Anda di halaman 1dari 12

BAGIAN ILMU ANESTESI, PERAWATAN INTENSIF TEXTBOOK READING

DAN MANAJEMEN NYERI MEI 2016


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPAROTOMI EMERGENSI- PRINSIP DAN TATALAKSANA PERIOPERATIF

Oleh:

Fauziah

Konsulen:

dr. Nur Surya Wirawan, M.Kes, Sp.An

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU ANESTESI, PERAWATAN INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Fauziah
NIM : Adaptasi LN
Judul Referat :The emergency laparotomy- principles and perioperative management

Telah menyelesaikan tugas dalam kepanitraan klinik bagian Ilmu Anestesi, Perawatan Intensif,
dan Manajemen Nyeri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Mei 2016

Konsulen

dr. Nur Surya Wirawan, M.Kes, SpAn


LAPAROTOMI EMERGENSI- PRINSIP DAN TATALAKSANA PERIOPERATIF
Ian Densham

PENDAHULUAN
‘Laparotomy emergensi’ telah menjadi istilah umum yang mencakup beberapa ratus prosedur
bedah abdomen khusus untuk yang non-elektif.1 Jadi pasien ‘laparotomi emergensi’ adalah sebuah
kelompok heterogen berkisar dari kasus yang sungguh emergensi seperti pasien dengan
pendarahan yang mengancam jiwa, untuk kasus urgen dengan sepsis intra-abdomen dan peritonitis
dan seperti yang mungkin kita beri istilah kasus yang ‘dipercepat’, seperti mereka dengan obstruksi
bowel dengan adhesi, yang membutuhkan prosedur non-elektif jika percobaan tatalaksana non-
operative tidak berhasil. Dalam artikel ini, istilah ‘laparotomy emergensi’ dipakai secara umum
untuk menjelaskan seluruh populasi laparotomy non-elektif.
POPULASI LAPAROTOMI EMERGENSI
Laporan pertama dari National Emergency Laparotomy Audit (NELA) di UK mendemonstrasikan
ke-heterogen-an populasi yang melalui laparotomy emergensi (table 1). Setengah pasien datang
dengan keluhan obstruksi intestinal, dimana hal tersebut adalah karena adhesi (57%), dengan
mayoritas sisanya (39%) adalah karena malignansi, 11% pasien membutuhkan pembedahan untuk
komplikasi dari prosedur elektif abdominal yang terbaru.2
Laporan NELA juga mendemonstrasikan bahwa pasien laparotomy emergensi membentuk sebuah
kelompok yang bermacam- macam dalam istilah usia (gambar 1) dan keadaan komorbid. Di UK,
46% adalah diatas usia 70 tahun, yang tersering dengan kormorbid multiple, sebagai tambahan
pada penurunan patofisiologi akut yang disebabkan oleh penyakit bedah mereka. Sebagai sebuah
kelompok, oleh karena itu, level resiko mereka adalah yang tertinggi diantara semua pasien bedah.

Gambar 1.usia pasien yang melalui laparotomy emergensi dari laporan NELA pertama2
Rate mortalitas dengan perawatan 30 hari setelah laparotomy emergensi berkisar dari 13% sampai
18%- sampai lima kali lebih besar dari yang kami akan anggap bedah elektif resiko tinggi,
termasuk prosedur mayor elektif jantung dan vaskuler.1,6,7 Tambahan, komplikasi mayor adalah
setinggi 50%.1,6,7 Hal ini telah diketahui dalam beberapa tahun belakangan dengan publikasi dari
beberapa dokumen kunci yang membuat rekomendasi untuk perawatan pasien tersebut, dengan
tujuan membantu membuat keputusan, mengkomunikasikan sumber yang jarang dan memperbaiki
hasil.2,8-10 Royal college of surgeon ‘pasien bedah resiko tinggi’ dikenal sebagai dokumen yang
sangat sukses secara luas dipakai oleh kelompok regional dan nasional di UK dalam design jalur
perawatan klinikal dan kualitas perbaikan proyek untuk pasien kelompok ini.9
Artikel ini bertujuan untuk membawa bersama/ menyatukan aspek utama dari rekomendasi yang
baru- baru ini, standar dan kualitas perbaikan kerja untuk mempersembahan sebuah rangkaian
prinsip kunci yang jelas dan jalur perawatan yang disesuaikan untuk pasien ini yang dapat
diaplikasikan di semua tempat kesehatan. Fasilitas yang tersedia untuk tatalaksana pasien ini
berubah- rubah secara besar dalam dunia dan tema kunci dapat disesuaikan pada situasi lokal.

Tabel 1. Indikasi yang direkam untuk melaksanakan emergensi laparotomy.


Indikasi Bedah Jumlah Pasien Frekuensi (%)
Obstruksi Intestinal 9811 49
Perforasi 4744 24
Peritonitis 4116 20
Iskemia 1720 9
Abses Abdomen 1332 7
Sepsis 1474 7
Pendarahan 819 4
Kolitis 747 4
Anastomosis Yang Leak/ Bocor 618 3
Fistula Intestinal 326 2
Wound Dehisence Abdomen 116 0.6
Sindrom Kompartmen Abdomen 55 0.3
Rencana Melihat Kembali 51 0.3
Lainnya 1758 9

ASPEK PERAWATAN
Identifikasi pasien resiko tinggi dan peningkatan perawatan
Pasien dengan patologi akut abdomen mungkin dating ke rumah sakit melalui departemen
emergensi, sebagai pasien rawat inap, atau rujukan ke unit asesmen bedah dari komunitas. Pada
semua pasien, observasi bedside seharusnya dilakukan segera setelah admisi pasien atau, dalam
kasus rawat inap, saat perburukan klinis. Observasi pernafasan, saturasi oksigen, suhu, tekanan
darah sistolik, denyut nadi dan level kesadaran dapat dikalkulasi dari early warning score (EWS)
(table 2).11 Score ini sebaiknya dipakai oleh staf ward atau departemen emergensi untuk
mengidentifikasi yang sakit, pasien resiko tinggi, dan untuk meningkatkan perawatan pasien yang
layak dari awal. Dokter bedah dengan tingkat middle atau senior sebaiknya melihat semua pasien
dengan EWS tinggi (>3) dalam 30 menit rujukan.9 Dokter bedah yang lebih junior dapat
mengakses pasien dengan EWS rendah (<3) dan dapat mengambil seluruh riwayat, melakukan
pemeriksaan fisik dan melakukan investigasi lanjutan, idealnya selama 1 jam dari waktu
kedatangan. Bergantung pada ketersediaan, investigasi sebaiknya termasuk:
 Darah lengkap
 Kreatinin dan elektrolit
 Fungsi liver
 Amylase
 Glukosa
 C- reactive protein (CRP)
 B-human chorionic gonadotropin (HCG)/ tes kehamilan untuk wanita
 Profil koagulasi
 Blood group dan save
 EKG
 Analisa urin
 Sampel analisa gas darah termasuk laktat.
Waktu dari senior dan atau konsultan untuk me-review kecepatan investigasi selanjutnya dan
intervensi sebaiknya melihat keparahan penyakit yang diidentifikasi melalui asesmen awal ini dan
menganjurkan respon penilaian berdasarkan dari presentasi. Bagaimanapun, seorang konsultan
bedah sebaiknya melihat semua admisi emergensi bedah dalam waktu 12 jam dari kedatangan,
sebuah standar yang akan membutuhkan kebebasan dari rutin komitmen lain, seperti list operasi
elektif dan klinik rawat jalan.2 Dalam kasus dari kebanyakan aspek perawatan dari pasien ini,
pelaksanaan se-optimal mungkin mengharuskan perubahan system seperti tanda merah dari patern
pekerjaan dokter bedah dan rencana pekerjaan. Untuk kasus yang dianggap urgen atau segera,
seorang konsultan sebaiknya terlibat sedini mungkin untuk menyediakan waktu, pengalaman
berharga dalam mengambil keputusan dan mendapat formulasi diagnosis dan perawatan rencana
bedah dengan derajat urgensi yang layak.
Beberapa bentuk dari preoperatif imaging umumnya dibutuhkan, diantaranya termasuk ultrasound,
x-ray dada erect, x-ray abdomen atau CT scan abdomen. Mungkin hal ini dapat membantu
mengklarifikasi ektensi dan urgensi dari prosedur, meskipun ketersediaan dari scan dan laporan
sebaiknya diukur dengan kemungkinan dari perburukan klinis sebagai hasil dari penundaan.
Sebuah sistem seharusnya dijalankan sehingga memudahkan permintaan yang cepat, pelaksanaan
dan laporan konsultan dari investigasi radiologi. Investigasi radiologi dilaporkan oleh seorang
konsultan radiologi juga berhubungan dengan diagnosis yang lebih akurat dan rencana
tatalaksana.12 Kontak langsung dan penjelasan klinikal dari kasus, antara radiologi dan dokter
bedah paling tidak grade register, adalah layak dan efektif.
Tabel 2. Early Warning Score
PARAMETER 3 2 1 0 1 2 3
FISIOLOGI

Pernapasan ≤8 9- 11 12- 20 21- 24 ≥ 25

Saturasi O2 ≤ 91 92-93 94-95 ≥ 96

Suplemen O2 Yes No

Suhu (C) ≤ 35.0 35.1- 36 36.1- 38.0 38.1- 39.0 ≥ 39.1


Td Sistolik ≤ 90 91- 100 101- 110 111- 219 111- 130 ≥ 220
Denyut Jantung ≤ 40 41- 50 51- 90 91- 100 ≥ 131

Kesadaran A V, P or U

ASESMEN RESIKO DAN RENCANA POSTOPERASI


Penggunaan objektif resiko peralatan asesmen sebelum bedah adalah direkomendasikan dan harus
dimasukan dalam rutin praktis.2 Penggunaan rutin dan dokumentasi yang jelas dari system skoring
yang terkenal akan membantu menentukan tingkat urgensi, mobilisasi sumber kelayakan pada
waktu yang tepat, melibatkan pengalaman staf senior, membantu komunikasi antara klinisi dan
rencana perawatan postoperative (di ICU). Sangat penting, hal tersebut juga mendapatkan resiko
tak terduga untuk kematian yang dikomunikasikan kepada pasien dan keluarganya, mendapatkan
persetujuan informasi untuk keputusan dan memberikan pengertian yang lebih realistik dari
keparahan kondisi pasien. Skore tak terduga untuk resiko kematian juga akan berguna dalam
diskusi dengan pasien kecuali yang lemah atau tidak baik pada poin dimana intervensi bedah
kmungkinan akan sia- sia dan perawatan paliatif kemungkinan lebih layak.2,9 Macam- macam
sistem skoring ada dan mugkin berdasarkan dari jenis prosedur, urgensi bedah, ko-morbid yang
ada atau kekacauan fisiologi yang baru- baru. Tabel 3 menunjukan elemen dari skoring P-
POSSUM,13 sebuah system yang paling sering dipakai tersedia sebagai kalkulator online atau
aplikasi smart phone untuk area dengan akses internet yang terbatas.
Tabel 3. Parameter dari skore P-POSSUM
PARAMETER FISIOLOGI PARAMETER OPERASI
Usia Tipe operasi
Komorbiditas jantung Jumlah prosedur
Komorbiditas pernafasan Kehilangan daran saat operasi
TD Sistolik Kontaminasi peritoneal
Nadi Malignansi
GCS Klasifikasi CEPOD (Confidential Enquiry
intoPerioperative Deaths)
HB
Leukosit
Urea
Sodium Rumus P-POSSUM
Potassium Ln R/ 1-R= -9.06+ (0.1692x skore fisiologi) +
( 0.1550x skore keparahan operasi), dimana R=
EKG prediksi resiko kematian

Tanpa memperhatikan system skoring yang dipakai, kemampuan untuk mengukur resiko dan
mengklasifikasikan kasus sebagai resiko tinggi, sedang atau rendah juga akan menentukan faktor
dalam tujuan postoperative dari banyak pasien. Bergantung pada prediksi mortalitas mereka,
pasien diklasifikasikan sebagai berikut;
 Resiko paling tinggi > 10% resiko kematian
 Resiko tinggi 5- 10% resiko kematian
 Resiko rendah <5% resiko kematian
Mengkalkulasi kembali resiko, menggunakan peralatan yang sama dengan yang di pakai saat
preoperative mungkin dipakai untuk mengevaluasi kembali tujuan postoperatif dari kebanyakan
pasien di akhir prosedur, sebagai bagian dari asesmen resiko berkelanjutan yaitu pusat untuk
perawatan dari pasien ini.
TATALAKSANA SURGICAL SEPSIS
Sepsis adalah respon sistemik inflamatori untuk infeksi dan ditandai dengan takikardia, hipotensi,
takipnea, perburukan suhu tubuh, output urin yang rendah dan berkurang kemampuan kognitif,
bersama dengan naiknya marker inflamasi dan nainya laktat. Hasil akhir adalah gangguan
pemasokan oksigen ke organ pasien dan gagal organ. Tatalaksana sukses dari surgical sepsis
adalah berlomba dengan waktu- kegagalan untuk mengenal waktu krisis alami dari perburukan
klinis dari surgical sepsis dan tatalaksana dari penyebab, telah menunjukan mortalitas yang
bertambah signifikan dan pentingnya waktu intervensi tidak dapat lebih ditegaskan.14
Terdapat 3 aspek kunci untuk tatalaksana sumber dari sepsis:
1. Pemberian antibiotik
2. Pencegahan gagal organ dengan resusitasi hemodinamik
3. kontrol sumber infeksi dengan intervensi bedah atau radiologi
Pedoman ‘The Surviving Sepsis Campaign’ menjelaskan bukti terbaru dan pedoman untuk
tatalaksana sepsis sangat efeksif. 15
PEMBERIAN ANTIBIOTIK
Tatalaksana segera dari sepsis dan shock sepsis terdiri atas pemberian oksigen, menerima vena
akses yang baik dan mengambil kultur darah sebelum administrasi antibiotic broad spectrum. Hal
ini sebaiknya bersamaan dengan resusitasi cairan dan selama 1 jam dari pengenalan sepsis, dimana
disana terdapat penambahan mortalitas sekitar 8% untuk setiap 1 jam penundaan dalam pemberian
antibiotic. Jika tidak terdapat indikasi pemberian antibiotic (tidak ada kecurigaan perforasi,
peritonitis atau sepsis), antibiotic sebaiknya diberikan selama bedah, jika diindikasikan pada waktu
tersebut.
Pilihan antibiotik diarahkan oleh lokal praktisi dan ketersediaan obat- obatan. Kombinasiobat yang
dipilih adalah yang dapat menutupi variasi luas dari organisme yang terlibat dalam peritoneal
soiling karena perforasi bowel. Pilihan antibiotik ditunjukan dalam table 4.
Table 4. pilihan empiris antibiotik broad spektrum untuk meng-cover sepsis abdomen
Amoxixilin 1 gram IV/ 8jam, dan Baik untuk meng-cover bakteri gram positif
Gentamisin 5mg/kg IV/24jam, dan dan negative dan anaerob
Metronidazole 500mg IV/8jam
Cefuroxime 1.5 g IV/8jam, dan Broad- spectrum cover, Streptococcus faecalis
Metronidazole 500mg IV/8jam tidak dicover oleh cefuroxime
Klorampenikol 12.5 mg/kg (max. 1 gr) Jika alergi penisilin
IV/6jam, dan
Metronidazole 500mg IV/8jam
Jika komplikasi serius dari bedah sebelumya, berikan cover yang lebih agresif tazosin 4.5 gr IV/
8jam atau meropenem 1 gr IV/8jam

Jika terdapat perforasi atas GI, berikan obat antijamur seperti flukonazole

RESUSITASI CAIRAN
Resusitasi cairan penting dalam mempertahankan performa hemodinamik dan pemasokan oksigen
ke jaringan. Jika pemasokan oksigen tidak cukup sesuai kebutuhan, maka akan terjadi disfungsi
organ, diikuti oleh gagal organ. Untuk setiap rangkaian gagal organ yang berkembang karena
sepsis, resiko mortalitas pasien meningkat 15-20%. 16Transfusi darah mungkin dibutuhkan pada
pasien anemia (Hb <70 g/L, 7g/dL) untuk meningkatkan kapasitas angkut oksigen dan perbaikan
pemasokan oksigen (DO2=COxCaO2). Curah jantung sebaiknya dioptimalkan dengan goal
directed cairan therapy (GDFT) – tatalaksana stategi cairan berdasarkan penerimaan parameter
fisiologi yang sudah dikenal. Bolus 250ml cairan kristaloid sebaiknya diberikan dan diarahkan
oleh frekuensi reasesmen dari gambaran klinis termasuk observasi denyut jantung, tekanan darah
dan perfusi end- organ (status kesadaran, output urin dan darah arteri laktat).
Disana tidak pernah ada bukti jelas untuk mendukung penggunaan kristaloid diatas koloid,atau
sebaliknya, untuk resusitasi cairan. Bagaimanapun,studi terbaru menyarankan kebutuhan yang
meningkat untuk renal replacement therapy pada pasien yang menerima koloid berbasis starch dan
disana juga terdapat shift yang jauh dari pemakaian semua koloid kecuali albumin. Bergantung
pada ketersediaan sumber, monitoring curah jantung mungkin akan membantu respon fisiologi.
Terdapat banyak alat monitor curah jantung di pasaran, tetapi sedikit jelas bukti bahwa mereka
dapat memperbaiki outcome (hasil). Jika tersedia, mengambil perbaikan dalam sebuah parameter
(stroke volume) dari 8- 10% setelah resusitasi bolus cairan sebagai bukti bahwa performa
hemodinamik telah membaik. Obat- obatan vasoaktif sebaiknya digunakan untuk mengobati
hipotesiyang tidak berespon dengan resusitasi cairan yang adekuat (shock sepsis). Lebih sering,
rekaman akurat dari semua observasi dan keseimbangan cairan adalah esensial dan cateter urin
dan nasogastric tube sebaiknya diinsersi secara rutin, meskipun pengukuran central venous
pressure (CVP) tidak terbukti bermanfaat.
INTERVENSI BEDAH DAN MENCEGAH KETERLAMBATAN
Selagi antibiotik akan dimulai untuk control dan efek moderat dari surgical sepsis, sumber kontrol
yang definitive dibutuhkan oleh drainage radiological atau bedah. Akses untuk radiologi atau
ruang operasi mungkin tidak langsung tersedia dan kemungkinan tertunda sebaiknya
dipertimbangkan dan antisipasi dini. Potensi untuk bahaya yang disebabkan oleh penundaan untuk
intervensi radiologi sebaiknya diukur dengan keuntungan informasi jika tersedia. Jenis pencitraan
(imaging) tersedia, kestabilan pasien, dan kemungkinan dari perubahan tatalaksana sebagai hasil
dari investigasi akan menjadi faktor dalam keputusan.
Tabel 5. Waktu yang diusulkan untuk urgensi yang berbeda dari bedah non- elektif, dipakai di
audit NELA UK2
Urgensi bedah Rencana waktu dari keputusan untuk bedah ke anestesi (jam)
Dipercepat >18
Urgensi- B 6- 18
Urgensi- A 2- 6
Segera <2

Sekali keputusan untuk melaksanakan laparotomy telah dibuat, waktu tujuan yang jelas sebaiknya
dibuat (table 5), karena penundaan kontrol sumber memiliki pengaruh yang kuat terhadap
pertahanan. Penundaan akses ke teateri mungkin sumber yang bergantung dan tidak dapat
dihindarkan pada waktu tersebut, meskipun dimana kemungkinan organisasi sebaiknya menjamin
bahwa akses teater emergensi sesuai kebutuhan. Menghindari penundaan sederhananya pada kasus
komunikasi yang baik dan tatalaksana teater di lapangan, meskipun mungkin dibutuhkan polisi
institusi yang mengizinkan prioritas diatas kasus elektif atau perubahan tatalaksana. Dokumentasi
bedah dan anestesi sebaiknya direkam dengan akurat setiap waktu dari semua event yang
signifikan untuk mendapatkan kualitas audit yang tinggi dan identifikasi alasan spesifik untuk
penundaan.

Gambar 2. Jalur perawatan umum untuk laparotomy non- elektif


PERAWATAN INTRAOPERATIF
Konsultan-perawatan utama
Rekomendasi praktek yang terbaik baru-baru ini adalah yang merawat pasien dengan prediksi
resiko mortalitas > 10% sebaiknya diberikan oleh seorang konsulta bedah dan seorang konsultan
anestesi tanpa memperhatikan waktu harian.2 Sebagai tambahan, pasien dengan prediksi resiko
mortaitas > 5% sebaiknya menerima input aktif dari kedua konsultan bedah dan anestesi. Terdapat
logistic dan sumber tantangan yang jelas dalam melaksanakan level ini dalam servis dan anggapan
yang hati- hati dibutuhkan unuk diberikan ke alokasi dan ketersediaan klinisi senior. Keterlibatan
senior klinisi adalah salah satu aspek perawatan yang menunjukan konsiderasi berdasarkan waktu
harian ketika dibandingkan dengan aspek lain seperti adminisrasi antibiotik, perlengkapan
radiologi atau waktu ke teater.2 Perubahan pada pola pekerjaan, seperti konsultan yang on calls
dalam blok dengan kebebasan lebih dari komitmen yang pasti, mungkin dapat rotasi bangsal yang
lebih sering setiap hari dan kepandaian dalam banyak hal. Manfaat dari pengambilan keputusan
senior adalah dikenal, meskipun terdapat kebutuhan yang jelas untuk training pengambilan
keputusan senior dan perkembangan pengalaman dari traine. Hal ini adalah keseimbangan yang
halus antara keselamatan pasien, resiko identifikasi dan ketersediaan sumber dan hal ini sebaiknya
dianggap basis kasus per kasus. Penggunaan rutin kasus formal berdasarkan diskusi atau
morbiditas dan persentasi mortalitas setelah kasus tersebut sangatlah berharga dalam
perkembangan pengambilan keputusan klinis yang baik pada traine.
Tatalaksana anestesi:
 Sebaiknya dari pengarahan konsultan
 Melaksanakan resusitasi yang sedang berjalan-GDFT
 Memberikan antibiotik jika belum diberikan
 Melaksanakan strategi perlindungan ventilasi paru- paru
 Mengadakan monitoring level yang layak- masukan arteri line jika mungkin, terutama jika
admisi ICU direncanakan. Monitor laktat. Masukan central venous kateter jika administrasi
vasopressor diantisipasi. Masukan kateter urin.
 Mengingatkan dokter bedah untuk mengirim sampel mikrobiologi
 Jika analgesic dibutuhkan, masukan kateter rektus sheath
 Masukan nasogastric tube- konfirmasi posisi saat laparotomy dan dokumen.
PERAWATAN POSTOPERATIF
Ketentuan perawatan kritis
Perawatan level postoperasi yang layak seharusnya dipituskan oleh diskusi antara dokter bedah,
anestesi dan intervensi. Skore P-POSSUM sebaiknya dikalkulasi kembali menggunakan hasil
intraoperative yang akurat. Admisi untuk perawatan kritikal sebaikya berdasarkan pada status
resiko pasien. Semua pasien resiko tinggi sebaiknya dipertimbangkan untuk admisi, salah satu dari
HCU atau ICU dan mereka dengan resiko kematian > 10% sebaiknya di admisi. Faktor surgical
juga penting, pasien dengan abdomen terbuka, dimana bedah kembali direncanakan dalam 24 jam,
mungkin yang terbaik di kelola dengan sedasi dan ventilasi di ICU. Pertimbangan yang hati-hati
pada semua resiko stage adalah vital dan kegagalan untuk mengakses resiko yang layak
menghasilkan kegagalan untuk menyediakan perawatan yang layak.2,8 Resiko asesmen
keseluruhan dan rencana tatalaksana pada stage awal juga akan menghindari pembagian yang
salah dari sumber yang jarang dan mendapatkan limit tatalaksana untuk di atur pada beberapa
pasien jika admisi perawatan kritis tidak diinginkan.
PERBAIKAN LOKAL SERVIS
Pada beberapa pusat usaha baru- baru ini untuk memperbaiki outcome dari pasien laparotomi
emergensi adalah inisiatif kualitas local servis untuk perbaikan. Hal ini terdiri atas elemen
penguasaan klinis, termasuk mengajar dan pendidikan, resiko tatalaksana dan perkembangan
pedoman dan protocol, bersekutu dengan standar national dan internasional. Jalur perawatan
efektif yang spesifik untuk ketersediaan sumber local dan permintaan menyediakan kerangka
untuk konduksi kualitas lokal audit yang tinggi untuk mendirikan hasil baseline dan identifikasi
area untuk perbaikan. Figure 2 adalah sebuah contoh jalur perawatan umum untuk pasien dengan
akut abdomen yang mungkin membutuhkan laparotomi non- elektif. Perkembangan dari
dokumentasi local berdasarkan jalur tersebut dapat termasuk indikasi kunci untuk audit dimana
akhirnya dapat diatur berdasarkan data dari institusi dan inisiatif nasional audit. Bundel ELPQuIC
(Emergency laparotomy Quality Improvement Care) adalah sebuah contoh bagaimana jalur
perawatan dapat mengarah ke pengurangan yang signifikan dalam resiko kematian setelah
emergensi laparotomi.
KESIMPULAN
Pasien yang melalui laparotomy emergensi adalah beresiko tinggi untuk hasil yang berlawanan.
Jalur klinis perawatan diadaptasikan ke lingkungan lokal mungkin membantu mempersingkat
perawatan dari pasien ini dan menyediakan basis untuk perbaikan servis local dalam waktu lebih.
Elemen kunci perawatan untuk pasien ini termasuk asesmen resiko yang berulang, antibiotik awal
dan resusitasi dan intervensi waktu yang layak disediakan oeh klinisi dengan pengalaman level
yang benar.

Anda mungkin juga menyukai