Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Edukasi klien merupakan salah satu peran keperawatan yang
penting. Masa rawat inap yang semakin pendek, peningkatan tuntutan waktu
bagi perawat, peningkatan jumlah klien dengan penyakit kronis, dan
kebutuhan untuk memberikan informasi yang tepat bagi klien dengan
penyakit akut, semakin menekankan kepentingan kualitas edukasi klien.
Perawat memberikan informasi kepada klien yang membutuhkan perawatan
diri untuk memastikan kontinuitas pelayanan dari rumah sakit ke rumah
(Falvo, 2004).
Klien berhak mengetahui diagnosis, prognosis, dan terapi yang
tersedia agar mereka dapat mengambil keputusan yang tepat bagi kesehatan
dan gaya hidupnya. Perencanaan pengajaran yang baik dan komprehensif
serta sesuai dengan kebutuhan pembelajaran klien akan mengurangi biaya
pelayanan kesehatan, meningkatkan kualitas pelayanan, dan memberikan
informasi perihal terapi. Pada akhirnya, ini akan membantu klien dalam
mengambil keputusan tentang pelayanannya dan membantunya menjadi lebih
sehat dan mandiri (Potter. Perry, 2010)
Maka dari itu di dalam makalah ini kami akan memaparkan
mengenai “Teori dan Prinsip Pembelajaran” yang diberikan oleh perawat
kepada klien saat memberikan edukasi kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka didapatkan rumusan masalah sebagai


berikut :

1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan teori belajar ?


1.2.2 Bagaimanakah prinsip-prinsip dalam pembelajaran ?

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Memahami dan mengetahui definisi dari teori belajar dan jenis-
jenisnya
1.3.2 Menjelaskan prinsip-prinsip dalam proses pembelajaran

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori Belajar

Teori adalah sejumlah proposisi yang terintegrasi secara sintaktik


dan yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa
yang diamati (Snelbecker, 1974 dalam Dahar, 1988: 5).

Belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat


interaksi individu dengan lingkungan. Individu dapat dikatakan telah
mengalami proses belajar, meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam
kecendrungan perilaku (De Cecco & Crawford, 1977 dalam Ali, 2000: 14).

A. Teori belajar Behaviorisme

Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage


dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar
yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik.
Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai
hasil belajar.

Misalnya : Seorang siswa belum bisa membaca. Maka, betapapun


ia keras belajar/ menghafalkan huruh dari A-Z di luar kepala, tapi bila
siswa itu gagalmendemonstrasikan kemampuan membaca, maka siswa itu
belum dianggap belajar. Ia dianggap telah belajar bila ia telah
menunjukkan suatu perubahan tingkah laku (dari tidak dapat membaca
menjadi dapat membaca).

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,


mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau

3
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan
(reinforcement) dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Pada contoh di atas, stimulus adalah apa saja yang diberikan guru
kepada siswa dalam rangka membantu siswa itu untuk belajar, seperti
rangkaian alfabet, beberapa kalimat atau sebuah bacaan. Sedangkan respon
adalah reaksi siswa terhadap stimulus dari guru. Menurut teori ini,
stimulus dan respon tersebut harus dapat diamati (observable) dan diukur,
tidak boleh hanya implisit (tersirat).

Pelopor penting teori ini antara lain adalah Pavlov, Watson,


Skinner, Hull, dan Guthrie.

Menurut Thomdike (salahsatu pendiri aliran tingkah laku), belajar


adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran,
perasaan, atau gerakan) dan respon. Jelasnya, menurutThomdike,
perubahan tingkah laku itu boleh berwujud sesuatu yang konkret (dapat
diamati), atau yang non-konkret (tidak dapat diamati). Namun Thomdike
tudak menyebutkan bagaimana cara untuk mengukur berbagai tingkah laku
yang non-konkret tersebut. Teori Thomdike ini disebut sebagai aliran
“Koneksionis” (Connectionism).

Namun menurut Watson, stimulus dan respon tersebut harus


berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable), dengan kata lain,
Watson mengabaikan perubahan mental yang mungkin terjadi dalam
belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui.
Bukannya dianggap tidak penting, tetapi faktor-faktor tersebut dapat
menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum.

4
Clark Hull sangat terpengaruh oleh teori evolusi Darwin. Bagi
Hull, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga
kelangsungan hidup. Karena itu dalam teori Hull, kebutuhan biologis
menempati posisi sentral. Stimulus hampir selalu dikaitkan dengan
kebutuhan biologis ini, meskipun respon mungkin bermacam-macam
bentuknya.

Menurut Edwin Guthrie, stimulus tidak harus berbentuk kebutuhan


biologis. Hal yang penting dalam teori Guthrie adalah bahwa hubungan
antara stimulus dan respon cenderung bersifat sementara. Maka,
diperlukan pemberian stimulus yang sering. Selain itu respon akan lebih
kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) bila respon tersebut berhubungan
dengan berbagai macam stimulus. Guthrie percaya bahwa “hukuman”
memegang peranan penting dalam proses belajar. Suatu hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan seseorang.
Kelak, faktor “hukuman” ini tak lagi dominan dalam teori-teori tingkah
laku, terutama setelah Skinner mempopulerkan ide “penguatan”
(Reinforcement).

Menurut Skinner, deskripsi hubungan antara stimulus dan respon


untuk menjelaskan perubahan tingkah laku (dalam hubungannya dengan
lingkungan) versi Watson adalah deskripsi yang tidak lengkap. Pada
dasarnya, setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu dengan yang
lainnya, dan interksi ini akhirnya mempengaruhi respon yang dihasilkan
berbagai konsekuensi, yang pada gilirannya mempengaruhi tingkah laku.

Penganut aliran tingkah laku lebih senang memilih untuk tidak


memikirkan hal-hal yang tidak dapat diukur, meskipun mereka mengakui
bahwa semua hal itu penting. Teori Watson dan sebagainya sebagai aliran
tingkah laku (Behaviorism). Sedangkan Clrk Hull, Edwin Guthrie, dan
B.F. Skinner mendapat julukan sebagai pendiri aliran tingkah laku baru
(Neo Behaviorist).

5
B. Teori Belajar kognitivisme

Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir


sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang
sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta
didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya
mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini
menekankan pada bagaimana informasi diproses.

Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel,


Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki
penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan
(organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.Bruner bekerja
pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu
jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari
lingkungan.

Ciri-ciri teori kognitifisme ini adalah :


a) Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
b) Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
c) Mementingkn peranan kognitif
d) Mementingkan kondisi waktu sekarang
e) Mementingkan pembentukan struktur kognitif

Tokoh-tokoh dalam teori ini adalah :

1. Jean Piagiet
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta
didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan
obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan
dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi

6
dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari
lingkungan.

2. Brunner
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu
sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan
pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan
lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan
dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya
sesuai dengan tingkat perkembangannya. Cara belajar yang terbaik
menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan
melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan.
(discovery learning).

3. Ausebel
Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan
pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru
Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
1) Memperhatikan stimulus yang diberikan
2) Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi
yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi
pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan
tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan demikian akan
mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer
adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran
yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga
manfaat yaitu : Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang
akan dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara
yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari. Dapat membantu siswa
untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah

7
C. Teori Belajar Konstruktivisme

Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat


pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya
membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi)


pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks
yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.

Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah


yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk


menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan
lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan
baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam
semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif,
mereka akan ingat lebih lama semua konsep.

Tokoh-tokoh dalam teori ini antara lain adalah Jean Piagiet dan
Vygotsky. Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar,
1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada
proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari
realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori
kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan
tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang
dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan
asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.

8
D. Teori Humanistik

Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk


memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Tujuan utama para
pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri
sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-
potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya
dua bagian pada proses belajar, ialah :

1. Proses pemerolehan informasi baru


2. Personalia informasi ini pada individu

Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara


lain :
1. Carl Rogers
Carl R. Rogers kurang menaruh perhatian kepada mekanisme
proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi.
Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat
berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional
peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa
motifasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik.

Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang


bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna
terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan
perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam
proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan
aspek perasaan peserta didik.

Menurut Roger, peranan guru dalam kegiatan belajar siswa


menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai fasilitator yang
berperan aktif dalam : (1) membantu menciptakan iklim kelas yang

9
kondusif agar siswa bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu siswa
untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada
siswa untuk belajar, (3) membantu siswa untuk memanfaatkan dorongan
dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan
berbagai sumber belajar kepada siswa, dan (5) menerima pertanyaan dan
pendapat, serta perasaan dari berbagai siswa sebagaimana adanya.

2. Arthur Combs

Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa
memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena
bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya
tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu
sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk
melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk
itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami
dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya,
guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.

Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs


berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi
bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan
disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada
materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si
siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut
dan menghubungkannya dengan kehidupannya.

Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang


seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu..

10
Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan
besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari
persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal
itu terlupakan.

3. Maslow

Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri


individu ada dua hal, yaitu :

a. Selalu usaha yang positif untuk berkembang


b. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu

Maslow mengemukakan bahwa individau berprilaku dalam upaya


memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.

Hirarkis kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai


implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia
mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar
ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar siswa terpenuhi.

E. Teori Belajar Sibernetik

Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru


dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya.
Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu
informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi.
Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu
mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses belajar
memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi
adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa
(Budiningsih, 2008: 81).
Asumsi lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu
proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk

11
semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu
macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari
siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
Hakekat manajemen pembelajaran berdasarkan teori belajar
sibernetik adalah usaha guru untuk membantu siswa mencapai tujuan
belajarnya secara efektif dengan cara memfungsikan unsur-unsur kognisi
siswa, terutama unsur pikiran untuk memahami stimulus dari luar melalui
proses pengolahan informasi. Proses pengolahan informasi adalah sebuah
pendekatan dalam belajar yang mengutamakan berfungsinya memory.
Model proses pengolahan informasi memandang memori manusia seperti
komputer yang mengambil atau mendapatkan informasi, mengelola dan
mengubahnya dalam bentuk dan isi, kemudian menyimpannya dan
menampilkan kembali informasi pada saat dibutuhkan.
Tokoh-tokoh dalam teori ini adalah :
1. Menurut Landa
Landa membedakan dua macam proses berfikir, yaitu proses
berfikir algoritmik dan proses berfikir heuristik.
a. Proses berfikir algoritmik, yaitu proses berfikir yang sistematis, tahap
demi tahap, linier, konvergen, lurus menuju kesatu tujuan tertentu.
b. Proses berfikir heuristik, yaitu cara berfikir devergen, menuju
kebeberapa target tujuan sekaligus

Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran yang
hendak dipelajari atau masalah yang hendak di pecahkan diketahui ciri-
cirinya. Materi pelajaran tertentu akan lebih tepat disajikan dalam urutan
yang teratur, linier, sekuensial, sedangkan materi pelajaran lainnya akan
lebih tepat bila disajikan dalam bentuk “terbuka” dan memberi kebebasan
kepada siswa untuk berimajenasi dan berfikir.
Misalnya, agar siswa mampu memahami suatu rumus matematika,
mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus
tersebut disajikan secara algoritmik. Alasannya, karena suatu rumus

12
matematika biasanya mengikuti aturan tahap demi tahap yang sudah
teratur dan mengarah ke satu target tertentu. Namun untuk memahami
makna suatu konsep yang lebih luas dan banyak mengandung intrepetasi,
misalnya konsep keadilan atau demokrasi, akan lebih baik jika proses
berfikir siswa dibimbing kearah yang “menyebar” atau berfikir heuristik,
dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal,
monoton, dogmatik, atau linier.

2. Teori Belajar Menurut Pask dan Scott


Pask dan scott juga termasuk penganut teori sibernetik. Menurut
mereka ada dua macam cara berfikir, yaitu cara berfikir serialis dan cara
berfikir wholist atau menyeluruh. Pendekatan serialis yang
dikemukakannya memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik.
Namun apa yang dikatakan sebagai cara berfikir menyeluruh (wholist)
tidak sama dengan cara berfikir heuristik. Bedanya, cara berfikir
menyeluruh adalah berfikir yang cenderung melompat kedepan, langsung
ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat melihat lukisan,
bukan detail-detail yang diamati lebih dahulu, melainkan seluruh lukisan
itu sekaligus baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih detail.
Sedangkan cara berfikir heuristik yang dikemukakan oleh Landa adalah
cara berfikir devergen mengarah kebeberapa aspek sekaligus (Budiningsih,
2005: 88).
Siswa tipe wholist atau menyeluruh biasanya dalam mempelajari
sesuatu cenderung dilakukan dari tahap yang paling umum kemudian
bergerak ke yang lebih khusus atau detail. Sedangkan siswa tipe serialist
dalam mempelajari sesuatu cenderung menggunakan cara berfikir secara
algoritmik.

Teori sibernetik sebagai teori belajar sering kali dikritik karena


tidak secara langsung membahas tentang proses belajar sehingga
menyulitkan dalam penerapan. Ulasan teori ini cenderung ke dunia
psikologi dan informasi dengan mencoba melihat mekanisme kerja otak.

13
Karena pengetahuan dan pemahaman akan mekanisme ini sangat terbatas
maka terbatas pula kemampuan untuk menerapkan teori ini. Teori ini
memandang manusia sebagai pengolah infomasi, pemikir, dan pencipta.
Berdasarkan pandangan tersebut maka diasumsikan bahwa manusia
merupakan mahluk yang mampu mengolah, menyimpan, dan
mengorganisasikan informasi.
Asumsi diatas direfleksikan dalam model belajar dan pembelajaran
yang menggambarkan proses mental dalam belajar yang terstuktur
membentuk suatu sistem kegiatan mental. Dari model ini dikembangkan
prinsip-prinsip belajar seperti:
1) Proses mental dalam belajar terfokus pada pengetahuan yang
bermakna.
2) Proses mental tersebut mampu menyandi informasi secara bermakna.
3) Proses mental bermuara pada pengorganisasian pengaktulisasian
informasi.

14
2.2 Prinsip-prinsip Pembelajaran

Berikut ini adalah prinsip umum pembelajaran menurut M. Asrori


Ardiansyah, M.Pd, diantaranya:

1. Perhatian dan Motivasi


Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar.
Dari kajian teori belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya
perhatian tidak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan
timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibbutuhkan,
diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-
hari, akan membangkitkan perhatian dan juga motivasi untuk
mempelajarinya. Apabila dalam diri siswa tidak ada perhatian terhadap
pelajaran yang dipelajari, maka siswa tersebut perlu dibangkitkan
perhatiannya.
Dalam proses pembelajaran, perhatian merupakan faktor yang besar
pengaruhnya, kalau peserta didik mempunyai perhatian yang besar mengenai
apa yang dipelajari peserta didik dapat menerima dan memilih stimuli yang
relevan untuk diproses lebih lanjut di antara sekian banyak stimuli yang
datang dari luar. Perhatian dapat membuat peserta didik untuk mengarahkan
diri pada tugas yang akan diberikan; melihat masalah-masalah yang akan
diberikan; memilih dan memberikan focus pada masalah yang harus
diselesaikan.
Disamping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam
kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan
mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi mempuanyi kaitan yang erat
dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi
tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan dmikian timbul motivasi
untuk mempelajarinya. Misalnya, siswa yang menyukai pelajaran matematika
akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untuk belajar lebih
giat, karenanya adalah kewajiban bagi guru untuk bisa menanamkan sikap
postif pada diri siswa terhadap mata pelajaran yang menjadi tanggung

15
jawabnya. Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong atau penarik
yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Adanya
tidaknya motivasi dalam diri peserta didik dapat diamati dari observasi
tingkah lakunya.
Apabila peserta didik mempunyai motivasi, ia akan :
1) Bersungguh-sungguh menunjukkan minat, mempunyai perhatian, dan
rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar
2) Berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan
kegiatan tersebut
3) Terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan.
Motivasi dapat bersifat internal, yaitu motivasi yang berasal dari
dalam diri peserta didik dan juga eksternal baik dari guru, orang tua, teman
dan sebagainya. Berkenaan dengan prinsip motivasi ini ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran, yaitu:
memberikan dorongan, memberikan insentif dan juga motivasi berprestasi.

2. Keaktifan
Menurut pandangan psikologi anak adalah makhluk yang aktif. Anak
mempuanyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan
aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga
tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila
anak mengalami sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah
menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka
inisiatif harus datang dari dirinya sendiri, guru hanya sebagai pembimbing
dan pengarah.
Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yag aktif,
jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpan saja
tanpa mengadakan tansformasi. Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif,
konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mncari,
menemukan dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya.

16
Thordike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar dengan
hukum "law of exercise"-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan
adanya latihan-latihan. Hubungan stimulus dan respon akan bertambah erat
jika sering dipakai dan akan berkurang bahkan lenyap jika tidak pernah
digunakan. Artinya dalam kegiatan belajar diperlukan adannya latihan-latihan
dan pembiasaan agar apa yang dipelajari dapat diingat lebih lama. Semakin
sering berlatih maka akan semakin paham. Hal ini juga sebagaimana yang
dikemukakan oleh Mc. Keachie bahwa individu merupakan "manusia belajar
yang aktif selalu ingin tahu".
Dalam proses belajar, siswa harus menampakkan keaktifan.
Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik yang mudah diamati maupun
kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca,
mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan dan sebaginya.
Kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki
dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep
dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya.

3. Keterlibatan Langsung/Pengalaman
Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa, belajar adalah
mengalami dan tidak bisa dilimpahkan pada orang lain. Edgar Dale dalam
penggolongan pengalaman belajar mengemukakan bahwa belajar yang paling
baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui
pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati, tetapi ia harus
menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab
terhadap hasilnya. Sebagai contoh seseorang yag belajar membuat tempe
yang paling baik apabila ia terlibat secara langsung dalam pembuatan, bukan
sekedar melihat bagaimana orang membuat tempe, apalagi hanya sekedar
mendengar cerita bagaimana cara pembuatan tempe.

17
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan
kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Dalam konteks
ini, siswa belajar sambil bekerja, karena dengan bekerja mereka memperoleh
pengetahuan, pemahaman, pengalaman serta dapat mengembangkan
keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat.
Hal ini juga sebagaimana yang di ungkapkan Jean Jacques Rousseau
bahwa anak memeliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar
anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi-
potensi tersebut. Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan sendiri untuk
mencari, mencoba, menemukan dan mngembangkan dirinya sendiri. Dengan
demikia, segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri,
pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri, dengan fasilitas
yang diciptakan sendiri.
Pembelajaran itu akan lebih bermakna jika siswa "mengalami sendiri
apa yang dipelajarinya" bukan "mengetahui" dari informasi yang disampaikan
guru, sebagaimana yang dikemukakan Nurhadi bahwa siswa akan belajar
dngan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah
mereka ketahui, serta proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif
dalam proses belajar di sekolah. Dari berbagai pandangan para ahli tersebut
menunjukkan berapa urgennya keterlibatan siswa secara langsung dalam
proses pembelajaran.
Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh
John Dewey dengan "learning by doing"-nya. Belajar sebaiknya dialami
melalui perbutan langsung dan harus dilakukan oleh siswa secara aktif.
Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih
banyak pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif dan proporsional,
dibandingkan dengan bila mereka hanya melihat materi/konsep.

18
Modus Pengalaman belajar adalah sebagai berikut: kita belajar 10%
dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang
kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita
katakana, dan 90% dari apa yang kita katakana dan lakukan. Hal ini
menunjukkan bahwa jika guru mengajar dengan banyak ceramah, maka
peserta didik akan mengingat hanya 20% karena mereka hanya
mendengarkan. Sebaliknya, jika guru meminta peserta didik untuk melakukan
sesuatu dan melaporkannya, maka mereka akan mengingat sebanyak 90%.
Hal ini ada kaiatannya dengan pendapat yang dikemukakan oleh seorang
filsof China Confocius, bahwa: apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang
saya lihat, saya ingat; dan apa yang saya lakukan saya paham. Dari kata-kata
bijak ini kita dapat mengatahui betapa pentingnya keterlibatan langsung
dalam pembelajaran.

4. Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan adalah teori
psikologi daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada
pada manusia yang terdiri atas daya mengamati, menanggap, mengingat,
mengkhayal, merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan mengadakan
pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang, seperti halnya pisau
yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya yang dilatih dengan
pengadaan pengulangan-pengulangan akan sempurna. Dalam proses belajar,
semakin sering materi pelajaran diulangi maka semakin ingat dan melekat
pelajaran itu dalam diri seseorang.
Mengulang besar pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya
pengulangan "bahan yang belum begitu dikuasai serta mudah terlupakan"
akan tetap tertanam dalam otak seseorang. Mengulang dapat secara langsung
sesudah membaca, tetapi juga bahkan lebih penting adalah mempelajari
kembali bahan pelajaran yang sudah dipelajari misalnya dengan membuat
ringkasan.

19
Teori lain yang menekankan prinsip pengulangan adalah teori
koneksionisme-nya Thordike. Dalam teori koneksionisme, ia mengemukakan
bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan
pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang
timbulnya respon benar.

5. Tantangan
Teori medan (Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa
siswa dalam belajar berada dalam suatu medan. Dalam situasi belajar siswa
menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan
dalam mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi
hambatan itu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan
itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan dalam
medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Menurut teori ini belajar
adalah berusaha mengatasi hambatan-hamnatan untuk mencapai tujuan. Agar
pada diri anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan
baik, maka bahan pelajaran harus menantang. Tantangan yang dihadapi dalam
bahan belajar membuat siswa bersemangat untuk mengatasinya. Bahan
pelajaran yang baru yang banyak mengandung masalah yang perlu
dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya.
Penggunaan metode eksperimen, inquiri, discovery juga memberikan
tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh.
Penguatan positif dan negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan
motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukuman yang tidak
menyenangkan.

6. Balikan dan Penguatan


Prinsip belajar yang berkaiatan dengan balikan dan penguatan adalah
teori belajar operant conditioning dari B.F. Skinner.Kunci dari teori ini adalah
law of effect-nya Thordike, hubungan stimulus dan respon akan bertambah
erat, jika diserta perasaan senang atau puas dan sebaliknya bisa lenyap jika
disertai perasaan tidak senang.

20
Artinya jika suatu perbuatan itu menimbulkan efek baik, maka
perbuatan itu cenderung diulangi. Sebaliknya jika perbuatan itu menimbulkan
efek negatif, maka cenderung untuk ditinggalkan atau tidak diulangi lagi.
Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapat hasil
yang baik. Apabila hasilnya baik akan menjadi balikan yang menyenangkan
dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Namun dorongan
belajar itu tidak saja dari penguatan yang menyenangkan tetapi juga yang
tidak menyenagkan, atau dengan kata lain adanya penguatan positif maupun
negatif dapat memperkuat belajar.
Siswa yang belajar sungguh-sungguh akan mendapat nilai yang baik
dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat
lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operan conditioning atau penguatan
positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yag jelek pada waktu ulangan
akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong
untuk belajar yang lebih giat. Disini nilai jelek dan takut tidak naik kelas juga
bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat, inilah yang disebut penguatan
negatif.

7. Perbedaan Individual
Siswa merupakan makhluk individu yang unik yang mana masing-
masing mempunyai perbedaan yang khas, seperti perbedaab intelegensi,
minat bakat, hobi, tingkah laku maupun sikap, mereka berbeda pula dalam hal
latar belakang kebudayaan, sosial, ekonomi dan keadaan orang tuanya. Guru
harus memahami perbedaan siswa secara individu, agar dapat melayani
pendidikan yang sesuai dengan perbedaannya itu. Siswa akan berkembang
sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Setiap siswa juga memilki
tempo perkembangan sendiri-sendiri, maka guru dapat memberi pelajaran
sesuai dengan temponya masing-masing.

21
Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar
siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam
upaya pembelajaran. Sistem pendidikan kalsikal yang dilakuakan di sekolah
kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual, umumnya
pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu
dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian
pula dengan pengetahuannya.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori adalah sejumlah proposisi yang terintegrasi secara sintaktik


dan yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan peristiwa-peristiwa
yang diamati (Snelbecker, 1974 dalam Dahar, 1988: 5).

Belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat


interaksi individu dengan lingkungan. Individu dapat dikatakan telah
mengalami proses belajar, meskipun pada dirinya hanya ada perubahan dalam
kecendrungan perilaku (De Cecco & Crawford, 1977 dalam Ali, 2000: 14).

Teori belajar terdiri dari : A. Teori belajar Behaviorisme, B. Teori


Belajar kognitivisme, C. Teori Belajar Konstruktivisme, D. Teori
Humanistik, E. Teori Belajar Sibernetik

3.2 Saran

Penulis menyarankan agar makalah ini bisa menjadi bahan masukan


bagi pembaca supaya pembaca bisa lebih memahami tentang teori dan prinsip
pembelajaran.

23

Anda mungkin juga menyukai