TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa mampu memahami dan dapat melakukan metode sterilisasi panas basah.
Mahasiswa mampu mempelajari pembuatan sediaan obat tetes mata steril pH = 7,0
dengan penambahan bakterisida.
B. LATAR BELAKANG
Mata merupakan organ yang peka dan penting dalam kehidupan, terletak dalam
lingkaran bertulang berfungsi untuk memberi perlindungan maksimal dan sebagai
pertahanan yang baik dan kokoh. Penyakit mata dapat dibagi menjadi 4 yaitu infeksi mata,
iritasi mata, mata memar dan glaukoma. Mata mempunyai pertahanan terhadap infeksi
karena secret mata mengandung enzim lisozim yang menyebabkan lisis pada bakteri dan
dapat membantu mengeleminasi organisme dari mata. Obat mata dikenal terdiri atas
beberapa bentuk sediaan dan mempunyai mekanisme kerja tertentu. Obat mata dibuat
khusus. Salah satu sediaan mata adalah obat tetes mata. Obat tetes mata ini merupakan obat
yang berupa larutan atau suspensi steril yang digunakan secara lokal pada mata. Karena
mata merupakan organ yang paling peka dari manusia maka pembuatan larutan obat mata
membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas,
kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet, sterilisasi dan kemasan yang tepat.
Pada praktikum kali akan dibuat sediaan tetes mata kloramfenikol yaitu suatu larutan
steril kloramfenikol, mengandung kloramfenikol tidak kurang dari 90% dan tidak lebih
dari 130% dari jumlah yang tertera pada etiket. Dalam percobaan ini bahan obat yang
digunakan sebagai zat aktif pada sediaan obat tetes mata steril adalah kloramfenikol yang
mempunyai daya sebagai antimikroba yang kuat melawan infeksi mata dan merupakan
antibiotika spektrum luas bersifat bakteriostatik. Berdasarkan penjelasan di atas kelompok
kami ingin membuat formulasi sediaan obat tetes mata steril.
C. DASAR TEORI
Obat mata adalah tetes mata, salap mata, pencuci mata dan beberapa bentuk
pemakaian yang khusus, yang ditentukan untuk digunakan pada mata utuh atau terluka.
Obat mata digunakan untuk menghasilkan efek diagnostik dan terapetik lokal, dan yang
lain untuk merealisasikan kerja farmakologis, yang terjadi setelah berlangsungnya
penetrasi bahan obat dalam jaringan yang umumnya terdapat disekitar mata. Obat mata ini
pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga macam :
a. Obat cuci mata (collyria)
b. Obat tetes mata (guttae opthalmicae)
c. Salep mata
Pada dasarnya sebagai obat mata biasanya dipakai :
1. Bahan-bahan yang bersifat antiseptika (dapat memusnahkan kuman-kuman pada
selaput lender mata), misalnya asam borat, protargol, kloramfenikol, basitrasina,
dan sebagainya.
2. Bahan-bahan yang bersifat mengecutkan selaput lender mata (adstringentia),
misalnya seng sulfat.
Pembuatan tetes mata pada dasarnya dilakukan pada kondisi kerja aseptik dimana
penggunaan air yang sempurna serta material wadah dan penutup yang diproses dulu
dengan anti bakterial menjadi sangat penting artinya (Voight, 1995). Tetes mata
kloramfenikol adalah larutan steril kloramfenikol. Mengandung kloramfenikol,
C11H12Cl2N2O5, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 130,0% dar jumlah yang
tertera pada etiket (Depkes RI, 1995).
Faktor-faktor dibawah ini sangat penting dalam sediaan larutan mata :
1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan
2. Sterilitas akhir dari collyrium dan kehadiran bahan antimikroba yang efektif untuk
menghambat pertumbuhan dari banyak mikroorganisme selama penggunaan dari
sediaan
3. Isotonisitas dari larutan
4. pH yang pantas dalam pembawa untuk menghasilkan stabilitas yang optimum
Untuk pembuatan obat mata ini perlu diperhatikan mengenai kebersihannya, pH yang
stabil, dan mempunyai tekanan osmose yang sama dengan tekanan osmose darah. Pada
pembuatan obat cuci mata tak perlu disterilkan, sedangkan pada pembuatan obat tetes mata
harus disterilkan. (Anief, 2000)
Larutan untuk mata adalah larutan steril yang dicampur dan dikemas untuk
dimasukkan ke dalam mata. Selain steril preparat tersebut memerlukan pertimbangan yang
cermat terhadap faktor-faktor farmasi seperti kebutuhan bahan antimikroba, isotonisitas,
dapar, viskositas dan pengemasan yang cocok (Ansel, 1989).
Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang
dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. Pembuatan
larutan obat mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai
isotonisitas, kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet (dan jika perlu pemilihan
pengawet) sterilisasi dan kemasan yang tepat. Perhatian yang sama juga dilakukan untuk
sediaan hidung dan telinga (Depkes RI, 1995).
Semua larutan untuk mata harus dibuat steril jika diberikan dan bila mungkin
ditambahkan bahan pengawet yang cocok untuk menjamin sterilitas selama pemakaian.
Larutan untuk mata yang dimaksudkan untuk digunakan selama operasi atau pada mata
yang terkena trauma, umumnya tidak mengandung bahan pengawet, karena hal ini akan
menyebabkan iritasi pada jaringan didalam mata. Larutan ini biasanya dikemas dalam
wadah untuk dosis tunggal dan semua larutan yang tidak dipakai harus dibuang (Ansel,
1989).
Meskipun larutan untuk mata disterilkan dengan uap air mengalir dalam autoklaf
dalam wadah akhirnya, metode yang digunakan tergantung pada sifat khusus dari
sediaannya. Obat-obat tertentu yang dalam media asam termostabil (tahan panas) dapat
menjadi termolabil (tidak tahan panas) ketika didapar mendekati kisaran pH fisiologis
(kira-kira 7,4). Jika diinginkan pH yang lebih tinggi, larutan obat yang belum didapar dapat
dipanaskan dahulu dalam autoklaf dan larutan dapar steril ditambahkan secara aseptis
(Ansel, 1989).
Jika perlu saringan bakteri dapat digunakan untuk menghindari pemakaian panas.
Meskipun saringan bakteri bekerja dengan sangat efisien, namun sterilisasi ini tidak dapat
menjamin seperti dalam autoklaf. Keuntungan dari penyaringan seperti ini adalah pada
proses penahanan bahan khusus dan pembersihannya yang sangat penting (menyaring).
Namun metode penyaringan ini adalah metode lama pada zaman dahulu sebelum ada
teknologi seperti alat autoklaf (Ansel, 1989).
Larutan untuk mata yang digunakan pada mata bagian selaput kornea dapat dikemas
dalam wadah dosis ganda. Meskipun steril, ketika disalurkan setiap larutan ini harus
mengandung bahan antibakteri yang efektif yang tidak mengiritasi, dapat mencegah
berkembang atau masuknya mikroorganisme yang tidak sengaja masuk ke dalam larutan,
ketika wadah terbuka selama pemakaian. Bahan pengawet yang tepat dan konsentrasi
maksimum dari pengawet untuk tujuan ini yaitu :
a) 0,013% benzalkonium klorida
b) 0,01% benzetonium klorida
c) 0,5% klorobutanol
d) 0,004% fenilmerkuri asetat
e) 0,004% fenilmerkuri nitrat
f) 0,01% timerosal
Setiap zat ini mempunyai syarat-syarat tertentu berkenaan dengan kestabilan, termasuk
secara kimia (interaksi kimia) dengan bahan lain dalam formulasi dan aktivitas antibakteri
(Ansel, 1989).
Susupensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel partikel yang
terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata. Obat dalam suspensi harus
dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan pada kornea.
Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau
penggumpalan (Depkes RI, 1995).
Guttae Ophthalmicae
Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense yang digunakan dengan
cara meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitar kelopak mata dan bola mata.
Tetes mata harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan yaitu :
Steril
Sedapat mungkin isohidris
Sedapat mungkin isotonis
Bila obatnya tidak tahan pemanasan, maka sterilitas dicapai dengan menggunakan pelarut
steril, dilarutkan obatnya secara aseptis, dan menggunakan penambahan zat pengawet dan
botol atau wadah yang steril. Isotonis dan pH yang dikehendaki diperoleh dengan
menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut yang sering digunakan adalah :
Larutan 2% Asam Borat (pH = 5)
Larutan Boraks–Asam Borat (pH = 6,5)
Larutan basa lemah Boraks–Asam Borat (pH = 8)
Aquadestillata
Larutan NaCl 0,9%
(Ansel, 1989)
Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek, Cetakan ke-9. Yogyakarta : UGM
Press
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI
Press.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI.
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM Press.