Anda di halaman 1dari 22

Kajian Strategi Pemantauan Mutu Pada Produk Udang Vannamei Beku

(Litopenaeus vannamei) di Industri Pengolahan Perikanan


A Study on the Strategy of Quality Supervision of Frozen Shirmp Litopenaeus vannamei
Shirmp Product at Fish Processing Industry

Verosa Legita Firdausy


141411131116

Minat Studi Teknologi Industri Hasil Perikanan


Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga
Surabaya
2016
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk
memenuhi tugas akhir mata kuliah Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) .Selain
itu tujuan dari penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini juga untuk menambah wawasan tentang
pengaplikasikan hasil karya tulis ilmiah yang didapatkan dari beberapa referensi.
Akhirnya kami menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saya menerima kritik dan
saran agar penyusunan karya tulis ilmiah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu saya
mengucapkan banyak terima kasih dan semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para
pembaca.

Penyusun

3|Page
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………………………………………. 3
Daftar Isi ………………………………………………………………………………4
I Pendahuluan
1.1 Latar belakang………………………………………………………………... 6
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………….6
1.3 Tujuan ………………………………………………………………………...6
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Deskripsi Produk ……………………………………………………………….7
2.1.1 Klasifikasi Produk ………………………………………………………..7
2.1.2 Morfologi Produk ………………………………………………………...7
2.2 Pemantauan Mutu Produk
2.2.1 Kemunduran Mutu ………………………………………………………. 8
2.2.1.1 Kemunduran Mutu Kimiawi …………………………………………..9
2.2.1.2 Kemunduran Mutu Bakteriologis ………………………………………9
III. Pembahasan
3.1 Pemantauan Penerimaan Bahan Baku ………………………………………….10
3.2 Pemantauan De-Heading (Pemotongan Kepala) ……………………………….11
3.3 Pemantauan Sortasi ……………………………………………………………..12.
3.5 Pemantauan Proses Pengupasan ………………………………………………...13
3.5 Pemantauan Pencucian Lanjutan ………………………………………………..13
3.6 Penimbangan ........................................................................................................14
3.7 Penyusunan dalam Pan …………………………………………………………..14
3.8 Pembekuan …………………………………………………………………… ...14
3.9 Penggelasan ……………………………………………………………………...14
3.10 Pengemasan …………………………………………………………………….14
3.11 Penyimpanan Beku ……………………………………………………………..15

4|Page
4. Pengawasan Penerapan PMMT

4.1 Pelaksanaan Penerapan PMMT ……………………………………………………15

4.2 Ruang Lingkup Pengawasan ………………………………………………………15

5. Parameter dan Variabel yang Diamati ………………………………………………......16

V. Penutup

5.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………….17

Daftar Pustaka

5|Page
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sektor perikanan merupakan sektor yang memiliki potensi yang cukup besar.

Sebagian hasil perikanan digunakan untuk bahan baku olahan pangan dan juga dipasarkan

untuk konsumsi secara segar. Hasil perikanan merupakan salah satu bahan baku yang cepat

mengalami kemunduran mutu karena komponen di dalam nya mudah dirusak oleh

mikroorganisme pembusuk dan enzim sehingga perlu penanganan dan penerapan

keamanan pangan yang memenuhi standar yang aman (Putri dkk, 2016). Kelemahan pada

sektor perikanan terkadang berdampak pada proses pemasaran sehingga menghasilkan

kerugian yang besar ( Tuyu dkk , 2014 ).

Salah satu komoditas pada sektor perikanan adalah udang vannamei. Udang

Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan produk perikanan yang mudah rusak, oleh

karena itu dibutuhkan penanganan agar kesegaran dapat bertahan lama. Untuk menjaga

mutu udang, perlu penerapan strategi pemantauan terhadap mutu produk udang beku.

Penerapan Sistem Pemantauan di perusahaan perlu diwujudkan, karena berkaitan dengan

proses menghasilkan produk yang bermutu. Titik kritis pengolahan produk perlu diketahui

untuk memberikan jaminan keamanan yang memadai. Terkait dengan hal tersebut, untuk

mencapai keunggulan besaing industri pangan dapat di tempuh melalui keunggulan

produktivitas mutu dengan mencegah terjadinya kecacatan produk.

6|Page
Dalam era globalisasi perdagangan ekspor komoditas perikanan cenderung semakin

kompetitif termasuk di dalamnya komoditas udang, disamping itu juga dihadapkan pada

berbagai hambatan teknis yang berkaitan dengan persyaratan mutu dan sanitasi. Oleh

karena itu dituntut untuk terus meningkatkan efisiensi dan daya saing disamping

meningkatkan sistem pembinaan mutu (Nuryani,2006).

1.2 Rumusan Masalah

 Apa strategi pemantauan mutu pada produk udang vanamei beku?

1.3 Tujuan

 Untuk mengetahui apa saja strategi pemantauan mutu pada produk udang

vannamei beku.

7|Page
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.4 Deskripsi Produk

1.4.1 Klasifikasi Produk

Menurut FAO (2006) dalam Ngo Thi Thuy An (2011), Klasifikasi dari

Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) yaitu :

Phylum: Arthropoda
Subphylum: Crustacea (Brünnich, 1772)
Class: Malacostraca (Latreille, 1802)
Subclass: Eumalacostraca (Grobben, 1892)
Superorder: Eucarida (Calman, 1904)
Order: Decapoda (Latreille, 1802)
Suborder: Dendrobranchiata (Bate, 1888)
Superfamily: Penaeoidea (Rafinesque, 1815)
Family: Penaeidae (Rafinesque, 1815)
Genus: Litopenaeus (Pérez Farfante, 1969)
Species: Litopenaeus vannamei (Boone, 1931)

Udang vannamei memiliki 2 segment pada tubuhnya yaitu cephalothorax

dan abdomen (Figure.2). Organ yang terletak di cephalothorax meliputi insang,

jantung, hepatopangkreas dan perut. Sedangkan usus dan reproduksi organ dalam

abdomen otot. Cephalothorax dimodifikasi menjadi bentuk yang berbeda,

termasuk lima pasang berjalan kaki (pereiopods), struktur rahang seperti,

antennule dan antena. Mata majemuk, yang memiliki fungsi sensorik. Lima

pasang kaki renang (pleopods) yang terletak di perut (Bailey-Brock et al, 1992;.

Hickman et al., 2006) dalam Ngo Thi Thuy An (2011). Menurut FAO (2006)

dalam Ngo Thi Thuy An (2011), Litopenaeus vannamei memiliki panjang

punggung 7-10 dan 2-4 gigi ventral. Pada udang jantan, memiliki Spermatophores

8|Page
yang kompleks, yang terdiri dari massa sperma dikemas oleh selubung,

Sementara perempuan dewasa memiliki thelycum terbuka.

Dengan ukuran tubuh maksimal 23 cm dan CL maksimum 9 cm, betina

umumnya lebih cepat tumbuh dan lebih besar dari laki-laki.

2.2. Pemantauan Mutu produk

Sesuai Dirjen Perikanan (2000b ) dalam konsep HACCP hal-hal yang

dapat membahayakan dan kesehatan produk serta yang merugikan konsumen

dianalisa, diidentifikasi mulai dari bahan baku selama dalam tahap proses

pengolahan, pengepakan, penyimpanan bahan sampai distribusi. Bahan yang

dapat membahayakan konsumen dapat berupa kontaminasi bahan kimia

beracun misalnya logam berat, nitrit, insektisida, antibiotika sianida dan

lainlain atau berupa mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit

infeksi misalnya Salmonela, Vibrio Cholerae, Vibrio parahaemoliticus,

Echeria coli, Listeria momocytogenes, Stophylorococus aureus, Clostridium

botulinium, dan lain-lain atau berupa toxin yang berbahaya misalnya toxin

dari jamur Aspergius flavus (Aflatoxin,), toxin dari kuman Clostridium


9|Page
botulinum, Clostridiumperfingen, dan dari kuman Stapylococus aureus, serta

biotoksin dari kerang-kerangan dan lain-lain.

Ada pula hal hal yang dapat menimbulkan kemunduran mutu

sehingga tidak disukai oleh konsumen misalnya terjadinya perubahan warna

karena reaksi pencoklatan (Miliard Browing). Karamelisasi atau terjadinya

reaksi antara protein dengan zat lemak, terjadinya “over cooking” dalam

sterilisasi, terjadinya rasa bau yang tidak enak misal terjadinya ketengikan

(Rancidity), dan lain-lain. Strategi pemantauan ini sangat diperlukan untuk

memonitoring mutu dan proses produksi pada udang beku.

2.2.1 Kemunduran Mutu

2.2.1.1 Kemunduran Mutu Secara Kimiawi

Produk perikanan mudah mengalami kemunduran mutu secara

autolisis dan kemudian diikuti dengan kemunduran mutu secara kimiawai

yaitu timbulnya bau tengik ( ketengikan oksidatif) yang disebabkan

bereaksinya asam lemak dengan oksigen yang berasal dari udara dan

sekitarnya (Saharna,2006).

2.2.1.2 Kemunduran Mutu Secara Bakteriologis

Pada udang hidup terdapat jutaan bakteri yang terpusat pada tiga

tempat yaitu pada selaput lendir permukaan tubuh, insang dan isi perut. Pada

permukaan tubuh ikan atau udang ditemukan jenis bakteri Pseudomonas sp.,

Sarcina sp., Serratia sp., Achromobacter sp., Flavobacterium sp.,

Micrococcus sp., Vibrio sp. dan Bacillus sp. Sedangkan pada isi perut ikan

ditemukan jenis bakteri Achromobacter sp., Acinetobacter sp., Aeromonas

10 | P a g e
sp., Alcaligenes sp., Enterobacter sp., Flavobacterium sp., Pseudomonas sp.,

Xanthomonas sp., Vibrio sp., Clostridium sp. dan Escherichia coli. Adapun

pada insang ikan ditemukan jenis bakteri Pseudomonas sp., Achromobacter

sp., Corynebacterium sp., Flavobacterium sp., Micrococcus sp., Alcaligenes

sp. dan Bacillus sp. (Saharna, 2006).

11 | P a g e
BAB III

PEMBAHASAN

1.5 Pemantauan Penerimaan Bahan Baku

Penanganan dan pembongkaran harus dilakukan dengan cepat dan baik dalam

rantai dingin. Suhu selama pendaratan harus tetap dijaga sesuai dengan CCP (<10 0C

untuk ikan segar dan < 5 0C untuk udang segar) (Djazuli, 2002) dalam ( Soewarlan dkk)

juga menghindari perlakuan kasar terhadap produk karena dapat menyebabkan

kerusakan fisik. Untuk bahan baku menurut SNI (2014), jenis bahan baku udang

didapatkan dari hasil tangkapan dan budidaya yang lingkungan perairannya tidak

tercemar. Produk industri pembekuan udang biasanya memiliki produk Udang tanpa

kepala (head-off), Peeled and deveined Tail-On (PDTO), Butterfly shimp, etc.

Mutu produk dilakukan pada saat bahan baku diterima di unit pengolahan dan

pada saat sebelum melalui salah satu tahapan proses produksi dan sesudah melalui

salah satu tahapan produksi yang dianggap merupakan critical control point ( CCP )

Bahan baku kemudian ditangani secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan

suhu produk maksimal 5°C. Analisa dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif berupa

pengolahan data uji organoleptik, mikrobiologi (Nuryani, 2006). Potensi bahaya yang

dapat terjadi didalam proses penerimaan bahan baku yaitu kontaminasi bakteri patogen

dan mutu bahan baku kurang baik.

Pemantauan dari proses penerimaan bahan baku ini yaitu pengukuran suhu dan

menentuan kualitas bahan baku (Organoleptik), Uji antibiotik dan mikrobiologis dan

juga pemantauan pada surat jaminan pemasok bahan baku. Surat jaminan dari

12 | P a g e
pemasok bahan baku udang harus menyantumkan nama supplier, area tambak/asal

bahan baku dan nomor kendaraan pengangkut udang.

Menurut SNI (2006) bahwa persyaratan bahan baku udang beku yaitu bahan baku

bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda

dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat

menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan. Secara organoleptik bahan

baku mempunyai karakteristik kesegaran yaitu kenampakan nya bening, cemerlang,

antar ruas kokoh; Bau nya segar dan tekstur nya elastis, padat dan kompak. Sedangkan

penyimpanan bahan baku dilakukan jika bahan baku yang terpaksa menunggu proses

labih lanjut, maka bahan baku disimpan dalam wadah yang baik dan tetap

dipertahankan suhunya dengan menggunakan es curai sehingga suhu bahan baku

mencapai suhu maksimal 5°C, saniter dan higienis. Persyaratan mutu dan keamanan

pangan untuk bahan udang beku udang harus sesuai dengan standar yang telah

ditentukan (Tabel 1.)

Bahan baku udang segar vannamei yang sudah lulus uji seperti tabel 1.

Kemudian dilakukan pencucian I. Tujuan dari tahap ini yaitu menghilangkan

kotoran yang menempel pada udang. Prosedur pencucian udang dimasukan

kedalam keranjang lalu dicuci dengan air dingin yang mengalir dan di dilakukan

13 | P a g e
secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu produk maksimal

5°C (SNI, 2006). Pencucian ini menggunakan air yang sudah di treatment

sebelumnya dan telah diuji seperti pengujian terhadap kualitas air minum.

1.6 Pemantauan Proses De-heading ( Pemotongan Kepala )

De-heading adalah proses penghilangan dan pembersihan kepala udang

dari tubuh. Prosedur yang digunakan untuk penghilangan kepala yaitu pertama,

kepala ditarik ke depan sampai lepas. Kemudian jenggot bawah kepala udang

ditarik ke depan sampai maksimal untuk mengetahui panjang dan pendeknya

genjer dari kepala udang. Genjer panjang hasil pemotongan kepala menentukan

rendemen. Rendemen adalah hasil pemotongan kepala yang dicapai pekerja baik

buruknya potongan udang.

Menurut SNI (2006), proses ini dapat terjadi potensi bahaya biologis,

kimia maupun fisika. Potensi bahaya biologis meliputi kontaminasi bakteri

pathogen seperti Eschericia coli, Salmonella sp. , Vibrio cholerae dan bakteri

lainnya. Untuk potensi bahaya kimia dapat terjadi seperti kloramfenicol,

tetrasiklin dan nitrofural. Sedangkan untuk bahaya fisika yaitu meliputi suhu.

Pemotongan kepala dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan

suhu produk maksimal 5°C.

Pemantauan yang harus dilakukan yaitu pengukuran suhu secara efektif

dan kualitas udang dilihat secara visual. Setelah dilakukan pemotongan, dilakukan

proses pencucian II yang bertujuan menghilangkan kotoran yang menempel pada

udang dengan petunjuk bahwa udang dimasukan kedalam keranjang lalu dicuci

dengan air dingin dengan mempertahankan suhu maksimal 5°C. Pada proses

pemotongan kepala udang terkadang adanya pekerja yang lalai sehingga udang
14 | P a g e
jatuh dari meja pemotongan kepala. Dalam hal ini, udang jatuh dipisahkan dari

udang-udang yang lainnya kemudian dicuci dengan air es yang sudah dicampur

dengan klorin. Senyawa klorin yang paling aktif mematikan sel mikroba dengan

cara penghambatan oksidasi glukosa oleh gugus sulfidril pengoksidasi khlorin

dari enzim-enzim tertentu yang penting dalam metabolisme karbohidrat. Aldolase

diduga merupakan bagian utama dari kerjanya mengingat sifat esensial dalam

metabolisme.

1.7 Pemantauan Proses Sortasi

Pengendalian proses yang telah dilakukan pada bagian sizing adalah

tujuan pengendalian mutu, sehingga dengan pengendalian mutu ini

ditemukan permasalahan yang dihadapi oleh industri. Permasalahan

mengenai pembongkaran dan pengulangan hasil sortiran oleh operator pda

proses sortir size yang berdampak pada penurunan mutu udang sehingga

udang menjadi lunak dan delay nya udang sebelum proses sortir size.

Hasil analisa penggunaan alat dan cara dari personal Quality Control

ditemukan adanya sumber penyebab yaitu faktor individual operator berupa

kepekaan operator dalam proses mensortir udang.

Kepekaan ini berhubungan dengan peralatan yang dipakai operator

yaitu pemakaian sarung tangan. Sarung tangan yang dipakai selama ini tidak

efektif lagi karena sarung tangan yang digunakan terkadang terlalu tebal.

Sehingga jika dianalisa menurut data, dimana berat rata-rata setiap operator

berbeda sekalipun keseragamannya sama. Adanya perbedaan kepekaan ini,

perlu adanya perubahan penggunaan sarung tangan yang lebih tipis dari
15 | P a g e
sebelumnya. Hasil rata-rata ketelitian operator yang lebih sama mendekati

standart rata-rata dan keseragamannya juga lebih baik/seragam). Ketelitian

operator lebih baik jika menggunakan sarung tangan yang lebih tipis. Supaya

tidak terjadi aliran proses yang tidak lancar, yaitu dibutuhkan waktu standard

yang harus dipakai untuk menyusun rencana atau jadwal produksi. Dengan

adanya proses pengendalian dan proses sortir size ini didapatkan suatu hasil

sortiran yang lebih baik (teliti) dan waktu pengerjaan yang sesuai.

1.8 Pemantauan Proses Pengupasan

Pengupasan dilakukan dengan cara membuka kulit pada tubuh udang dan

kulit pada ekor. Cara pengupasan dimulai dari bawah tubuh udang yaitu pada

kaki, kulit tubuh udang sampai terlepas udangnya. Pengupasan ini dilakukan

secara cepat dan hati-hati agar tidak melepas tubuh udang (Poernomo, 2007).

3.5 Pencucian Lanjutan

Pencucian ini dilakukan untuk menghilangkan sisa kotoran setelah

dilakukan pemotongan kepala dan penyortiran, sekaligus pembuangan benda-

benda asing, seperti potongan-potongan serangga, rambut dan lain-

lain. Udang dicuci dalam air bersih yang dicampur dengan es sehingga

udang tetap dalam keadaan dingin dengan cara mencelupkan berulang-ulang

atau dengan sistem air mengalir. Pencucian ini bertujuan untuk

membersihkan lendir dan bakteri sebelum dilakukan pembekuan

(Purwaningsih, 1995).

16 | P a g e
1.9 Penimbangan

Penimbangan dilakukan setelah udang hasil pencucian ditiriskan

beberapa saat. Penimbangan dimaksudkan agar udang tepat kapasitasnya dalam

susunannya dalam wadah seperti inner pan.

Untuk mengatasi penyusutan berat dari berat semula pada saat udang

dicairkan maka pada saat penimbangan dilakukan penambahan berat sekitar 2%

berat kapasitas standarnya (Poernomo, 2007).

3.6 Penyusunan dalam Pan

Penyusunan dilakukan dengan cepat dan saniter pada suhu dingin serta terhindar

dari benda-benda asing. Pengecekan kembali terhadap kebersihan udang dari

kotoran-kotoran yang masih melekat selama penyusunan harus menjadi perhatian.

Penyusunan dalam wadah seperti pan dilakukan dengan cara tertentu sesuai dengan

ukuran, warna dan bentuk penyusunan. Sebelum disusun, inner pan dilapisi plastik

tipis lebih dahulu agar lebih mudah melepas cetakan disamping permukaan balok

beku menjadi lebih rata (Hariadi, 1994).

3.7 Pembekuan

Pembekuan udang dilakukan dengan menggunakan metode pembekuan cepat

sehingga suhu pusat udang maksimal dapat mencapai -18ºC selama maksimal 4

jam. Udang disusun dalam inner pan dengan plastik, kemudian disusun lagi dalam

pan yang lebih besar (long pan) secara teratur, kemudian dimasukkan dalam rak-rak

pembekuanlong pan, dibekukan dalam Contact Plate Freezer (CPF) hingga

mencapai suhu pusat yang diinginkan (Poernomo, 2007).

17 | P a g e
3.8 Penggelasan

Udang beku dalam bentuk blok yang telah dibekukan dilepaskan dari pan

selanjutnya dilakukan penggelasan dengan cara memasukkan ke dalam bak yang

berisi air (dengan kualitas sesuai standar air minum) dengan suhu maksimum 5ºC.

Air untuk penggelasan harus selalu diganti untuk setiap selesai satu angkatan

pembekuan atau dapat menggunakan air mengalir. Tujuan utama

dari glazing adalah mencegah pelekatan antar bahan baku, melindungi produk dari

kekeringan selama penyimpanan, mencegah ketengikan akibat oksidasi, dan

memperbaiki penampakan permukaan (Purwaningsih, 1995).

3.9 Pengemasan

Pengemasan dilakukan dengan tujuan untuk melindungi produk dari

kontaminasi dan kerusakan selama transportasi dan penyimpanan serta dapat

memberikan informasi kepada konsumen sesuai dengan label yang tertera. Bahan

pengemas untuk produk udang beku harus cukup bersih, tidak mudah tembus lemak

dan minyak serta dilapisi lilin. Bahan pengemas tidak boleh mencemari produk yang

dikemas dan harus disimpan di tempat khusus yang saniter dan higienis (Poernomo,

2007).

3.10 Penyimpanan Beku

Master karton yang berisi produk kemudian disimpan dalam cold

storage dengan suhu -25ºC. Penyusunan di dalam cold storage diatur pada pallet

yang memungkinkan terjadinya sirkulasi udara dingin. Penataan produk dalam

gudang beku diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dingin

dapat merata ke seluruh permukaan produk (Poernomo, 2007).

18 | P a g e
4. Pengawasan Penerapan PMMT

Penerapan PMMT berdasarkan konsep HACCP sebagai suatu sistem telah

disosialisasikan secara nasional, terutama setelah ditetapkannya Keputusan Menteri

Pertanian No.41/Kpts/IK.210/2/98 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil

Direktorat Jenderal Perikanan merupakan satu-satunya lembaga yang telah ditunjuk

sebagai “Competent Authority” khususnya di bidang Pengawasan Mutu Hasil

Perikanan.

4.1 Pelaksanaan Penerapan PMMT


Sesuai ketentuan Dirjen Perikanan (2000 c ) penerapan PMMT sebagaimana

fungsi manajemen tidak terlepas dari unsur perencanaan, penerapan dan pengawasan.

Tujuan dilaksanakannya pengawasan adalah :

1. Agar penerapan PMMT di setiap unit pengolahan dapat meningkatkan

jaminan mutu dan atau mempertahankan standar mutu yang telah ditetapkan.

2. Agar sistem pengawasan mutu yang telah dikembangkan dan diberlakukan

secara nasional dapat dijalankan secara efektif, konsisten dan

berkesinambungan.

3. Agar dapat segera dilakukan perbaikan apabila ditemukan hal-hal yang tidak

sesuai atau yang perlu disempurnakan.

4.2 Ruang Lingkup Pengawasan

Ruang lingkup penerapan PMMT terdiri dari beberapa tahapan pokok, yaitu :

19 | P a g e
1. Pemenuhan kelayakan dasar yang terdiri dari GMP dan SSOP.
2. Penyusunan rancangan panduan penerapan PMMT / HACCP.
3. Penerapan PMMT / HACCP sesuai buku panduan.
4. Pelaksanaan audit dan verifikasi.
Dengan demikian pengawasan penerapan PMMT tidak lepas dari hal-hal
tersebut di atas.

5. Parameter dan Variabel yang Diamati

Pengamatan dilakukan pada upaya – upaya pencegahan ( preventive measure)

terhadap produk yang diterima di unit pengolahan baik yang dibeli langsung di TPI ataupun

diterima atau dikirim oleh suplier ke unit pengolahan. Lingkup kegiatan di unit pengolahan

meliputi: Sanitation Standard Operating Procedures ( SSOP ), pengamatan terhadap

parameter kelayakan dasar sanitasi yang diterapkan di unit pengolah, Good Manufacturing

Practices ( GMP ), pengamatan terhadap parameter kelayakan dasar pada cara berproduksi

yang diterapkan, Hazard Analysis Critical Control Point ( HACCP ), penerapan sistem

manajemen mutu melalui 7 ( tujuh ) prinsip dasar, Kualitas produk / bahan baku yang

diterima di unit pengolahan dan setelah proses produksi, variabel ini penting untuk diamati

sehingga dapat memberikan gambaran tentang efektifitas penanganan udang beku terhadap

jaminan mutu produk.

Pengamatan dilakukan dengan cara pengujian organoleptik dan mikrobiologi

terhadap bahan baku udang segar dan uji mikrobiologi dilakukan terhadap sampel sebelum

salah satu tahapan proses dan sample sesudah tahapan proses.

Uji mikrobiologi meliputi uji ALT ( SNI 01-2339-1991 ), Escherichia Coli ( SNI 01-

2332-1991 ), Salmonella ( SNI 01-2335-1991 ), V. Cholerae (SNI 01-2341- 1991 ), Kualitas

air dan es yang digunakan di dalam unit pengolahan, sangat penting untuk dilakukan

pengamatan karena air dan es yang digunakan dalam proses produksi harus memenuhi
20 | P a g e
syarat – syarat tertentu. Pengamatan dilakukan dengan cara mikrobiologi dan kimia meliputi

ALT ( SNI 01-2339-1991 ), E Coli ( SNI 01-2332-1991 ) dan Chlor yang diuji dengan

menggunakan test kit.

21 | P a g e
II. Penutup

5.2 Kesimpulan

Monitoring mutu sangat penting dalam tahapan proses produksi agar


menghasilkan produk yang aman untuk kesehatan. Untuk meningkatkan
mutu dan menjamim keamanan produk, perbaiki sistem manajemen mutu
pada pengolahan dengan cara memperbaiki penerapan Program Kelayakan
Dasar dan menerapkan HACCP.

22 | P a g e
Daftar Pustaka

An. Ngo Thi Thuy. 2011. Development of a system for separation and
characterization of Litopenaeus vannamei haemocytes: Faculty of Bioscience
Engineering, Universiteit Gent.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. No. SNI: 01-4485.3-2006. Udang Segar :
Penanganan dan Pengolahan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. No. SNI 01-4872.1-2006. Spesifikasi Penanganan
Es. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. No. SNI 01-4872.1-2006. Spesifikasi Penanganan
Ikan Beku . Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. No. SNI 01-3457.2-2006. Persyaratan Bahan Baku
Udang Kupas Mentah. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Devi, K.P.Trisna., I ketut Suamba., Ni Wayan,P.Artini. Analisis Pengendalian Mutu


pada Pengolahan Ikan Pelagis Beku di PT Perikanan Nusantara (Persero) Cabang
Benoa Bali. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata, Vol.5, No.1, Januari 2016.

Nuryani, AG. B. 2006. Pengendalian Mutu Penanganan Udang Beku dengan Konsep
Hazard Analysis Critical Control Point (Studi Kasus di Kota Semarang dan
Kabupaten Cilacap). [Tesis], Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya
Pantai. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Saharna, Cucu. 2006. Kajian Sistem Manajemen Mutu Pada Pengolahan “Ikan Jambal
Roti” Di Pangandaran - Kabupaten Ciamis. Thesis. Universitas Diponegoro.

23 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai