Anda di halaman 1dari 10

Pengantar

Siapa yang tidak pernah mendengar kata ‘zamrud khatulistiwa’?Bagi hampir setiap warga
negara Indonesia yang pernah mengenyam pendidikan di negeri ini minimal setingkat Sekolah
Dasar hampir pasti pernah mendengar dan tau apa maksud dari paduan kata tersebut. Zamrud
khatulistiwa maksudnya adalah alam indah bak zamrud (berlian) yang ada di garis khatulistiwa
(daerah yang dilalui garis khatulistiwa cenderung beriklim bagus sehingga kehidupan flora dan
faunanya sangat baik pula). Itulah gambaran keindahan alam Indonesia yang sampai saat ini masih
dominan terus menerus berusaha dipromosikan ke luar negeri agar penduduk negeri lain tau
tentang keindahan itu.
Tidak sedikit warga negara dari berbagai penjuru dunia yang pernah mengunjungi
Indonesia dan terpesona dengan keindahan alamnya.Dari cerita-cerita mereka sehingga membuat
teman, saudara atau kolega mereka pun turut menjadikan alam Indonesia sebagai pilihan terbaik
untuk berlibur atau sekedar pesiar atau bahkan tinggal menetap.Kehadiran mereka tentu saja
menyebabkan adanya pertukaran mata uang dolar dengan rupiah dalam jumlah yang sangat
banyak.Tetapi sejauh mana keindahan alam itu memberi dampak ekonomi bagi masyarakat di
sekitar tempat tersebut?Dan sejauh mana perubahan yang telah ditimbulkan dari upaya
komersialisasi keindahan alam tersebut, baik terhadap ekologi, maupun terhadapsosial dan budaya
masyarakat setempat.
Selama ini pariwisata bahari nasional umumnya dikomersilkan dengan cara konvensional.
Kesadaran tentang pelestarian lingkungan juga masih minim, sehingga minimalisasi dampak
kerusakan akibat kehadiran para pengunjung objek wisata juga belum terpikirkan.yang dirasakan
masyarakat baru sebatas kegembiraan karena bisa melihat ramainya orang yang berkunjung ke
tempat mereka. Sementara dampak secara ekonomi masih jauh dari rasa yang menggembirakan.
Selama ini keuntungan lebih banyak diperoleh oleh pihak swasta yang mengelola usaha traveling
serta pihak dinas pariwisata dan imigrasi yang menangani izin pembukaan objek wisata dan
retribusi serta keluar masuknya turis dari mancanegara.
Dewasa ini karena kesadaran berbagai lapisan masyarakat pemerhati kelautan atau pelestarian
alam semakin tinggi maka dirasakan bahwa peneglolaan wisata bahari perlu pengelolaan khusus
yang lebih baik. Ekowisata kemudian menjadi solusi yang banyak diperbincangkan.Para pelaku
dan pakar di bidang ekowisata sepakat untuk menekankan bahwa polaekowisata sebaiknya
meminimalkan dampak yang negatif terhadap lingkungan danbudaya setempat dan mampu
meningkatkan pendapatan ekonomi bagi masyarakatsetempat dan nilai konservasi.
Pembahasan tentang ekowisata menjadi penting ketika dianggap bahwa kelestarian alam dan
entitas yang melekat padanya perlu diselamatkan (dijaga dari kepunahan).Hal itu menjadi titik
tolak dibuatnya karya tulis ini.Tujuannya adalah menjelaskan tentang bagaimana ekowisata bahari
menjadi solusi upaya konservasi pesisir dan laut.Kriteria Pengembangan Ekowisata ini disusun
dengan tujuan sebagai berikut. Tulisan ini juga diharapkan akanmenyamakan persepsi para
pengembang pariwisata di taman nasional dan taman wisata alam. Dan bisa menjadi acuan dalam
memanfaatkan potensi kawasan secara lestari

Dasar Pemikiran
Pembangunan wilayah pesisir dan laut juga menghendaki adanya kerjasama dari para pihak
atau stakeholders pembangunan di kawasan pesisir dan laut, yaitu pemerintah pusat dan daerah,
masyarakat pesisir, pengusaha dan lembaga swadaya masyarakat. Para pihak yang memiliki
kepentingan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan pesisir dan laut harus menyusun
perencanaan pengelolaan terpadu yang dapat mengakomodir segenap kepentingan mereka dengan
menggunakan model pendekatan dua arah yaitu pendekatan top down dan bottom up.
Pembangunan wilayah pesisir juga menghendaki adanya keterpaduan pendekatan sebab
pengelolaan wilayah pesisisr dan laut memiliki keunikan wilayah dan beragamnya sumberdaya
yang mengisyaratkan pentingnya pengelolaan wilayah tersebut secara terpadu.
Empat alasan yang mendasari pentingnya pengelolaan secara terpadu yaitu:Pertamasecara empiris,
terdapat keterkaitan ekologis baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir maupun antara
kawasan peisisir dengan lahan atas dan laut lepas. Dengan demikian perubahan yang terjadi pada
suatu ekosistem pesisir, misalnya hutan mangrove, cepat atau lambat akan mempengaruhi
ekosistem lainnya. Demikian pula halnya jika pengelolaan kegiatan pembangunan misalnya
industri, pertanian, dan pemukiman, di lahan atas suatu daerah aliran sungai tidak dilakukan secara
arif atau berwawasan lingkungan, maka dampak negatifnya akan merusak tanaman dan fungsi
ekologis kawasan pesisir.
Dua, dalam satu kawasan pesisir biasanya terdapat lebih dari satu jenis sumberdaya
alamiah, sumberdaya buatan dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkan untuk
kepentingan pembangunan.Tiga, dalam suatu kawasan pesisir biasanya terdapat lebih dari suatu
kelompok masyarakat yang memiliki kepeterampilan atau keahlian dan kesenangan bekerja yang
berbeda seperti petani sawah, nelayan, petani tambak, petani rum put laut, pendamping pariwisata,
industri dan kerajinan rumah tangga dan sebagainya.
Empat, baik secara ekologis maupun secara ekonomis, pemanfaatan suatu kawasan pesisir
secara monokultur atau single use sangat rentan terhadap perubahan internal maupun eksternal
yang menjurus pada kegagalan usaha.
Lima, kawasan pesisir merupakan sumberdaya milik bersama yang dapat digunakan oleh siapa
saja dimana setiap pengguna sumberdaya pesisir biasanya berprinsip memaksimalkan keuntungan.
Hal ini menyebabkan kawasan pesisir rawan terkena masalah pencemaran, over-eksploitasi

sumberdaya alam dan konflik pemanfaatan ruang. (Ambo Tuwo, 2011)

Definisi Ekowisata
Istilah “ekowisata” dapat diartikan sebagai perjalanan oleh seorang turis ke daerah
terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari mengenai alam, sejarah dan budaya di suatu
daerah, di mana pola wisatanya membantu ekonomi masyarakat lokal dan mendukung pelestarian
alam, (WWF-Indonesia, 2009).
Pembangunan infrastruktur pariwisata secara berlebihan justru pada akhirnya
menyebabkan perlindungan terhadap keunikan kawasan wisata menjadi tersisih dikalahkan oleh
industri pariwisata massal. Padahal salah satu tujuan ekowisata harus mampu manjabarkan nilai
kearifan lingkungan dan sekaligus mengajak orang untuk menghargai apapun yang walaupun
tampaknya teramat sederhana. Pada hakikatnya dengan kesederhanaan itulah yang menjadi
pedoman masyarakat sekitar kawasan wisata mempertahankan kelestarian alamnya.Dengan
demikian keterlibatan masyarakat sekitar sebagai pengawas menjadi teramat penting. Hal lain
yang harus diperhatikan adalah perkembangan budaya dalam masyarakat asli di sekitar kawasan
ekowisata yang berbeda dengan budaya para wisatawan. Disadari atau tidak lambat laun akan
terjadi pergeseran budaya yang mungkin dapat melenyapkan budaya asli. Idealnya dalam suatu
kawasan ekowisata timbul suatu keterikatan dan rasa saling menghormati antar komunitas
penduduk asli dengan wisatawan.

Perkembangan Ekowisata
Rumusan ekowisata sendiri sebenarnya pernah dikemukakan oleh Hector Ceballos-Lascurain pada
tahun 1987 sebagai berikut: “Ekowisata adalah perjalanan ketempat-tempat yang masih alami dan
relatif belum terganggu atau tercemari dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan
menikmati pemandangan, flora dan fauna, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat
yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini”, bagi kebanyakan orang, terutama para
pencinta lingkungan, rumusan yang dikemukakan oleh Hector Ceballos-Lascurain tersebut
belumlah cukup untuk menggambarkan dan menerangkan kegiatan ekowisata. Penjelasan di atas
dianggap hanyalah penggambaran dari kegiatan wisata alam biasa. Rumusan ini kemudian
disempurnakan oleh The International Ecotourism Society (TIES) pada awal tahun 1990, sebagai
berikut: “Ekowisata adalah kegiatan wisata alam yang bertanggung jawab dengan menjaga
keaslian dan kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat”.
Penjelasan ini sebenarnya hampir sama dengan yang diberikan oleh Hector Ceballos-Lascurain
yaitu sama-sama menggambarkan kegiatan wisata di alam bebas atau terbuka, hanya saja menurut
TIES dalam kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian, tanggung jawab dan
komitmen terhadap keaslian dan kelestarian lingkungan serta kesejahteraan masyarakat setempat.
Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan potensi sumber
daya alam dan budayamasyarakatsetempat untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang
berkesinambungan, (Putra Alam, 2012).
Ekowisata dikembangkan sejak era tahun delapan puluhan sebagai upaya untuk meminimalkan
dampak negative kegiatan wisata terhadap lingkungan atau keanekaragaman hayati. Konsep
Ekowisata dimaksudkan untuk menyelesaikan atau menghindari konflik dalam pemanfaatan
dengan menentapkan ketentuan dalam berwisata, melindungi sumber daya alam dan budaya, serta
menghasilkan keuntungan dalam bidang ekonomi untuk masyarakat lokal.
Pada awal 1980-an, Costarica dipilih oleh badan dunia PBB sebagai proyek percontohan kegiatan
ekowisata. Belajar dari pengalaman di Kenya, di Costarica pelaksanaan kegiatan ini melibatkan
berbagai pihak, yaitu: pemerintah, swasta, masyarakat dan badan lingkungan hidup international.
Proyek ini kemudian dinilai berhasil dan menjadi contoh bagi pelaksanaan kegiatan ekowisata di
seluruh dunia. Perkembangan ekowisata didunia secara umum terasa cukup cepat dan mendapat
prioritas dan perhatian dari pemerintahan masing-masing negara yang melaksanakannya.
Walaupun dimulai dari belahan benua hitam Afrika, ekowisata berkembang pesat dan berevolusi
secara menakjubkan justru di Amerika Latin.
Prinsip Pengembangan Ekowisata Pesisir dan Laut
Pengembangan Ekowisata dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem pesisir dan laut.
Hal ini didukung oleh keinginan para pecinta Ekowisata yang memang menghendaki syarat
kualitas dan keutuhan ekosistem.Oleh karenanya ada beberapa prinsip pengembangan Ekowisata
yang harus dipenuhi yaitu : pertama, mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas
wisatawan terhadap bentang alam dan budaya masyarakat lokal. Pencegahan dan penanggulangan
dampak harus dapat disesuaikan dengan sifat dan karakter bentang alam dan budaya masyarakat
lokal.Dua, mendidik atau menyadarkan wisatawan dan masyarakat lokal akan pentingnya
konservasi. Tiga, mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen
pengelola kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan.Retribusi
dan pajak konservasi dapat digunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan
meningkatan kualitas kawasan pelestarian. Empat, masyarakat dilibatkan secara aktif dalam
perencanaan dan pengembangan ekowisata. Lima, keuntungan ekonomi yang diperoleh secara
nyata harus dapat mendorong masyarakat untuk menjaga dan melestarikan kawasan pesisir dan
laut.Enam, semua upaya pengembangan, termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas, harus tetap
menjaga keharmonisan dengan alam. Bila terdapat ketidakharmonisan dengan alam, hal itu akan
merusak produk Ekowisata yang ada.
Tujuh, pembatasan pemenuhan permintaan, karena umumnya daya dukung ekosistem secara
alamiah lebih rendah daripada daya dukung ekosistem buatan.Delapan, apabila suautu kawasan
pelestarian dikembangkan untuk Ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan dialokasikan
secara proporsional dan adil untuk pemerintah pusat dan daerah, (Ambo Tuwo, 2011).

Ekowisata berbasis masyarakat (community-based ecotourism)


Apa yang dimaksud dengan ekowisata berbasis masyarakat dan mengapa Ekowisata harus berbasis
masyarakat? Pola ekowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan ekowisata
yangmendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat
dalamperencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata dan segala keuntunganyang
diperoleh.Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang memprioritaskan
peran aktif masyarakat.Masyarakat setempatlah yang memiliki pengetahuan tentang alam serta
budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan
masyarakat menjadi mutlak.Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan Ekowisata berarti mengakui
hak myarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat
ataupun sebagai pengelola. Model ini juga akan mencegah terjadinya kecemburuan social dan
adanya kemungkinan upaya masyarakat melakukan aksi destruktif terhadap objek wisata atau
sarana yang ada pada objek wisata tersebut.
Dampak pengelolaan yang melibatkan masyarakat adalah menciptakan kesempatan kerja bagi
masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan, di mana penghasilan ekowisata adalah dari
jasa-jasa wisata untuk pengunjung seperti ongkos transportasi; penginapan; menjual souvenir,
serta biaya buat pemandu wisata dll.
Ada kemungkinan apa yang dirasakan oleh wisatawan setelah menikmati keindahan alam dan
budaya akan sulit dia gambarkan dengan kata-kata. Sehingga rasa kagum dan senang yang
dirasakannya ingin segera diceritakannya kepada semua orang-orang dekatnya, bahkan kepada
semua orang dibelahan dunia. Maka segera mereka mencari apa saja barang yang bisa menjadi
tanda tentang tempat indah tersebut. Bagi yang remaja mungkin akan segera mencari kartu pos
yang berisi gambar lokasi, sehingga dari kartu pos itu saja sudah melibatkan masyarakat untuk jasa
pos, percetakan, dan penjual. Remaja perempuan dan ibu-ibu juga akan berlomba mencari tas,
pakaian, dan perhiasan seperti cincin, kalung, gelang bermotif khas wisata setempat. Remaja lelaki
dan bapak-bapak akan mencari topi atau kaos bergambar lokasi wisata. Hal-hal itu saja sudah
melibatkan masyarakat dalam jumlah banyak.
Belum lagi, setelah berbelanja, wisatawan cenderung segera mencari tempat melepas haus dan
lapar. Maka ekowisata ini pun akan menghidupkan industri dan jasa makanan dan minuman. Home
stay, hotel, penginapan, dan restoran pasti tidak ketinggalan akan kebagian rezeki besar dari
adanya ekowisata ini. Sehingga jika semua aktivitas wisatawan dinilai dengan uang maka
ekowisata di suatu objek wisata akan memberi kontribusi yang sangat besar terhadap
perekonomian masyarakat setempat.

Adanya pola ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti bahwa masyarakat akan menjalankan
usaha ekowisata sendiri, tetapi secara simultan dan terintegrasi menjalankannya bersama segenap
penggiat wisata di tempat itu. Mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha
dan organisasi non pemerintah. Implementasi ekowisata perlu dipandang sebagai bagian dari
perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan disuatu daerah. Sehingga pelibatan para pihak
terkait diharapkan membangun suatu jaringan dan menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai
peran dan keahlian masing-masing.
Ekowisata membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat
yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar
penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan ekowisata.Di kawasan ekowisata
juga terdapat kawasan three in one, yaitu berbuat satu dapat tiga manfaat. Jika pemerintah dan
masayarakat dapat mengembangkan Ekowisata pesisir dan laut, maka akan diperolah tiga manfaat
sekaligus, yaitu kelestarian sumberdaya pesisir dan laut terjamin, kesejahteraan masyarakat
meningkat, dan satu bonus tidak perlu mengeluarkan biaya konservasi sumberdaya pesisir dan
laut, karena kelestarian sumberdaya akan terjaga dengan sendirinya jika dikelola dengan baik.

Ekowisata dan konservasi


Sejak 1970an, organisasi konservasi mulai melihat ekowisata sebagai alternatif ekonomiyang
berbasis konservasi karena tidak merusak alam ataupun tidak “ekstraktif” denganberdampak
negatif terhadap lingkungan seperti penebangan dan pertambangan.Ekowisata juga dianggap
sejenis usaha yang berkelanjutan secara ekonomi danlingkungan bagi masyarakat yang tinggal di
dalam dan di sekitar kawasan konservasi.Namun agar ekowisata tetap berkelanjutan, perlu tercipta
kondisi yang memungkinkandi mana masyarakat diberi wewenang untuk mengambil keputusan
dalam pengelolaanusaha ekowisata, mengatur arus dan jumlah wisatawan, dan
mengembangkanekowisata sesuai visi dan harapan masyarakat untuk masa depan.Ekowisata
dihargai dan dkembangkan sebagai salah satu program usaha yangsekaligus bisa menjadi strategi
konservasi dan dapat membuka alternatif ekonomi bagimasyarakat.Dengan pola ekowisata,
masyarakat dapat memanfaatkan keindahan alamyang masih utuh, budaya, dan sejarah setempat
tanpa merusak atau menjual isinya.

Ekowisata sebagai Program


Kegiatan wisata saat ini telah menjadi kebutuhan primer, yang dalam implementasinya kembali
disesuaikan dengan kekuatan ekonomi masing-masing. Di Indonesia isu wisata bahari dalam kurun
waktu 5 tahun ini nai seiring dengan naiknya isu terumbu karang.Hal ini berdampak pada
meningkatnya jumlah wisatawan. Hal ini dikhawatirkanakan melebihi daya dukung lingkungan.
Dengan meningkatnya wisatawan maka jumlah sampah juga akan semakin meningkat dan jumlah
air semakin terbatas. Selain itu, penambangan pasir dan terumbu untuk pembangunan penginapan
juga terjadi.Sehingga dengan demikian, sebuah rencana mejadikan suatu kawasan wisata menjadi
Ekowisata harus terprogram.
Sebagai sebuah percontohan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat adalah ekowisata di
Kepaulauan Seribu. Secara keseluruhan program ekowisata di wilayah tersebut melewati empat
tahap program yakni:
Tahap 1.Perencanaan dan pembentukan kelompok.Formulasi penentuan ekowisata berbasis
masyarakat dan pembentukan kelompok dirumuskan pada tahap ini melalui lokakarya dan diskusi.
Tahap 2.Pengembangan ekowisata berbasis masyarakat .Pada tahap ini ekowisata diperkenalkan
kepada pelaku-pelaku usaha terkait wisata, yaitu pemilik penginapan, penyedia jasa catering,
penyedia kapal dan para pemandu lainnya melalui sosialisasi dan pelatihan.Selain itu pada tahap
ini juga diupayakan adaya dukungan pemerintah untuk keberlanjutan pengembangan ekowisata
berbasis masyarakat di objek wisata dimaksud.
Tahap 3.Penguatan kapasitas aggota kelompok.Berbagai pelatihan untuk meningkatkan kapasitas
terkait kegiatan ekowisata untuk anggota kelompok diberikan.
Tahap 4.Pengembangan kemandirian organisasi.Pada tahap ini kemandirian organisasi
dikembangkan dan diperkuat melalui serangkaian pelatihan organisasi, sosialisasi kelompok
kepada pemerintah dan kelompok masyarakat lainnya, mempromosikan kelompok kepada pasar,
serta meningkatkan peran organisasi dalam pengelolaan objek wisata,(Budi Santoso dkk, 2010).

Kerjasama dan Kemitraan dalam Ekowisata


Program pengembangan ekowisata tidak akan berjalan secara efektif jika tidak ada kerjasama
dengan berbagai pihak. Oleh karena itu segenap pihak yang memiliki keterkaitan erat dengan
keberhasilan ekowisata harus dilibatkan.
1. Pemerintah, meliputi: Suku Dinas Budaya dan Pariwisata, Suku Dinas Perikanan, DISORDA,
TNKpS, dan KESMAS untuk penyedia fasilitas dan infrastruktur, dukungan kebijakan, dan untuk
pelestarian ekosistem yang ada pada objek wisata.
2. Universitas atau Perguruan Tinggi apa saja yang ada di sekitar atau dekat dengan objek wisata.
Bisa juga Balai Diklat yang melatih tentang konservasi dan ekowisata. Tujuannya untuk
penyediaan narasumber/pelatih peningkatan kapasitas kelompok dan pelestarian ekosistem yang
ada pada objek wisata.
3. Kelompok masyarakat. Kelompok nelayan atau karang taruna apa saja yang ada pada
masyarakat. Tujuannya untuk melakukan pengamatan ekosistem pada objek secara bersama dan
berkala.
4. Event organizer. Untuk membantu membangun pasar objek wisata (promosi dll).
5. LSM. Untuk penyediaan narasumber/pelatih peningkatan kapasitas kelompok.

Dampak Umum Ekowisata


Tidak sedikit manfaat yang telah diperoleh dari kegiatan Ekowisata, namun tidak sedikit pula
kerugian yang ditimbulkannya. Dampak positif yang dapat dirasakan dari kegiatan Ekowisata
dapat berupa : 1) peningkatan penghasilan dan devisa Negara; 2) tersedianya kesempatan kerja
baru; 3) berkembangnya usaha-usaha baru; 4) meningkatnya kesadaran masyarakat an wisatawan
tentang pentingnya konservasi sumberdaya alam; 5) peningkatan partisipasi masyarakat; dan 6)
meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal.
Manfaat lain dari kegiatan ekowisata dapat berupa: 1) meningkatnya nilai ekonomi sumberdaya
ekosistem; 2) Meningkatnya upaya pelestarian lingkungan; 3) meningkatnya keuntungan langsung
dan tidak langsung dari para stakeholders; 4) terbangunnya konstituensi untuk konservasi secara
lokal, nasional dan onternasional; 5) Meningkatnya promosi penggunaan sumberdaya alam secara
berkelanjutan; dan 6) Berkurangnya ancaman terhadap kenaekaragaman hayati yang ada di objek
wisata.
Terlepas dari dampak positif yang diperoleh, beberapa hasil kajian menunjukkan bahwa
pengelolaan Ekowisata yang kurang baik dapat melupakan kepentingan ekonomi masyarakat
lokal.

Rekomendasi
Ekowisata adalah konsep yang pling tepat untuk pengelolaan suatu objek wisata yang sekaligus
memiliki fungsi ekonomis bagi masyarakat dan fungsi konservasi untuk sumberdaya yang ada di
dalamnya. Secara umum, bila sebuah program ekowisata ingin diterapkan di suatu objek atau
kawasan wisata, maka ada beberap rekomendasai yang bisa dilaksanakan para pendesain program,
yaitu :
o Melakukan kajian apakah kegiatan ekowisata memang dibutuhkan di lokasi tersebut.
o Mengkaji apakah masyarakat secara sadar tertarik terhadap kegiatan ekowisata, sebab pelibatan
masayarakat secara aktif adalah kunci keberhasila program.
o Mengidentifikasi apakah fasilitas pendukung kegiatan ekowisata tersedia memadai.
Selanjutnya, menurut Ambo Tuwo (2011), menyangkut kelangsungan pertumbuhan kawasan
ekowisata dan juga tentunya akan menyangkut kelangsungan para pelaku wisata yang ada dalam
kawasan tersebut, hal yang perlu diperhatikan adalah: jumlah wisatawan; karakteristik wisatawan
dengan berbagai keinginan untuk berwisata; tipe dari aktivitas ekowisata yang dapat ditawarkan
pada sebuah kawasan ekowisata; struktur masyarakat yang berada pada kawasan ekowisata;
kondisi lingkungan sekitar yang berada pada kawasan tersebut; kemampuan masyarakat untuk
beradatasi terhadap perekembangan kepariwisataan, sehingga diperlukan sebuah analisa dampak
wisata pada setiap objek dan daya tarik wisata.
*)Agussalim, S.Pi (Widyaiswara Pertama BPPP Ambon)

Anda mungkin juga menyukai