Anda di halaman 1dari 26

BAGIAN KARDIOLOGI & LAPORAN KASUS

KEDOKTERAN VASKULAR JANUARI 2016


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

NON-ST ELEVATION MYOCARD INFARCTION

DISUSUN OLEH :
STEFANI
C11111149

SUPERVISOR PEMBIMBING :
DR.dr. KHALID SALEH Sp.PD-KKV FINASIM

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KARDIOLOGI & KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Stefani
Nim : C11111149
Universitas : Universitas Hasanuddin
Judul Laporan Kasus : Non ST-Elevation Myocard Infarction

telah menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Kardiologi dan


Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Januari 2016

Supervisor Pembimbing

DR. dr. KHALID SALEH Sp,PD KKV FINASIM

2
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Tanggal Lahir / Usia : 22-12-1958 / 57 thn
No.Rekam Medis : 694034
Pendidikan : SMA sederajat
Pekerjaan : Polri / TNI
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Lembaloe Bantaeng
Telp/HP : 085240838230
Masuk RS : 24/12/2015

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri Dada Kiri

Riwayat Penyakit Sekarang


Nyeri dada sebelah kiri dialami kurang lebih 12 jam yang lalu sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dada dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang istirahat. Nyeri
seperti tertekan yang menjalar ke lengan kiri. Durasi sekitar 10menit, hilang
timbul. Pasien juga mengeluhkan keringat dingin. Ada sesak nafas. Ada
orthopneu. Ada DOE terutama saat aktivitas berat. Ada batuk. Tidak ada
demam. Riwayat hipertensi ada sekitar 10 thn, rutin minum obat. Riwayat
penyakit gula ada sejak 3thn lalu. Pasien tidak merokok.

Riwayat Penyakit Sebelumnya


Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
Riwayat Penyakit yang Sama dalam Keluarga
Riwayat PJK pada keluarga tidak ada

3
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Sakit sedang/gizi cukup/GCS 15 (compos mentis)
Status Antropometri
- Tinggi Badan : 165 cm
- Berat Badan : 55 kg
- Indeks Massa Tubuh : 20.2 kg/m2

Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah : 150/90 mmHg
- Frekuensi nadi : 92 kali/menit, reguler
- Frekuensi napas: 26 kali/menit
- Suhu (aksilla) : 36,5oC

Kepala Mata
Deformitas : Tidak ada Eksoftalmus : Tidak ada
Simetris muka : Simetris Konjungtiva : Anemis (-)
Rambut : Sukar dicabut Kornea : Refleks kornea (+)
Ukuran : Normocephal Enoptalmus : Tidak ada
Bentuk : Mesocephal Sklera : Ikterus (-)
Pupil : Isokor 2,5 mm/2,5 mm

Telinga Hidung
Pendengaran: Dalam batas normal Epistaksis : Tidak ada
Otorrhea : Tidak ada Rhinorrhea: Tidak ada

Mulut
Bibir : Kering (-) Lidah : Kotor (-)
Tonsil : T1-T1 Tidak Hiperemis Faring : Tidak Hiperemis

Leher
KGB : Tidak ada pembesaran DVS : R+1 cmH2O

4
Kelenjar Gondok : Tidak ada pembesaran Kaku kuduk : Tidak Ada
Dada
Bentuk : Simetris kiri sama dengan kanan
Buah dada : Simetris kira sama dengan kanan, tidak ada kelainan
Sela iga : Simetris kiri sama dengan kanan

Paru
Palpasi : Fremitus simetris kiri sama dengan kanan
Nyeri tekan tidak ada
Perkusis : Batas paru hepar ICS VI dekstra
Batas paru belakang kanan ICS IX
Batas paru belakang kiri ICS X
Auskultasi : Bunyi Pernapasan : Vesikuler
Bunyi Tambahan : Ronkhi (+) basal paru bilateral, Wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas atas ICS II sinistra
Batas kanan linea parasternalis dekstra
Batas kiri linea axilla anterior sinistra
Aukultasi : BJ I/II murni reguler
Bising jantung (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : Hepar dan Lien tidak teraba
Massa tumor (-), Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Ekstremitas
Tidak ada udem

5
D. ELEKTROKARDIOGRAM

Interpretasi
1. Irama : Sinus Rhytme
2. Laju QRS : 98 kali/menit
3. Regularitas : Regular
4. Aksis : Normoaxis
5. Interval P-R : 0,12 detik
6. QRS rate : durasi 0,08 detik
7. Segmen ST : ST depresi pada lead I, II, V4-V6
8. Gelombang T : T flat pada Lead I, AVL
T inverted Lead II, III, AVL, V4-V6
Kesimpulan: SR, HR 98x/mnt, ischemic inferior et whole anterior wall

6
E. LABORATORIUM

Tes Hasil Satuan Nilai Normal


Hematologi Rutin
Hemoglobin 12.2 g/dl 13,20 - 17,30
Hematokrit 36.8 % 40-54
Leukosit 14.500 10^3/µl 3,80 - 10,60
Trombosit 251.000 10^3/µl 150,000 - 440,000
Koagulasi
PT 10.4 detik 10-14
INR 1.00 --
APTT 23.8 detik 22.0-30.0
Fungsi Hati
SGOT (AST)
28 u/l <38
SGPT (ALT)
26 u/l <41
Fungsi Ginjal
Ureum
19 mg/dl 10-50
Creatinine
1.03 mg/dl L(<1.3);P(<,1.1)
Glukosa
GDS 248 mg/dl 140
GD2PP 254 mg/dl <200
Penanda Jantung
CK 232.00 U/L L<190, P<167
CK-MB 21.5 U/L <25
Imunoserologi
Troponin I 0.46 ng <0.01

Fraksi Lipid
Kolesterol Total 235 mg/dl 200
Kolesterol HDL 49 mg/dl L >59, P>65
Kolesterol LDL 168 mg/dl 130
Trigliserida 66 mg/dl 200

7
Kimia Lain
Asam urat 3.7 mg/dl P(2.4-5.7)
L(3.4-7.0)
Elektrolit
Natrium 131 mmol/l 136-145
Kalium 3.9 mmol/l 3,5-5,1
Klorida 103 mmol/l 97-111

Tabel 1: Pemeriksaan Laboratorium

F. RADIOLOGI
1. Foto Thorax PA (24-12-2015)

Kesan:

Edema paru & Kalsifikasi aorta

8
G. ASSESSMENT
1. Non ST Elevation Myocard Infarction (NSTEMI)
2. Congestif Heart Failure
3. Hipertensi grade I
4. DM tipe 2 non-obese
5. Dislipidemia

H. TERAPI
1. Oksigen 2-4 liter per menit via nasal kanul
2. IVFD NaCl 0,9% 500 cc/24 jam/IV
3. Aspilet 160mg  80mg/24j/oral
4. Clopidogrel 300mg 75 mg/24 jam/oral
5. Cedocard 1mg/jam/SP
6. Arixtra 2,5mg/24j/SC
7. Lasix 40mg/12jam/IV
8. Captoprill 12.5mg/8jam/oral
9. Simvastatin 40 mg/24 jam/oral
10. Alprazolam 0,5mg/24jam/oral
11. Laxadyne syr 10ml/24jam/oral
12. Novorapid 6 iu/8jam/sc
13. Levemir 10iu/24jam/sc

I. FOLLOW UP
Perawatan Tanggal/ S (Subjektif) O (Objektif)
Instruksi
Hari ke- Pukul A (Assesment) P (Planning)
1 24-12-15 S: nyeri dada berkurang 1. Oksigen 2-4 liter
(Kardiologi) 23.00 per menit via
O: KU: Sakit sedang/gizi cukup/ nasal kanul
compos mentis 2. IVFD NaCl 0,9%
TD= 150/90; N= 90x/menit; 500 cc/24 jam/IV
RR: 26x/menit; suhu= 36,5 C 3. Aspilet

9
80mg/24j/oral
Kepala: 4. Clopidogrel 75
Anemis (-), ikterus (-) mg/24 jam/oral
Leher: 5. Cedocard
JVP: R+2 cmH20 (posisi 30) 1mg/jam/SP
Thorax: 6. Arixtra
BJ I/II murni regular, bising (-) 2,5mg/24j/SC
Bunyi napas: Wheezing (-). 7. Lasix
Ronki (+) pada basal kedua paru 40mg/12jam/IV
Abdomen: 8. Captoprill
Peristaltik (+), kesan normal, 12.5mg/8jam/oral
asites (-) 9. Simvastatin 40
Ekstremitas: edema (-) mg/24 jam/oral
10. Alprazolam
EKG: 0,5mg/24jam/oral
Sinus ritme, HR 90bpm, poor 11. Laxadyne syr
ritme V1-V3 inferior+anterior 10ml/24jam/oral
wall ischemic 12. Novorapid 6
iu/8jam/sc
Pemeriksaan Lab: 13. Levemir
Foto thorax: 10iu/24jam/sc
- Edema paru + kalsifikasi
aorta

A: NSTEMI
Congestive Heart Failure
Hipertensi gr.I
DM tipe 2 non obese

P: Echocardiography
Coronary Angiography
2 25-12-15 S: nyeri dada berkurang 1. O2 2-4lpm via

10
(Kardiologi) nasal kanul
O: KU: Sakit sedang/gizi cukup/ 2. IVFD NaCl 0,9%
compos mentis 500 cc/24 jam/IV
TD= 120/70; N= 82x/menit; 3. Aspilet
RR: 24x/menit; suhu= 36,5 C 80mg/24j/oral
4. Clopidogrel 75
Kepala: mg/24 jam/oral
Anemis (-), ikterus (-) 5. Cedocard
Leher: 1mg/jam/SP
JVP: R+2 cmH20 (posisi 30) 6. Arixtra
Thorax: 2,5mg/24j/SC
BJ I/II murni regular, bising (-) 7. Lasix
Bunyi napas: Wheezing (-). 40mg/12jam/IV
Ronki (+) pada basal kedua paru 8. Captoprill
Abdomen: 12.5mg/8jam/oral
Peristaltik (+), kesan normal, 9. Simvastatin 40
asites (-) mg/24 jam/oral
Ekstremitas: edema (-) 10. Alprazolam
0,5mg/24jam/oral
A: NSTEMI 11. Laxadyne syr
Congestive Heart Failure 10ml/24jam/oral
Hipertensi gr.I 12. Novorapid 6
DM tipe 2 non obese iu/8jam/sc
13. Levemir
P: Echocardiography 10iu/24jam/sc
Coronary Angiography
3 26-12-15 S: nyeri dada berkurang, sesak 1. O2 2-4lpm via
(Kardiologi) berkurang nasal kanul
2. IVFD NaCl 0,9%
O: KU: Sakit sedang/gizi cukup/
500 cc/24 jam/IV
compos mentis
3. Aspilet 160mg 
TD= 110/68; N= 80x/menit;
80mg/24j/oral

11
RR: 20x/menit; suhu= 36,5 C 4. Clopidogrel 300mg
75 mg/24
Kepala: jam/oral
Anemis (-), ikterus (-) 5. Cedocard
Leher: 1mg/jam/SP
JVP: R+2 cmH20 (posisi 30) 6. Arixtra
Thorax: 2,5mg/24j/SC
BJ I/II murni regular, bising (-) 7. Lasix
Bunyi napas: Wheezing (-). 40mg/12jam/IV
Ronki (+) pada basal kedua paru 8. Captoprill
Abdomen: 12.5mg/8jam/oral
Peristaltik (+), kesan normal, 9. Simvastatin 40
asites (-) mg/24 jam/oral
Ekstremitas: edema (-) 10. Alprazolam
0,5mg/24jam/oral
A: NSTEMI 11. Laxadyne syr
Congestive Heart Failure 10ml/24jam/oral
Hipertensi gr.I 12. Novorapid 6
DM tipe 2 non obese iu/8jam/sc
13. Levemir
P: Echocardiography 10iu/24jam/sc
Coronary Angiography
4 27-12-15 S: nyeri dada tidak ada, sesak 1. O2 2 lpm via nasal
(Kardiologi) tidak ada kanul
2. IVFD NaCl 0,9%
O: KU: Sakit sedang/gizi cukup/ 500 cc/24 jam/IV
compos mentis 3. Aspilet 160mg 
TD= 120/72; N= 90x/menit; 80mg/24j/oral
RR: 22x/menit; suhu= 36,5 C 4. Clopidogrel 300mg
75 mg/24
Kepala: jam/oral
Anemis (-), ikterus (-) 5. Cedocard

12
Leher: 1mg/jam/SP
JVP: R+2 cmH20 (posisi 30) 6. Arixtra
Thorax: 2,5mg/24j/SC
BJ I/II murni regular, bising (-) 7. Lasix
Bunyi napas: Wheezing (-). 40mg/12jam/IV
Ronki (+) pada basal kedua paru 8. Captoprill
Abdomen: 12.5mg/8jam/oral
Peristaltik (+), kesan normal, 9. Simvastatin 40
asites (-) mg/24 jam/oral
Ekstremitas: edema (-) 10. Alprazolam
0,5mg/24jam/oral
A: NSTEMI 11. Laxadyne syr
Congestive Heart Failure 10ml/24jam/oral
Hipertensi gr.I 12. Novorapid 6
DM tipe 2 non obese iu/8jam/sc
13. Levemir
P: Echocardiography 10iu/24jam/sc
Coronary Angiography
5 28-12-15 S: nyeri dada tidak ada 1. O2 2 lpm via nasal
(Kardiologi) kanul
O: KU: Sakit sedang/gizi cukup/ 2. IVFD NaCl 0,9%
compos mentis 500 cc/24 jam/IV
TD= 110/70; N= 88x/menit; 3. Aspilet
RR: 20x/menit; suhu= 36,5 C 80mg/24j/oral
4. Clopidogrel 75
Kepala: mg/24 jam/oral
Anemis (-), ikterus (-) 5. Cedocard
Leher: 1mg/jam/SP
JVP: R+2 cmH20 (posisi 30) 6. Arixtra
Thorax: 2,5mg/24j/SC
BJ I/II murni regular, bising (-) 7. Lasix
Bunyi napas: Wheezing (-). 40mg/12jam/IV

13
Ronki (+) pada basal kedua paru 8. Captoprill
Abdomen: 12.5mg/8jam/oral
Peristaltik (+), kesan normal, 9. Simvastatin 40
asites (-) mg/24 jam/oral
Ekstremitas: edema (-) 10. Alprazolam
0,5mg/24jam/oral
A: NSTEMI 11. Laxadyne syr
Congestive Heart Failure 10ml/24jam/oral
Hipertensi gr.I 12. Novorapid 6
DM tipe 2 non obese iu/8jam/sc
13. Levemir
P: Echocardiography 10iu/24jam/sc
Coronary Angiography

J. RESUME
Seorang pria usia 57 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri
dialami kurang lebih 12 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada
dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang istirahat. Nyeri seperti tertekan yang
menjalar ke lengan kiri. Durasi sekitar 10menit, hilang timbul. Pasien juga
mengeluhkan keringat dingin. Ada sesak nafas. Ada orthopneu. Ada DOE
terutama saat aktivitas berat. Ada batuk. Tidak ada demam. Riwayat hipertensi
ada sekitar 10 thn, rutin minum obat. Riwayat DM ada sejak 3 thn lalu. Pasien
tidak merokok. Ada riwayat penyakit jantung sebelumnya. Tidak ada riwayat
penyakit jantung dalam keluarga.

Pemeriksaan Fisis:

Keadaan umum : sakit sedang/gizi cukup/compos mentis


Tanda-tanda vital : TD : 150/90mmHg (Hipertensi gr.I)
N : 26x/menit (takipneu)
JVP : R+1 cmH20
Thorax : ronkhi (+) basal kedua hemithoraks, wheezing (-),

14
BJ I/II regular, bising (-)
Abdomen : peristaltik (+), kesan normal, asites (-)
Ekstremitas : edema (-)
EKG : Sinus ritme, HR 90bpm, inferior+whole anterior wall
ischemic
Pemeriksaan Lab : Leukosit 14.000, CK 232.00U/L, Trop I 0.46ng, GDS
248mg/dl, GD2PP 254mg/dl, Kolesterol Tot: 235mg/dl,
HDL : 49mg/dl, LDL :168mg/dl
Foto thorax : Edema pulmo + kalsifikasi aorta

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
NON ST-ELEVATION MYOCARD INFARCTION

1. Definisi
Infark miokard non ST elevasi (NSTEMI) ditegakkan atas dasar keluhan
angina tipikal yang dapat disertai dengan perubahan EKG spesifik, dengan atau
tanpa peningkatan marka jantung. Jika marka jantung meningkat, diagnosis
mengarah NSTEMI; jika tidak meningkat, diagnosis mengarah UAP.

2. Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus
ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun
parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih
distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi
sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah
koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti
selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis
(infark miokard). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total
pembuluh darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang
dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung
(miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas
miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang),
distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi
ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan
di atas. Mereka mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal
dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri
koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak

16
atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor
ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat
menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak
aterosklerosis.

3. Manifestasi Klinis
Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih
intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat
ataupun pemberian nitrogliserin.
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit
meningkat. Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang
dipompa jantung. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark
miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering
dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari.
Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah.
Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi
sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan
suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan
paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel
jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction rub
perikard, umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI.

4. Faktor Risiko
a. Tidak dapat diubah
 Umur seiring dengan bertambahnya umur, maka resiko penyakit jantung
akan meningkat, sama seperti penyakit-penyakit lainnya. Hal ini terkait
dengan kemungkinan terjadinya atherosclerosis yangmakin besar, terkait
dengan deposit lemak serta elastisistas pembuluh darah yang makin
menurun seiring dengan bertambahnya umur.

17
 Jenis kelamin  lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan
wanita. Diduga karena pengaruh estrogen. Namun, setelah wanita
menopause, insidensi terjadinya hampir sama
 Genetik  terjadinya aterosklerosis premature karena reaktivitas arteria
brakhialis, pelebaran tunika intima arteri karotis, penebalan tunika media.
b. Dapat diubah
 Merokok  zat-zat yang terkandung di dalam rokok serta asap rokok itu
sendiri merupakan zat radikal bebas yang bersifat oksidatif dan dapat
merusak pembuluh darah. Hal ini akan memperbesar kemungkinan
terjadinya penurunan elastisitas maupun kesehatan dari jantung, yang bisa
juga menjadi premature tidak lagi mengacu pada umur.
 Hipertensi  dengan kondisi hipertensi, diketahui bahwa beban usaha
serta kontraksi jantung telah meningkat untuk mengompensasi kondisi di
perifer yang kemungkinan telah mengalami atherosclerosis. Dan tidaklah
tidak mungkin bahwa plak yang ada di perifer tersebut akan mengalami
ruptur dan menyumbat pembuluh darah koroner.
 Diabetes mellitus  individu dengan penyakit ini rentan menderita
atherosclerosis karena akan mengalami berbagai proses yang tidak lazim
did alam tubuhnya, terutama di tingkat seluler, yang nantinya akan
mempengaruhi pembuluh darah dan reaksi-reaksi yang terjadi di dalamnya
 Dislipidemia  terkait dengan kadar lemak dan kolesterol yang tidak
terkontrol, yang kemungkinan akan menempel di pembuluh darah
 Dan lain-lain.

1. Penegakan Diagnosa
Diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu
 Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian
nitrat biasa.
 Perubahan elektrokardiografi (EKG)
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard
infark akut, EKG pasien dengan trombus tidak menyebabkan oklusi total,
maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG
18
tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non
STEMI.
 Peningkatan petanda biokimia.
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang
interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal
dan aliran limfatik .Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari
pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-
protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate
dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin,
carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac
troponin I dan T (cTnI dan cTnT). Peningkatan kadar serum protein-
protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard.

EKG
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai
dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non
STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T,
gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan
EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu
dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan
lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten
(<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada
STEMI. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat
dugaan Non STEMI.

2. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada pasien sindrom koroner akut adalah untuk
mengontrol simtom dan mencegah progresifitas dari NSTEMI, atau setidaknya
mengurangi tingkat kerusakan miokard. Terapi serta pencegahan untuk NSTEMI
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

19
Anti Iskemia
Penyekat Beta (Beta blocker). Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak
pada efeknya terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi
oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan
gangguan konduksi atrio-ventrikler yang signifikan, asma bronkiale, dan disfungsi
akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus, preparat oral cukup memadai
dibandingkan injeksi.
Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika
terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat indikasi kontra.
penyekat beta oral hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama. Penyekat beta
juga diindikasikan untuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama
tidak ada indikasi kontra. Pemberian penyekat beta pada pasien dengan riwayat
pengobatan penyekat beta kronis yang datang dengan SKA tetap dilanjutkan
kecuali bila termasuk klasifikasi Kilip ≥III.
Nitrat. Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolic ventrikel kiri
sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah
dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang mengalami
aterosklerosis.
1. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut dari
episode angina.
2. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut sebaiknya
mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali pemberian,
setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika tidak ada
indikasi kontra.
3. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal jantung, atau
hipertensi dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI. Keputusan menggunakan nitrat
intravena tidak boleh menghalangi pengobatan yang terbukti menurunkan
mortalitas seperti penyekat beta atau angiotensin converting enzymes inhibitor
(ACE-I).

20
4. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg
atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali permenit),
takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark ventrikel kanan.
5. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi inhibitor
fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam. Waktu yang tepat
untuk terapi nitrat setelah pemberian vardenafil belum dapat ditentukan.

Calcium channel blockers (CCBs). Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek


vasodilator arteri dengan sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node.
Sebaliknya verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node dan AV
Node yang menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB tersebut di
atas mempunyai efek dilatasi koroner yang seimbang. Oleh karena itu CCB,
terutama golongan dihidropiridin, merupakan obat pilihan untuk mengatasi angina
vasospastik. Studi menggunakan CCB pada UAP dan NSTEMI umumnya
memperlihatkan hasil yang seimbang dengan penyekat beta dalam mengatasi
keluhan angina.
1. CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurangi gejala bagi pasien
yang telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta.
2. CCB non-dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien NSTEMI dengan
indikasi kontra terhadap penyekat beta.
3. CCB nondihidropiridin (long-acting) dapat dipertimbangkan sebagai pengganti
terapi penyekat beta.
4. CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina vasospastik.
5. Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediate-release) tidak
direkomendasikan kecuali bila dikombinasi dengan penyekat beta.

21
Antiplatelet
1. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra dengan
dosis loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya
untuk jangka panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan.
2. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera mungkin
dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra seperti risiko
perdarahan berlebih.
3. Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan bersama
DAPT (dual antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat reseptor ADP)
direkomendasikan pada pasien dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau
ulkus peptikum, dan perlu diberikan pada pasien dengan beragam faktor risiko
seperti infeksi H. pylori, usia ≥65 tahun, serta konsumsi bersama dengan
antikoagulan atau steroid.
4. Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12 bulan
sejak kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi klinis.
5. Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko kejadian
iskemik sedang hingga tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan dosis
loading 180 mg, dilanjutkan 90 mg dua kali sehari. Pemberian dilakukan tanpa
memandang strategi pengobatan awal. Pemberian ini juga dilakukan pada pasien
yang sudah mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel kemudian
dihentikan).
6. Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan
ticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg, dilanjutkan 75 mg setiap
hari.
7. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300 mg diikuti
dosis tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untuk pasien yang
dijadwalkan menerima strategi invasif ketika tidak bias mendapatkan ticagrelor.

22
8. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap hari) perlu
dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang dilakukan IKP tanpa
risiko perdarahan yang meningkat.
9. Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor ADP yang
perlu menjalani pembedahan mayor non-emergensi (termasuk CABG), perlu
dipertimbangkan penundaan pembedahan selama 5 hari setelah penghentian
pemberian ticagrelor atau clopidogrel bila secara klinis memungkinkan, kecuali
bila terdapat risiko kejadian iskemik yang tinggi.
10. Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan (atau
dilanjutkan) setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman.
11. Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID (penghambat COX- 2
selektif dan NSAID non-selektif ).
Keterangan: DAPT perlu tetap diberikan selama 12 bulan tanpa memperdulikan
jenis stent.

Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa


Pemilihan kombinasi agen antiplatelet oral, agen penghambat reseptor
glikoprotein IIb/IIIa dan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko kejadian iskemik
dan perdarahan. Penggunaan penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa dapat
diberikan pada pasien IKP yang telah mendapatkan DAPT dengan risiko tinggi
(misalnya peningkatan troponin, trombus yang terlihat) apabila risiko perdarahan
rendah. Agen ini tidak disarankan diberikan secara rutin sebelum angiografi atau
pada pasien yang mendapatkan DAPT yang diterapi secara konservatif.
Antikogulan. Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet
secepat mungkin.
1. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang mendapatkan
terapi antiplatelet.
2. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan
berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut.

23
3. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding risiko
yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan.
4. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan
bolus UFH (85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang
mendapatkan penghambat reseptor GP Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP
5. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko
perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia.
6. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin
berat molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan)
diindaksikan apabila fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia.
7. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi perlu
dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit.
8. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan

Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan


1. Penggunaan warfarin bersama aspirin dan/atau clopidogrel meningkatkan risiko
perdarahan dan oleh karena itu harus dipantau ketat.
2. Kombinasi aspirin, clopidogrel dan antagonis vitamin K jika terdapat indikasi
dapat diberikan bersama-sama dalam waktu sesingkat mungkin dan dipilih targen
INR terendah yang masih efektif.
3. Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel, terutama pada
penderita tua atau yang risiko tinggi perdarahan, target INR 2- 2,5 lebih terpilih.
5.6. Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin
Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam mengurangi
remodeling dan menurunkan angka kematian penderita pascainfark-miokard yang
disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal jantung klinis.
Penggunaannya terbatas pada pasien dengan karakteristik tersebut, walaupun pada

24
penderita dengan faktor risiko PJK atau yang telah terbukti menderita PJK,
beberapa penelitian memperkirakan adanya efek antiaterogenik.
1. Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya untuk jangka panjang, kecuali ada
indikasi kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40% dan pasien dengan
diabetes mellitus, hipertensi, atau penyakit ginjal kronik (PGK).
2. Inhibitor ACE hendaknya dipertimbangkan pada semua penderita selain seperti di atas.
Pilih jenis dan dosis inhibitor ACE yang telah direkomendasikan berdasarkan penelitian
yang ada.
3. Penghambat reseptor angiotensin diindikasikan bagi pasien infark mikoard yang
intoleran terhadap inhibitor ACE dan mempunyai fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40%,
dengan atau tanpa gejala klinis gagal jantung

Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin)
harus diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang
telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi kontra. Terapi
statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan
sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/ dL. Menurunkan
kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai
3. Komplikasi
Keadaan NSTEMI dapat berkembang menjadi keadaan STEMI, sehingga
menimbulkan komplikasi seperti :
- Aritmia
- Gagal jantung
- Komplikasi mekanik
- Shock kardiogenik

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Daga LC, Kaul U, Mansoor A. Approach STEMI and NSTEMI. Association


of Physicians India. 2011;Vol 59.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Infark
Miokard Akut Tanpa Elevasi ST. Jakarta: InternaPublishing; 2009.
3. Loscazlo J, Libby P, Braunwald E. Harrison's Principle of Internal Medicine
Disorder of the Cardiovascular System2010.
4. Indonesia PDSK. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. 2015;3.
5. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta:
EGC. 2007.
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2010.
7. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007

26

Anda mungkin juga menyukai