Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MATAKULIAH HIDROLOGI

Oleh : Dicky Ardyan Tri Putra / 150523601321 / S1 TS Off E

A. PRESIPITASI
Presipitasi adalah setiap produk dari kondensasi uap air di atmosfer. Presipitasi terjadi ketika
atmosfer menjadi jenuh dan air kemudian terkondensasi dan keluar dari larutan tersebut. Presipitasi
yang mencapai permukaan bumi dapat menjadi beberapa bentuk, termasuk diantaranya hujan, hujan
beku, hujan rintik, salju, dan hujan es. Presipitasi adalah salah satu komponen utama dalam siklus air,
dan merupakan sumber utama air tawar di planet ini.Diperkirakan sekitar 505.000 km³ air jatuh
sebagai presipitasi setiap tahunnya, 398,000 km³ diantaranya jatuh di lautan. Presipitasi perlu diukur
untuk mendapatkan data hujan yang sangat berguna bagi pernecanaan hidrologis, semisal perencanaan
pembangunan bendung, dam, dan sebagainya.
Jumlah presipitasi (misal hujan) dinyatakan dalam mm, sedangkan intensitas curah hujan
biasanya dinyatakan dengan jumlah presipitasi dalam satuan waktu tertentu. Derajat curah hujan
merupakan unsur kualitatif dari intensitas curah hujan. Berikut adalah tabel derajat curah hujan dan
intensitas curah hujan:

Mekanisme berlangsungnya hujan melibatkan tiga faktor utama. Dengan kata lain, akan
terjadi hujan apabila berlangsung tiga kejadian (C. Asdak, 2002) sebagai berikut:
1. Kenaikan massa uap air ke tempat yang lebih tinggi sampai saatnya atmosfer menjadi
jenuh.
2. Terjadi kondensasi atas partikel-partikel uap air di atmosfer.
3. Partikel-partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan waktu untuk
kemudian jatuh ke bumi dan permukaan laut ( sebagai hujan ) karena grafitasi.
Menurut Sri Harto (1981), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya presipitasi
diantara lain berupa :
1. Adanya uap air di atmosphere
2. Faktor-faktor meteorologis
3. Lokasi daerah
4. Adanya rintangan misal adanya gunung.
B. PERIODE ULANG HUJAN
Periode ulang adalah terminologi yang sering digunakan dalam bidang sumberdaya air, yang
kadang difahami secara berbeda oleh berbagai pihak. Definisi fundamental dari hidrologi statistik
mengenai ”periode ulang” ( Haan,1977): “Periode Ulang adalah rerata selang waktu terjadinya suatu
kejadian dengan suatu besaran tertentu atau lebih besar.”
Curah hujan rancangan adalah curah harian maksimum yang mungkin terjadi dalam periode waktu
tertentu misal 5 tahunan, 10 tahunan dan seterusnya. Metode analisis periode ulang hujan maksimum
dapat dilakukan antara lain dapat dilakukan dengan :
Metoda E.J. Gumbel
Metoda Log Pearson III
Metode Iway Kadoya
Jika laju suatu data hidrologi (x) mencapai sesuatu harga tertentu xi atau kurang dari
(xi). Di perkirakan terjadi kurang sekali dalam T tahun, maka T tahun ini di anggap sebagai
periode ulang dari (xi). (xi) ini disebut data dengan kemungkinan T tahun. (Jika data itu
berupa data curah hujan harian, maka disebut curah hujan harian kemungkinan T tahun).
Kemungkinan suatu curah hujan harian melampaui 200 mm dinyatakan dengan rumus (3.27):
W(xi)= f(x) dx
Perioda ulang ( Tr) adalah bilangan terbalik dari kementakan (p):
Tr =1/p………………………………………….( 6.19)
Menyadari keterbatasan persamaan ( 6.19), maka Tr biasanya diprakirakan dari
data curah hujan serial tahunan dengan bentuk persamaan :
Tr= (n + 1)/m …………………………………..……….. (6.20)
n = jumlah tahun yang diamati,
m = peringkat (ranking) yang akan ditentukan dari data curah hujan/debit.
Contoh : Curah hujan/debit terbesar dalam kurun waktu 10 tahun ditentukan sebagai
peringkat 1, curah hujan terbesar kedua sebagai peringkat 2, dan demikian seterusnya.
Katakanlah untuk peringkat 2 adalah curah hujan dengan intensitas 12 cm dalam 24 jam. Jadi
besarnya periode ulang, Tr = (10 + 1)/2= 5,5 tahun untuk curah hujan 12 cm atau lebih besar.

C. PENGUKURAN CURAH HUJAN DAN METODE PENGUKURAN


Besarnya hujan diukur dengan menggunakan alat penakar curah hujan yang umumnya
terdiri atas alat penakar hujan tidak otomatis dan penakar hujan otomatis. Alat penakar hujan
tidak otomatis pada dasarnya berupa kontainer atau ember yang telah diketahui diameternya
dan dibuat dalam bentuk silinder kearah vertikal untuk memperkecil percikan air hujan.
Alat penakar hujan otomatis berupa alat penakar hujan yang mekanisme pencatatannya
bersifat otomatis (mencatat sendiri). Dengan cara ini data hujan yang diperoleh selain berupa
besarnya curah hujan selama periode waktu tertentu juga dapat diperoleh besarnya intensitas
curah hujan dan lama waktu hujan. Untuk menghitung curah hujan harian, bulanan, dan
tahunan pada suatu tempat dapat digunakan tiga cara, yaitu:
1. Metode rata-rata aritmatik
Metode ini menggunakan perhitungan curah hujan wilayah dengan merata-
ratakan semua jumlah curah hujan yang ada pada wilayah tersebut. Metode rata-rata
aritamatik ini adalah cara yang paling mudah diantara cara lainnya (poligon dan
isohet). Digunakan khususnya untuk daerah seragam dengan variasi CH kecil. Cara
ini dilakukan dengan mengukur serempak untuk lama waktu tertentu dari semua alat
penakar dan dijumlahkan seluruhnya. Kemudian hasil penjumlahannya dibagi dengan
jumlah penakar hujan maka akan dihasilkan rata-rata curah hujan di daerah tersebut.
Menurut Sosrodarsono (2003), secara matimatik ditulis persamaan sebagai berikut :
Rave = R1 + R2 + R3+........Rn
N
Di mana :
Rave = curah hujan rata-rata (mm)
n = jumlah stasiun pengukuran hujan
R1….Rn = besarnya curah hujan pada masing-masing stasiun (mm)

2. Metode Thiessen Poligon


Rata-rata terbobot (weighted average), masing-masing stasiun hujan
ditentukan luas daerah pengaruhnya berdasarkan poligon yang dibentuk
(menggambarkan garis-garis sumbu pada garis-garis penghubung antara dua stasion
hujan yang berdekatan). Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong
tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan
demikian tiap stasiun penakar curah (Rn) akan terletak pada suatu poligon tertentu
(An). Dengan menghitung perbandingan luas untuk setiap stasiun yang besarnya =
An/A, dimana A adalah luas daerah penampungan atau jumlah. Menurut
Sosrodarsono (2003), secara matimatik ditulis persamaan sebagai berikut :
Rata-rata CH = R1(a1/A) + R2(a2/A) + R3(a3/A) + . . . + Rn(ai/A)
dimana R = jumlah curah hujan pada penakar/stasiun di daerah a.
3. Metode Isohet
Cara ini dipandang paling baik, tetapi bersifat subyektif dan tergantung pada keahlian,
pengalaman, pengetahuan pemakai terhadap sifat curah hujan pada daerah setempat.Isohet
adalah garis pada peta yang menunjukkan tempat -tempat dengan curah hujan yang sama.
Dalam metode isohet ini Wilayah dibagi dalam daerah -daerah yang masing-masing dibatasi
oleh dua garis isohet yang berdekatan, misalnya Isohet 1 dan 2 atau (I1 – I2).
Untuk menghitung luas darah ( I1 – I2) dalam suatu peta kita bisa menggunakan
Planimeter. Sercara sederhana bisa juga menggunakan kertas milimeter block dengan cara
menghitung kotak yang masu k dalam batas daerah yang diukur.
Metode isohet bergunan terutama berguna untuk mempelajari pengaruh hujan
terhadap perilaku aliran air sungai terutama untuk daerah dengan tipe curah hujan orografik
(daerah pegunungan).

D. ALAT PENAKAR DAN PENCATAT CURAH HUJAN


Alat untuk mengukur jumlah curah hujan yang turun ke permukaan tanah (per satuan
luas) disebut dengan penakar hujan. Jadi, curah hujan yang diukur sebenarnya adalah tebalnya
atau tingginya permukaan air hujan yang menutupi suatu daerah luasan di permukaan bumi.
Sebagai contoh: Di satu lokasi pengamatan curah hujannya 10 mm, itu berarti lokasi tergenang
oleh air hujan setinggi atau tebalnya sekitar 10 mm (millimeter).
Berdasarkan mekanismenya, alat pengukur curah hujan dibagi menjadi dua golongan yaitu
penakar hujan tipe manual dan penakar hujan tipe otomatis (perekam).
1.Penakar Hujan Tipe Manual
Alat penakar hujan manual pada dasarnya hanya berupa container atau ember yang
telah diketahui diameternya. Pengukuran hujan dengan menggunakan alat ukur manual
dilakukan dengan cara air hujan yang tertampung dalam tempat penampungan air hujan
tersebut diukur volumenya setiap interval waktu tertentu atau setiap satu kejadian hujan.
Dengan cara tersebut hanya diperoleh data curah hujan selama periode tertentu. Alat penakar
hujan manual ada dua jenis, yaitu:
a. Penakar Hujan Ombrometer Biasa
Penakar hujan ini tidak dapat mencatat sendiri
(non recording). Prinsip kerja Ombrometer
menggunakan prinsip pembagian antara volume air hujan yang
ditampung dibagi luas mulut penakar. Ombrometer biasa
diletakan pada ketinggian 120-150 cm. Kemudian luas mulut
penakar dihitung, volume air hujan yang tertampung juga
dihitung.

b. Penakar Hujan Ombrometer Observatorium


Penakar hujan tipe observatorium adalah penakar hujan manual
yang menggunakan gelas ukur untuk mengukur air hujan. Penakar
hujan ini merupakan penakar hujan yang banyak digunakan di
Indonesia dan merupakan standar di Indonesia. Penakar
ombrometer observatorium memiliki kelebihan, yaitu mudah
dipasang, mudah dioprasikan, dan pemeliharaanya juga relatif
mudah.Kekurangannya adalah data yang didapat hanya untuk
jumlah curah hujan selama periode 24 jam, beresiko kekurasakan gelas ukur, dan resiko
kesalahan pembacaan dapat terjadi saat membaca permukaan dari tinggi air di gelas ukur
sehingga hasilnya dapat berbeda.
2. Penakar Hujan Tipe Otomatis
Alat ukur hujan otomatis adalah alat penakar hujan yang mekanisme pencatatan
hujannya bersifat otomatis (perekam). Dengan menggunakan alat ini dapat mengukur curah
hujan tinggi maupun rendah selang periode waktu tertentu juga dapat dicatat lamanya waktu
hujan. Dengan demikian besarnya intensitas curah hujan dapat ditentukan.
Pada dasarnya alat hujan otomatis ini sama dengan alat pengukur manual yang terdiri
dari tiga komponen yaitu corong, bejana pengumpul dan alat ukur. Perbedaanya terletak pada
komponen bejana dan alat ukurnya dibuat secara khusus. Alat Penakar hujan otomatis
diantaranya:
a. Penakar Hujan Tipe Hellman
Padaumumnya penakar hujan tipe Hellman yang dipakai oelh
BMKG yaitu Rain Fues yang diimpor dari Jerman, walaupun ada
penakar tipe ini yang buatan dalam negeri.

b. Penakar Hujan Tipe Bendix


Penakar hujan otomatis yang lainnya yaitu tipe bendix
yang sekilas terlihat seperti tiang bendera namun ini merupakan
salah satu penakar hujan otomatis yang cara kerjanya cukup
simple.

C. Penakar Hujan Tipe Tilting Siphon


Ada pula penakar hujan otomatis tipe tilting siphon. Alar
ini mengukur curah hujan dari intensitas hujan secara kontinyu.

D. Penakar Hujan Tipping Bucket


Pengukuran yang dilakukan dengan tipping bucket cocok untuk
akumulasi hujan yang berjumlah di atas 200 mm/jam atau lebih.
Prinsip kerjanya sederhana, yaitu:
 Air hujan akan masuk melalui corong penakar, dan kemudian
mengalir untuk mengisi bucket.
 Setiap jumlah air hujan yang masuk sebanyak 0.5 mm atau sejumlah 20 ml
maka bucket akan berjungkit dimana bucket yang satunya akan dan siap untuk
menerima air hujan yang masuk berikutnya.
 Pada saat bucket berjungkit inilah pena akan menggores pias 0.5 skala (0.5 mm).
 Pena akan menggores pias dengan gerakan naik dan turun.
 Dari goresan pena pada skala pias dapat diketahui jumlah curah hujannya.

E. floating bucket
Penakar Hujan Tipe Floating Bucket
Penakar hujan otomatis lainnya adalah penakar hujan tipe floating
bucket. Penakar hujan tipe ini digunakan untuk memfasilitasi
perekaman hujan jarak jauh.
Prinsip mekanisme kerja alat penakar hujan otomatis floating
bucket adalah:
 Corong menerima air hujan, yang dikumpulkan dalam wadah persegi panjang.
 Dengan memanfaatkan gerakan naik pelampung yang ada dalam bejana akibat
tertampungnya hujan.
 Pelampung ini berhubungan dengan sistem pena perekam di atas kertas berskala yang
menghasilkan rekaman data hujan.
 Alat ini dilengkapi dengan sistem pengurasan otomatis
 Pada saat air hujan yang tertampung mencapai kapasitas penerimaanya akan
dikeluarkan dari bejana dan pena akan kembali pada posisi dasar kertas rekaman data
hujan.
F. weighing bucket
Penakar Hujan Tipe Weighing Bucket
Jenis alat penakar hujan ini terdiri dari corong penangkap air
hujan yang ditempatkan dia atas ember penampung air yang
terletak di atas timbangan yang dilengkapi dengan alat pencatat
otomatis.
Cara kerja alat ini adalah:
 Alat pencatat otomatis pada timbangan dihubungkan ke permukaan kertas grafik yang
tergulung pada sebuah kaleng silinder.
 Dengan demikian setiap terjadi hujan, air hujan tertampung oleh corong akan
dialirkan ke dalam ember yang terletak di atas timbangan.
 Setiap ada penambahan air hujan ke dalam ember dapat tercatat pada kertas grafik.
 Setiap periode waktu tertentu gulungan kertas dilepaskan untuk dianalisis.

G. optical
Penakar Hujan Tipe Optical
Penakar hujan tipe optical memiliki sensor untuk menangkap
curah hujan sehigga disebut juga sebagai optical sensor. Penakar
hujan ini bekerja dengan sensor lokal karena baru terekam
ketika hujan mengenai sensor yang terpasang. Cara kerja dari
penakar hujan tipe optical adalah:
 Penakar hujan tipe ini memiliki beberapa saluran.
 Di setiap saluran terdapat diode laser dan photoresistor detector untuk mendeteksi
gambar yang terekam oleh sensor.
 Saat air (baca: ekosistem air) telah terkumpul untuk membuat single drop lalu jatuh
ke batang laser.
 Sensor diatur di angle yang tepat sehingga laser bisa langsung mendeteksi seperti
lampu flash.
 Flash dari photodeterctor ini bisa dibaca dan dikirim ke recorder.
E. ANALISA DATA HUJAN DAN APLIKASINYA
1. Analisis untuk Karakteristik Hujan
a.Pengisian data kosong
b.Pengecekan kualitas data (uji konsistensi)
c.Menentukan hujan rata-rata DPS
d.Analisis tebal dan intensitas hujan terhadap durasi
e.Hubungan intensitas dengan debit maksimum

2. Analisis Kurva Massa Ganda


Untuk data hujan musiman atau tahunan dari suatu DPS:
Yang diuji pos hujan “Y” maka data kumulatif dari pos ”Y” itu dapat dibandingkan secara
grafis dengan data hujan acuan “X”. Data hujan acuan “X” merupakan nilai rata-rata dari pos
hujan A, B, C, dan D atau lebih yang lokasinya di sekeliling pos hujan “Y” bila kondisinya
masih sama.
Data hujan minimal 10 tahun; data pos “Y” : sumbu Y dan data pos “X” sumbu X
Ketentuan perubahan pola:
a.Pola yang terjadi berupa garis lurus dan tidak terjadi patahan arah garis itu > DATA POS
“Y” KONSISTEN
b.Pola yang terjadi berupa garis lurus dan terjadi patahan arah garis itu > DATA POS “Y”
TIDAK KONSISTEN > perlu dikoreksi

Koreksi sesuai dengan kemiringan perubahan garis lurus tersebut.

3. Uji konsistensi
a. Kegunaan: menguji kebenaran data
b. Data hujan disebut konsisten >> data yang terukur dan dihitung adalah teliti
dan benar serta sesuai dengan fenomena saat hujan itu terjadi
c. Data tidak konsisten, disebabkan:
1.Penggantian jenis dan spesifikasi alat
2.Perkembangan lingkungan sekitar pos hujan
3.Pemindahan lokasi pos hujan
d. Metoda :
1.Observasi lapangan
2.Observasi ke kantor pengolahan data
3.Membandingkan data hujan dengan data untuk iklim yang sama
4.Analisis kurva massa ganda
5.Analisis statistik

4. AnalisisFrekuensi
 Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh kejadian ekstrim.
 Besarnya kejadian ekstrim berbanding terbalik dengan frekuensi kejadian > kejadian
luar biasa ekstrim terjadi sangat langka
 Tujuan analisis frekuensi:
Melihat besaran kejadian ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiaannya
aplikasi distribusi kemungkinan
 Frekuensi hujan :
Besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui
 Kala Ulang hujan (return period)
Waktu hipotetik diana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau
dilampaui
 Analisis frekuensi memerlukan seri data hujan

5. AnalisisIntensitasHujan
 Intensitashujan
Tinggikedalamanair hujanper satuanwaktu
 Sifatumumhujan:
a. Semakinsingkathujanberlangsungintensitasnyacenderungmakintinggi
b. Semakinbesarperiodeulangnyamakintinggiintensitasnya

Hubungan antara intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam
lengkung INTENSITAS-DURASI-FREKUENSI (IDF=Intensity-Duration-Frequency Curve)

6. Analisis Intensitas Hujan


 Diperlukan data hujan jangka pendek (5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-
jaman) untuk membentuk kurva IDF
 Data hujan jangka pendek hanya didapat dari pos hujan otomatis
 Beberapa persamaan dapat digunakan untuk intensitas hujan: (data hujan jangka
pendek harus ada)
a.Rumus Talbot >> I = a/(t+b)
b.Rumus Sherman >> I = a/(tn)
c.Rumus Ishiguro >> I = a/ (√t + b)
 Intensitas hujan di Indonesia dapat mengacu pada pola kurva IDF dari van Breen yang
dapat didekati dengan persamaan

ITt= (54 RT+ 0,07 RT2)/ (t + 0,3 RT)

I Tt= intensitas hujan (mm/jam) pada PUH T dan durasi t


t = lamanya hujan (menit)
RT= tinggi hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm) pada PUH
 Bila data hujan jangka pendek tidak ada, dapat menggunakan rumus MONONOBE

It= (R24/24 )x(24/t)2/3

I t= intensitas hujan (mm/jam) untuk durasi t


t = lamanya hujan (jam)
R24= tinggi hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)

Anda mungkin juga menyukai