Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDIKSITIS

I. Konsep Penyakit Appendiksitis


1.1 Definisi/deskripsi penyakit appendiksitis
Apendiksitis adalah peradangan akibat infeksi usus buntu atau umbai cacing
(apendiks) (Kusuma, 2016).

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat (Smeltzer, 2001).

Apendisitis akut adalah peradangan apendiks yang timbul meluas dan


mengenai peritoneum pariental setempat sehingga menimbulkan rasa sakit di
abdomen kanan bawah.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa apendiksitis adalah peradangan pada usus


yang disebabkan oleh adanya sumbatan atau bakteri.

1.2 Etiologi appendeksitis


Berdasarkan klasifikasinya:
1.2.1 Apendiksitis akut
Infeksi yang diakibatkan oleh bacteria, dan faktor pencetusnya
disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu hyperplasia
jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks, dan cacing askaris
yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks
karena parasit (E. histolytica).
1.2.2 Apendisitis rekurens
Jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang mendorong
dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan
apendiksitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis
tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan
jaringan parut.

1
2

1.2.3 Apendisitis kronis


Semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopikIfibrosis
menyeluruh dinidng apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltrasi sel
inflamasi kronik), dan keluhan menghilang setelah apendiktomi
(Kusum, 2014).

1.3 Tanda gejala appendiksitis


Apendiksitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari:
1.3.1 Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah.
1.3.2 Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar
pusar, lalu timbul mual dan muntah.
1.3.3 Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut
kanan bagian bawah.
1.3.4 Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan
jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam.
1.3.5 Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.
1.3.6 Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua
bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu
berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa.
1.3.7 Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat.
1.3.8 Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
1.3.9 Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita
nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri
(Brunner dan Suddarth, 2002).
3

The Modified Alvarado Score Skor


Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke 1
perut kanan bawah
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 ° C 1
Pemeriksaan Leukositosis 2
Lab Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut

1.4 Patofisiologi
Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami


bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai
oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
4

gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi.

Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi
karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .

1.5 Pemeriksaan penunjang appendiksitis


1.5.1 Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%,
sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP
adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-
6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP
yaitu 80% dan 90%.
1.5.2 Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada
appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian
yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi
USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85%
dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100%
dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-
97%.
5

1.5.3 Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan


kemungkinan infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut
bawah.
1.5.4 Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan
pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
1.5.5 Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

1.6 Komplikasi
Komplikasi appendiksitis akut ialah keadaan yang terjadi akibat perforasi,
seperti peritonitis generalisata, abses dan pembentukan fistula, dan
konsekuensi penyebaran melalui pembuluh darah, pleloflebitis supuratif
(radang dan trombosis, vena porta), abses hepar dan septikemia. Radang
dapat menjadi kronis, atau obstruksi pada leher apendiks yaitu menyebabkan
retensi mukus dan kemudian menimbulkan mukokel. Ini sering tidak
menimbulkan masalah klinis, tetapi walaupun jarang dapat terjadi rupture dan
sel epitel yang mensekresi mucus dapat menyebar ke kavum peritoneum.

Komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi


utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi
perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca
appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan
lama terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.

1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Non-medis
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang pernah dialami dalam
hal appendiktomi tidak ada tata laksana keperawatan khusus yang
diberikan pada pasien apendisitis. Adapun tindakan non medis yang
diberikan adalah persiapan pasien untuk apendiktomi diantaranya
perawat memastikan kepada dokter bahwa tes darah, cek urin,
rontgen, dan puasa sudah dilaksanakan, serta managemen nyeri.
6

1.7.2 Medis
1.7.2.1 Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada
penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah
berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna
untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit,
serta pemberian antibiotik sistemik
1.7.2.2 Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis
maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang
appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage
(mengeluarkan nanah).
7

1.8 Pathway

Bakteri Hiperplasia Folikel Limfoid Fekalit

Obstruksi/penyumbatan lumen

Bendungan mucus terus menerus

Penekanan tekanan intralumen

Menghambat aliran limfe

Edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa

Apendisitis Akut Nyeri epigastrium


Bakteri menembus dinding

Peradangan meluas mengenai peritonium Nyeri Kanan Bawah

apendisitis supuratif akut

peradangan pada jaringan

operasi Ansietas secresi mucus berlebih kerusakan kontrol suhu


pada lumen apendik terhadap inflamasi
luka insisi Anastesi
C D
A B
8

A B C D

Kerusakan Jaringan apendic teregang Febris Hipertermia

Ujung saraf terputus spasme dinding apendik tekanan intraluminal lebih


dari tekanan vena
pelepasan prostatglandin Nyeri
hipoxia jaringan apendix
stimulasi dihantarkan
ulcerasi
spinal cord
perforasi
cortex cerebri nyeri dipersepsikan

peristaltik menurun Konstipasi

Distensi Abdomen

Perubahan nutrisi
Mual/muntah anoreksia kurang dari
kebutuhan

Risiko
kekurangan
volume cairan
9

II. Rencana asuhan klien dengan gangguan appendiksitis


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
2.1.1.1 Keluhan utama
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar
keperut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan
bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat
atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.
Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang menyertai
antara lain rasa mual dan muntah, panas.
2.1.1.2 Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang dirasakan oleh pasien mulai pertama/saat
dirumah sampai MRS/opname.
2.1.1.3 Riwayat penyakit dahulu
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien
sekarang.

2.1.2 Pemeriksaan Fisik


2.1.2.1 B1 (Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
2.1.2.2 B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
2.1.2.3 B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak
tenang. Data psikologis Klien nampak gelisah.
2.1.2.4 B4 (Bladder) : Konstipasi pada awitan awal, diare.
2.1.2.5 B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas,
kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
2.1.2.6 B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
2.1.2.7 Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya
abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini
biasa ditemukan distensi perut.
2.1.2.8 Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan
terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri.
Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis
10

dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan


dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda
Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri
bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan
bawah.Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
2.1.2.9 Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada
apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila
letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini
dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang
meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini
merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.
2.1.2.10 Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini
juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang
meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas
lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi
panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks
yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji
obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang
kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding
panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri.
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi).
2.2.1 Definisi
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan actual atau potensial atau yang
digambarkan sebagai kerusakan.
11

2.2.2 Batasan karakteristik


 Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri
untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya.
 Diaphoresis.
 Dilatasi pupil.
 Perubahan posisi untuk mengurangi nyeri.
 Ekspresi wajah nyeri.
2.2.3 Faktor yang berhubungan
 Agens cedera biologis.
 Agens cedera fisik.
 Agens cedera kimiawi.

Diagnosa 2
Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
2.2.4 Definisi
Suhu inti tubuh diatas kisaran normal diurnal karena kegagalan
termoregulasi.
2.2.5 Batasan karakteristik
 Apnea.
 Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu.
 Gelisah.
 Hipotensi.
 Kejang.
 Koma.
2.2.6 Faktor yang berhubungan
 Ages farmaseutikal.
 Aktivitas berlebihan.
 Dehidrasi.
 Iskemia.
 Pakaian yang tidak sesuai.
 Trauma.
 Penyakit.
12

Diagnosa 3
Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
2.2.7 Definisi
Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang
dapat menganggu kesehatan.
2.2.8 Faktor risiko
 Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan.
 Malnutrisi.
 Obesitas.
 Penyakit kronis.
 Prosedur invasif.

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1
No. Diagnosa NOC NIC Rasional
1. Nyeri akut Setelah 1. Kaji 1. Untuk
berhubungan dilakukan asuhan tingkat mengetahui
dengan keperawatan, nyeri, sejauh mana
cidera diharapkan nyeri lokasi dan tingkat nyeri
biologs klien berkurang karasteristk dan
(distensi dengan kriteria nyeri. merupakan
jaringan hasil: 2. Jelaskan indiaktor
intestinal a) Klien mampu pada pasien secara dini
oleh mengontrol tentang untuk dapat
inflamasi) nyeri (tahu penyebab memberikan
penyebab nyeri tindakan
nyeri, mampu 3. Ajarkan selanjutnya
menggunaka tehnik 2. Informasi
n tehnik untuk yang tepat
nonfarmako- pernafasan dapat
logi untuk diafragma menurunkan
mengurangi lambat / tingkat
nyeri, napas kecemasan
mencari dalam pasien dan
bantuan) 4. Berikan menambah
b) Melaporkan aktivitas pengetahuan
bahwa nyeri hiburan pasien tentang
berkurang (ngobrol nyeri.
dengan dengan 3. Napas dalam
menggunaka anggota dapat
n manajemen keluarga) menghirup O2
nyeri 5. Observasi secara
c) Tanda vital tanda-tanda adequate
dalam vital sehingga otot-
rentang 6. Kolaborasi otot menjadi
normal : dengan tim relaksasi
TD (systole medis sehingga
13

110- dalam dapat


130mmHg, pemberian mengurangi
diastole 70- analgetik rasa nyeri.
90mmHg), 4. Meningkatkan
HR(60- relaksasi dan
100x/menit), dapat
RR (16- meningkatkan
24x/menit), kemampuan
suhu (36,5- kooping.
37,50C) 5. deteksi dini
d) Klien tampak terhadap
rileks mampu perkemba-
tidur/istirahat ngan
kesehatan
pasien.
6. sebagai
profilaksis
untuk dapat
menghilang-
kan rasa
nyeri.

Diagnosa 2

No. Diagnosa NOC NIC Rasional


2. Hipertermia Setelah dilakukan 1. Kaji penyebab 1. Sebagai dasar
berhubungan tindakan hipertermia. rencana
dengan keperawatan, 2. Observasi suhu intervensi.
proses diharapkan klien badan. 2. Proses
penyakit. mengalami 3. Beri kompres hangat peningkatan
keseimbangan pada dahi atau suhu
suhu tubuh aksila. menujukkan
dengan kriteria 4. Beri minum sering proses penyakit
hasil: tapi sedikit. infeksius akut.
5. Anjurkan untuk 3. Daerah dahi dan
- suhu tubuh memakai pakaian aksila
dalam yang tipis dan merupakan
rentang menyerap keringat. jaringan tipis
normal (35.9- 6. Kolaborasi dalam dan terdapat
37.5º C) pemberian obat pembuluh darah
- Nadi dan antipiretik. sehingga proses
pernapasan vasodilatasi
dalam pembuluh darah
rentang cepat dan
normal. pergerakan
molekul cepat.
4. Untuk
mengganti
cairan yang
hilang selama
proses
evaporasi.
5. Pakaian yang
tipis dapat
membantu
mempercepat
proses
evaporasi.
14

6. Obat antipiretik
bekerja sebagai
pengatur
kembali pusat
pengatur panas.

Diagnosa 3

No. Diagnosa NOC NIC Rasional


3. Resiko Setelah 1. Kaji adanya 1. Dugaan
infeksi dilakukan asuhan tanda-tanda adanya
berhubungan keperawatan infeksi pada infeksi
dengan diharapkan area insisi 2. Dugaan
tindakan infeksi dapat 2. Monitor adanya
invasif (insisi diatasi dengan tanda-tanda infeksi/terja
post kriteria hasil: vital. dinya sepsis,
pembedahan) a) Klien bebas Perhatikan abses,
. dari tanda- demam, peritonitis
tanda infeksi menggigil, 3. mencegah
b) Menunjukkan berkeringat, transmisi
kemampuan perubahan penyakit
untuk mental virus ke
mencegah 3. Lakukan orang lain.
timbulnya teknik isolasi 4. mencegah
infeksi untuk infeksi meluas dan
c) Nilai enterik, membatasi
leukosit (4,5- termasuk cuci penyebaran
11ribu/ul) tangan efektif organisme
4. Pertahankan infektif /
teknik aseptik kontaminasi
ketat pada silang.
perawatan 5. menurunkan
luka resiko
insisi/terbuka, terpajan
bersihkan 6. terapi
dengan ditunjukkan
betadine. pada bakteri
5. Awasi/batasi anaerob dan
pengunjung hasil aerob
dan siap gra negatif.
kebutuhan.
6. Kolaborasi
tim medis
dalam
pemberian
antibiotik
15

III. Daftar Pustaka

Depkes RI, (2000), Indonesia Sehat 2010, Visi Baru, Misi Kebijakan dan Strategi
Pembangunan kesehatan, Jakarta.

Kusuma,H & Amin H. N. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Nanda Nic Noc
dalam berbagai kasus. Jogjakarta : Mediaction

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. (2001). Buku Ajar Medikal Bedah
Edisi 8 Volume 2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.

Suddarth & Brunnner. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, vol. 2.
Jakarta : EGC

Banjarmasin, Februari 2017


Preseptor akademik Presptor klinik

(……..………..………..) (…………….………..)

Anda mungkin juga menyukai