Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Uji deskriptif merupakan uji yang digunakan untuk mengidentifikasi serta


mengukur sifat-sifat sensori. Prinsip dari uji ini adalah dengan
mengidentifikasi karakteristik sensori yang penting pada suatu produk dan
memberikan informasi mengenai derajat atas intensitas karakteristik tersebut.
Uji ini dapat membantu mengidentifikasi variabel bahan tambahan atau proses
yang berkaitan dengan karakteristik tertentu dari suatu produk. Terdapat
beberapa metode uji deskriptif, diantaranya adalah uji scoring atau skaling,
Flavor Profile & Texture Profile Test dan Qualitative Descriptive Analysis
(QDA). Uji scoring atau skaling merupakan uji yang dilakukan dengan
menggunakan skala atau skor yang dihubungkan dengan deskripsi tertentu
dari atribut mutu produk. Uji flavor / tekstur profile merupakan uji yang
digunakan untuk menguraikan karakteristik aroma dan flavor dari suatu
produk makanan, menguraikan karakteristik tekstur makanan. Uji ini dapat
digunakan untuk mendeskripsikan secara komplit suatu produk makanan.
Sedangkan uji Qualitative Descriptive Analysis (QDA) merupakan uji yang
digunakan untuk menilai karakteristik atribut mutu sensori dalam bentuk
angka-angka kuantitatif (Meilgaard, 2016).

Peranan uji deskriptif ini dalam bidang industri pangan adalah dapat
digunakan untuk pengembangan mutu produk baru, memperbaiki produk atau
proses serta dapat digunakan dalam pengendalian mutu produk secara rutin
(Meilgaard, 2016).

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum dari uji deskriptif adalah untuk mendeskripsikan sensori


(tekstur) produk pangan

1.3. Rumusan Masalah

Bagaimana cara mendeskripsikan sensori (tekstur) produk pangan ?


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Jenis Atribut Sensori

Uji deskripsi adalah uji untuk mengidentifikasi dan mengukur sifat-sifat


serta karakteristik sensori secara detil. Uji deskripsi digunakan untuk
mengidentifikasi karakteristik sensori yang penting pada suatu produk dan
memberikan informasi mengenai derajat atau intensitas karakteristik tersebut.
Uji ini dapat mengidentifikasi variabel bahan tambahan (ingredien) atau
proses yang berkaitan dengan karakteristik sensori tertentu dari produk.
Informasi ini dapat digunakan untuk pengembangan produk baru,
memperbaiki produk atau proses dan berguna juga untuk pengendalian mutu
rutin. Uji deskriptif tgerdiri atas Uji Scoring atau Skaling, Flavor Profile &
Texture Profile Test dan Qualitative Descriptive Analysis (QDA) (Nollet, 2008).

Atribut sensori adalah karakteristik mutu suatu produk yang akan diuji.
Sebelum memulai analisis sensori, perlu ditentukan terlebih dahulu atribut apa
saja yang menggambarkan mutu produk yang diharapkan. Jenis atribut
sensori adalah bau meliputi odor,aroma, fragrance. Bau sendiri dipengaruhi
oleh komposisi dan jenis bahan yang digunakan sebagai bahan pembuatan
produk pangan. Tekstur meliputi viskositas, konsistensi, dll. Semakin kental
suatu produk pangan maka viskositasnya tinggi. Kenampakan meliputi
bentuk, ukuran warna, dll (Nollet, 2008).

2.2. Pengertian Atribut Tekstur


Tekstur adalah atribut utama yang bersamaan dengan tampilan visual,
rasa, dan aroma, terdiri dari kualitas sensoris makanan (Costell, 2009).
Tekstur bisa diukur dengan cara yang obyektif (instrumental) dan tes subyektif
(sensorik).Analisis sensorik di mulut, karakteristik yang dirasakan meliputi
atribut mekanis (berkaitan dengan reaksi terhadap yang diterapkan kekuatan),
atribut geometris (berkaitan dengan bentuk, ukuran dan partikel orientasi di
dalam makanan) dan atribut yang berkaitan dengan persepsi kadar air atau
lemak. Hubungan antara pengukuran sensorik dan instrumental tekstur dapat
menemukan instrument untuk mengukur kualitas kontrol di industri pangan,
memprediksi respon konsumen sebagai tingkat kesukaan dan penerimaan
keseluruhan produk baru, memahami apa yang dirasakan di mulut selama
penilaian sensorik, dan mengoptimalkan metode instrumental untuk
melengkapi evaluasi sensorik (Paula & Ana, 2013).
2.3 Penentuan Jenis Tekstur

Tekstur merupakan sifat dari bahan yang dapat dirasakan melalui alat
indera. Jenis dasar dari tekstur sendiri ada dua, yaitu tekstur riil dan tekstur
visual. Tekstur riil adalah tekatur yang memang nyata dirasakan dengan
sentuhan. Sedangkan tekstur visual adalah tekstur yang hanya terlihat dengan
mata tanpa mengalami sentuhan langsung. Berdasarkan bentuknya, tekstur
dibedakan menjadi dua yaitu tekstur halus dan tekstur kasar. Tekstur halus
adalah bahan yang permukaannyya terdiri dari elemen-elemen yang halus
atau serupa baik bahan pembuatnya maupun warnanya. Sedangkan tekstur
kasar adalah bahan yang permukaannya terdiri dari bahan dasar yang
elemen-elemennya berbeda begitu juga warnanya (Bourne, 2014).

2.4 Biskuit

Biskuit merupakan salah satu produk olahan pangan yang berbahan


dasar tepung terigu dan dibuat dengan cara dipanggang pada oven. Menurut
Lord (2012) dalam Mentari (2015), istilah biskuit sangat beragam di berbagai
daerah di dunia. Asal kata ‘biscuit” (dalam Bahasa Inggris) berasal dari
bahasa Latin ‘bis coctus’ yang artinya dimasak dua kali. Sedangkan di
Amerika, biskuit populer dengan sebutan ‘cookie’ yang memiliki arti kue kecil
yang dipanggang. Terdapat bermacam-macam jenis biskuit.

Menurut Davidson (2016), terdapat empat macam biskuit berdasarkan


resep dan prosesnya, yaitu crackers, hard-sweet and semi-sweet bicuit, short
dough biscuit, dan cookies. Masing-masing jenis biskuit tersebut
membutuhkan perlakuan yang berbeda-beda pula pada proses
pengadukan/pencampuran (mixing), pembentukan (forming) dan
pemanggangan (baking).

Salah satu karakteristik dari produk biskuit adalah teksturnya yang


renyah namun lembut. Faktor yang mempengaruhi tekstur pada produk
biskuit adalah komponen-komponen dasar yang digunakan pada pembuatan
produk biskuit itu sendiri seperti jenis tepung terigu, suhu telur, suhu lemak,
jenis gula dan kadar bahan pengembang yang digunakan. Dimana jenis
tepung terigu yang digunakan harus mengandung protein yang rendah untuk
membentuk tekstur biskuit yang renyah, suhu telur dan lemak yang digunakan
mempengaruhi sifat adonan dan tekstur biskuit yang dihaslikan menjadi
lembut, jenis gula yang digunakan mempengaruhi rasa, aroma dan warna
yang dihasilkan setelah proses baking, serta kadar bahan pengembang yang
digunakan mempengaruhi tekstur kerenyahan biskuit (Wiglyey dkk, 2016).

2.5 Marshmallow

Marshmallow merupakan makanan ringan bertekstur seperti busa yang


lembut dalam berbagai bentuk, aroma dan warna. Marshmallow jika dimakan
dapat meleleh di dalam mulut hal ini merupakan hasil dari campuran gula atau
sirup jagung, putih telur, gelatin, gom arab, dan bahan perasa yang dikocok
hingga mengembang. Tekstur yang dimiliki oleh marshmallow adalah kenyal,
kekenyalan merupakan ciri utama dari marshmallow. Tekstur dalam produk
makanan umumnya dipengaruhi oleh kadar air,kadar lemak, protein serta
struktur karbohidrat. Selain itu tekstur juga dipengaruhi oleh kadar pemanis
yang dikandungnya. Marshmallow merupakan salah satu produk
confectionary, seperti halnya produk confectionary lainnya, marshmallow
memiliki kandungan gula yang tinggi. Kandungan gula inilah yang
mempengaruhi tekstur. Selain itu marshmallow memiliki tektur yang lembut
dan lentur(Yanis, 2014).

2.6 Permen jelly

Permen pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu permen kristalin


(krim) dan permen non kristalin (amorphous). Premen kristalin mempunyai
rasa yang khas dan apabila dimakan terdapat rasa krim yang mencolok.
Contoh permen kristalin adalah foundant, fudge, penuche, dan divinity.
Sedangkan permen non kristalin dikenal dengan sebutan without form. Pada
pembuatan permen jenis ini, pembentukan kristal harus dihindari. Contoh dari
permen non kristalin adalah caramels, butterscotch, hard candy, lollypop,
marshmallow, dan urn drops. Permen sendiri dibuat dari gula yang dicairkan
dan ditambahkan bahan-bahan tambahan pendukung lainnya (Nuraini, 2007).

Permen jelly merupakan jenis permen yang memiliki tekstur yang kenyal
atau elastik. Tingkat kekenyalan =nya pun bervariasi dari agak lembut hingga
agak keras. Permen jelly merupakan produk semi basah denga kandungan air
antara 20-40% (Ayustaningwarno, 2014).

2.7 Keripik
Keripik adalah sejenis makanan ringan yang berupa irisan tipis dari
umbi-umbian, buah-buahan, ataupun sayuran yang digoreng di dalam minyak
nabati hingga kering. Untuk menghasilkan rasa yang gurih dan renyah
biasanya dicampur dengan adonan tepung yang diberi bumbu rempah
tertentu. Secara umum keripik dibuat melalui tahap penggorengan, tetapi ada
pula yang hanya melalui penjemuran atau pengeringan. Keripik dapat berasa
dominan asin, pedas, manis, asam, gurih atau paduan dari kesemuanya.
Kualitas pada keripik ditentukan dari teksturnya yang renyah. Keripik
yang baik apabila digigit akan renyah, tidak keras, tidak lembek, dan tidak
mudah hancur. Kerenyahan ditentukan oleh kadar air yang terkandung dalam
bahan. Apabila kadar air bahan tinggi, maka keripik yang dihasilkan kurang
renyah, sebaliknya apabila kadar keripik rendah, maka keripik yang dihasilkan
renyah. Untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada bahan, maka
dilakukan proses pengeringan, bisa dengan menggunakan sinar matahari,
oven maupun cabinet dryer (Nofrianti, 2013).
2.8. Snack Beras atau Crakcer Beras
Kerupuk beras atau rice cracker adalah salah satu jenis kerupuk yang
terbuat dari bahan baku beras pecah. Kerupuk beras memiliki tekstur yang
kasar, untuk itu diperlukan adanya formulasi penambahan tepung-tepungan
lokal untuk meningkatkan kualitas kerupuk beras yang dihasilkan. Kerupuk
beras yang baik adalah yang mempunyai tekstur yang renyah, pada kerupuk
beras yang terbuat dari beras pecah mempunyai tingkat kerenyahan yang
tinggi karena memiliki kandungan amilopektin yang tinggi (Sunarti dan
Michael, 2013).

2.9 Hard Candy

Permen pada umumnya dibagi menjadi dua, yaitu permen kristalin


(krim) dan permen non kristalin (amorphous). Premen kristalin mempunyai
rasa yang khas dan apabila dimakan terdapat rasa krim yang mencolok.
Contoh permen kristalin adalah foundant, fudge, penuche, dan divinity.
Sedangkan permen non kristalin dikenal dengan sebutan without form. Pada
pembuatan permen jenis ini, pembentukan kristal harus dihindari. Contoh dari
permen non kristalin adalah caramels, butterscotch, hard candy, lollypop,
marshmallow, dan urn drops. Permen sendiri dibuat dari gula yang dicairkan
dan ditambahkan bahan-bahan tambahan pendukung lainnya (Nuraini, 2007).
Hard candy adalah salah satu contoh dari permen non kristalin.
Tekstur dari hard candy ini sesuai dengan namanya, yaitu keras dengan
permukaan yang mengkilat serta bening. Tekstur keras yang terbentuk pada
hard candy ini karena hard candy mengandung jumlah air yang sangat sedikit
(Fenaroli, 2007).
BAB 3
METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

Alat:

1. Wadah
2. Label
3. Alat tulis
4. Tissue
Bahan:

1. Biskuit
2. Marshmallow
3. Permen jeli
4. Keripik
5. Snack beras
6. Hard candy
3.2 Diagram Alir
 Preparasi sampel

Alat dan Bahan

biskuit marshmallow Permen jeli keripik Snack Permen


beras coklat

Disajikan dengan ukuran sama

Wadah diberi label dengan kode 3 digit angka yang berbeda

Diletakkan sampel kedalam wadah pengujian

Sampel

 Penyajian sampel

Sampel

Diletakkan pada meja panelis

Disiapkan air mineral, kuisoner

Dimulai pencicipan

Hasil
DAFTAR PUSTAKA

Ayustaningwarno, Fitriyono. 2014. Aplikasi Pengolahan Pangan. Yogyakarta:


Deepublish
Bourne, Malcolm C. 2014. Food Texture and Viscocity: Concept and
Measurement. London: Academic Press
Costell, E. 2009. Food Texture: Sensory Evaluation. Valencia: IATA-CSIC

Davidson, Ian. 2016. Biscuit Baking Technology: Processing and Engineering


Manual Second Edition. London: Elsevier
Fenaroli, Giovanni. 2007. Fenaroli’s Handbook of Flavor Ingridients. Boston: CRC
Press Inc.
Meilgaard, Morten C, Gail Vance Civille dan B. Thomas Carr. 2016. Sensory
Evaluation Technique : Fifth Edition. Boca Raton: Taylor & Francis Group,
LLC
Mentari, Sonia Indah. 2015. Perbedaan Penggunaan Tepung Ubi Terhadap
Kualitas Organoleptik dan Kandungan Gizi Biskuit. Skripsi. Semarang:
Universitas Negeri Semarang
Nollet, Leo. 2008. Hand Book of Muscle Foods Analysis. Florida: CRC Press
Norfrianti R. 2013. Metode Freeze Drying Bikin Keripik Makin Crunchy. Bogor:
Institut Pertanian Bogor
Nuraini, Henny. 2007. Memilih & Membuat Jajanan Anak yang Sehat & Halal.
Jakarta: Qultummedia
Paula, A.M. & Ana C. C. 2013. Texture profile and correlation between sensory
and instrumental analyses on extruded snacks. Journal of Food
Engineering 121. Rio: Instituto de Biociências
Sunarti, T. C. dan Michael. 2013. Pemanfaatan Beras Pecah dan Penambahan
Tepung-Tepungan Lokal Untuk Meningkatkan Kualitas Kerupuk Beras E-
Jurnal Agroindustri Indonesia Vol. 2 No. 1. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Wrigley, Colin dkk. 2016. Encyclopedia of Food Grains. Oxford: Elsevier
Yanis M, S Aminah, Handayani, Ramdhan, Sri Harnanik. 2014. Tingkat Kesukaan
Konsumen terhadap Marshmallow Berbahan Baku Temulawak.
Bioindustri. Vol.15 No.2 Hal 535-645

Anda mungkin juga menyukai