Anda di halaman 1dari 22

A).

PENDAHULUAN

Berbagai upaya untuk meningkatkan pendidikan telah banyak


dilakukan oleh pemerintah, namun hasilnya belum dapat
memuaskan. Hal ini mungkin terjadi karena banyak faktor
yang mendasarinya, baik pada faktor intern siswa maupun
ekstern siswa, atau juga mungkin pada kemapanan sumber
daya manusia guru dan kelengkapan sarana belajar mengajar
yang terdapat dalam lembaga tersebut. Bahkan ada beberapa
pandangan kalangan yang cukup ekstrim yang mengatakan
bahwa pemerintah terlalu mengkebiri pada proses pencapaian
tersebut dengan menentukan standar yang seragam dalam
mengukur keberhasilan suatu pembelajaran dengan hanya
mematok pada nilai ujian akhir nasional. Hingga kini,
pengajaran dengan pedoman ajar telah menggunakan
beberapa kali pergantian kurikulum, dari kurikulum 1974,
1984, 1994, dan 2004. Karena kurikulum yang terakhir ini
juga masih mendapat kritikan dengan dianggap belum
mencapai maksimal, pemerintah melakukan penyempurnaan
kurikulum tersebut dengan mengembangkan kurikulum 2006
dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Berkaitan dengan pernyataan di atas, Hamied (2001)
menyatakan bahwa dalam revisi kurikulum banyak aspek
yang perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan, diantara guru sebagai pelaksana kurikulum yang
berada di garis depan. Kegagalan kurikulum 1984 dan 1994
ditenggarai berada pada tataran implementasi karena
kebanyakan guru kurang memahami pesan-pesan kurikulum
yang berlaku dan standar yang telah ditetapkan.

B.TINJAUAN PUSTAKA
1).Pengertian Kurikulum
Sehubungan dengan banyaknya definisi tentang
kurikulum, dalam implementasi kurikulum kiranya perlu
melihat definisi kurikulum yang tercantum dalam Undang-
undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3)
disebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek
pengembangan kepribadian peserta didik yang menyeluruh
dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa,
ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan
tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah
memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab
permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada kualitas
manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang
pendidikan.
2).SEJARAH KURIKULUM DI INDONESIA
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah
setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu
pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar
mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak
tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami
perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975,
1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan
konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik,
sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat
berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai
seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara
dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di
masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan
landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945,
perbedaannya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan
serta pendekatan dalam merealisasikannya.

1)Rencana Pelajaran 1947


Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan
memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya
rencana pelajaran, lebih popular daripada curriculum (bahasa
Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis:
dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional.
Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah
pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah
perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950.
Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan
jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran.
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran.
Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian
sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan
jasmani.
2)Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang
disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata
pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata
pelajaran,” kata Djauzak Ahmad, Direktur Pendidikan Dasar
Depdiknas periode 1991-1995. Ketika itu, di usia 16 tahun
Djauzak adalah guru SD Tambelan dan Tanjung Pinang, Riau.
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana
Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada
pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral
(Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima
kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik,
keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah.Pendidikan dasar
lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional
praktis.

3)Kurikulum 1968
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali
menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini
diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran
kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah:
bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat
mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada
jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana (Hamalik, 2004), yaitu pengembangan moral,
kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan, dan jasmani.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum
1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum
pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan
khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari
perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan
bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk
manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani,
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral,
budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan
diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan
kuat.
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti
Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk
Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila
sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi
materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah
pelajarannya 9.
Djauzak menyebut Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat.
“Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja,” katanya.
Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan
dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada
materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap
jenjang pendidikan.
4)Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan
lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah
pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs.
Mudjito, Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD
Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini
dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran
setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi:
petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi
pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan
evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk
menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.

5)Kurikulum 1984
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum
1984 di antaranya adalah sebagai berikut.
1)Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum
tertampung ke dalam kurikulum pendidikan dasar dan
menengah.
2)Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai
bidang studi dengan kemampuan anak didik
3)Terdapat kesenjangan antara program kurikulum dan
pelaksanaannya di sekolah
4)Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir
di setiap jenjang.
5)Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB)
sebagai bidang pendidikan yang berdiri sendiri mulai dari
tingkat kanak-kanak sampai sekolah menengah tingkat atas
termasuk Pendidikan Luar Sekolah.
6)Pengadaan program studi baru (seperti di SMA) untuk
memenuhi kebutuhan perkembangan lapangan kerja.

Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983


antara kebutuhan atau tuntutan masyarakat dan ilmu
pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam kurikulum
1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan
perubahan kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai
perbaikan atau revisi terhadap kurikulum 1975.
Kurikulum ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi
Humanistik, yang memandang anak didik sebagai individu
yang dapat dan mau aktif mencari sendiri, menjelajah dan
meneliti lingkungannya. Oleh sebab itu kurikulum 1984
menggunakan pendekatan proses, disamping tetap
menggunakan orientasi pada tujuan.
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap
penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975
yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai
subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming
(SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah
Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum
Depdiknas periode 1980-1986 yang juga Rektor IKIP Jakarta
— sekarang Universitas Negeri Jakarta — periode 1984-1992.
Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di
sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak
deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional.
Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan
CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas
lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar,
dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model
berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
Setelah berjalan selama lebih kurang sepuluh tahun,
implementasi kurikulum tahun 1984 terasa terlalu membebani
guru dan murid mengingat jumlah materi yang terlalu banyak
jika dibandingkan dengan waktu yang tersedia.
6)Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan
kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin
mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum
1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik
bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat.
Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal
disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing,
misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan
lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok
masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk
dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma
menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto
pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi
perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan
kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
1)Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem
caturwulan
2)Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran
yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
3)Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang
memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di
seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti
sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan
pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan
kebutuhan masyarakat sekitar.
4)Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan
menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam
belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam
mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang
mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka,
dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan.
5)Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya
disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan
perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan
terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada
pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
6)Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari
hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana
ke hal yang komplek.
7)Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu
dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.

Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa


permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan
kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di
antaranya sebagai berikut:
1)Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata
pelajaran dan banyaknya materi/substansi setiap mata
pelajaran
2)Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang
relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan
kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi
kehidupan sehari-hari.

Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan


kurikulum 1994. Hal ini mendorong para pembuat kebijakan
untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya
penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum
1999. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap
mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
1)Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai
upaya menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kebutuhan
masyarakat.
2)Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan
proporsi yang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan
beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta
sarana pendukungnya.
3)Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh
kebenaran substansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan
tingkat perkembangan siswa.
4)Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai
aspek terkait, seperti tujuan materi, pembelajaran, evaluasi,
dan sarana/prasarana termasuk buku pelajaran.
5)Penyempurnaan kurikulum tidak mempersulit guru dalam
mengimplementasikannya dan tetap dapat menggunakan buku
pelajaran dan sarana prasarana pendidikan lainnya yang
tersedia di sekolah.
7)Kurikulum 2004
Pusat kurikulum, Balitbang Depdiknas (2002)
mendefinisikan bahwa kurikulum berbasis kompetensi
merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa,
penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan
sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum
sekolah. Kurikulum ini berorientasi pada: (1) hasil dan
dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik
melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan
(2) keberagaman yang dapat diwujudkan sesuai dengan
kebutuhannya.
Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang
pada tahap perencanaan, terutama dalam tahap pengembangan
ide akan dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan
pendekatan, kompetensi dapat menjawab tantangan yang
muncul. Artinya, pada waktu mengembangkan atau
mengadopsi pemikiran kurikulum berbasis kompetensi maka
pengembang kurikulum harus mengenal benar landasan
filosofi, kekuatan dan kelemahan pendekatan kompetensi
dalam menjawab tantangan, serta jangkauan validitas
pendekatan tersebut ke masa depan. Harus diingat bahwa
kompetensi bersifat terus berkembang sesuai dengan tuntutan
dunia kerja atau dunia profesi maupun dunia ilmu (Suyanto,
2005)
Kurikulum berbasis kompetensi memuat standar
kompetensi dan kompetensi dasar pada setiap mata pelajaran.
Standar kompetensi diartikan sebagai kebulatan pengetahuan,
keterampilari, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan
dicapai dalam mempelajari suatu matapelajaran. Cakupan
standar kompetensi standar isi (content standard) dan standar
penampilan (performance standard). Kompetensi dasar,
merupakan jabaran dari standar kompetensi, adalah
pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus
dikuasai dan dapat diperagakan oleh siswa pada masing-
masing standar kompetensi. Materi pokok atau materi
pembelajaran, yaitu pokok suatu bahan kajian yang dapat
berupa bidang ajar, isi, proses, keterampilam, serta konteks
keilmuan suatu mata pelajaran. Sedangkan indikator
pencapaian dimaksudkan adalah kemampuan-kemampuan
yang lebih spesifik yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk
menilai ketuntasan belajar.
Dari definisi-definisi di atas kurikulum berbasis
kompetensi menekankan pada mengeksplorasi
kemampuan/potensi peserta didik secara optimal,
mengkonstruk apa yang dipelajari dan mengupayakan
penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kurikulum
berbasis kompetensi berupaya mengkondisikan setiap peserta
didik agar memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak sehingga proses penyampaiannya harus bersifat
kontekstual dengan mempertimbangkan faktor kemampuan,
lingkungan, sumber daya, norma, integrasi dan aplikasi
berbagai kecakapan kinerja, dengan kata lain KBK
berorientasi pada pendekatan konstruktivisme, hal ini terlihat
dari ciri-ciri KBK, yaitu:
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara
individual maupun klasikal
Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan
dan metode yang bervariasi
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar
yang lain yang memenuhi unsur edukasi
Penilaian menekankan pada proses dan hasil dalam upaya
penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Dengan demikian kurikulum berbasis kompetensi
ditujukan untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan
cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsanya.
Kurikulum ini dapat memberikan dasar-dasar pengetahuan,
keterampilan, pengalaman belajar yang membangun integritas
sosial, serta membudayakan dan mewujudkan karakter
nasional. Dengan kurikulum yang dernikian dapat
memudahkan guru dalam penyajian pengalaman belajar yang
sejalan dengan prinsip belajar sepanjang hayat yang mengacu
pada empat pilar pendidikan universal, yaitu: belajar
mengetahui, belajar melakukan, belajar menjadi diri sendiri,
dan belajar hidup dalam kebersamaan.
Legalitas formal pelaksanaan KBK pada tingkat pendidikan
dasar dan menengah belum ada karena tidak ada
Permendiknas yang mengatur tentang hal itu. Meskipun
demikian landasan hukum untuk penyelenggaraan KBK bisa
mengacu pada:
1. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Otonomi
Daerah bidang pendidikan dan kebudayaan yaitu : pemerintah
memiliki wewenang menetapkan: (1) standar kompetensi
siswa dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional
dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman
pelaksanaannya, dan (2) standar materi pelajaran pokok.
2. Undang-undang No. 2 tahun 1989 Sistem Pendidikan
Nasional dan kemudian diganti dengan UU RI No. 20 tahun
2003 pada Bab X pasal 36 ayat: (1) Pengembangan kurikulum
dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) Kurikulum
pada semua enjag dan jenis pendidikan dikembangkan dengan
prinsip diversifikasii sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah, dan peserta didik (3) Kurikulum disusun sesuai
dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia… dan pada pasal 38 ayat 91) Kerangka
dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah
ditetapkan oleh pemerintah.
Perbandingan KBK dengan kurikulum 1994
Perbedaan mendasar antara Kurikulum 1994 dengan KBK
seperti tertera dalam buku Pengelolaan Kurikulum di Tingkat
Sekolah (Anonim, Depdiknas 2003) terletak pada penguasaan
kompetensi, yakni merupakan gabungan pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak yang dilakukan secara
konsisten. Sedangkan kurikulum 1994 meskipun telah
menggabungkan ketiga ranah tersebut, tetapi ketiganya belum
nampak dilakukan secara bersama-sama dan menjadi
kebiasaan berpikir dan bertindak, apalagi kebiasaan yang
dilakukan secara konsisten. Jadi perbedaan utama keduanya
adalah penekanan pada kompetensi dan latihan kompetensi
yang dilakukan secara terus menerus, serta pembiasaan dalam
kehidupan sehari-hari.
Berikut ini beberapa persamaan dan perbedaan KBK dan
kurikulum 1994 berdasarkan kajian pustaka dan pengalaman
di lapangan:
Kurikulum
Berbasis
Kurikulum 1994
Kompetensi
(KBK)
PERSAMAAN
1. Pendidikan dasar 91. Pendidikan dasar 9
tahun tahun
2. Penekanan pada2. Penekanan pada
kemampuan kemampuan
Membaca, Membaca,
Menulis, dan Menulis, dan
Berhitung Berhitung
3. Konsep-konsep 3. Konsep-konsep
dan materi dan materi pokok
pokok (esensial) (esensial) pada
pada setiap mata setiap mata
pelajaran untuk pelajaran untuk
mencapai mencapai
kompetensi kompetensi
4. Adanya muatan 4. Adanya muatan
lokal lokal
5. Alokasi waktu 5. Alokasi waktu
setiap jam setiap jam
pelajaran tetap pelajaran tetap 45
45 menit untuk menit untuk
SMP/MTs dan SMP/MTs dan
SMA/MA/SMK SMA/MA/SMK
PERBEDAAN
1. Pemberdayaan 1. Sentralistik
sekolah dan 2. Tidak memuat
daerah standar
2. Memuat Standar kompetensi
Kompetensi 3. Tidak ada kegiatan
3. Kegiatan pembiasaan
pembiasaan perilaku
perilaku terintegrasi dan
terintegrasi dan terprogram
terprogram 4. belum ada mata
4. Pengenalan pelajaran TIK
mata pelajaran 5. Meskipun sudah
TIK disarankan untuk
5. Penilaian melakukan PBK,
Berbasis Kelas kenyataannya
(PBK) masih didominasi
6. Pendekatan penilaian pilihan
tematik di kelas ganda
I dan II SD/MI 6. Pendekatan
untuk tematik di kelas I
memperhatikan dan II SD/MI
kelompok usia hanya disarankan
7. Kesinambungan7. Tidak ada
pemeringkatan kesinambungan
kompetensi pemeringkatan
bahan kajian kompetensi bahan
dari kelas I kajian dari kelas I
sampai kelas sampai kelas XII
XII
8. Diversifikasi: 8. Tidak ada
kurikulum diversifikasi:
layanan khusus layanan khusus
dan standar dan standar
internasional internasional
9. Silabus disusun 9. Memberikan
oleh daerah dan peluang pada
atau sekolah guru/sekolah/daera
sesuai dengan h untuk
kebutuhan dan mengembangkan
kemampuannya potensinya dalam
bentuk program
penjabaran dan
penyesuaian atau
melakukan analisis
materi pelajaran
Kurikulum
Berbasis
Kurikulum 1994
Kompetensi
(KBK)
10. Penilaian pada10. Penilaian pada
setiap mata setiap pelajaran
pelajaran hanya secara
dilakukan per keseluruhan satu
aspek nilai
11. Tidak ada 11. Dilakukan
pemeringkatan pemeringkatan
prestasi, karena prestasi belajar
siswa tidak siswa di kelas
dibandingkan berdasarkan
antar siswa jumlah nilai
melainkan 12. Jumlah jam
terhadap seluruh mata
ketercapaian pelajaran/minggu
kompetensi lebih banyak
12. Jumlah jam
seluruh mata
pelajaran/mingg
u lebih sedikit
8)KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat.
Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi
pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak
perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling
menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk
merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan
kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan
karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL),
standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap
mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah
ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi
pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan
sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan
(sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah
Kabupaten/Kota.
KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang
dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional
pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan
tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar
nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses,
(3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga
kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar
pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian
pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada
mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No.
19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan
pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket
kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject
matter), yaitu:
A. Kelebihan kurikulum 2006 (KTSP)
Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia memiliki
kelebihan masing-masing tergantung pada situasi dan kondisi
pada saat kurikulum diberlakukan. Kelebihan-kelebihan
KTSP ini antara lain :
1. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam
pendidikan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan
pelaksanaan kurikulum dimasa lalu adalah adanya
penyeragaman kurikulum diseluruh Indonesia, tidak melihat
situasi riil dilapangan, dan kurang menghargai potensi
keunggulan lokal. Untuk itulah kehadiran KTSP diharapkan
dapat memberikan jawaban yang konkrit terhadap mutu dunia
pendidikan di Indonesia. Dengan semangat otonomi itu,
sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara
bersama-sama merumuskan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan situasi dan kondisi lingkungan.
2. Mendorong guru, kepala sekolah dan pihak manajemen
untuk semakin meningkatkan kreatifitasnya dalam
penyelenggaraan program pendidikan.
Dengan berpijak pada panduan KTSP sekolah diberi
kebebasan untuk merancang, mengembangkan, dan
mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan
situasi, kondisi dan potensi keunggulan local yang bisa
dimunculkan oleh sekolah.
3. KTSP sangat memungkinkan bagi tiap sekolah untuk
mengembangkan mata pelajaran tertentu bagi kebutuhan
siswa.KTSP menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu
yang dianggap paling membutuhkan siswanya. Sebagai
contoh sekolah yang berada dalam kawasan pariwisata dapat
lebih menfokuskan pada mata pelajaran bahasa Inggris atau
mata pelajaran di bidang kepariwisataan lainnya.
4. KTSP mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat
dan memberatkan kurang lebih 20 persen. Dengan
diberlakukannya KTSP beban belajar siswa berkurang karena
KTSP lebih sederhana. Tetapi tetap memberikan tekanan bagi
perkembangan siswa. Alasan diadakannya pengurangan jam
pelajaran ini karena menurut pakar pendidikan anak bahwa
jam pelajaran di sekolah-sekolah selama ini terlalu banyak.
Sehingga suasana yang tercipta pun terkesan sangat formal.
Akibat yang lebih jauh lagi dapat mempengaruhi
perkembangan jiwa anak. Hal ini dirasakan oleh siswa SD
yang masih anak-anak dan mereka membutuhkan waktu
bermain yang cukup untuk mengembangkan kepribadiannya
secara alami.
5. KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada
sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum
sesuai dengan kebutuhannya.
B. Kelemahan kurikulum 2006 (KTSP)
Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia disamping
memiliki Kelebihan juga memiliki kelemahan. Kelemahan-
kelemahan KTSP antara lain :
1. kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan
KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada.
Pola penerapan KTSP terbentur pada masih minimnya
kualitas guru. Sebagian guru belum bisa diharapkan
memberikan kontribusi pemikiran dan ide-ide kreatif untuk
menjabarkan panduan KTSP. Selain itu juga disebabkan pola
kurikulum lama yang terlanjur mengekang kreatifitasguru.
2. kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung
sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP.
Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap merupakan
salah satu syarat yang paling penting bagi pelaksaan KTSP.
Sementara kondisi di lapangan menunjukan masih banyak
satuan pendidikan yang minim alat peraga, laboratorium serta
fasilitas penunjang lainnya.
3. masih banyaknya guru yang belum memahami KTSP
secara komprehensip baik konsepnya, penyusunannya,
maupun praktek pelaksaannya di lapangan.
Masih rendahnya kuantitas guru yang diharapkan mampu
memahami dan menguasai KTSP dapat disebabkan karena
pelaksanaan sosialisasi masih belum terlaksana secara
menyeluruh.
4. penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan
jam pelajaran berdampak pada pendapatan guru.

PEMBAHASAN
1) Kurikulum 1984
Pada kurikulum ini lebih menekankan cara belajar siswa aktif
(CBSA) dimana siswa ditempatkan sebagai subjek belajar.
Namun CBSA ini mendapat banyak penolakan dikarenakan
dengan sistem CBSA ini kelas menjadi gaduh karena siswa
yang berdiskusi. Kurikulum 1984 ini juga dianggap membenai
guru dan murid karena banyaknya materi yang ada. Dan hal
tesebut tidak sebanding dengan waktu yang tersedia.
2) Kurikulum 1994
Pada kurikulum 1994 mulai digunakan sistem caturwulan
disekolah untuk membagi tahapan pelajaran. Ada beberapa
masalah dalam pelaksanaan kurikulum 1994 diantaranya yaitu
terdapat jumlah mata pelajaran yang banyak ditambah dengan
jumlah materi ditiap pelajaran yang banyak pula. Selain itu
materi pelajaran tersebut dianggap terlalu sulit dan kurang
bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari karena tidak dapat
diaplikasikan.
3) Kurikulum 2004 (KBK)
Pada kurikulum 2004(KBK) masih berupa uji coba. Belum
ada legalitas formal dalam pelaksanaannya karena tidak
adanya permendiknas. Dalam pelaksanaan kurikulum ini guru
tidak hanya mengajar dengan dengan metode ceramah saja
tetapi menggunakan metode yang lebih bervariasi.
4) Kurikulum 2006 (KTSP)
Kelebihan KTSP dibandingkan dengan kurikulum-kurikulum
sebelumnya adalah KTSP mendorong terwujudnya otonomi
penyelenggaraan pendidikan oleh Sekolah. Jadi dengan
adanya otonomi ini maka sekolah dapat merumuskan
kurikulum sesuai dengan kondisi maupun situasi sekolah
tersebut. Namun KTSP yang dianggap sebagai kurikulum
yang bersifat desentralisasi dalam kenyataannya masih saja
bersifat sentralisasi dengan tetap dilaksanakannya UAN yang
bersifat nasional sebagai standar kelulusan bagi tiap pelajar.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2003.Pelayanan Profesional Kurikulum 2004:


Pengelolaan Kurikulum di Tingkat
Sekolah. Jakarta:Depdiknas.
Bagus, Andi. 2008. Kurikulum Pendidikan di Indonesia.
http://andibagus.blogspot.com/2008/03/kurikulumm –
pendidikan-di- indonesia.html. (Diakses
28 Desember 2011).
Doll, W.E.1993.A Post-Modern Perspective on Curriculum. New
York and London: Teachers College, Columbia University.
Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Mulyadi, Usman, dkk. 1988. Dasar-dasar Pengembangan
Kurikulum.Jakarta:Bina Aksara.
Nasution. 1999. Asas – Asas Kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Suyanto, 2006. Persoalan Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi.http://www2.kompas.com/kompas-
cetak/0310/06/Didaktika/604355.html. (diakses 28 Desember
2011).
Taba, Hilda. 1962. Curriculum Development Theory and Practice.
Newyork,Chicago, San Francisco, Atlanta: Harcourt, Barace
& World Inc.

Anda mungkin juga menyukai