasilar
syndrome can affect brainstem or cerebellum
function
Multiple sclerosis Demyelination disrupts nerve impulses which can
result in vertigo
Vestibular epilepsy Vertigo resulting from focel epileptic discharges in
the temporal or parietal association cortex
Cerebellopontine tumours Benign tumours in the interal auditory meatus
Vertigo
Vertigo
• Office treatment fo BPPV: Epley Maneuver
(canalith repositioning)
Vertigo
• Home treatment
for BPPV: Brandt
Daroff maneuver
– 3 sets x 5
repetitions/day
for 2 weeks
– Success rate 95%
– Mostly complete
relief after 30 sets
(10 days)
100. Rhinosinusitis
Diagnosis Clinical Findings
Acute Rhinosinusitis Two or more symptoms, included nasal obstruction or nasal
discharge as one of them and: facial pain/pressure or
hyposmia/anosmia.
• cheek pain: maxillary sinusitis
• retroorbital pain: ethmoidal sinusitis
• forehead or headache: frontalis sinusitis
Chronic sinusitis Subacute: 4 weeks-3 months. Chronic: > 3 months. Symptoms
are nonspesific, may only consist of 1 or 2 from these 
chronic headache, post nasal drip, chronic cough, throat
disturbance, ear disturbance, sinobronchitis.
Dentogen sinusitis The base of maxilla are processus alveolaris, where tooth roots
are located. Tooth infection can spread directly to maxillary
sinus. Symptoms: unilateral sinusitis with purulent nasal secrete
& foul breath.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


• Normal sinonasal mucociliary clearance is predicated on (1) ostial patency,
(2) ciliary function, and (3) mucus consistency. Impairment of any of these
factors at the osteomeatal complex may result in mucus stasis, which
under the proper conditions induces bacterial growth.
Rhinosinusitis
• Most cases of acute sinusitis are secondary to:
1. common cold;
2. influenza;
3. measles, whooping cough, etc.

• In about 10% of cases the infection is dental in origin, as in:


1. apical abscess,
2. dental extraction.

• The causative organisms are usually streptococcus


pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis. In dental infections, anaerobes may be present.
Rhinosinusitis
• Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis:
– Foto polos: posisi waters, PA, lateral. Tapi hanya
menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal). Kelainan
yang tampak: perselubungan, air fluid level,
penebalan mukosa.
– CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus,
adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta
perluasannya  gold standard. Karena mahal, hanya
dikerjakan untuk penunjang sinusitis kronik yang tidak
membaik atau pra-operasi untuk panduan operator.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Rhinosinusitis
Rhinosinusitis
• Terapi rhinosinusitis
– Tujuan:
• Mempercepat penyembuhan
• Mencegah komplikasi
• Mencegah perubahan menjadi kronik
– Prinsip:
• Membuka sumbatan di kompleks osteomeatal (KOM)  drainasi &
ventilasi pulih
– Farmakologi:
• AB amoksisilin 10-14 hari
• Dekongestan
• Lain-lain: analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, NaCl
– Operasi
• untuk sinusitis kronik yang tidak membaik, sinusitis disertai kista atau
kelainan ireversibel, polip ekstensif, komplikasi (kelainan orbita,
intrakranial, osteomielitis, kelainan paru), sinusitis jamur.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Anda mungkin juga menyukai