Lanjut ke konten
Beranda
Perihal
keperawatan
Blog Lain
Blok Pernafasan →
Ners Sony bekerja di sebuah rumah sakit dan tinggal di daerah pedesaan. Saat di
rumah dia melakukan praktik dengan menerima pasien dari masyarakat
sekitarnya. Semakin lama pasiennya bertambah banyak. Saat praktik dia
memberikan pengobatan sesuai dengan pengalamannya saat bekerja di rumah
sakit. Pada suatu hari datang Tn. Ahmad dengan keluhan mual, muntah, pusing,
dan hipertermi. Ners Sony kemudian memberikan injeksi dan obat kepada pasien.
Setelah 2 jam di rumah, Tn. Ahmad mengalami kejang dan tidak sadarkan diri.
Keluarga panik dan akan melaporkan Ners Sony ke polisi.
Dari kasus tersebut perlu dilakukan analisa dan klarifikasi lebih dalam terkait
bagaimana seorang perawat memberikan asuhan keperawatan kepada klien,
cakupan tanggungjawab perawat dalam melaksanakan tugas profesional yang
berdaya guna dan berhasil guna. Selanjutnya akan dibahas lebih lanjut dari aspek
etik dan hukum dalam profesi keperawatan.
1. Pembahasan
Praktek keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan legal
yang ada dalam praktik perawat. Pemahaman tentang implikasi hukum dapat
mendukung pemikiran kritis seorang perawat, sama dengan semua aspek
keperawatan. Perawat perlu memahami hukum untuk melindungi hak pasien dan
dirinya sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu takut hukum, tetapi lebih melihat
hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat atau pasien
harapkan dari penyelenggara pelayanan keperawatan yang profesional.
Prinsip legal dan etis meliputi prinsip otonomi, berbuat baik, keadilan, tidak
merugikan, kejujuran, menepati janji, kerahasiaan, akuntabilitas dan informed
consent. Semua prinsip tersebut harus ada pada seorang perawat yang profesional,
sehingga dalam pelayanannya melakukan asuhan keperawatan untuk pasien itu
sesuai dengan standar dan pasien nantinya akan merasakan hak-haknya dipenuhi
dengan baik sebagai seorang pasien baik itu di Rumah Sakit atau pelayanan
kesehatan lain (Blais, Hayes, Kozier & Erb, 2007).
Setiap perawat akan melakukan tindakan keperawatan baik itu di Rumah Sakit
maupun diluar Rumah Sakit, harus menyampaikan informasi yang benar dan jujur
kepada pasien, seperti efek yang akan ditimbulkan ketika pasien mendapat tindakan
keperawatan tertentu dan berapa lama suatu obat bekerja. Pada kasus diatas, Ns.
Sony melakukan tindakan keperawatan memberikan obat. Pemberian obat
merupakan salah satu tindakan medis yang dimiliki oleh dokter untuk kategori jenis
obat yang diberikan, namun untuk pelaksanaannya adalah perawat yang melakukan
pemberian obat tersebut, baik itu oral, perenteral, suppositoria dan yang lainnya.
Menurut Guy (2010), perawat harus menyampaikan informasi yang benar dan jujur
kepada pasien terkait dengan tindakan atau resiko yang akan dialami oleh pasien,
tidak dianjurkan seorang perawat atau tenaga medis lainnya menyampaikan
informasi yang tidak benar bahkan sampai menakut-nakuti pasien dan keluarga
dengan harapan mereka mau atau tidak mau dilakukan tindakan medis atau
keperawatan, disesuaikan dengan situasi dan kasus yang ada.
Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat akan tercermin dalam setiap
langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam
merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam
tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting
dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan dimana nilai-nilai pasen
selalu menjadi pertimbangan dan dihormati. Memahami masalah etika, hukum,
dan sosial untuk menyelesaikan masalah dalam praktek sangat penting untuk
melayani pasien, keluarga, dan masyarakat dengan aman serta perawatan kesehatan
yang efektif (Badzek, Laurie, Henaghan, Turner, Martha, & Rita, 2013).
Menurut Chattopadhyay, S. (2012), setiap dokter dan perawat harus peduli dan tahu
betapa pentingnya untuk menginformasikan pasien tentang diagnosis dan prognosis
dari penyakit serta pilihan pengobatan. Karena dengan pasien yang tahu kondisinya
akan bisa dengan mudah diajak untuk ikut peran serta dalam proses penyembuhan
dan tindakan baik medis maupun paramedis yang dijalaninya.
Secara legal etik, setiap tindakan yang dilakukan pada pasien harus diberikan
informasi dan dilakukan penandatanganan formulir yang disebut sebagai informed
consent. Informed consent adalah pengakuan atas hak autonomy pasien, yaitu hak
untuk dapat menentukan sendiri apa yang boleh dilakukan terhadap dirinya.
karenanya tidak hanya informed consent yang kita kenal, melainkan juga informed
refusal. Doktrin informed consent mensyaratkan agar pembuat consent telah
memahami masalahnya terlebih dahulu (informed) sebelum membuat keputusan
(consent atau refusal) (Iserson, 2014).
Dengan demikian, informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan
komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran
tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed
consent dilihat dan aspek hukum bukanlah suatu perjanjian antara dua pihak
melainkan ke arah persetujuan sepihak atas tindakan yang ditawarkan pihak lain.
Dengan demikian cukup ditandatangani oleh pasien atau walinya. Sebelum ners sony
melakukan tindakan, pasien juga harus benar-benar mendapatkan informasi yang
benar serta tidak membahayakan pasien, dalam hal ini Tn. Ahmad. Hal tersebut
sesuai dengan nilai keadilan (justice) dan tdak membahayakan (beneficience).
Apalagi tindakan yang dilakukan ners Sony salah satunya yaitu pemberian obat.
Nama obat dan kegunaan serta efek sampingnya harus pasien ketahui dengan baik.
Informed consent dirumuskan sebagai suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas
upaya medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah memperoleh
informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong
dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi (Badzek,
Laurie, Henaghan, Turner, Martha & Monsen, 2013).
Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3
(tiga) unsur meliputi keterbukaan informasi yang cukup diberikan, dokter atau
tenaga kesehatan lain yang berkompeten dalam memberikan informasi tersebut dan
persetujuan dari pasien dengan sukarela (tanpa paksaan atau tekanan). Hal ini tidak
berarti para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan
melaksanakan informed consent karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan pada
pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari pihak pasien
atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu dilakukan.
Profesi perawat juga telah memiliki aturan tentang kewenangan profesi, yang
memiliki dua aspek, yaitu kewenangan material dan kewenangan formil. Kewenagan
material diperoleh sejak seseorang memperoleh kompetensi dan kemudian ter-
registrasi, yang disebut sebagai Surat ijin perawat (SIP). Sedangkan kewenangan
formil adalah ijin yang memberikan kewenangan kepada perawat (penerimanya)
untuk melakukan praktek profesi perawat, yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja
didalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara
perorangan atau kelompok. (Permenkes 148, 2010).
Contoh kasus diatas sudah jelas, bahwa dalam hal ini Tn. Ahmad dan keluarga yang
merasa dirugikan dengan tindakan yang dilakukan oleh ners Sony dalam melakukan
asuhan keperawatan mandiri dirumah. Tidak hanya memberikan informasi secara
baik dan benar terkait obat atau tindakan lain misalnya sebelum diberikan kepada
pasien, tetapi riwayat terkait alergi terhadap suatu obat juga perlu ditanyakan,
barangkali hal ini yang belum ners Sony lakukan kepada Tn. Ahmad. Karena bisa
jadi kejang yang dialami Tn. Ahmad merupakan efek samping setelah obat diberikan
dan ternyata pasien atau Tn. Ahmad alergi terhadap obat tersebut.
Riwayat kesehatan pasien atau Tn. Ahmad juga perlu dilakukan anamnesa, tidak
menutup kemungkinan jika Tn. Ahmad juga mempunyai penyakit yang akan
kambuh pada kondisi-kondisi tertentu dengan faktor penyebab yang kita atau pihak
keluarga belum mengetahuinya secara pasti. Bisa jadi kejang yang muncul tersebut
merupakan efek dari kambuhnya penyakit yang dialami Tn. Ahmad, bukan karena
efek obat yang diberikan oleh ners Sony atau akibat dari tindakan keperawatan yang
sudah dilakukan.
Proses pengkajian yang dilakukan dengan baik, meliputi anamnesa baik itu langsung
maupun tidak langsung, akan membuat tindakan perawatan atau penanganan yang
dilakukan terhadap pasien akan lebih baik. Data pengkajian yang detail dan spesifik
akan memberikan gambaran lebih kepada perawat dalam hal ini yang akan
memberikan asuhan keperawatan untuk lebih teliti dalam mengambil keputusan,
tindakan apakah yang sebaiknya diberikan kepada pasien dengan
memperteimbangkan banyak nilai, moral, keyakinan dan segi kesehatan itu sendiri.
Pemahaman tentang kebutuhan pasien juga akan menginisiasi perawat untuk
memberikan proses keperawatan (Lachman, 2012).
Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat akan tercermin dalam setiap
langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam
merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam
tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting
dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan dimana nilai-nilai pasen
selalu menjadi pertimbangan dan dihormati. Memahami masalah etika, hukum,
dan sosial untuk menyelesaikan masalah dalam praktek sangat penting untuk
melayani pasien, keluarga, dan masyarakat dengan aman serta perawatan kesehatan
yang efektif (Badzek et al, 2013).
Hubungan perawat dengan pasien serta tenaga kesehatan lain dapat dilihat dari
pelayanan praktek keperawatan, baik dari kode etik dan standar praktek atau ilmu
keperawatan. Pada praktek keperawatan, perawat dituntut untuk dapat bertanggung
jawab baik etik, disiplin dan hukum. Seorang perawat dapat memegang teguh
prinsip atau nilai-nilai yang mendasari praktik keperawatan itu sendiri, yaitu
membantu pasien untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal, membantu
meningkatkan autonomi pasien dalam mengekspresikan kebutuhannya, perawat
mendukung martabat kemanusiaan dan berlaku sebagai advokat bagi pasien serta
menjaga kerahasiaan pasien.
Dampak dari kelalaian secara umum dapat dilihat baik sebagai pelanggaran nilai dan
moral serta pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai dampak bagi pelaku,
penerima, dan organisasi profesi dan administrasi. Sedangkan dari segi perawat
secara perorangan, harus dilihat dahulu apakah perawat tersebut kompeten dan
sudah memiliki Surat Ijin Perawat, atau lainnya sesuai ketentuan perudang-
undangan yang berlaku, apa perawat tersebut memang kompeten dan telah sesuai
melakukan praktek asuhan keperawatan, terlebih dalam praktik keperawatan yang
dilakukan adalah praktek mandiri dirumah. Keputusan ada atau tidaknya
kelalaian/malpraktek bukanlah penilaian atas hasil akhir pelayanan praktek
keperawatan pada pasien, melainkan penilaian atas sikap dan tindakan yang
dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga medis dibandingkan dengan
standar yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Badzek, Laurie, Henaghan, M., Turner, Martha, & Monsen, Rita. (2013). Ethical,
legal, and social issues in the translation of genomics into health care. Journal of
Nursing Scholarship, 45(1), 15-24.
Blais, K., Hayes, J., Kozier, B., & Erb, G. (2007). Praktik Keperawatan Profesional:
Konsep dan Perspektif. Jakarta: EGC Kedokteran.
Chattopadhyay, S. (2012). Telling culturally construed truth in clinical practice. The
Lancet, 379(9815), 520.
Dalami, E. , Rochimah, & Suryani, K. (2010). Etika Keperawatan. Jakarta: Trans
Info Media.
Dermawan, D. (2013). Pengantar Keperawatan Profesional. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
Garmel, GM. (2013). Conflict resolution in emergency medicine. In J. Adams
(Ed.), Emergency Medicine (2nd ed., pp. 1743-1748). Illinois: Elsevier.
Guy, H. (2010). Accountability and legal issues in tissue viability nursing. Nursing
Standard, 25(7), 62-4, 66-7.
Iserson, KV., Heine, CE. (2014). Bioethics. In J. Marx (Ed.), Rosen’s Emergency
Medicine (8 ed., pp. 33-46). California: Saunders.
Lachman, VD. (2012). Applying the ethics of care to your nursing practice. Medsurg
Nursing, 12(2), 112-116.
Nikolaus, T. (2014). Ethical and Legal Aspects of Nursing Care: a Focus on the Greek
Legislation International Journal of Caring Sciences 7(1).
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.02.02/MENKES/148/I/2010. Tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan
Permenkes RI No.290/Menkes/PER/III/2008 pasal 3 ayat 1 tentang pemberian
informasi atau Informed Consent
Sudrajat, DA. (2009). Aspek hukum praktik keperawatan Jurnal Kesehatan Kartika
Stikes A. Yani .
Report this ad
Report this ad
Bagikan ini:
Twitter
Google
Blok Pernafasan →
Tinggalkan Balasan
Search
Cari
Kalender
S S R K J S M
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21
22 23 24 25 26 27 28
29 30 31
Desember 2014
Info Kontak
Jalan Pendidikan 339A
+62857-2920-7100
Arsip Posting
Desember 2014 (8)
Statistik Blog
8,554 hits
castle42
Blog di WordPress.com.
Ikuti