Anda di halaman 1dari 10

TUTORIAL KLINIK

ABSES PERIANAL

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Lulus Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Bedah Umum RS PKU Muhammadiyah Gamping

Disusun oleh
AVINA AROISA
20174011127

Diajukan kepada
dr. H. SAGIRAN, Sp.B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
1

KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. NK
Usia : 27 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kalibanteng Kulon, Semarang
Pekerjaan : Swasta
II. Secondary Survey

Anamnesis

Keluhan Utama:

Benjolan nyeri di anus

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS):

Seorang laki-laki berusia 27 tahun datang ke poli bedah umum Rumah Sakit
PKU Gamping dengan keluhan benjolan yang nyeri di anus. Benjolan sudah
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya benjolan hanya kecil seperti bisul dan
tidak mengganggu, namun sejak 2 hari sebelum masuk RS, benjolan semakin nyeri
dan mengganggu aktivitas. Nyeri akan bertambah jika pasien bergerak, duduk dan
BAB. Namun nyeri akan berkurang jika pasien berdiri dan diam. Pasien juga
mengeluhkan demam 2 hari sebelum masuk RS. Pasien mengatakan BAB dan BAK
lancar tidak ada gangguan. Pasien belum mengonsumsi obat-obatan apapun dan
belum periksa ke dokter.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):

Diabetes melitus (-), hipertensi (-), rawat inap (-), operasi (-), alergi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK):

Diabetes melitus (-), hipertensi (-), alergi (-).


2

Riwayat Personal Sosial (RPSos):

Merokok (-).

III. Pemeriksaan Fisik

SECONDARY SURVEY

a. Status Generalis
Keadaan Umum:
Pasien tampak tenang, berat badan 70 kg.

Tanda Vital:

- Tekanan Darah : 124/82 mmHg


- Frekuensi Nadi : 74 kali per menit
- Frekuensi Pernapasan : 18 kali per menit
- Suhu tubuh : 37,8 oC

Kepala:

Konjungtiva anemis (-/-), mata tidak cekung, bibir/lidah sianosis (-), mukosa
basah (+).

Leher:

Deviasi trakhea (-), limfonodi colli tidak teraba.

Thoraks:

Inspeksi : Gerakan dada simetris, pola napas thorakoabdominal. Tidak


nampak penggunaan otot bantu napas. Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : Nyeri tekan (-), vokal fremitus dbn di seluruh lapang paru

Perkusi : Sonor (+/+) di seluruh lapang paru, kesan ukuran jantung (dbn)

Auskultasi :
3

- Pulmo = Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

- Cor = S1/S2 reguler, bising (-).

Abdomen:

Inspeksi : Distended (-), jejas (-), massa (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) di seluruh lapang abdomen

Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

Ekstremitas:

Akral kanan lebih dingin dibandingkan akral kiri, Capillary Refill Time = 2
detik, edema (-).

b. Status Lokalis

Pemeriksaan Perianal

- Inspeksi : Terdapat bejolan kuning daerah perianal arah jam 6 batas tegas,
sphincter ani tertutup rapat, tidak ditemukan kelainan lain.
- Palpasi : Nyeri (+), palpable, abses arah jam 6 perianal.

IV. Pemeriksaan Penunjang


4

HEMATOLOGI - DARAH RUTIN

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Angka Leukosit 8.400 mm3 4.000-11.000 mm3

Hemoglobin 15,4 g/dL 12-18 g/dL

Hematokrit 46% 37-54%

Trombosit 229 ribu/mm3 150-400 ribu/mm3

Golongan Darah O -

Gula Darah Sewaktu 197 mg/dL 70-140 mg/dL

HbsAg Non-reactive -

Netrofil 72% 50-70%

V. Diagnosis
- Abses perianal

VI. Diagnosis Banding


- Hidradenitis Supurativa
- Trombosis hemoroid

VII. Penatalaksanaan
- Drainase dengan anestesi lokal
- Antibiotik Cefixime 2x1
- Konsul spesialis bedah terkait debridement

PEMBAHASAN
5

ABSES PERIANAL

A. DEFINISI
Abses adalah kumpulan cairan terinfeksi yang terlokalisir. Walaupun
begitu, ada batasan anatomi yang ketat untuk abses anorektal yang berbeda,
manajemen pertama hampir selalu sama pada hampir semua kasus dan istilah
“abses perianal” yang paling sering dipakai. Sekitar 90% abses perianal
penyebabnya idiopatik karena infeksi pada kelenjar kriptoglobular. Paling sering
terkena adalah bagian posterior. Jika abses ini di biarkan (Ommer et al., 2017).

B. ANATOMI

Perianal terletak di perbatasan luar anal. Ia berlanjut dengan lemak


ischioanal secara lateral sedangkan ia melebar ke bagian bawah kanal anal medial.
Ia bersambung dengan ruangan interspinchter. Ruangan ischioanal melebar dari
levator ani ke perineum. Dilihat dari anterior, ia terikat oleh otot transversal
perineal; batas bawah gluteus maximus dan ligamentum sacrotuberus membentuk
batas posterior. Batas medial dibentuk oleh levator ani dan musculus spinchter
external; musculus obturator internus membentuk batas lateral.

C. ETIOLOGI
6

D. PATOFISIOLOGI
Sembilan puluh persen dari semua abses anorektal adalah hasil dari infeksi
nonspesifik kriptoglandular. Menurut teori kriptoglandular oleh Parks, abses
adalah hasil dari obstruksi pada kelenjar dan duktus pada anal. Obstruksi dari
duktus mengakibatkan stasis, infeksi, dan pembentukan abses. Persistensi dari
epitel kelenjar anal diantara kripta dan bagian yang terblok pada duktus
mengakibatkan pembentukan fistula.
E. KLASIFIKASI
Abses diklasifikasikan berdasarkan lokasi pada ruangan anorektal: perianal,
ischioanal, intersphincteric, dan supralevator. Abses perianal adalah tipe paling
umum, sedangkan abses supralevator paling jarang terjadi. Pus bisa menyebar
secara sirkumferensi melalui intersphincteric, supralevator atau ruangan
supralevator yang jika berlanjut masuk lebih dalam ke ruangan postanal space akan
7

menghasilkan abses tapal kuda.

F. PENATALAKSANAAN
Menurut Ommer, et al. (2017) dalam German S3 guidelines: anal abscess and
fistula (second revised version), berikut merupakan rekomendasi terbaru mengenai
penatalaksanaan abses perianal:

1. Tatalaksana Abses perianal


- Pasien dengan abses perianal diterapi dengan insisi dan drainase (Grade 1C)
- Perawatan utama abses anorektal adalah pembedahan drainase. Sayatan
harus seminimal mungkin untuk mencegah terjadinya fistula.
8

- Tahap pertama yang perlu dilakukan adalah memberikan anestesi lokal di


daerah sekitar medan operasi. Selanjutnya lakukan insisi pada daerah abses.
Tempatkan kateter berukuran kecil untuk membuang nanah yang terdapat
di abses. Kateter diambil ketika drainase abses berhenti.
2. Antibiotik memiliki peran terbatas dalam pengobatan abses anorektal. (Grade
1B).
3. Antibiotik bisa dipertimbangkan pada pasien dengan selulitis, imunosupresi,
atau penyakit sistemik.
- Secara umum, indikasi pengguanaan antibiotik tidak menunjukkan hasil
yang signifikan pada fase penyembukan maupun menghilangkan rekurensi
kejadian tersebut. Namun, penggunaan antibiotik dapat disarankan pada
pasien yang memiliki selulitis dengan medan yang luas, gejala sistemik,
atau, tidak bisa tuntas dengan drainase.
- American Heart Association merekomendasikan antibiotik pra operasi
sebelum insisi dan drainase jaringan yang terinfeksi pada pasien dengan
katup prostetik, endokarditis, penyakit jantung kongenital, dan penerima
transplantasi jantung dengan patologi katup. Tidak seperti pedoman
sebelumnya, profilaksis antibiotik tidak lagi direkomendasikan pada pasien
dengan prolaps katup mitral rutin.
4. Manajemen Postoperative
- Setelah insisi dan drainase, tujuan pengobatan adalah untuk
memungkinkan rongga untuk kembali seperti normal. Pilihan untuk
mengelolanya adalah meninggalkan rongga terbuka, dengan atau tanpa
digitasi (di mana pasien menggosok pangkal lukanya)
- Pada percobaan RCT, hasil menunjukkan tidak signifikannya sehubungan
dengan penyembuhan atau kualitas hidup dengan ditutup maupun tidak di
tutupnya luka bekas operasi. Sebuah studi baru-baru ini dari 141 pasien dari
Inggris menemukan bahwa penutupan luka perlu mengeluarkan biaya yang
cukup mahal dan mempengaruhi cara berpakaian. Hal tersebut dikaitkan
dengan peningkatan dua kali lipat hingga tiga kali lipat dalam skor nyeri.
5. Follow up
9

- Patients with their first perianal abscess in the absence of underlying


disease can be discharged after drainage with advice to present to clinic if
their abscess fails to heal, which refers to ongoing discharge, suggesting the
presence of a fistula. Routine incision and drainage of uncomplicated
anorectal abscesses do not require postoperative antibiotics—a randomised,
controlled, multicentre trial showed no significant shortening of the healing
time or any reduction in recurrence rate with antibiotics.
- However, antibiotics may be of benefit in patients with systemic
symptoms, extensive cellulitis, or underlying immunosuppression. Offer
patients with recurrent abscesses a review appointment with a surgeon for
further investigation and treatment of any underlying fistula. If there is
evidence of underlying conditions (such as Crohn’s disease and hidradenitis
suppurativa) refer to an appropriate specialist for treatment.

G. REFERENSI

Alexiadou K, Doupis J. Management of Diabetic Foot Ulcers. Diabetes Therapy.


2012;3(1):4. doi:10.1007/s13300-012-0004-9.
Hingorani A, Glenn M. LaMuraglia, Henke P, Meissner M, Lorraine Loretz, Kathya
M. Zinszer, Vickie R. Driver, Robert Frykberg, Teresa L. Carman, William
Marston, Joseph L. Mills Sr, Mohammad Hassan Murad. 2016. The
management of diabetic foot: A clinical practice guideline by the Society for
Vascular Surgery in collaboration with the American Podiatric Medical
Association and the Society for Vascular Medicine. Brooklyn. Elsevier Inc.
Journal Of Vascular Surgery. February Supplement.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jvs.2015.10.003

Anda mungkin juga menyukai