BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
al., 2009; Sibley et al., 2009). Toxoplasma gondii merupakan parasit patogen
yang bervariasi, berbeda-beda dari tempat yang satu dengan tempat yang lain.
menginfeksi 30% hingga 50% dari seluruh populasi manusia di dunia (Aspinall et
al., 2002; Weiss and Dubey, 2009). Prevalensi toksoplasmosis di Indonesia pada
manusia berkisar 43-88% sedangkan pada hewan 6-70% (Subekti dan Arrasyid,
2006).
pada manusia dengan sistem kekebalan tubuh baik tidak menyebabkan masalah
yang serius bahkan tidak menunjukkan gejala klinis atau bersifat asimptomatik,
tetapi dapat berakibat fatal jika infeksi bersifat kongenital, dan pasien dengan
2
pengobatan dengan kemoterapi, dan lesi okuler (Yamamoto et al., 2000; Sibley et
al., 2009).
Menurut Robert and Janovy (2000), tingkat penularan T. gondii dari induk
menghasilkan kematian fetus dan abortus spontan baik pada manusia maupun
hewan. Penularan T. gondii secara vertikal (dari induk ke anak) sangat penting
kongenital yang mampu mendeteksi secara dini, sederhana, cepat, mudah, sensitif,
sederhana, sensitif, spesifik dan cepat untuk deteksi dan identifikasi T. gondii
dilakukan selama ini didasarkan pada gejala klinis, pemeriksaan darah atau
gejala klinis kadang kala sulit dilakukan, dikarenakan sebagian besar penderita
jaringan atau cairan tubuh penderita secara langsung jarang dilakukan karena
kesulitan dalam hal pengambilan sampel yang akan diuji (Robert and Janovy,
2000).
Uji serologis merupakan uji yang selama ini banyak diterapkan dalam
antibodi yang spesifik pada serum darah penderita, namun metode ini mempunyai
kelemahan yaitu tidak dapat menunjukkan fase aktif dari infeksi T. gondii
selalu menghasilkan hasil akurat, karena tidak ditemukan IgM pada neonatus, atau
karena IgM dapat ditemukan selama beberapa bulan sampai lebih dari setahun
diagnosis yang sederhana, sensitif, murah, dan dapat diterapkan pada semua jenis
sampel klinis dari manusia dan hewan (Bastien et al., 2007). Menurut Su et al.
pertama, metode molekuler yang memfokuskan pada deteksi secara spesifik DNA
T. gondii pada sampel biologi. Konvensional PCR, nested PCR (n-PCR) dan
typing (MLST).
peralatan serta membutuhkan biaya yang mahal. Menurut Su et al. (2009), akhir-
akhir ini banyak metode berdasarkan PCR yang sudah dikembangkan untuk
diagnosis toksoplasmosis baik pada hewan maupun pada manusia seperti nested
PCR, dan quantitative real-time PCR dengan target amplifikasi berbagai gen,
seperti gen B1, SAG-1, SAG-2, SAG-3, GRA6, R-529 dengan tujuan untuk
mendeteksi DNA T. gondii dari berbagai sampel biologi, dengan hasil yang
bervariasi antara laboratorium yang satu dengan laboratorium yang lain (Sterker et
al., 2010). Menurut Sterkers et al. (2010), hasil yang bervariasi dalam
beberapa hal, diantaranya primer yang digunakan, proses dalam ekstraksi DNA,
Metode PCR dengan target gen yang mempunyai banyak kopi seperti gen
B1 (Burg et al., 1989) yang memiliki 35 kopi dalam genom dan gen R529
(Homan et al., 2000) yang memiliki 200-300 kopi di dalam genom secara luas
5
spesifik dan sensitif, meskipun kedua gen ini belum diketahui secara jelas
fungsinya. Fellisetti et al. (2003), lebih lanjut menyatakan bahwa target gen
banyak kopi seperti gen B1 dan R529 memiliki sensitivitas yang lebih tinggi jika
akurat, dan efektif (Notomi et al., 2000; Nagamine et al., 2001; Mori and
dengan efisiensi yang tinggi pada satu suhu, memiliki spesifisitas yang tinggi pada
target sekuen serta sederhana dan mudah dikerjakan (Notomi et al., 2000), selain
amplifikasi lainnya, antara lain: metode L-AMP hanya memerlukan suhu tunggal
antara 60-65°C yang merupakan suhu optimal dari enzim Bst DNA polymerase,
hal ini berbeda dengan PCR yang memerlukan beberapa suhu dalam proses
memisahkan rantai ganda DNA (Nagamine et al., 2002a; Notomi et al., 2000).
2006), African trypanosomiasis (Njiru et al., 2008), Babesia (Guan et al., 2008),
dan T. gondii (Krasteva et al., 2009) dan semua penelitian tersebut melaporkan
6
spesifisitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan metode PCR (Krasteva et
sebagai sarana deteksi, dan pilihan target gen sangat penting karena T. gondii
memiliki tiga bentuk infektif, yaitu: oosista, takizoit dan sista bradizoit (Homan et
al., 2000), dan salah satu gen yang mudah diisolasi dari takizoit T. gondii yaitu
gen Surface Antigen-1 (SAG-1) (Kazemi et al., 2007; Wang et al., 2009). Antigen
3-5 % dari protein total takizoit dan merupakan protein mayor (Wu et al., 2009).
dominan dan mempunyai peranan penting dalam perlekatan parasit pada sel inang
dalam proses infeksi, 2). Sekuen gen penyandi SAG-1 sudah diketahui sehingga
dapat dibuat primer untuk amplifikasi in vitro (Harning et al., 1996; Burg et al.,
Proses ekstraksi DNA dan macam sampel biologi yang digunakan menurut
Sterkers, et al. (2010), merupakan bagian yang penting dalam diagnosis secara
molekuler karena sampel yang tidak cocok dapat memberikan hasil yang berbeda.
7
Proses ekstraksi DNA merupakan tahap yang sangat penting pada reaksi PCR,
karena pada tahap tersebut dapat ditemukan adanya PCR inhibitor (Akane et al.,
1994), tetapi menurut Kaneko et al. (2007), metode L-AMP memiliki toleransi
yang baik terhadap PCR inhibitor tersebut, sehingga ada harapan untuk
Sampel cairan amnion merupakan sampel yang cocok dan banyak dipakai
mudah dalam pengambilan sampel dibandingkan dengan sampel darah fetus dan
jaringan fetus (Grover et al., 1990; Hohlfeld, et al., 1994; Guy, et al., 1996).
(Assmar et al., 2000), darah induk (Nimri et al., 2004), dan darah dari tali pusar
ditemukan di Indonesia, yang berhasil diisolasi dari otot diafragma seekor domba
menggunakan gen SAG-1 T. gondii isolat lokal (IS-1) sebagai target amplifikasi
berdasarkan sekuen gen SAG-1 isolat lokal (IS-1) yang ada dalam data GenBank
Acc.no. AY651825, dengan sampel cairan amnion, darah induk, plasenta, dan
B. Keaslian Penelitian
metode L-AMP menggunakan berbagai target gen yaitu gen R-529 dan gen B1
dengan nested PCR dari sampel darah mencit yang diinfeksi dengan takizoit T.
gondii strain RH. Hasil penelitian Kong et al. (2012), menyatakan bahwa metode
L-AMP dengan target gen R-529 memiliki sensitivitas 100 – 1.000 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan target gen B1, sedangkan metode L-AMP dengan
target gen B1 lebih sensitif dibanding dengan nested PCR. Kong et al. (2012),
juga menyatakan bahwa metode L-AMP dengan target gen R-529 memiliki
spesifisitas 100%.
pernah dilaporkan dengan hasil yang baik dari berbagai sampel, seperti sampel
urin pada tikus yang diinfeksi dengan takizoit T. gondii (Hu et al., 2012), sampel
air (Sotiriadou dan Karanis, 2008) dan sampel darah (Lau et al., 2010). Penelitian
dengan metode L-AMP menggunakan target gen R529 dari berbagai sampel juga
pernah dilaporkan, seperti yang dilaporkan oleh Sunanta et al., (2009) dari sampel
darah sapi perah, Lin et al., (2012) dari sampel darah babi dan kambing, dan
dengan target gen SAG-1 T. gondii isolat lokal sudah pernah dilaporkan oleh
merupakan plasmid yang diinsersi dengan gen SAG-1; DNA takizoit, dan DNA
jaringan dari mencit yang diinfeksi takizoit T. gondii isolat lokal (IS-1). Hasil
lebih sensitif pada template pGEX-SAG; 100 kali lebih sensitif pada template
DNA takizoit dan 100.000 kali lebih sensitif pada template DNA jaringan jika
Wang et al., (2013) untuk mendeteksi toksoplasmosis dari sampel darah pada babi
yang diinfeksi buatan dengan takizoit T. gondii Gansu Jingtai Strain (GJS)
maupun pada babi dari lapangan yang diduga toksoplasmosis. Hasil penelitian
menyatakan bahwa metode qPCR dan L-AMP mempunyai sensitivitas yang sama
pada babi yang diinfeksi dengan takizoit T. gondii, sedangkan pada babi lapangan
dengan nPCR menggunakan berbagai target gen (SAG-1, SAG-2, B1) untuk
memiliki sensitivitas yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan metode
nPCR, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa metode L-AMP dengan berbagai
dan berbagai sampel sudah banyak dilaporkan, tatapi metode L-AMP dengan
berbagai target gen, seperti gen SAG-1 T. gondii isolat lokal (IS-1) untuk
Target gen
Diagnosis toksoplasmosis
kongenital pada mencit dengan
Gen SAG-1 L-AMP
1. sampel jaringan mencit
(Krasteva et al., 2009).
2. sampel darah manusia Target gen
(Lau et al., 2010) SAG-1 Sampel:
3. sampel darah babi (Wang isolat • darah
et al., 2013) lokal • cairan
amnion
Gen R529 • plasenta
1. sampel linfo nodus babi • fetus
(Zhang et al., 2009).
2. sampel darah sapi (Sunanta,
et al., 2009). dengan proses
3. sampel darah mencit (Kong ekstraksi
et al., 2012) DNA
4. sampel darah babi dan
kambing (Lin et al., 2012)
tanpa proses
Gen B1 ekstraksi
1. sampel air (Sotiriadou dan DNA
Karanis, 2008)
2. sampel darah manusia (Lau
et al., 2010).
3. sampel darah mencit (Kong
et al., 2012).
4. Sampel urin mencit (Hu et
al., 2012)
Keterangan:
= Penelitian yang sudah pernah dilaporkan
= Penelitian yang dilakukan
C. Tujuan Penelitian
Penelitian dengan berbagai macam target gen dan sampel dengan tujuan
(IS-1), dan apakah rancangan primer yang dibuat dapat digunakan sebagai
L-AMP.
2. Mengetahui apakah metode L-AMP dengan target gen SAG-1 isolat lokal
3. Mengetahui apakah metode L-AMP dengan target gen SAG-1 isolat lokal
ekstraksi DNA.
D. Manfaat Penelitian
manusia, dan dengan target gen SAG-1 isolat lokal (IS-1), diharapkan akan cocok
13
dengan strain T. gondii yang ada di Indonesia sehingga memberikan hasil yang
baik.
Metode diagnosis ini juga dapat menjadi salah satu metode diagnosis
pelengkap, melengkapi metode diagnosis yang sudah ada dan dapat diterapkan
dalam kandungan.
di lapangan.
diagnostik berdasarkan gen SAG-1 T. gondii isolat lokal (IS-1) seperti yang