Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini telah kita jumpai kasus penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika, Prekursor dan bahan adiktif lainnya di masyarakat yang semakin
meningkat, sehingga kita sebagai masyarakat awam harus lebih mawas diri
terhadap bahaya yang mengancam diri kita, anak, saudara maupun masyarakat
di lingkungan sekitar kita. Penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika,
Psikotropika saat ini telah mencapai situasi yang mengkhawatirkan. Pengaruh
arus globalisasi di bidang informasi, transportasi dan modernisasi merupakan
faktor pendorong terhadap maraknya peredaran gelap Narkotika dan
Psikotropika.
Berbagai upaya pencegahan terhadap penyalahgunaan dan peredaran
Narkotika dan Psikotropika telah dilakukan antara lain dengan pengawasan
yang ketat sejak pengadaan bahan baku sampai dengan penggunaannya. Namun
demikian peredaran gelap yang berkembang saat ini tidak hanya narkotika dan
psikotropika, tetapi sudah merambah kepada bahan yang digunakan untuk
membuat Narkotika dan Psikotropika yang lazimnya disebut prekursor.
Sebagian dari kita mungkin banyak yang belum mengetahui dan mengenal apa
yang dimaksud dengan prekursor, baik dalam artiannya dan kegunaannya.
Pada dasarnya prekursor digunakan secara resmi di industri farmasi
sebagai bahan baku obat, bahan untuk pembuatan bahan baku obat, industri
makanan, industri kimia dan industri lainnya. Tetapi ada sebagian oknum yang
diduga sering menyalahgunakan dan menyimpang ke jalur yang tidak resmi
untuk dijadikan pembuatan Narkotika dan Psikotropika.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan narkotika, psikotropika dan prekursor?
2. Mengapa peredaran narkotika, psikotropika dan prekursor diawasi
pemerintah?
3. Bagaimana proses pengadaan dan pelaporan narkotika, psikotropika dan
precursor?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian narkotika, psikotropika dan prekursor?
2. Untuk mengetahui alasan pemerintah mengawasi peredaran narkotika,
psikotropika dan prekursor?
3. Untuk mengetahui proses pengadaan dan pelaporan narkotika, psikotropika
dan prekursor?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Narkotika, Psikotropika dan Prekursor


1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang tentang Narkotika.
2. Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku. Prekursor adalah zat atau bahan
pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan
Narkotik dan Psikotropik (PP No.44 tahun 2010). Penggunaan istilah
prekursor bukan hanya bahan-bahan yang mengandung narkoba, tetapi
bisa juga yang membantu proses pembentukan narkoba. prekursor ini
bisa sebagai perantara terbentuknya zat lain, atau dapat bekerja sebagai
zat asam dalam pembentukan garam narkoba.
3. Prekursor adalah zat atau bahan pemula yang dapat digunakan untuk
pembuatan narkotika dan psikotropika, prekursor tersebut berguna
untuk Industri farmasi,pendidikan,pengembangan ilmu pengetahuan
dan pelayanan kesehatan. Prekursor tersebut kalau di Indonesia
peredarannya diawasi oleh pemerintah untuk terjadinya penyimpangan
.prekursor tersebut hanya boleh di ekspor oleh 3hemical3 tertentu dan
diimpor oleh importir tertentu setelah diberikan rekomendasi oleh
POLRI dan BNN. Sedangkan untuk industri dapat dilakukan ekspor-
impor setelah mendapatkan rekomendasi dari Industri agro dan kimia
(IAK).

3
B. PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR
OLEH PEMERINTAH
Peredaran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi terdiri dari
Penyaluran dan Penyerahan. Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi wajib memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyaluran Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan berdasarkan: a. surat pesanan;
atau b. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) untuk
pesanan dari Puskesmas.
Mengingat belakangan ini penyalahgunaan prekursor dalam pembuatan
narkotika dan psikotropika telah menjadi ancaman yang sangat serius yang
dapat menimbulkan gangguan bagi kesehatan, instabilitas ekonomi, gangguan
keamanan, serta kejahatan internasional. Pengaturan narkotika, psikotropika
dan prekursor oleh pemerintah bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
bahaya penyalahgunaan, mencegah dan memberantas peredaran gelap
narkotika, psikotropika dan prekursor, mencegah terjadinya kebocoran dan
penyimpangan, dan menjamin ketersediaannya untuk industri farmasi, industri
non farmasi, dan pengembangan ilmu dan pengetahuan dan teknologi.
Menurut permenkes nomor 3 tahun 2015
 Pasal 5
(1) Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi
hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri.
(2) Untuk mendapatkan izin edar Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.
(3) Ketentuan mengenai tata cara untuk mendapat izin edar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
 Pasal 9

4
(1) Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat
dilakukan berdasarkan: a. surat pesanan; atau b. Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO) untuk pesanan dari Puskesmas.
(2) Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya dapat
berlaku untuk masing-masing Narkotika, Psikotropika, atau Prekursor
Farmasi.
(3) Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis
Narkotika.
(4) Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi hanya dapat
digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa jenis Psikotropika atau Prekursor
Farmasi.
(5) Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) harus
terpisah dari pesanan barang lain.
 Pasal 14
(1) Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi hanya dapat dilakukan oleh:
a. Industri Farmasi kepada PBF dan Instalasi Farmasi Pemerintah;
b. PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah dan Lembaga Ilmu
Pengetahuan;
c. PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada
Industri Farmasi, untuk penyaluran Narkotika;
d. Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat kepada Instalasi Farmasi Pemerintah
Daerah, Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik Pemerintah, dan Instalasi
Farmasi Tentara Nasional Indonesia atau Kepolisian; dan
e. Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah kepada Instalasi Farmasi Rumah
Sakit milik Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Klinik milik Pemerintah
Daerah, dan Puskesmas.
(2) Selain kepada PBF lainnya, Apotek, Rumah Sakit, Instalasi Farmasi
Pemerintah dan Lembaga Ilmu Pengetahuan sebagaimana dimaksud pada

5
ayat (1) huruf b, PBF dapat menyalurkan Prekursor Farmasi golongan obat
bebas terbatas kepada Toko Obat.
 Pasal 17
(1) Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang
dilakukan oleh Industri Farmasi, PBF, atau Instalasi Farmasi Pemerintah
harus dilengkapi dengan:
a. surat pesanan;
b. faktur dan/atau surat pengantar barang, paling sedikit memuat: 1. nama
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; 2. bentuk sediaan; 3.
kekuatan; 4. kemasan; 5. jumlah; 6. tanggal kadaluarsa; dan 7. nomor batch.
(2) Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan melalui jasa
pengangkutan hanya dapat membawa Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi sesuai dengan jumlah yang tecantum dalam surat
pesanan, faktur, dan/atau surat pengantar barang yang dibawa pada saat
pengiriman.
 Pasal 18
(1) Penyerahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat
dilakukan dalam bentuk obat jadi.
(2) Dalam hal Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
kepada pasien, harus dilaksanakan oleh Apoteker di fasilitas pelayanan
kefarmasian.
(3) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara
langsung sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian.
(4) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
penyerahan Prekursor Farmasi yang termasuk golongan obat bebas terbatas
di Toko Obat dilakukan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian.
 Pasal 24
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di
fasilitas produksi, fasilitas distribusi, dan fasilitas pelayanan kefarmasian

6
harus mampu menjaga keamanan, khasiat, dan mutu Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
 Pasal 37
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya
dilakukan dalam hal:
a. diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan/atau tidak dapat diolah kembali;
b. telah kadaluarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa
penggunaan;
d. dibatalkan izin edarnya; atau
e. berhubungan dengan tindak pidana.
 Pasal 43
(1) Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek,
Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,
Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau dokter praktik perorangan yang
melakukan produksi, Penyaluran, atau Penyerahan Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi wajib membuat pencatatan mengenai pemasukan
dan/atau pengeluaran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
(2) Toko Obat yang melakukan penyerahan Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi wajib membuat pencatatan mengenai pemasukan dan/atau
pengeluaran Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi.
(3) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling
sedikit terdiri atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi;
b. jumlah persediaan;
c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
d. jumlah yang diterima;

7
e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan;
f. jumlah yang disalurkan/diserahkan;
g.nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau
penyaluran/penyerahan; dan
h. paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
(4) Pencatatan yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) harus dibuat sesuai dengan dokumen penerimaan dan dokumen
penyaluran termasuk dokumen impor, dokumen ekspor dan/atau dokumen
penyerahan.

C. PROSES PENGADAAN DAN PELAPORAN NARKOTIKA,


PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR
1. Pengelolaan Narkotika
Pengelolaan narkotika diatur secara khusus untuk menghindari
terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat tersebut. Pelaksanaan
pengelolaan narkotika di Apotek meliputi :
a. Pemesanan Narkotika
Pemesanan sediaan narkotika menggunakan Surat Pesanan Narkotik yang
ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA). Pemesanan
dilakukan ke PT. Kimia Farma Trade and
Distribution (satu satunya PBF narkotika yang legal di indonesia) dengan
membuat surat pesanan khusus narkotika rangkap empat. Satu lembar Surat
Pesanan Asli dan dua lembar salinan Surat Pesanan diserahkan kepada Pedagang
Besar Farmasi yang bersangkutan sedangkan satu lembar salinan Surat Pesanan
sebagai arsip di apotek, satu surat pesanan hanya boleh memuat pemesanan satu
jenis obat (item) narkotik misal pemesanan pethidin satu surat pesanan dan
pemesanan kodein satu surat pesanan juga, begitu juga untuk item narkotika
lainnya.

8
b. Penerimaan Narkotika
Penerimaan Narkotika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan
dengan sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur
tersebut setelah sebelumnya dilakukan pencocokan dengan surat pesanan.
Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah
narkotika yang dipesan.
c. Penyimpanan Narkotika
Obat-obat yang termasuk golongan narkotika di Apotek disimpan pada
lemari khusus yang terbuat dari kayu (atau bahan lain yang kokoh dan kuat)
yang ditempel pada dinding, memiliki 2 kunci yang berbeda, terdiri dari 2
pintu, satu untuk pemakaian sehari hari seperti kodein, dan satu lagi berisi
pethidin, morfin dan garam garamannya. Lemari tersebut terletak di tempat
yang tidak diketahui oleh umum, tetapi dapat diawasi langsung oleh Asisten
Apoteker yang bertugas dan penanggung jawab narkotika.
d. Pelayanan Narkotika
Apotek hanya boleh melayani resep narkotika dari resep asli atau salinan
resep yang dibuat oleh Apotek itu sendiri yang belum diambil sama sekali
atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani pembelian obat
narkotika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh apotek lain.
Resep narkotika yang masuk dipisahkan dari resep lainnya dan diberi garis
merah di bawah obat narkotik.
e. Pelaporan Narkotika
Pelaporan penggunaan narkotika dilakukan setiap bulan. Laporan
penggunaan obat narkotika di lakukan melalui online SIPNAP (Sistem
Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). Asisten apoteker setiap bulannya
menginput data penggunaan narkotika dan psikotropika melalui SIPNAP
lalu setelah data telah terinput data tersebut di import (paling lama sebelum
tanggal 10 pada bulan berikutnya). Laporan meliputi laporan pemakaian
narkotika untuk bulan bersangkutan (meliputi nomor urut, nama

9
bahan/sediaan, satuan, persediaan awal bulan), pasword dan username
didapatkan setelah melakukan registrasi pada dinkes setempat.
(sipnap.binfar.depkes.go.id)
f. Pemusnahan Narkotika
Prosedur pemusnahan narkotika dilakukan sebagai berikut :
 APA membuat dan menandatangani surat permohonan pemusnahan
narkotika yang berisi jenis dan jumlah narkotika yang rusak atau tidak
memenuhi syarat.
 Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirimkan ke Balai
Besar Pengawas Obat dan Makanan. Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan akan menetapkan waktu dan tempat pemusnahan.
 Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari APA, Asisten
Apoteker, Petugas Balai POM, dan Kepala Suku Dinas Kesehatan
Kabutapten/Kota setempat.
 Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat Berita Acara
Pemusnahan yang berisi :
a) Hari, tanggal, bulan, tahun dan tempat dilakukannya pemusnahan
b) Nama, jenis dan jumlah narkotika yang dimusnahkan
c) Cara pemusnahan
d) Petugas yang melakukan pemusnahan
e) Nama dan tanda tangan Apoteker Pengelola Apotek
Berita acara tersebut dibuat dengan tembusan :
a) Kepala Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b) Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan DKI Jakarta.
c) Arsip apotek.

2. Pengelolaan Psikotropika
Selain pengelolaan narkotika, pengelolaan psikotropika juga diatur
secara khusus mulai dari pengadaan sampai pemusnahan untuk menghindari

10
terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat tersebut. Pelaksanaan
pengelolaan psikotropika di Apotek meliputi:
a. Pemesanan Psikotropika
Pemesanan psikotropika dengan surat pemesanan rangkap 2,
diperbolehkan lebih dari 1 item obat dalam satu surat pesanan, boleh
memesan ke berbagai PBF.
b. Penerimaan Psikotropika
Penerimaan Psikotropika dari PBF harus diterima oleh APA atau
dilakukan dengan sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani
faktur tersebut setelah sebelumnya dilakukan pencocokan dengan surat
pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis
dan jumlah Psikotropika yang dipesan
c. Penyimpanan Psikotropika
Penyimpanan obat psikotropika diletakkan di lemari yang terbuat dari
kayu (atau bahan lain yang kokoh dan kuat). Lemari tersebut
mempunyai kunci (tidak harus terkunci) yang dipegang oleh Asisten
Apoteker sebagai penanggung jawab yang diberi kuasa oleh APA.
d. Pelayanan Psikotropika
Apotek hanya melayani resep psikotropika dari resep asli atau salinan
resep yang dibuat sendiri oleh Apotek yang obatnya belum diambil
sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani
pembelian obat psikotropika tanpa resep atau pengulangan resep yang
ditulis oleh apotek lain.
e. Pelaporan Psikotropika
Laporan penggunaan psikotropika dilakukan setiap bulannya melalui
SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). Asisten
apoteker setiap bulannya menginput data penggunaan psikotropika
melalui SIPNAP lalu setelah data telah terinput data tersebut di import.
Laporan meliputi laporan pemakaian narkotika untuk bulan
bersangkutan (meliputi nomor urut, nama bahan/sediaan, satuan,

11
persediaan awal bulan). pasword dan username didapatkan setelah
melakukan registrasi pada dinkes setempat.
(sipnap.binfar.depkes.go.id)
f. Pemusnahan Psikotropika
Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan tata cara pemusnahan
narkotika.

3. Pengelolaan precursor
Prekursor adalah zat atau bahan pemula yang dapat digunakan untuk
pembuatan narkotika dan psikotropika, prekursor tersebut berguna untuk
Industri farmasi,pendidikan,pengembangan ilmu pengetahuan dan
pelayanan kesehatan. Prekursor tersebut kalau di Indonesia peredarannya
diawasi oleh pemerintah untuk terjadinya penyimpangan .prekursor tersebut
hanya boleh di ekspor oleh 3hemical3 tertentu dan diimpor oleh importir
tertentu setelah diberikan rekomendasi oleh POLRI dan BNN. Sedangkan
untuk industri dapat dilakukan ekspor-impor setelah mendapatkan
rekomendasi dari Industri agro dan kimia (IAK). Peredaran prekursor
tersebut kalau di Indonesia di awasi oleh beberapa instansi antara lain:
POLRI , BNN , Bea cukai, Badan pengawas obat dan makanan, Departemen
perindustrian dan perdagangan dan Departemen kesehatan. Prekursor
tersebut digunakan untuk keperluan proses produksi industri dan kalau
dilakukan penyimpangan maka dapat digunakan untuk membuat narkotika
dan psikotropika. Pada saat sekarang ini telah terjadi penyalahgunaan
prekursor tersebut yaitu untuk membuat narkotika dan psikotropika
Tujuan dari pengawasan prekursor adalah terpenuhinya prekursor untuk
industri farmasi dan non farmasi, kepentingan pendidikan, pengembangan
ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan, pencegahan terjadinya
penyimpangan dan kebocoran prekursor serta perlindungan kepada
masyarakat dari bahaya peredaran gelap dan penyalahgunaan prekursor
untuk pembuatan narkoba. Penyimpangan bahan kimia prekursor, seperti

12
Amphetamin Type Stimulant (ATS), yang disalahgunakan untuk produksi
ekstasi. Ini berakibat, United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC),
memasukkan Indonesia sebagai negara yang berkembang menjadi sentra
pembuatan bahan sistetis ekstasi (emerging for the synthesis of ecstasy).
Indikasinya dengan banyaknya penyimpangan bahan kimia prekursor
(diversion of 4hemical4 4hemical) yang disalahgunakan.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan Narkotik dan Psikotropik (PP No.44 tahun 2010).
Penggunaan istilah prekursor bukan hanya bahan-bahan yang mengandung
narkoba, tetapi bisa juga yang membantu proses pembentukan narkoba.
prekursor ini bisa sebagai perantara terbentuknya zat lain, atau dapat bekerja
sebagai zat asam dalam pembentukan garam narkoba.
Mengingat belakangan ini penyalahgunaan prekursor dalam pembuatan
narkotika dan psikotropika telah menjadi ancaman yang sangat serius yang
dapat menimbulkan gangguan bagi kesehatan, instabilitas ekonomi, gangguan
keamanan, serta kejahatan internasional. Pengaturan narkotika, psikotropika
dan prekursor oleh pemerintah bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
bahaya penyalahgunaan, mencegah dan memberantas peredaran gelap
narkotika, psikotropika dan prekursor, mencegah terjadinya kebocoran dan
penyimpangan, dan menjamin ketersediaannya untuk industri farmasi, industri
non farmasi, dan pengembangan ilmu dan pengetahuan dan teknologi.
B. Saran
Sebagai pelajar kita harus menjauhi narkotika, sebagaimana kita ketahui
narkotika tidak saja dapat merusak kesehatan tetapi juga dapat mengakibatkan
kematian.

14
DAFTAR PUSTAKA

Permenkes%20No.3%20thn%202015%20Peredaran,%20Penyimpanan,%20Pemu
snahan,%20dan%20Pelaporan%20Narkotikahttp://yunitachristine42.blogspot.co.i
d/2014/03/apakah-obat-prekursor-itudewasa-ini.html
http://stopnarkobaa.blogspot.co.id/2014/02/apa-itu-prekursor.html
https://aranty.wordpress.com/2012/04/09/prekursor-farmasi/ http://insekta-
or.blogspot.co.id/2013/03/penyebaran-narkoba-akhir-akhir-ini.html
http://www.pom.go.id/new/index.php/view/berita/172/Prekursor-
dibalikperedaran-gelap-narkotika-dan-psikotropika.htm

15

Anda mungkin juga menyukai