Anda di halaman 1dari 12

Latar Belakang

Altered Mental Status (AMS) atau penurunan kesadaran merupakan suatu


kondisi dimana terjadi penurunan kepekaan atau tidak mempunyai kepekaan
terhadap diri sendiri, lingkungan, kebutuhan, dan respon terhadap stimulasi baik
internal maupun eksternal. Hal ini terjadi karena kelainan otak atau struktural dan
non-struktural atau sistemik. Penilaian status kesadaran ini umumnya
menggunakan Glasgow Coma Scale atau GCS (Lumbantobing, 2008).
Suatu penyakit kronik bisa menyebabkan terjadinya kondisi AMS, seperti
Diabetes Mellitus (DM). Penyakit DM seringkali menyebabkan komplikasi akut
yang mengancam jiwa dan membuat pasien jatuh pada kondisi AMS, seperti
Ketoasidosis Diabetikum (KAD), Status Hiperosmolar Hiperglikemik (SHH),
asidosis laktat dan hipoglikemi. Sedangkan komplikasi jangka panjang dari DM
meliputi komplikasi makrovaskular (seperti coronary artery disease atau CAD dan
stroke), dan komplikasi mikrovaskular (seperti diabetik nefropati, neuropati dan
retinopati.
Insidensi DM didunia dalam 2 dekade terakhir meningkat secar dramatis dari
30 juta kasus di tahun 1985 menjadi 285 juta di tahun 2010. Indonesia merupakan
salah satu negara yang masuk dalam 10 besar negara dengan penderita DM
terbanyak pada tahun 2000 yaitu sebanyak 8,4 juta dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 (Wild, Roglic, Green, Sicree, & King,
2004).
AMS merupakan presentasi klinis pada pasien DM yang bisa ditemukan di
UGD karena komplikasi DM, terutama komplikasi akut. Krisis hiperglikemik seperti
KAD, SHH, asidosis laktat dan hipoglikemik merupakan keadaan gawat darurat
yang mengancam jiwa. Hipoglikemi umum terjadi, 3% penyebab kematian pada
pasien insulin dependent DM. Di Amerika, KAD merupakan penyebab mortalitas
dari 2-10% pasien rawat inap per tahun sebanyak 110.000 pasien. Dua per tiga
pasien dengan KAD memiliki DM tipe 1 dan 34% DM tipe 2. SHH jarang terjadi,
dimana prevalensi hanya kurang dari 1%, namun tingkat kematian lebih tinggi yaitu
5-20%. Sedangkan asidosis laktat yang terasosiasi dengan penggunaan
metformin memiliki tingkat mortalitas sebesar 30% (American Diabetes
Associaton, 2012).

UTS Gadar lanjut 3 | Putra Agina WS 1


Langkah preventif atau tindakan pencegahan untuk mencegah komplikasi
dari DM adalah perlunya melakukan penegakan diagnosis yang akurat pada
pasien yang terjadi AMS untuk menurunkan mortalitas pada kondisi
kegawatdaruratan. Diagnosis yang tepat sangat mempengaruhi tindakan
penanganan atau penatalaksanaan yang tepat pula. Sehingga penulis tertarik
untuk mengangkat topik “Diagnosis Altered Mental Satus (AMS) pada pasien
Diabetes Mellitus”.

Manfaat
Diagnosis Altered Mental Satus (AMS) yang tepat pada pasien Diabetes
Mellitus akan menentukan jenis tindakan atau penatalaksanaan yang tepat pula.
Penatalaksanaan yang tepat akan meningkatkan kualitas hidup pasien dan
menurunkan tingkat mortalitas. Beberapa kondisi Altered Mental Satus (AMS)
yang bukan disebabkan karena diabetes mellitus mendapat penatalaksanaan
yang kurang tepat menyebabkan angka mortalitas pasien meningkat.

Analisa Literatur
Kondisi Altered Mental Satus (AMS) pada pasien diabetes mellitus terjadi
karena gangguan metabolisme yang menyebabkan hipoglikemi, KAD, SHH,
asidosis laktat dan uremik ensefalopati. Penilaian tingkat kesadaran secara
kualitatif yaitu compos mentis, apatis, somnolen, sopor dan koma. Sedangkan
secara kuantitatif menggunakan Glasgow Coma Scale atau GCS. Penurunan
kesadaran merupakan presentasi klinis pada pasien DM di IGD karena komplikasi
akut (Lehman & Mink, 2008).
Menurut American Diabetes Assosiation (2012), DM merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Adapun klasifikasi DM
menurut ADA adalah DM tipe 1 (destruksi sel beta, biasanya mengarah kepada
defisiensi insulin absolut) dan DM tipe 2 (berawal dari resistensi insulin yang
predominan dengan defisiensi insulin relatif menuju defek sekresi insulin
predominan dengan resistensi insulin). DM tipe spesifik lainnya disebabkan oleh
suatu penyebab seperti genetik sel beta, genetik kerja insulin dan penyakit
eksokrin pankreas, endokrinopati, dan efek karena konsumsi obat atau zat kimia
tertentu, dan DM gestational (DMG).

UTS Gadar lanjut 3 | Putra Agina WS 2


Diagnosis DM menurut Standards of Medical Care Diabetes dalam ADA
(2012), antara lain:
1. HbA1C lebih dari 6,5%, harus dilakuakn dengan laboratorium yang sesuai
standar.
2. Pemeriksaan glukosa plasma pada saat puasa >125 mg/dL.
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL. Tes dilakukan sesuai
standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75g glukosa
anhidrus yang dilarutkan dalam air.
4. Pemeriksaan glukosa sewaktu > 200 mg/dL cukup untuk menegakkan DM,
ketika keluhan hiperglikemi (Trias DM dan penurunan berat badan tidak dapat
dijelaskan sebabnya) atau gejala krisis hiperglikemi ditemukan.
Homeostasis glukosa darah, patofisiologi dan komplikasi akut pada DM yang
presentasinya berupa AMS mutlak harus diketahui agar dapat mendiagnosis dan
memberikan penatalaksanaan yang efektif. Insulin dan glukagon merupakan
hormon yang dikeluarkan oleh pankreas. Kelainan regulasi pada kedua hormon ini
menyebabkan hiperglikemi. Pada kondisi normal, ketika kadar glukosa meningkat,
kerja insulin dominan, termasuk sekresi glukagon oleh insulin. Disisi lain, ketika
kadar glukosa dominan maka akan meningkatkan glukogenesis di hati dan
pembentukan keton. Hal ini menyebabkan pengambilan glukosa dalam otot
menurun, protein otot akan dikatabolisme dan terjadi hipolisis pada jaringan
adiposa. Oleh karena itu, pada kelainan insulinopeni kadar glukosa didalam darah
tidak dapat diturunkan dan kerja glukosa mendominasi sehingga kadar glukosa
akan semakin tinggi (Fowler, 2008).
Laju sekresi glukagon

Laju sekresi insulin


(mU/menit)
(µg/menit)

Glukosa darah (mg/dL)


Gambar 1. Rata-rata sekresi insulin dan glukagon oleh pankreas
(American Diabetes Associaton, 2010)

UTS Gadar lanjut 3 | Putra Agina WS 3


Gambar 2. Homeostasis glukosa darah
(An Introduction to Clinincal Medicine. Funk, 2010)

Pada penderita DM terjadi hiperglikemia yang disebabkan oleh defisit


absolut atau relatif dari insulin dan dapat terasosiasi dengan efek kerja insulin
(insulin resistance). Menurut klasifikasinya, DM dibagi menjadi tipe 1, tipe 2, dan
tipe spesifik lain. Pada DM tipe 1 defisit insulin absolut terjadi akibat dari destruksi
sel beta pankreas yang umumnya dikarenakan proses autoimun, sedangkan tipe
2 terjadi defisit insulin relatif sampai absolut akibat disfungsi sel beta pankreas
yang umumnya berhubungan dengan resistensi insulin. Penyebab disfungsi sel
beta dan resistensi insulin pada pasien DM tipe 2 masih menjadi kontroversial,
namun teori penyebab resistensi insulin diduga berhubungan dengan genetik,
physical in-activity dan obesitas (Kitabachi, Umpierrez, Murphy, & Kreisberg,
2006).

UTS Gadar lanjut 3 | Putra Agina WS 4


Gambar 3. Patofisiologi terjadinya DM tipe 1 dan 2
(Greenspan’s Basic & Clinical Endocrinology. German, 2011)

Hal mendasar pada patogenesis KAD dan SHH adalah defisiensi insulin
efektif dalam darah yang diikuti dengan peningkatan hormon kontra insulin, seperti
glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormon. Hiperglikemi terjadi karena
peningkatan glukoneogenesis, glikogenolisis dan hambatan glucose uptake pada
jaringan perifer. Pada KAD, kombinasi dari efisiensi insulin dan peningkatan dari
hormon kontra insulin menyebabkan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan
adiposa (lipolisis) ke aliran darah dan oksidasi asam lemak di liver menjadi bahan
keton (β-hydroxybutyrate dan acetoacetate), sehingga mengakibatkan ketonemia
dan asidosis metabolik (Soewondo, 2009).
Patogenesis SHH masih belum terlalu jelas jika dibandingkan dengan KAD,
namun tingkat dehidrasi yang lebih tinggi (karena diuresis osmotik) dan perbedaan
ketersediaan insulin membedakan kondisi SHH dengan KAD. Walaupun defisiensi
insulin relatif ditemukan pada SHH, jumlah sekresi insulin relatif lebih banyak bila
dibandingkan dengan KAD, dimana kadar insulin tidak bermakna. Kadar insulin
pada SHH tidak adekuat untuk memfasilitasi glucose uptake pada jaringan yang
sensitif terhadap insulin, tetapi adekuat untuk mencegah terjadinya lipolisis dan
ketogenesis (Lomen-Hoerth, & Messing, 2010).

UTS Gadar lanjut 3 | Putra Agina WS 5


Gambar 4. Patogenesis KAD dan SHH
(Diabetes Care. Kitabchi, Umpierrez, Miles, & Fisher, 2009)

Asidosis laktat merupakan keadaan dimana terjadi akumulasi dari asam


laktat didalam darah yang menyebabkan keadaan asidosis. Sumber utama asam
laktat berasal dari eritrosit, otot skeletal, kulit dan otak. Konversi asam laktat
menjadi glukosa dan oksidasinya secara utama terjadi di liver, tetapi ekskresinya
juga dilakukan oleh ginjal. Produksi berlebih dari asam laktat menyebabkan
hipoksia jaringan, gangguan ekresi akan menyebabkan gagal ginjal atau keduanya
yaitu kegagalan sirkulasi dapat menyebabkan akumulasi dari asam laktat. Asidosis
laktat tidak jarang terjadi pada pasien gagal jantung, gagal nafas, infark usus dan
ekstremitas.
Pasien DM yang mendapat pengobatan biguanide (metfromin dan
phenformin) dapat terjadi asidosis laktat. Biguanides diketahui menyebabkan
penurunan pH intrasel. Penurunan ini menyebabkan penurunan utilisasi asam
laktat dengan mengurangi masukan laktat ke liver dan menghambat
gluconeogenensis dari alanine, piruvat, dan laktat dengan cara mengurangi
aktifitas piruvat karboksilase liver. Peningkatan metabolisme anaerob hepatosit
juga meningkatkan produksi asam laktat dan nantinya menyebabkan masukan
laktat ke liver berkurang. Biguanide juga memiliki efek inotropik negatif pada otot
jantung yang menyebabkan curah jantung berkurang sehingga pembersihan laktat

UTS Gadar lanjut 3 | Putra Agina WS 6


di liver juga semakin terhambat (Williams, 2004; Peters, Jay, Barraud, Cravoisy,
Nace, Bollaert, & Gibbot, 2008).
Reaksi hipoglikemi merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada
penderita DM dengan pengobatan insulin atau obat antidiabetes oral. Hipoglikemi
dapat terjadi karena keterlambatan makan, kegiatan jasmani berlebihan tanpa
suplemen kalori, atau peningkatan dosis insulin. Selain itu, kondisi ini dapat terjadi
pada pasien yang mengkonsumsi obat hipoglikemi oral yang menstimulasi sel beta
pankreas, terutama bila pasien geriatrik memiliki penyakit ginjal atau liver atau
dalam pengobatan lain yang mengganggu metabolisme sulfonilurea. Kondisi
tersebut lebih sering terjadi dengan penggunaan sulfonilurea kerja lama (Cryer, &
Davis, 2012).
Diabetik nefropati merupakan penyebab utama dari gagal ginjal kronik
(GGK) di Amerika Serikat. Hal ini terjadi akibat interaksi dari faktor hemodinamik
dan metabolik. Faktor hemodinamik yang berkontribusi antara lain peningkatan
tekanan sistemik dan intraglomerular, juga aktivasi jalur hormon vasoaktif
termasuk diantaranya sistem renin angiotensin dan endothelin. Selain jalur
hemodinamik, stres oksifatif, formasi polyol ginjal, dan akumulasi dari advanced
glycation end products (AGEs) merupakan jalur metabolik yang juga berperan
dalam patogenesis diabetik nefropati (Arya, Aggarwal & Yadav, 2004).
Penyebab AMS pada penderita DM antara lain hipoglikemi, asidosis (KAD
dan asidosis laktat), hiperosmolaritas (SHH) dan uremik enselopati (uremia karena
gagal ginjal yang disebabkan oleh diabetic nefropati). Hipoglikemi menyebabkan
edema selular, sedangkan hiperosmolaritas menyebabkan sel mengkerut. Kedua
kondisi sel ini menyebabkan penurunan eksitabilitas sel-sel saraf yang
menyebabkan AMS. Selain dua kondisi tersebut, asidosis juga mempengaruhi
eksitabilitas sel yang dapat berlanjut pada kondisi AMS. Patogenesis uremik
enselopati menyebabkan penurunan kesadaran atau kondisi AMS masih belum
jelas, namun diduga berhubungan dengan akumulasi zat-zat neurotoksik didalam
darah (McNaughton, Wasley, & Slovis, 2011).
Manifestasi yang muncul pada KAD biasanya terjadi secara progresif dalam
24 jam. Mual dan muntah pada KAD umum ditemukan dan biasanya prominen.
Nyeri difus abdomen yang berat dapat terjadi menyerupai pankreatitis akut atau
ruptur viskus. Evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan bila keluhan nyeri abdomen
tidak membaik setelah dehidrasi dan asisdosis metabolik dikoreksi. Adanya
hiperglikemi menyebabkan glukosuri, defisit cairan dan takikardi.

UTS Gadar lanjut 3 | Putra Agina WS 7


Hipotensi dapat terjadi akibat defisit cairan dan vasodilatasi pembuluh
pembuluh darah perifer. Penurunan kesadaran atau AMS dapat terjadi secara
progresif sampai keadaan koma pada KAD berat. Pada pemeriksaan fisik, kondisi
AMS dengan tanda-tanda dehidrasi disertai pernafasan cepat dan dalam
(khusmaul) dan bau pernafasan aseton mengarahkan diagnosis pada KAD. KAD
dikarakteristikan dengan adanya hiperglikemi, ketosis dan asidosis metabolik
(peningkatan anion gap) bersamaan dengan gangguan metabolik sekunder
lainnya. Penilaian ketonemia biasanya dilakukan dengan reaksi nitroprusside yang
menyediakan estimasi semikuantitatif dari tingkat asetoasetat dan aseton
(Silvestre, Carvalho, Mendes, Coelho, Tapandihas, Ferreira, Povoa, & Ceia,
2007).
Prototipikal pasien dengan SHH adalah pasien geriatrik DM tipe 2 dengan
riwayat poliuri, penurunan berat badan dan oral intake yang kurang dalam
beberapa minggu dan berujung pada kondisi AMS. Riwayat kurangnya asupan
cairan, baik karena kurangnya rasa haus ataupun kurangnya akses terhadap
cairan karena terbaring ditempat tidur, merupakan riwayat yang tidak jarang
ditemukan pada pasien SHH. Pada pemeriksaan fisik ditemukan dehidrasi berat
(lebih berat daripada KAD), hipotensi, takikardi dan penurunan kesadaran tanpa
adanya pernafasan pernafasan kussmaul. Gangguan neurologis fokal
(hemianopia dan hemiparesis) dan kejang (generalized atau focal) dapat
ditemukan pada SHH. Gejala-gejala karakteristik KAD seperi mual muntah, nyeri
abdomen, dan pernafasan kussmaul tidak ditemukan pada pasien SHH. SHH
sering dicetuskan oleh faktor pencetus seperti infark miokard, stroke, sepsis,
pneumonia dan pencetus lainnya.
Presentasi klinis dari asidosis laktat tidak spesifik. Pernafasan kussmaul,
mual, muntah, diare, nyeri abdomen, anoreksia, letargi, haus dan penurunan
kesadaran atau kondisi AMS. Bahkan seperti hipotensi, gagal nafas, aritmia dan
hipotermi juga muncul pada pasien dengan asidosis laktat. Adapun pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosis asidosis laktat yaitu serum laktat
> 4mg/dL, serum pH < 7.35 dan peningkatan ion gap (McNaughton, Wasley, &
Slovis, 2011).

UTS Gadar lanjut 3 | Putra Agina WS 8


Gejala yang ditunjukkan pada pasien dengan hipoglikemi seperti gemetar,
ansietas, tegang, palpitasi, diaforesis, pucat dan dilatasi pupil. Gejala
neuroglikopenik terjadi karena ota kekurangan glukosa. Selain itu, gangguan
mental atau kondisi AMS, iritabilitas, sulit berbicara, ataksia, paraestesia, sakit
kepala dan bila tidak ditangani, kejang dan koma, bahkan sampai meninggal
(Briscoe, & Davis, 2006).

Gambar 5. Penurunan kadar glukosa plasma


(Williams, 2004)

Pasien dengan uremik ensefalopati datang dengan gejala bervariasi dari


cephalgia, gangguan penglihatan, tremor, asterixis, myoclonus, chorea, kejang
sampai kondisi AMS. Tingkat kesadaran merefleksikan tingkat keparahan dari
ensefalopati. Penurunan kesadaran biasanya terasosiasi dengan kelemahan dan
gangguan motorik, seperti tremor, fasikulasi, mioklonus, chorea, asterixis atau
kejang.

Protokol
AMS bisa terjadi pada siapapun dan dalam keadaan apapun. Pasien dengan
DM memiliki resiko jatuh pada kondisi AMS atau penurunan kesadaran ketika tidak
dilakukan penanganan yang baik. Ketika kondisi pasien dengan AMS sudah
diketahui penyebabnya karena DM misalnya, maka penanganan untuk
memperbaiki kondisi pasien akan disesuaikan dengan faktor penyebab pasien
jatuh pada kondisi AMS.

UTS Gadar lanjut 3 | Putra Agina WS 9


Pasien yang datang ke IGD dalam keadaan AMS perlu dilakukan
pemeriksaan dan diagnsis yang tepat, sehingga pasien dapat dilakukan tindakan
pengobatan yang tepat sesuai dengan penyebab AMS pada pasien. Ada beberapa
kondisi yang bisa kita lihat pada pasien AMS, yang dapat menunjang kita
menentukan penyebab AMS pada pasien. Kondisi tersebut bisa dilihat dari fisik
atau gejala yang pasien tunjukkan sesaat sebelum jatuh pada kondisi AMS dan
beberapa pemeriksaan penunjang laboratorium, seperti glukosa plasma (Lehman
& Mink, 2008).
Identifikasi terhadap keluarga pasien dengan AMS juga perlu dilakukan. Hal
ini biasa disebut dengan secondary assessment yang kita lakukan kepada orang
lain atau keluarga untuk mendapatkan data atau riwayat pasien sebelumnya. Data
riwayat ini sangat diperlukan untuk mengetahui salah satu penyebab mengapa
pasien jatuh pada kondisi AMS. Penyebab AMS pada penderita DM antara lain
hipoglikemi, asidosis (KAD dan asidosis laktat), hiperosmolaritas (SHH) dan
uremik enselopati (uremia karena gagal ginjal yang disebabkan oleh diabetic
nefropati).
Seorang dokter di IGD tidak semua bisa melakukan pengkajian dan
pemeriksaan secara menyeluruh dan memutuskan diagnosis pasien mengalami
AMS karena penyebab yang tepat. Perlu pengalaman dan wawasan yang cukup
untuk melakukan itu semua. Apalagi belum adanya pedoman atau protokol yang
jelas terkait diagnosis AMS untuk beberapa penyakit. Salah satu yang membuat
seorang dokter atau perawat kesulitan dalam melakuakn diagnosis AMS karena
status ini merupakan akhir dari kondisi pasien secara struktural dan gangguan
secara fungsional. Kondisi AMS memerlukan diagnosis yang tepat dan
penanganan yang cepat (McNaughton, Wasley, & Slovis, 2011)..
Pengkajian awal seperti airways, breathing dan circulation tetap dijalankan
sesuai prinsip primary survey. Langkah berikutnya menentukan diagnosis pasien
yang mengalami AMS dari segi penyebabnya. Ketika penyebab AMS diketahui,
maka akan mempermudah jenis penatalaksanaan yang tepat untuk pasien. Peran
tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat memiliki tugas untuk menstabilkan
kondisi pasien yang jatuh dalam keadaan AMS, dan melakukan penanganan yang
cepat tetapi menyeluruh, termasuk pemeriksaan neurologi, memperjelas
penyebab dan melakukan pemeriksaan diagnostik lanjutan.

UTS Gadar lanjut 3 | Putra Agina WS 10


Berdasarkan analisa literatur diatas, penulis mencoba menyimpulkan dalam
bentuk protokol atau skema untuk menentukan diagnosis Altered Mental Status
pada pasien dengan Diabetes Mellitus. Protokol tersebut dapat dilihat sebagai
berikut:

Pasien AMS di IGD

Primary Survey

Intervensi A-B-C

Secondary Survey
etiologi

Diabetes Mellitus

Hiperosmolar Uremik
KAD Hiperglikemi
Hiperglikemi Ensefalopati

Hiperglikemi Poliuri Cephalgia Palpitasi

Hipotensi BB ↓ Gg. Penglihatan Ansietas

Khusmaul Intake inadekuat Tremor Gemetar

Dehidrasi Dehidrasi Myoclonus* Diaforesis

Nyeri Hipotensi Chorea** Sianosis

Mual Khusmaul Kejang Dilatasi pupil

Muntah Parestesia

Ataksia

TATA LAKSANA

*Kontraksi otot secara cepat tanpa disengaja


**gerakan tidak teratur tanpa disadari

Gambar 6. Protokol Diagnosis AMS pada pasien DM

UTS Gadar lanjut 3 | Putra Agina WS 11


Kesimpulan
Insiden DM didunia terus meningkat dan Indonesia termasuk dalam 10 besar
negara dengan prevalensi DM terbesar. Pasien dengan DM sering jatuh pada
kondisi AMS ketika tidak segera mendapatkan penanganan atau tata laksana
dengan baik. Tata laksana yang baik sangat ditentukan oleh penentuan diagnosis
yang tepat. Kesalahan dalam mendiagnosis akan mempengaruhi tata laksana,
sehingga akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien DM. Pasien DM yang
mengalami AMS lebih besar presentase resiko terjadi kematian ketika tidak segera
mendapat penanganan. Tindakan preventif yang lebih agresif dan mendiagnosis
secara tepat dan akirat akan menurunkan tingkat mortalitas pasien DM dengan
kondisi AMS.

UTS Gadar lanjut 3 | Putra Agina WS 12

Anda mungkin juga menyukai