Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 .Latar belakang

Ikan merupakan sumber protein hewani yg sangat penting bagi


masyarakat untuk memenuhi kebutuhan gizi permintaan produk ini meningkat
satu cara yang bias menjawab kebutuhan gizi itu adalah dengan mengembang kan
usaha budi daya ikan
Ikan kerapu lumpur merupakan ikan air laut harga ikan kerapu cukup
tinggi khususnya untuk konsumsi besar di dalam maupun di luar neggri ikan
kerapu biasa nya di ekspor keluar ngeri dan ikan ini di ekspor dalam keadaan
hidup
Ikan ini lebih banyak berkembang usaha untuk di laku kan budidaya ikan
dengan cara mengurung ikan di sebuah kurungan keramba padalokasi yang di
anggap tepat untuk mengelolah budi daya ikan kerapu lumpur. salah satu jenis
keramba yang di gunakan para pembudidaya adalah KJA keramba ini terbuat dari
jarring yang di rakit dan memerlukan kayu
Apabila KJA telah di pasang di tempat ideal maka usaha ikan kerapu
lumpur dapat di laksana kan memulai proses pengelolahan yang tepat

1.2.Tujuan praktek kerja lapangan


Tujuannya untuk mengetahui ikan kerapu lumpur atau mengetahui
permasalahan dan cara mengatasinya dalam pembesaran ikan kerapu lumpur

1.3.Sasaran
Sasaran yang ingin di capai dalam kegiatan praktek kerja industri ini
adalah melaksana kan semua kegiatan pada proses kegiatan pembesaran ikan
kerapu lumpur di mulai dengan pemilihan lokasi persiapan keramba, pengadan
benih, pemberian pakan, pemanenan hasil produksi

1
1.4.Manfaat
1 agar taruna taruni dapat menerap kan dan mengembangkan serta menumbuh
kan kerja sama dengan intasi pengusaha prikanan dan masyarakat lainnya
2 dapat mengetahui teknik2 pelaksanaan kegiatan yang telah di laksana kan
Selama di tambak
3 dapat menjadi dasar kegiatan serupa masa yg akan datang
4 menanam kan rasa percaya diri atau bertanggung jawab atas perbuatan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina)

Ikan kerapu hidup di perairan pantai hingga mencapai kedalaman 60

meter. Terumbu karang yang banyak di temukan di perairan Indonesia merupakan

tempat hidupnya. Biasanya ikan ini berdiam diri di celah-celah batu menanti

mangsa. Makanan utamanya adalah ikan-ikan kecil lainnya. Warna dasar tubuh

kerapu adalah cokelat muda, yang sesuai dengan lingkungan hidupnya. Bulatan-

bulatan merah atau coklat terdapat pada kepala bagian atas, tubuh dan sirip. Pada

kerapu besar jalur dan bulatan itu menghilang. Penyebaran ikan ini sangat luas,

mulai dari Laut Merah dan Afrika Selatan hingga Indonesia, Philipina, Jepang,

Hawaii dan Australia (Ratna dkk., 2001).

Larva kerapu pada umumnya menghindari permukaan air pada siang hari,

sebaliknya pada malam hari lebih banyak ditemukan di permukaan air.

Penyebaran vertikal tersebut sesuai dengan sifat ikan kerapu sebagai organisme

yang pada siang hari lebih banyak bersembunyi di liang-liang karang sedangkan

pada malam hari aktif bergerak di kolom air untuk mencari makan (Anidiastuti,

2004).

Ikan kerapu yang paling terkenal dan sering dibudidayakan di Indonesia

adalah Ikan kerapu lumpur. Adapun ciri-ciri kerapu lumpur secara morfologi

yaitu bentuk tubuh agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam,

maxillary lebar di luar mata, gigi-gigi pada bagian sisi dentary 3 atau 4 baris,

terdapat bintik putih coklat pada kepala, badan dan sirip, bintik hitam pada bagian

3
dorsal dan posterior. Habitat ikan kerapu lumpur adalah pantai yang banyak

ditumbuhi algae jenis Ulva reticulata dan Gracilaha spp. dan setelah dewasa hidup

di perairan yang lebih dalam dengan dasar yang terdiri atas pasir berlumpur

(Purba, 1990).

Selain itu, Ikan kerapu lumpur memiliki badan yang berwarna dasar sawo

matang dan pada bagian bawah agak keputihan. Terdapat garis menyerupai pita

yang berwarna gelap, yang melintang pada badannya dalam jumlah sekitar 4-6

buah (Gambar 1). Adapun klasifikasi ikan kerapu lumpur adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Famili : Serranidae

Genus : Epinephelus

Spesies : Epinephelus tauvina

Gambar 1. Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina) (www.agrosukses.com)

4
2.2 Habitat dan Penyebarannya

Ikan kerapu ditemukan diperairan pantai Indo-Pasifik sebanyak 110

spesies dan diperairan Filipina dan Indonesia sebanyak 46 spesies yang tercakup

ke dalam 7 genera Aethaloperca, Anyperodon, Cephalopholis, Cromileptes,

Epinephelus, Plectropomus, dan Variola (Marsambuana dan Utojo, 2001).

Daerah penyebaran kerapu lumpur adalah Afrika Timur, Kepulauan

Ryukyu (Jepang Selatan), Australia, Taiwan, Mikronesia, dan Polinesia. Perairan

di Indonesia yang memiliki jumlah populasi kerapu cukup banyak adalah Pulau

Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, dan Ambon. Salah satu indikatornya

adalah perairan karang, Indonesia memiliki perairan karang yang cukup luas

sehingga potensial sumber daya ikannya sangat besar ( Tampubolon dan

Mulyadi, 1989 ).

Ikan kerapu muda umumnya hidup di perairan karang pantai dengan

kedalaman 0,5 - 3,0 m. Habitat yang paling disenangi adalah perairan pantai di

dekat muara sungai. Setelah menginjak dewasa beruaya (berpindah) ke perairan

yang lebih dalam, yaitu di kedalaman 7 - 40 m, biasanya perpindahan ini

berlangsung pada siang dan sore hari. Habitat benih ikan kerapu lumpur adalah

pantai yang banyak ditumbuhi algae jenis reticulate dan Gracillaria sp. Setelah

dewasa hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar pasir berlumpur.

Parameter biologis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu yaitu temperatur

antara 24 - 32 0C, salinitas antara 30 - 33 ppt, oksigen terlarut lebih besar dari 3,5

ppm dan pH antara7,8 - 8,0 (Chua and Teng, 1978 dalam Antoro, dkk, 1998).

5
2.3 Kebiasaan Makan

Ikan kerapu termasuk ikan karnivora yang buas dan rakus, hidup

menyendiri atau kelompok-kelompok kecil pada perairan terumbu karang dan

beberapa di daerah estuaria serta menyukai naungan sebagai tempat bersembunyi.

Pada stadia larva sampai juvenil, makanannya adalah zooplankton dari jenis

Rotifer, Acaria, naupli Artemia, Copepode dan jenis lainnya, sedangkan dari

stadia juvenil sampai fingerling adalah ikan jambret, ikan rebon, ikan-ikan kecil

dan jenis Crustacea lainnya. Selanjutnya ikan-ikan muda dan dewasa, jenis

makanan yang disukai adalah ikan, ikan dan cumi-cumi yang berukuran 10-25%

ukuran tubuhnya. Ikan kerapu mencari makan dengan jalan menyergap

mangsanya dari tempat persembunyian dan setelah itu kembali lagi.

Ikan kerapu mempunyai kebiasaan makan pada pagi hari sebelum

matahari terbit dan menjelang matahari terbenam. Di alam kerapu mencari makan

sambil berenang diantara batu-batu karang, lubang atau celah-celah batu yang

merupakan tempat persembunyiannya. Kerapu tidak pernah mau mengambil atau

mengkonsumsi pakan yang diberikan apabila sudah sampai ke dasar, meskipun

kerapu dalam keadaan lapar. Biasanya kerapu berdiam di dasar dan tidak akan

menyergap pakan yang diberikan jika mereka sudah kenyang.

Tampubolon dan Mulyadi (1989) menjelaskan bahwa spesies kerapu yang

mempunyai panjang usus lebih panjang dibandingkan panjang tubuhnya, diduga

memiliki pertumbuhan yang cepat. Hal ini disebabkan oleh aktifitas dan kebiasaan

dalam tingkat pemilihan jenis makanan. Panjang usus relative ikan kerapu sebagai

ikan karnivor berkisar 0,26 - 1,54 meter, selain itu usus ikan kerapu yang diamati

6
memiliki lipatan-lip;atan yang dapat menambah luas permukaan usus ikan dan

berfungsi sebagai penyerapan makanan.

Antoro et al. (1998) menyatakan bahwa kapasitas penyerapan makanan

meningkat dengan meningkatnya luas permukaan dinding usus ikan melaui

pengembangan klep spiral lipatan usus. Nybakken dalam Antoro dkk, (1998)

menambahkan bahwa ikan kerapu cenderung menangkap mangsa yang aktif

bergerak di dalam kolam air. Selain itu mereka juga mempunyai sifat buruk, yakni

kanibalisme yang muncul pada larva kerapu macan akibat pasokan makanan yang

tidak mencukupi.

2.4 Pakan Ikan Kerapu

Pakan Ikan kerapu merupakan ikan laut yang buas (karnivora) dan sifat

kanibalisme akan muncul bila kekurangan pakan. Oleh sebab itu pakan yang

diberikan harus cukup baik kuantitas maupun kualitasnya. Pemilihan jenis dan

ukuran pakan yang tepat akan mempengaruhi efisiensi pemanfaatan pakan. Pakan

yang digunakan dapat berupa pakan alami/pakan segar atau pakan buatan. Ikan

rucah merupakan pakan segar yang biasa digunakan untuk ikan kerapu yang

dibudidayakan dikurungan apung (Gambar 2a). Ikan rucah yang digunakan

diusahakan agar dalam keadaan segar. Pakan ikan segar harus dicacah hingga

ukurannya sesuai dengan bukaan mulut ikan (Gambar 2b). Apabila telah busuk

atau rusak jangan dipakai karena dapat mengakibatkan kematian ikan, pakan di

berikan dengan sistem addlibitum yaitu dimana memberi makan secara sedikit –

sedikit sampai ikan tersebut kanyang (Sudirman dan Karim, 2008).

7
a b

Gambar 2. (a) pellet, (b) ikan rucah

Pakan ikan kerapu bisa menggunakan pelet dan pakan rucah. Ikan rucah

digunakan sebagai pakan agar tidak kesulitan dalam mendapatkan pakan secara

kontinyu(terus-menerus). Kualitas ikan rucah yang jelek ditandai dengan ikan

yang membusuk, bau yang tidak sedap dan ikan yang telah teroksidasi sebaiknya

tidak digunakan sebagai pakan (Sutarmat dkk., 2003).

Kualitas ikan rucah yang jelek menyebabkan masalah kurangnya nutrisi

ikan rucah. Hal penting yang harus dilakukan adalah memilih ikan rucah yang

memiliki nutrisi cukup bagi ikan, seperti lemuru dan teri yang mempunyai enzim

theaminase yang dapat merusak theamine (Vit. B1). Jika pemberian pakan secara

terus menerus hanya memakai jenis ikan tersebut maka kerapu akan menderita

kekurangan Vit. B1 (Sutarmat dkk., 2003).

1.5 Hama Ikan Kerapu

Menurut Kurniastuty dan Julinasari Dewi (1999) hama yang paling

potensial mengganggu usaha budidaya sebagai berikut :

1. Tumbuhan air

8
Lumut dapat mengganggu sirkulasi air di keramba jaring apung, sehingga

akan menghalangi arus air yang masuk yang berakibat berkurangnya suplai

oksigen. Penanggulangan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan

pembersihan secara berkala dengan menggunakan alat berupa mesin semprot

(compressor).

2. Ikan liar

Ikan liar sebagai kompetisi ikan kerapu dalam mendapatkan makanan di

dalam keramba. Semakin banyak ikan liar di sekitar keramba maka ikan budidaya

sulit dalam mendapatkan makanan.

1.6 Gejala dan Penyakit Ikan

Penyakit ikan dapat didefenisikan sebagai segala sesuatu yang dapat

menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian

alat tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada prinsipnya penyakit

yang menyerang ikan tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses

hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air),

kondisi inang (ikan), dan adanya patogen. Dengan demikian timbulnya serangan

penyakit itu merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara lingkungan ikan,

dan organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stress pada

ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan

akhirnya mudah diserang oleh penyakit (Kordi, 2004).

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) ada beberapa gejala penyebab

penyakit diantaranya :

9
1. Gejala Eksternal

Lesi terjadi secara subkutan dengan pembengkakan sehingga

menyebabkan ulcerative dermatitis (furunculosis), pembengkakan biasanya

menjadi luka terbuka berisi nanah, darah dan jaringan yang rusak di tengah luka

tersebut terbentuk cekungan, pada serangan akut tanda-tanda yang menyeluruh

mungkin tidak tampak, hemorhagi pada dasar sirip dan sirip dorsal geripis, mata

menonjol dan warna tubuh menjadi gelap.

2. Gejala Internal

Pada jaringan otot tubuh, usus bagian belakang lengket dan bersatu,

pembengkakan limfa dan ginjal yang berkembang menjadi nekrosis, serta

septicemia sangat jelas.

3. Histopatologi

Nikrosis pada jaringan dengan kolonisasi bakteri, inflamasi sedikit

dijumpai karena bakteri menghasilkan leukocytolytic exotoxin. Ikan kerapu yang

menderita sakit biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang dapat diketahui

dengan jelas dan mudah. Beberapa gejala yang dapat terlihat dengan jelas seperti

kelainan tingkah laku pada kondisi ikan berenang terlihat sangat lemah dengan

posisi miring (Menukik dari permukaan langsung ke dasar, bergerak kembali ke

permukaan dan akan tetap berada di permukaan), nafsu makan berkurang dan

daya tahan tubuh melemah, kelainan bentuk mata, sisik dan warna tubuh, mata

menonjol, sisik badan sebagian lepas, warna tubuh menjadi lebih gelap, kelainan

pada insang dan sirip ekor. Tutup insang membuka terus-menerus secara cepat,

10
sirip ekor tidak normal serta kelainan pada kulit, ada luka-luka pada kulit dan

bintik-bintik putih serta merah (Purba, 1990).

2.7 Jenis-Jenis Penyakit Pada Ikan Kerapu Lumpur

Pengembangan usaha budidaya ikan kerapu lumpur di keramba jaring

apung mempunyai kelebihan antara lain rendahnya biaya operasional

dibandingkan dengan nilai ekonomi yang dihasilkan serta teknologi budidayanya

yang sederhana dan mudah diadaptasikan di masyarakat petani nelayan secara

luas. Permasalahan yang timbul pada budidaya ikan kerapu lumpur di keramba

jaring apung adalah terjadinya penyakit. Salah satu penyakit yang ditemukan pada

ikan kerapu lumpur adalah penyakit infeksi bakteri dengan gejala klinis adanya

borok pada bagian tubuh, dan sirip yang busuk (Johnny dkk., 2002).

Sewaktu bakteri menginfeksi ikan, bakteri dapat menghasilkan zat beracun

yang disebut sebagai toksin yang merupakan produk ekstraseluler yang berkaitan

dengan antibiosis sehingga bisa mematikan organisme inang atau memudahkan

bakteri masuk ke dalam tubuh inang. Berdasarkan proses pengeluarannya, toksin

yang dihasilkan oleh bakteri dapat bersifat eksotoksin jika diekskresikan ke luar

sel, atau endotoksin jika racun tersebut tetap disimpan dalam sel bakteri dan tidak

diekskresikan (Todar, 2002).

Menurut Handajani dan Samsundari (2005) jenis penyakit ikan laut dan

organisme yang sering terjadi disebabkan oleh bakteri adalah sebagai berikut:

1. Penyakit sirip borok organisme penyebabnya Myxobacter sp. dan Vibrio sp.

2. Penyakit Bacterial sirip organisme penyebabnya Pseudomonas sp. dan Gram

Positif.

11
3. Penyakit Streptococciasis organisme penyebabnya Cocci.

4. Penyakit Vibriosis organisme penyebabnya Streptococcus dan Vibrio.

Kendala terbesar yang selalu dihadapi pada kegiatan budidaya ikan kerapu

adalah terjadinya serangan bakteri patogen terutama pada stadia larva. Serangan

bakteri patogen ini menimbulkan penurunan kualitas dan tingkat produksi pada

usaha pembenihan ikan kerapu, bahkan kematian dan kegagalan panen dapat

terjadi. Rukyani (1993) melaporkan bahwa akibat adanya serangan penyakit,

hanya sekitar 40% dari seluruh areal keramba di Indonesia yang masih beroperasi

sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar. Sekurang-kurangnya 300

miliar rupiah telah hilang pertahunnya dari seluruh areal keramba di Indonesia.

Mikroorganisme virus, bakteri atau parasit merupakan penyebab penyakit

yang sering ditemukan dalam pembenihan atau budidaya ikan. Menurut Shickney

(2000) penyakit bakterial pada ikan kerapu lumpur adalah Vibrio sp., Aeromonas

sp., Pasteurella spp., Streptococcus dan Mycobacterium. Kasus penyakit bakterial

pada ikan kerapu macan disebabkan oleh adanya infeksi bakteri Vibrio sp. dan

dapat bersifat patogen ataupun hanya penyebab sekunder (Bessie, 1988 diacu oleh

Wong dkk.,1990). Sedangkan pada kerapu lumpur kasus penyakit yang

disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi (Saeed, 1995) atau Pseudomonas sp.

berupa peradangan pada kulit (Nash dkk., 1987).

2.8 Pesiapan Lahan

2.8.1. Pengeringan

Pengeringan dasar tambak sangat berguna untuk memperbaiki dasar

tambak diantaranya adalah untuk menghilangkan berbagai senyawa asam sulfide

12
(H2S) dan senyawa-seyawa beracun lainnya yang mungkin terbentuk selama tanah

dasar terendam air. Tambak yang dikelolah secara intensif biasanya banyak

tertimbun lumpur hitam yang berasal dari sisa pakan dan feses organisme

budidaya. Lumpur ini harus diangkat agar tidak menjadi media perkembangan

penyakit. Pengeringan ini dilakukan selama 4-7 hari. Berdasarkan pengamatan

dan pengujian, dasar tambak dikeringkan sampai retak-retak (Djarijah, 1995).

2.8.2 Pengapuran

Kapur baerfungsi untuk meningkatkan kapasitas penyenggang air dan

menaikan pH. Beberapa jenis kapur yang bisa digunakan yaitu batu kapur

(crushed line,CaCO3) kapur mati (slaked lime,Ca(OH2), dolomite (dolomite lime,

CaMg(CO). Dosis penggunaan masing-masing pupuk berturut -turut yaitu 100-

300 kg/ha, 50-100 kg/ha, dan 200-300 kg/ha (Djarijah, 1995).

2.8.3 Pemupukan

Pupuk ditunjukan untuk memosok unsur hara yang sangat diperlukan

seperti nitrogen, fosfor dan kalium untuk pertumbuhan fitoplankton yang terkait

dengan produksi oksigen dan pakan alami.Pupuk yang digunakan dengan yang

digunakan untuk usaha pertanian berbeda. Secara garis besar pupuk yang

digunakan dalam usaha budidaya pertanian berbagi atas pupuk organik dan

anorganik. Pupuk organic seperti hijauan, pupuk kandang, dan sisa rumah tangga.

Pupuk anorganik seperti urea, TSG, KCI, dan NPK (Djarijah, 1995).

2.9 Teknik Pembesaran Kerapu Lumpur di Tambak

2.9.1 Penyediaan Benih

13
Benih kerapu di alam susah didapat (Akbar, 2002), akan tetapi benih

kerapu yang diproduksi dari hatchery dapat memenuhi kebutuhan untuk budidaya

ikan di Indonesia. Sepanjang induk kerapu dapat bertelur setiap bulan maka benih

ikan kerapu akan tersedia sepanjang tahun.

Penebaran Benih

Kondisi benih yang lemah selama transportasi akan mudah terserang

penyakit. Selama transportasi, benih mendapatkan banyak stress akibat perlakuan

yang tidak sesuai. Penanganan benih dapat dilakukan dengan cara

aklimatisasi/penyesuaian suhu dan waktu penebaran harus disesuaikan dengan

lingkungan perairan (Sutarmat dkk., 2004).

Sebelum ditebar, biasanya benih di grading sesuai dengan umur, berat,

besar dan jenis ikan yang sama. Peebaran benih sebaiknya dilakukan pad pagi

hari, karena pada sore hari ikan bisa mulai makan dan juga mempunyai waktu

yang cukup untuk beradaptasi pada tempat yang baru sebelum malam (Sutarmat

dkk., 2004).

2.9 Pengelolaan Kualitas Air

Pengelolaan kualitas air untuk keperluan budidaya sangat penting, karena

air merupakan media hidup bagi kehidupan organisme akuakultur. Usaha untuk

memperbaiki dan mempertahankan kualitas air telah banyak dilakukan, baik

secara fisik maupun kimia. Tetapi biaya yang dibutuhkan cukup besar dan

terkadang tidak ramah lingkungan (Mulyanto, 1992).

14
Kualitas air tambak sangat erat hubungannya dengan kondisi kesehatan

ikan. Kualitas air yang baik mampu mendukung pertumbuhan secara optimal.

Sumber air yang di gunakan berasal dari air laut yang berkadar garam antara 15-

25%. Bisa juga diambil dari sungai yang sudah mendekati muara dengan sifat

payau yang memiliki kadar garam yang kurang dari 30%.

Jarak waktu penggatian jaring tergantung dari kondisi perairan tempat

pemeliharaan. Pada jaring dengan mata yang kecil lebih cepat terjadi

penyumbatan (Budidarma, 2011). Pencucian jaring dilakukan saat jarig sudah

terlihat kotor, pada waktu yang sama dilakukan monitoring pertumbuhan ikan

dengan cara menimbang berat badan ikan (Zulkifli, 1999)

Beberapa parameter kualitas air yang harus selalu dipantau antara lain :

a) Parameter fisika ( suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut, dan kecerahan)

b) Parameter kimia (nitrit, fosfat, alkalinitas)

c) Parameter biologi ( jumlah vibrio patogen)

2.9.1 Suhu

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari

permukaan laut, waktu harian, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta

kedalaman badan air (Effendi, 2006). Suhu dalam budidaya ikan berpengaruh

terhadap laju metabolisme, pemijahan dan penetasan telur, aktivitas patogen,

sistem imunitas, daya larut senyawa kimia, serta kalarutan oksigen dan

karbondioksida.

Ikan adalah hewan poikiotermal, dimana suhu lingkungan sangat

berpengaruh tehadap metabolisme termasuk sistem imunitas (Noga, 2000).

15
Apabila suhu mengalami penurunan akan menyebabkan kelarutan oksigen

meningkat, laju metabolisme menurun, nafsu makan berkurang, pertumbuhan

berkurang, sistem imun menurun, gerakan ikan melemah, disorientasi sehingga

ikan dapat mengalami kematian. Sedangkan bila suhu meningkat, maka suhu

tubuh meningkat, laju metabolisme juga meningkat, konsumsi oksigen

bertambah sedangkan kadar oksigen terlarut menurun, toksistas perairan dari

senyawa kimia meningkat, jumlah patogen meningkat sehingga ikan mudah

terekspose oleh penyakit dan dapat menimbulkan kematian. Kisaran suhu standar

untuk pembenihan ikan kerapu adalah 28˚ – 32˚ C.

2.9.2 Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Salinitas

menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat di konversi

menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua

bahan organik telah dioksidasi. Kisaran salinitas perairan laut antara 30 – 40 ppm.

Tingkat salinitas yang terlampau rendah atau terlampau tinggi dapat

mengakibatkan respon stres dari akut hingga kronis pada ikan budidaya (Noga

2000).

Semakin tinggi salinitas maka kadar oksigen terlaut di perairan akan

semakin menurun, hal ini menyebabkan ikan menjadi stress dam mudah terkena

penyakit, selain itu, perubahan salinitas yang signifikan dapat mempengaruhi

sistem osmoregulasi ikan (Effendi, 2006).

16
2.9.3 Kecerahan

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan

merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan

menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai

ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruahan, dan

padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran.

Pengkuran kecerahan sebaiknya dilakukan ketika cuaca cerah (Effendi, 2006).

2.9.4 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) didefinisikan sebagai logaritma negatif dari

aktivitas ion hidrogen. Kebanyakan perairan alam memiliki nilai pH 6,9 – 9. pH

berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH,

semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida

bebas. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia yang dapat

menyebabkan kematian massal pada ikan. Noga (2000) mengatakan bahwa pH

rendah dapat menyebabkan penurunan tingkat produksi lendir sedangkan pH

tinggi dapat menyebabkan ikan stres. Sebagian besar biota akuatik sensitif

terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5.

17
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Waktu dan tempat


Pelaksanaan kegiatan praktek kerja indstri ini di tambak. Yang dilaksana
kan pada tgl 5 agustus sampai dengan 11 november 2016, yang bertempat pada
tambak PAK SAMSUL BAHRI, desa dari selebar
3.2 Diskripsi lokasi
Pelaksanan kegiatan prakrin ini bertempat di tambak di keliling kolam
yang sangat banyak dan di kelilingi pohon pohon adapun tanah di skitar tambak
adalah tanah berlumpur. tambak yang di gunakan untuk pembesaran ini berjumlah
dua tambak yang berukuran 30 kali 60 persegi dan tambak dan tambak tersebut
berbentuk segi empat

3.3 Uraian kegiatan


Pada pembesaran ikan kerapu lumpur ini tahap proses di lakukan meliputi
1. Persiapan tambak
2. Pengeringan dasar kolam
3. Pengangkatan lumpur
4. Perbaikan pematang kolam dan pintu air
5. Pengapuran
6. Pengisian air
7. Pemberantasan hama dan penyakit
8. Penebaran benih
9. Pemberian pakan

18
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembenihan
Kegiatan pembenihan yang dilakukan di Tambak Kerapu permai. Yaitu
dilakukan pada bak pembenihan yang terbuat dari bak fiber atau beton. Sebelum
dilakukan pembenihan atau pemijahan terlebih dahulu dilakukan seleksi induk,
karena hasil dari benih yang dihasilkan tergantung dari kualitas induknya. Setelah
dilakukan seleksi induk, baru dilakukan pemeliharaan induk. Bak pemeliharaan
induk kerapu berukuran; tinggi 140 cm,
panjang 5 m, kedalaman 2 m, dan volume air 10 ton. Bak berbentuk bulat
bertujuan untuk mengurangi titik mati. Nafsu makan induk ikan kerapu baik dan
bersifat responsive.Ukuran induk betina 2 kg dan jantan 3,5 kg. Kerapu bebek
berukuran 400 gr seharga Rp.350.000/ kg. Pakan berupa ikan rucah dan diberikan
sampai kenyang sebanyak 2-3% (1 x sehari). Penyakit yang menyerang yaitu
VNN dan monogenia, dan vibrio. Penanganan penyakit dilakukan dengan
perendaman dalam air tawar dan vitamin acrivlafin (1 x seminggu). Pergantian air
300 % setiap hari.
Pemijahan dilakukan pada waktu bulan gelap, karena kebiasaan memijah
ikan kerapu di alam yaitu pada malam hari saat bulan gelap. Menurut Sigit (1993),
Bahwa terjadinya pemijahan pada ikan kerapu yaitu ikan betina yang telah dewasa
bila akan memijah mendekati jantan. Bila waktu memijah tiba, ikan jantan dan
betina akan berenang bersama-sama dipermukaan air.
Pemijahan terjadi pada malam hari, antara pukul 18.00 sampai pukul 22.00.
sehingga dalam budidaya pun harus diperlakukan seperti itu, untuk kenyamanan
serta keberhasilan dalam kegiatan pemijahan. Perbandingan induk yang
digunakan dalam pemijahan ini adalah 3 berbanding 1 (1` jantan , dan 3 betina).
Karena dilihat dari berat bobot induk jantan maupun betina tersebut, sangat
berpengaruh terhadap bobot gonad induk itu sendiri, dimana gonad pada induk
betina sangat mempengaruhi keberhasilan dalam suatu pemijahan, seperti yang
diketahui bahwa ikan kerapu bersifat hemaprodid protogini yaitu perubahan dari
betina menjadi jantan.

19
4.2 Pemeliharaan Larva
Pada kegiatan pemeliharaan larva terlebih dahulu disiapkan wadah
pemeliharaannya yaitu berupa bak fiber atau bak beton dengan seperangakat airasi
untuk kebutuhan suplai oksigen, dan yang paling penting yaitu kecukupan pakan
alami untuk larva, berupa artemia dan rotifer. Ukuran bak pemeliharaan; volume
air 15 ton, luas bak 3,5 x 5 m, kedalaman 1,5 m dan suhu 270 C. Masalah yang
dihadapi yakni keterbatasan pakan alami (Nanoclotophisis) dan sifat
kanibalismenya yang (ukuran 1 cm). Dalam penanganan larva ikan kerapu,
dilakukan greeding, yaitu untuk memisahkan larva berdasarkan ukurannya. Padat
tebar larva sebanyak 150.000 ekor.
Sebelum larva di tebar pada bak pemeliharaan larva terlebih dahulu
dibersihkan yaitu dengan cara disikat dengan sabun rinso setelah itu dibilas
dengan kaporit. Setelah dibilas dengan kaporit kemudian didiamkan selama 24
jam, kemudian dibilas kembali dengan Natrium Thiosulfat (Na2S2O3) lalu bak
dikeringkan selama 1-2 hari (Anonim, 2012).
Pakan yang diberikan pada larva ikan kerapu berupa artemia dan rotifer
karena pakan lami tersebut sesuai dengan bukaan mulutnya. Hal ini diperkuat oleh
pernyataan Slamet (1993) bahwa Larva kerapu yang baru menetas mempunyai
cadangan makanan berupa kuning telur. Umur 3 hari (D3) kuning telur mulai
terserap habis, perlu segera diberi pakan dari luar berupa Rotifera Brachionus
Plicatilis dengan kepadatan 1 – 3 ekor/ml. kemudian setelah larva mencapai umur
maksimal 2 minggu baru ditebar ke bak pendederan.

4.3 Pendederan
Kegiatan pendederan yang dilakukan pada Tambak Kerapu permai yaitu
setelah masa penetasa telur hingga pemeliharaan larva sampai maksimal 2 minggu
pada bak pemeliharaan larva. Setelah itu baru dilakukan penebaran pada bak
pendederan, berupa bak beton dengan ukuran 4 x 3 m, dengan kedalaman 160 cm.
` Pada masa pemeliharaan dikolm pendederan ini diberikan pakan berupa
NRD 1, pemeliharaan dilakukan selama 2 sampai 4 bulan, dan pemberian pakan

20
pada umur 3 sampai 4 bulan dapat diberikan pakan buatan berupa pellet yang
ukurannya lebih kecil atau sesuai dengan bukaan mulut larva ikan. Setelah
mencapai umur 4 bulan dengan ukuran rata-rata yaitu 10 sampai 12 cm, baru
dilakukan penebaran pada keramba jaring apung (KJA).
Menurut Anonim (2013), bahwa jangka waktu penebaran benih kerapu
dari masa pendederan sampai ke pembesaran yaitu 2 sampai 4 bulan, namun jika
pertumbuhan benihan saat pendederan pertumbuannya cepat, maka dalam janga
umur tiga bulanpun, bisa dilakukan penebaran di Keramba jaring Apung (KJA),
trgantung dari ukuran benih, biasanya ukuran benih yang siap tebar pada wada
pembesaran yaitu (KJA) sekitar 10 sampai 12 cm.
4.4 Pembesaran
Pembesaran kerapu di Tambak Kerapu permai, untuk saat ini sudah mulai
moderen, dengan adanya rumah apung atau rumah jaga yang berbentuk minimalis,
moderen, begitu juga dengan bahan –bahan rakit, dan keramba jaring apung yang
bahannya full terbuat dari strupum, dan plastik fiber.
Dengan adanya wadah yang sangat moderen ini dapat mempermudah
jalannya pemeliharaan ikan kerapu di keramba jaring apung. Luas keramba per
petak untuk pemeliharaan kerapu yaitu 3x3 m, dengan kedalaman 3 meter, dengan
penebaran awal 300 -350 ekor, dengan ukuran 10 -12 cm, kemudian selama
pemeliharaan dilakukan pergantian jaring 1 kali dalam 2 minggu untuk
membersihkan hama yang menempel pada jaring, seperti jenis kerang – kerangan,
dan lumut, hama – hama tersebut jika dibiarkan bisa membuat nafsu makan ikan
berkurang, karena sedikitnya pasukan arus yang melewati jaring, akibat tertutupi
oleh lumut, dan kerang-kerangan yang menempel pada jaring.
Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari dengan jenis pakan berupa pelet,
dan ikan rucah, pada saat pemberian kedua pakan tersebut, terlebih dahulu
diberikan pakan pelet, karena jika terlebih dahulu diberikan ikan rucah, maka
nafsu ikan kerapu untuk makan pelet itu sudah hilang. Kemudian untuk
menembah vitamin pada pakan, diberikan campuran berupa vitamin c , yang
langsung dicampur dengan pelet, dan untuk merekatkan pelet tersebut dengan
vitamin, diberikan campuran berupa telur mentah, dengan takaran 2 telur untuk 1

21
kilo gram pakan, kemudian untuk 1 kilo gram pakan dicampur dengan 1 sendok
makan.
4.5 Penanganan Penyakit
Dalam kegiatan budidaya di Tambak Kerapu permai, tidak lepas dari
masalah hama dan penyakit, yaitu Salah satu masalah yang diahadapi dalam
pembesaran ikan kerapu adalah serangan penyakit. Penyakit yang menyerang
kerapu dalam KJA adalah kutu dan VNN.
Menurut Mayunar (1991), Kutu ini berbentuk pipih, berukuran 2–3 mm,
menempel pada permukaan tubuh ikan terutama pada bagian kulit dan sirip.
Serangan dalam jumlah besar akan mengakibatkan kematian, karena parasit ini
menghisap darah ikan dan mengakibatkan tubuh mangsanya berlubang, sehingga
ikan mudah terkena infeksi sekunder yaitu jamur dan bakteri. Untuk penangannya
cukup dengan cara perendaman dalam air tawar, kemudian dilanjutkan dengan
perendaman didalam larutan acriflavin 10 ppm/jam.
Sedangkan hama yang sering menyerang Keramba yaitu jenis kerang –
kerangan dan lumut yang menempel pada jarring keramba, dan jika terlalu
banyak, akan menyebabkan tersumbatnya lubang jaring, dan aliran arus akan
terhambat, sehingga pergantian air dalam keramba akan rendah, dan hal tersebut
akan menyebabkan kurangnya nafsu makan pada ikan budidaya. Dan cara
mengatasinya yaitu dengan membersihkan jaring, seperti yang dilakukan oleh
Tambak Kerapu permai. Melakukan pergantian jaring 1 kali dalam 2 minggu.

22
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil dan pembahasan di atas
adalah sebagai berikut :
Perbandingan induk yang digunakan dalam pembenihan di BBL sekotong adalah
1. 1 : 3 (tiga betina, dan 1 jantan), dikarenakan ikan kerapu bersifat hemafrodid
protogini, sehingga hal tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan
gonad.
2. Masa keritis larva yaitu umur 3 hari (D3) – (D7) karena kuning telur mulai
terserap habis, sehingga perlu segera diberi pakan dari luar berupa Rotifera
Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 – 3 ekor/ml.
3. Peda kegiatan pendedran, masa pemeliharaan larva sampai waktu siap tebar
pada wadah pembesaran (KJA) yaitu 2 sampai 4 bulan dengan ukuran 10
sampi 12 cm.
4. Pada Kegiatan pembesaran , Arus dan keadaan gelombang yang cukup besar
sangat mempengaruhi nafsu makan ikan yang di pelihara pada Keramba
Jaring Apung (KJA).
5.2 Saran
1. Melengkapai sarana yang ada seperti alat – alat pengukur kualitas air.
2. Perawatan sarana dan prasarana perlu dilakukan secara rutin yang digunakan
pada pendederan ikan kerapu lumpur
3. Menambah pekerja ahli dalam pendederan ikan kerapu bebek agar perawatan
ikan dapat maxsimal.
4. Untuk dapat menambah pengetahuan dan keterampilan pendederan ikan kerapu
bebek, dan perlu diadakan pelatihan mengenai teknologi pendederan yang
berkembang pada saat

23
DAFTAR PUSTAKA

Deptan, 1990. Eksport ikan kerapu melaju pesat sebesar 350% yaitu dari 19 ton
pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988
Tarwiyah, 2001. Pertumbuhan ikan kerapu yang cukup cepat, kuat dan cocok
untuk budidaya intensif maupun tradisional serta mempunyai kekhasan
dalam pasca panen serta penyajian dalam konsumsi.

Anonim, 2010. Keuntungan dalam budidaya ikan kerapu lumpur

Akbar, 2002. Biasanya kerapu berdiam di dasar dan tidak akan menyergap pakan
yang diberikan jika mereka sudah kenyang.
Kisto. 1991. Penyakit yang sering menyerang pertumbuhan ikan kerapu lumpur

Sigit, 1993. Pemijahan ikan kerapu lumpur.

Anonim, 2012. Nilai ekonomis ikan kerapu

Subiyanto, 2007. Pada periode yang sama, produksi ikan hasil budidaya
meningkat dari sekitar 30 ribu ton menjadi 60 ribu ton atau naik rata-
rata 35% per tahun (Subiyanto, 2007)
.
Menurut Sigit (1993), Bahwa terjadinya pemijahan pada ikan kerapu yaitu ikan
betina yang telah dewasa bila akan memijah mendekati jantan.

Menurut Mayunar 1991. Hama dan penyakit pada ikan.

24
LAMPIRAN

25

Anda mungkin juga menyukai